03; Date & Sick

Judulnya minta diajak gelud.

Siapa yang berkencan? Aku dan Ijekiel hanya kebetulan bertemu, ia mencari Zenith yang pergi ke pasar ini, dan aku mencari Athanasia yang sedang terpisah olehku. Setelah meminta maaf pada penjaga toko dan membeli perhiasan disana, aku dan Ijekiel memutuskan untuk mencari bersama-sama Zenith dan juga Athanasia.

"Saya dengar kakak senior sudah lulus dengan nilai tertinggi tetapi tidak ikut dalam wisuda di Arlanta."

Setelah berapa lama kami tidak berbicara satu sama lain dan hanya memperhatikan jalan, Ijekiel yang pertama kali mengajakku untuk berbicara. Kurasa, karena seharusnya ada pidato dari perwakilan murid lulusan terbaik dan aku tidak hadir menjadi berita di Arlanta.

"Aku tidak tertarik mengikutinya," aku menjawab sambil mengangkat bahuku, "bukankah yang dibutuhkan hanyalah setifikat kelulusan? Dan aku bisa mendapatkannya dengan menemui kepala sekolah."

"Tetapi banyak yang ingin membanggakan lulus di Arlanta dengan keluarga mereka di kelulusan?"

"Siapa yang ingin kubanggakan?" Claude? Ia pergi dari istana saja tidak pernah setahuku. Lagipula, Claude membenci ayahku, ia tidak akan menganggapku sebagai keluarganya. Ayahku sudah mati. Lalu ibuku juga menghilang kudengar ia sudah mati juga.

...

"Maaf," kulirik kearah Ijekiel yang benar-benar menyesal sudah menanyakan hal itu. Aku tidak begitu peduli, lagipula aku juga cukup kasihan dengan hidup Nathan dibandingkan dengan kehidupanku sebelumnya. Maksudku, sebagai Hyun Soo dulu ayah dan ibuku adalah orang yang baik dan menyayangi keluarga. Adikku juga walaupun sangat nakal tetapi selalu membantuku jika ada masalah serius.

Aku hanya ingin memberikan kehidupan seperti itu pada Nathan.

"Kau terlalu kaku sebagai anak yang baru berusia 9 tahun," Nathan memutar bola matanya dan menepuk pundak Ijekiel, "sebutkan buku-buku yang kau baca sebelum pergi ke Arlanta. Aku ingin mendengar darimu langsung daripada dari ayahmu yang selalu membanggakanmu saat pergi ke istana."

Kudengar dari Felix sih begitu.

"Hm," Ijekiel menyebutkan buku-buku yang ia baca. Beberapa bahkan baru kupelajari di Arlanta. Usiaku dan dia saat masuk juga hanya berbeda 2 tahun. Benar-benar, kurasa Roger Alpheus terlalu menekan Ijekiel hingga memberikannya tugas untuk membaca beberapa buku bahkan di usianya yang masih kecil.

Setidaknya Claude tidak memaksaku, aku membacanya karena kegemaranku. Lagipula, sejak mengenal Emerson, Oliver, dan juga Xavier aku tidak begitu menghabiskan waktu untuk membaca buku saja.

"Dengar, jangan terlalu banyak belajar. Kudengar kau bisa botak kalau terlalu banyak menggunakan otakmu," Ijekiel menatap kearahku yang menatapnya dengan serius, "usiamu masih kecil, buku-buku itu hanya akan membuat kerutan di otakmu menjadi lebih banyak dan bisa-bisa kepalamu membesar dan rambutmu menipis."

Ijekiel sepertinya bingung dengan apa yang kukatakan.

"Tetapi bukankah senior juga terlalu banyak belajar."

"Iya, tetapi itu karena belajar adalah sesuatu yang kugemari. Tetapi Cla--Yang Mulia tidak memaksaku untuk belajar. Ia bahkan menyuruh Felix menyembunyikan beberapa bukuku jika aku menghabiskan waktu terlalu banyak didepan buku," yah walaupun ia tidak pernah mengatakan apapun tentang itu. Felix pembohong yang buruk.

"Aku bertemu banyak teman di Arlanta dan menghabiskan waktu untuk bermain. Terkadang kau juga bisa menjadi anak yang nakal, tidak perlu menjadi orang yang sempurna."

"Tetapi ayah akan kecewa."

