O 4 🌿

Author Pov

"Hey, kau baik-baik saja?" Ohm bertanya pada Tine yang masih diam tak bergeming sama sekali semenjak kejadian barusan dirinya bertemu dengan mantan kekasihnya bersama dengan pacar barunya. Ice cream yang ia belikan pun mulai sedikit mencair karena tidak disentuh oleh Tine.

"Tine" panggil Ohm sekali lagi.

"Aku ingin pulang, Ohm" katanya akhirnya yang meminta untuk kembali ke rumahnya.

Dengan sigap Ohm menjalankan mobilnya dan pergi berlalu dari kedai ice cream tersebut. Tak butuh waktu yang lama untuk sampai ke rumah Tine. Pasalnya kedai ice cream tersebut tidaklah jauh dari tempat singgahnya itu.

"Turunkan aku di depan gerbang" pinta Tine.

"Tine, rumahmu bahkan masih lumayan jauh dari gerbang" tolak Ohm.

"Aku hanya ingin, Ohm" mohon Tine sekali lagi.

Mau tidak mau Ohm menurunkannya di depan gerbang rumahnya, "terima kasih hari ini" kata Tine lalu turun dari mobil Ohm dan berjalan memasuki gerbang rumahnya.

Tine berjalan dengan lambat di jalanan menuju rumahnya. Jarak rumah dan gerbang Tine tergolong cukup jauh untuk pejalan kaki sepertinya sekarang. Bagaimana tidak? Mansion nya sangat luas, Tine adalah anak dari pengusaha sekaligus arsitek terkaya di Thailand sekarang ini. Ayahnya merupakan seorang arsitek dan pengusaha yang sudah memiliki cabang dimana-mana usahanya. Dan Ibunya adalah seorang designer ternama dengan gaya fashion nomor satu di Thailand.

Tin~tin~

Tine menoleh saat mendengar suara klakson mobil, "Tine" itu suara Ibunya.

"Mae?" Sapanya balik.

"Kenapa kau berjalan sambil membawa ice cream? Masuk!" pinta Ibunya yang mau tidak mau ia harus menaiki mobil Ibunya.

"Kenapa kau berjalan? Bukankah biasanya Sarawat akan mengantar sampai rumah?" Tanya Ibunya saat Tine sudah memasuki mobilnya.

Tine hanya diam tak menanggapi pertanyaan Ibunya, "ada apa? Kau sedang dalam masalah dengannya?" Tanya Ibunya.

Tine tersenyum simpul, "mai Mae, kami baik-baik saja" bohongnya. Ya, Tine berusaha menutupi semuanya hanya karena tidak ingin masalahnya di besar-besarkan oleh Ibunya.

Ibunya dulu bahkan tidak menerima hubungan anaknya dengan Sarawat karena mereka sesama lelaki. Tapi, karena rasa sayangnya terhadap Tine lebih dari segalanya, maka dari itu ia menerima semuanya asal Tine bahagia dan selalu tertawa. Bahkan Ibu Tine dengan Ibu Sarawat sudah saling dekat satu sama lain. Begitupula sang Ayah yang memiliki hobby sama dengan Ayah Sarawat, yaitu bermain bowling.

Tine berusaha menutupi kalau dirinya dan Sarawat kini telah berpisah. Bukan hanya karena ingin di besar-besarkan, tetapi ia tidak ingin hubungan baik keluarganya dengan keluarga Sarawat akan hancur begitu saja ketika mengetahui berita ini. Ia hanya tidak ingin.

"Ao? Tadi kau berjalan, sekarang berdiam diri di dalam sana? Lihat, ice cream itu mencair! Apa tidak ingin masuk?" Tanya Ibunya saat melihat anaknya yang diam tak berbicara dan bergeming sama sekali di dalam mobil.

Tine yang mendengar langsung tersenyum kecil dan keluar dari mobil Ibunya. Ia berjalan beriringan bersama Ibunya memasuki rumah yang sudah hampir 21 tahun menjadi tempat tinggalnya itu.

Tine menaiki anak tangganya dan memasuki kamarnya meninggalkan Ibunya yang menatapnya bingung. Dirinya bertanya-tanya apa yang terjadi pada anak semata wayangnya itu. Kenapa kepribadian anaknya sangat berbanding balik dengan sebelumnya.

Author Pov

"Hoih Pho, aku akan mencarikanmu pemasok lain!"

Lelaki itu berbicara dengan rahang yang mengeras. Mengepalkan kedua tangannya seolah-olah ia akan bertarung saat ini juga.

"Ai Wat! Hanya mereka satu-satunya yang dapat membantu perusahaan Pho" jawab Ayahnya tak kalah keras.

"Lalu apa? Kenapa aku seakan menjadi sebuah tumbal disini? Kenapa aku merasa menjadi boneka yang di permainkan disini, Pho?" Teriak Sarawat yang membuat Ayahnya mau tak mau menampar lelaki tersebut.

Plak–

"Jaga mulutmu, Wat! Aku orang tuamu!" Sentak Ayahnya.

Sarawat memegang pipi kiri yang menjadi bekas kekerasan tamparan oleh Ayahnya sendiri lalu terkekeh pelan, tertawa remeh dihadapan lelaki paruh baya tersebut.

"Dengan memaksaku berpacaran dengan Nevvy dan menumbalkan hubunganku dengan Tine begitu saja, apa kau pikir itu baik untukku?"

"APA KAU PIKIR AKU BAIK DENGAN SEMUA INI, PHO?" Teriak Sarawat dengan lantang.

"LALU APA KAU PIKIR AKU JUGA BAIK, AI WAT!?" Ayahnya pun berteriak begitu.

"Apa seorang Ayah rela menjadikan anaknya sengsara seperti ini? Tidak, Wat! Pho Kholong" sambung Ayahnya dengan lembut memohon kepada Sarawat.

Sarawat diam dan tak menggubris perkataan Ayahnya. Ia langsung berbalik dan menaiki anak tangga untuk menuju ke kamarnya. Lelaki itu tanpa sadar mengeluarkan air matanya bersamaan dengan suara dentuman keras pintu kamar yang ia tutup secara kasar.

"Aaarrrggghhhh!" Teriak Sarawat sembari mengusak rambutnya secara kasar bersamaan dengan isakan tangisnya.

Ia terduduk lemas di balik pintu kamarnya, "kenapa harus seperti ini, Tine? Aku benar-benar masih mencintaimu, sangat!" Gumamnya pelan di sela tangisnya.

"Ku kho thod, Tine" gumamnya lagi sambil menekuk kakinya dan menenggelamkan wajahnya di sela lututnya.



















[Episode 4]
Kebenaran Sesungguhnya

Eyyowww
chapter empat cekkk

mampus pendek:)

Hayoloh Sarawat:))

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top