03-Kak Igu Nyebelin
Merdeka rasanya setelah melewati waktu seminggu, dandanan aneh ke sekolah, berada di bawah arahan OSIS. Dan sekarang, hari pertama untuk Soraya mengenakan kemeja putih berdasi merah motif terakota selaras dengan rok selutut. Lega rasanya, karena kemarin terasa berat. Seolah, setiap pergerakan Soraya tak luput dari bahan cemoohan. Mungkin, setelah MOS selesai, semua akan berlalu dan orang-orang lupa tentang dirinya, kembali sibuk pada pelajaran yang mulai efektif hari ini.
Secerah matahari pagi ini, secerah itu pula seringaian di bibir Soraya. Sejak tadi, harapannya hanya ingin hidup damai dan sejahtera selamanya. Tak apa kalau harus jadi siswa tak terlihat, demi kelangsungan hidup ini. Namun, senyumnya langsung hilang kala membuka pintu rumah, mendapati Irza sudah duduk sambil selonjoran. Semula tengah memainkan ponsel pun, cowok itu mendadak berputar, lalu bangkit usai matanya menangkap sosok Soraya tengah berdiri.
"Lo lama amat, sih. Gue dari tadi nunggu di sini," ujarnya seraya membenarkan posisi tas menggantung di bahu.
"Mau ngapain nungguin gue, Kak?"
"Ya, pergi bareng. Masa mau jalan-jalan, sih? Seminggu kemarin, lo kabur terus. Nggak tahu ke sekolah jam berapa. Setiap ke sini, lo pasti udah pergi."
Padahal sebenarnya, setiap Irza datang, gadis itu masih di rumah. Sengaja dia memberi titah pada siapa pun yang hendak membukakan pintu, mengatakan kalau dirinya sudah pergi lebih dulu pada Irza. Jika ditanya alasan kenapa, hanya satu. Tak ingin masalah lebih panjang dan masuk akun gosip sekolah di Instagram.
"Gue udah pesen ojol, Kak. Lo pergi sendiri aja," balas Soraya. Dia nyelonong melalui Irza, tampang datar tak seperti sebelum hari pertama sekolah.
"Eh, mau ke mana?"
Tiba-tiba tangan Soraya dicekal Irza. Lantas, cowok itu sengaja membalikkan badan Soraya agar bisa berhadapan dengannya.
Tinggi Soraya yang sebatas ketiak Irza itu, membuat kepalanya harus mendongak agar mata saling bertemu.
"Ke pasar."
"Oh, kirain mau ke Ragunan." Irza sengaja mengeluarkan tawa kencang saat melihat mimik muka Soraya yang kecut. Bibir gadis itu mengerucut dan siap meluncurkan sumpah serapah.
"Terserah Kak Igu aja, deh. Bebas."
"Iya, orang ganteng mah bebas."
Cekalan tangan di pergelangan Soraya lepas, beralih menyugar rambut hitam ke belakang. Alis Irza sengaja dinaik turunkan, bermaksud menggoda Soraya saja. Namun, cewek itu malah berlalu dan mengabaikan Irza.
"Eh, mau ke mana?" cetus Irza.
"Siswa teladan mau sekolah."
"Telat datang pulang duluan, 'kan? Ayo! Motor gue kangen lo naikin."
"Kan udah dibilangin, gue udah pesen ojol," jawab Soraya. Sebuah masker kain yang semula dia genggam, beralih ke tempat seharusnya Soraya pakai.
"Nggak ada ojol segala. Sama gue, gratis. Terus, tumben makseran, Ya."
"Astaga! Hari ini Kak Igu kenapa, sih? Pagi-pagi udah nyebelin, bikin naik darah. Kepo lagi, banyak nanya kek wartawan. Mau gue ke sekolah sama lo atau sama ojol, bukan urusan Kak Igu. Mau pakai masker atau nggak pun bukan urusan situ juga. Udah, deh. Nggak usah bersikap sok peduli, Kak," cecar Soraya.