"Kecewa sekali dua kali tidak masalah, toh aku juga yakin meskipun kau nakal ataupun melanggar, kau akan tetap mendapatkan nilai yang bagus dengan otakmu ini," kuketuk-ketuk kepala Ijekiel dengan telunjukku, "bersenang-senanglah, kalau kau sedang berlibur, sebaiknya kau temui aku. Dan aku akan menunjukkan bagaimana caranya bersenang-senang."

...

Apakah perkataanku terlalu sulit untuk dicerna?

"Tetapi, kau tidak perlu--" Ijekiel memutus perkataanku saat sebuah roti ia sumpalkan kedalam mulutku. Aku akan memarahinya saat Ijekiel tertawa pelan dan menatap kearahku, "hei, apa maksudmu melakukan itu?!"

"Habisnya kulihat kakak senior melihat roti disana dengan air liur menetes. Kukira kakak lapar, jadi kuberikan saja," aku memang lapar sih, begini-begini perutku cukup karet. Tetapi tidak seperti itu juga caranya memberikanku roti. Kumasukkan dalam sekali suap roti seukuran genggaman tangan itu. Melihat itu, Ijekiel semakin tidak bisa menahan tawanya.

"Tunggu, apakah kau baru saja mengusiliku?"

"Kurasa itu tidak buruk," empat persimpangan muncul di kepalaku. Kupukul kepalanya dengan kepalan tanganku hingga ia mengaduh. Namun, kemudian ia tertawa, dan akupun ikut tertular tawanya. Dasar bocah, kalau seperti ini kan jadi lebih manis.

Tunggu.

Manis?

⁰³⁰³⁰³
Zenith's POV
⁰³⁰³⁰³

"Put--Ehm Athy, apakah tidak sebaiknya kita menghampiri mereka?"

Aku dan juga Athanasia sebenarnya sudah melihat Ijekiel dan juga kakak dari Athanasia--atau aku juga baru mengetahui jika yang dimaksud adalah Nathan. Tetapi, kenapa kami berdua jadi bersembunyi seperti ini? Kulihat Ijekiel malah tampak tertawa-tawa seperti itu bersama dengan Nathan.

Padahal bersama denganku saja ia tidak pernah tertawa-tawa seperti itu.

Tetapi tenang saja, nanti Ijekiel akan tetap berakhir denganku bukan? Di ceritanya alurnya seperti itu, tidak akan mungkin berubah begitu saja. Tetapi kenapa Athanasia berada disini bersama dengan Nathan? Kukira Nathan sangat membenci Athanasia. Apakah sebenarnya Nathan ingin membunuh Athanasia saat kecil?

Aku juga tidak tahu Ijekiel dekat dengan Nathan. Jangan-jangan...

'Jangan-jangan karena Ijekiel mencariku jadi ceritanya sedikit melenceng dan malah membuatnya bertemu dengan Nathan?!'

"Saya tidak tahu kenapa, tetapi mereka berdua terlihat cocok," kulirik Athanasia yang tersenyum senang. Cocok?! Hei, yang cocok dengan Ijekiel itu a--

...ku.

"Kau... kau benar," aku tidak mau mengakuinya, tetapi mereka berdua terlihat sangat serasi. Tunggu heeeei, memangnya genrenya jadi berubah Yaoi/BL/Shounen Ai begitu? Ijekiel itu masih lurus, dia juga berakhir menikah dengan Zenith aka diriku.

Memangnya dia belok?

Yah, memang sedikit terlihat agak ambigu cerita Lonely Princess. Maksudku, siapa yang tidak bisa membayangkan jika pengawal raja yang bernama Felix itu tidak memiliki perasaan pada Claude. Tetapi tetap saja, Ijekiel itu lurus. Dia milikku.

"Tetapi ini sudah sore, apakah keluargamu di rumah tidak mencarimu Athy?"

"A-ah, kurasa begitu," ups, aku lupa kalau Athanasia tinggal sendirian di istana Ruby tanpa kasih sayang dari ayah dan ibunya.

"Kalau begitu ayo," aku menarik tangannya dan membawa Athanasia mendekati Ijekiel dan Nathan, "kakak."

⁰³⁰³⁰³
Nathan's POV
⁰³⁰³⁰³

Lah.

Bukannya Athanasia tidak bertemu dengan Zenith ya? Tetapi kenapa malah mereka berdua berakhir bersama-sama seperti ini? Seharusnya Zenith bertemu dengan Athanasia di debutenya. Karena... karena...

...

Karena Athanasia tidak pernah keluar dari istana Ruby.

Dan penyebab mereka bertemu saat ini adalah.

Aku.

Ah sial, benar juga, Zenith tidak akan bertemu dengan Athanasia begitu juga sebaliknya karena Athanasia sampai akhir hayatpun tidak pernah keluar dari istana Obelia. Dan sekarang mereka bertemu karena aku mengajaknya untuk keluar dari istana Ruby.

"Kemana saja Zenith, ayah sangat cemas."

"Ti-tidak apa-apa, aku hanya bosan dan ingin bermain saja kakak. Maaf ya, jangan sampai paman tahu aku pergi dari rumah," ia terlihat akan menangis dan Ijekiel tampak mencoba untuk menenangkannya. Bah, pemandangan apa lagi ini. Iya sih, nanti di novelnya Ijekiel akan bersama dengan Zenith. Tetapi cinta pertama Ijekiel kan Athanasia.

Kasihan Zenith.

"Kak Nate," aku menoleh pada Athanasia dan tersenyum, "maaf karena aku terpisah darimu."

"Tidak apa-apa, kau baik-baik saja?" aku mengecek keadaannya dan memastikan ia baik-baik saja.

"I-iya, nona Zenith membantuku menemukan kak Nate. Karena ia juga mencari," Athanasia tampak menatap kearah Zenith dan bertemu pandang dengan Ijekiel. Ijekiel tersenyum, dan Athanasia menunduk memberikan salam. Hei-hei, benar-benar ya. Kau itu puteri raja, dan ia hanya anak seorang Duke.

Tidak perlu menunduk terlalu dalam seperti itu.

"Baiklah, karena sudah sama-sama bertemu kita berpisah sampai sini. Sampai jumpa Ijekiel," kukibaskan tanganku, dan akan pergi sambil mendorong punggung Athanasia.

"A-ah tunggu!" Ijekiel tampak mencoba menghentikanku. Mengejutkanku juga Zenith yang menatapnya aneh, "apakah anda tidak keberatan jika aku mengirimkan anda surat beberapa kali senior?"

...

"Tentu?" aku tidak mengerti apa yang menjadi tujuan Ijekiel untuk mengirimkanku surat. Tetapi, kupikir itu hanya karena ia ingin dekat dengan Athanasia. Aku bahkan tidak melihat bagaimana warna semu merah di wajah Ijekiel tampak jelas dengan senyuman simpulnya.

⁰³⁰³⁰³

Eugene adalah anak yang serius, tetapi adiknya Cavell benar-benar berbanding terbalik dengannya. Ia sering mengajak kami untuk membolos dan juga menjahili anak-anak lainnya.

Wah-wah, aku benar-benar tidak menyangka jika ia benar-benar akan mengirimkanku banyak surat. Ia menceritakan padaku banyak hal seperti apa yang dilakukannya disana, dan bagaimana kedua sahabatku Oliver dan juga Emerson--yang gagal saat mencoba ikut denganku melakukan ujian kelulusan lebih cepat--bersikap.

Tetapi, entah kenapa dari sekian cerita tentang Oliver dan Emerson, ia hanya sedikit menceritakan tentang Xavier. Sebentar lagi kelulusannya, kuharap ia baik-baik saja. Ijekiel selalu hanya mengatakan tentang ia baik-baik saja. Hanya itu.

"Surat dari Arlanta lagi?"

Ngomong-ngomong, beberapa minggu ini Claude menyuruhku untuk mengerjakan beberapa pekerjaan istana. Bayangkan saja, menyuruh anak berusia 14 tahun untuk mengerjakan beberapa pekerjaan penyihir kerajaan. Sepertinya ia ingin melihat kemampuanku. Karena ia tidak protes apapun, kurasa apa yang kukerjakan cukup membuatnya puas.

"Hm, karena teman-temanku hampir semua belum lulus mereka masih mengirimkan surat padaku."

"Lewat bocah Alpheus itu," bagaimana ia bisa tahu? Eugh, apakah ia stalker? Lagipula apa urusannya denganmu? Urusi saja tentang bagaimana kau tidak peka terhadap perasaan pengawalmu itu.