Sikap Irzaldi yang terlalu meremehkan masalah Soraya, menganggap dengan menutup telinga saja semua perkara bisa selesai, semakin menyesakkan dadanya hingga pandangannya mulai buram karena ada sesuatu menghalangi. Sebuah cairan bening yang Soraya mati-matian tahan, jangan sampai luruh di depan Irzaldi. Terlalu memuakkan.
Sempat cengo beberapa saat, akhirnya Irza menimpali, "Lo nggak lagi ngigau, Ya?" Punggung tangan nyaris menyentuh kening Soraya, tetapi segera cewek itu tepis.
"Lo nggak bego 'kan, Kak? Pasti tahu seminggu lalu nama gue jadi bahan omongan satu sekolah karena datang ke sekolah sama lo? Udah gue bilang, turunin sebelum gerbang. Jangan sampai ada yang lihat. Tapi, apa? Kuping lo kayak orang budeg, nggak denger gue ngomong!"
"Ya, gimana? Gue ganteng, sih. Hampir nggak pernah bonceng cewek ke sekolah, jadi langsung gempar gitu aja." Dengan entengnya dia menjawab, tanpa peduli Soraya menahan emosi yang sudah menumpuk
"Kalau udah tahu bakal kayak gitu, kenapa nyelonong aja? Lo tahu, yang kena imbasnya itu gue, Kak. Gue dicemooh habis-habisan hanya karena wajah gue. Iya, emang breakout parah. Jerawat di muka banyak bet, nggak glowing, mulus kek fans lo yang segudang itu," sungut Soraya.
Kini, Irzaldi sengaja menatap kedua mata Soraya sambil berkacak pinggang. "Ya, sejak kapan lo jadi sering dengerin omongan orang-orang, sih? Perasaan dulu nggak, deh."
Astaga! Ingin rasanya Soraya menenggelamkan sosok Irzaldi ke dasar laut paling dalam. Jangan muncul lagi sekalian. Dia sengaja memejamkan mata sejenak, menengadah ke langit meski terik panas menyorot.
"Selama ini, gue dengerin omongan mereka, kok. Cuma berusaha kuat aja dan nggak peduli padahal hati ini sakit, Kak. Dan sekarang, deket sama lo di muka umum, bukan hal bagus buat hati gue. Satu lagi. Lo cowok teregois yang pernah gue kenal. Nggak pernah mikirin perasaan gue, selalu menganggap semua enteng karena dunia berpihak sama lo. Nggak pernah, sih, lo ngalamin jadi kayak gue. Di mana orang selalu mandang dari fisik. Gue punya kaca segede gaban. Kelihatan banget gimana buruk rupanya seorang Soraya. Pasti lo juga nggak buta, 'kan?"
Usai mengatakan itu, masker yang sempat dia buka, kini terpasang kembali. Mas berseragam jaket hijau beserta motor Beat biru putih sudah terparkir di hadapannya.
Dari balik masker, sebelum naik ke boncengan ojek online, Soraya berujar lagi, "Hidup lo terlalu sempurna kalau dibandingkan sama gue yang serba kurang dalam segala hal. Ibarat pangeran sama upik abu. Lebih baik, nggak usah sok kenal gue di sekolah. Itu lebih baik demi kelangsungan seorang Soraya di SMA Cakrawala."
Berdiri mematung di samping motor yang terparkir di halaman rumah minimalis serba putih, Irzaldi menatap nanar kepergian Soraya Khairina. Setiap kata yang gadis itu ucapkan, beserta nada tinggi dan emosi menggebu-gebu seperti belum hilang dari pandangannya. Masih tergambar jelas, membuat goresan di dalam dada.
Seumur hidup mengenal cewek berambut sepunggung asli pirang itu, ini pertengkaran ketiga kalinya. Tunggu. Pantaskah disebut pertengkaran, saat dirinya tadi berusaha bersikap santai, tak membalas semburan Soraya?
Bahunya agak turun saat meraih helm dan duduk di jok motor. Pun saat menoleh ke rumah yang sering dia sambangi, tercipta seulas senyum sebelum paras tampan rupawan tertutup kaca helm.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top