"Karena surat dari anak Duke Alpheus tidak akan perlu melewati beberapa pemeriksaan. Tetapi kurasa sekarang pemeriksaannya langsung ditangani oleh Yang Mulia?" Aku berjalan di satu sudut ruangan, melihat beberapa hal yang salah di salah satu sihir pelindung istana.

"Retak disebelah sini, kalau kutambahkan dengan formula ini, bukankah akan lebih efektif?" aku berbicara dengan salah satu penyihir kerajaan yang ikut dalam tugasku. Saat ini, kami sedang berkeliling untuk mengecek keadaan rune di istana.

"A-ah ini," lihat. Sepertinya harga dirinya hancur karena seorang anak berusia 14 tahun mengkritik kinerja kerjanya. Maaf saja, kalau dibandingkan ibuku kalian masih seperti keset berdebu. Debunya maksudnya.

"Ganti."

Apalagi Claude tidak segan untuk setuju dengan apa yang kukatakan tanpa ragu. Kurasa Claude sendiri juga tahu jika kesalahan itu akan fatal jika sudah waktunya. Kami kembali berjalan, Felix memperhatikan pergerakanku dan juga Claude dengan setia.

"Kau sering menghabiskan waktu di Istana Ruby."

Ya, dan karena kau aku tidak bisa mengunjungi adikku tersayang Athanasia hampir sebulan ini. Sekali lagi, apa urusanmu? Bukankah tidak masalah seorang anak dari kakak yang paling kau benci bertemu dengan anak perempuan yang tidak kau anggap? Jadi urusi saja urusanmu.

"Karena bosan aku berjalan-jalan dan bertemu dengan Tuan Puteri Athanasia," lihat. Begitu saja sudah bereaksi, "ia anak yang manis, aku tidak mengerti kenapa seseorang harus mengurungnya seperti itu."

"Tu-tuan muda--" wajah Felix memucat.

"Jika aku membawanya kabur," kutolehkan wajahku kearah Claude, "tidak masalah bukan? Jika memang kau tidak mencintainya, yang harus kau lakukan hanyalah mengusirnya dari istana. Jika memang itu kau lakukan, aku akan membawanya dan menyayanginya seperti keluargaku sendiri. Jauh lebih baik daripada yang kau lakukan."

"Kau tidak bisa melakukan itu."

"Kenapa~?"

"Karena aku membiarkannya hidup sampai sekarang agar aku bisa membunuhnya," tetapi kalau kau menghabiskan waktu bersama dengan Athanasia, kau akan menyayanginya kau tahu. Lagipula, Athanasia adalah cerminan dari cinta pertamamu. Itu juga salah satu sebab kau tidak bisa membunuhnya bukan?

"Apakah Yang Mulia berpikir aku akan membiarkan Yang Mulia melakukan itu?"

...

"Jika anda bisa membiarkan saya, anak dari seseorang yang paling anda benci tetap disini, kenapa anda tidak mencoba membuka hati anda untuk Athanasia?"

⁰³⁰³⁰³

Mudah mengatakan itu, aku tahu Claude tidak akan mungkin melakukan itu dengan mudah.

Tetapi, sejak saat itu sudah dua minggu lamanya akhirnya ia memperbolehkanku untuk mendapatkan ilbur. Maksudku, ia sama sekali tidak mengunjungiku atau mengatakan apapun dari Felix. Tetapi, tumpukan beberapa hal yang ia minta untuk kucek masih menumpuk hingga aku harus mengerjakannya bahkan di Istana Ruby dimana aku menemui Athanasia.

"Tidak apa-apa, kak Nate yang mengunjungiku sudah membuatku sangat senang," Athy di webtoon "Who Made Me a Princess" sudah sangat menggemaskan, tetapi saat ini menggemaskannya berada di level yang berbeda. Dengan wajah malu-malu penuh harap, siapa yang bisa mengatakan 'aku akan meninggalkanmu' padanya.

"Silahkan," kutolehkan kepalaku dari tempatku duduk di meja kerja yang ada di lantai satu istana ruby. Lily tersenyum dan memberikanku secangkir teh hangat dan juga satu mangkuk penuh isi permen karamel, "anda terlihat sangat lelah tuan muda, saya ingat anda sangat suka dengan permen karamel."

Lily yang terbaik, padahal sudah lama aku tidak makan permen karamel yang banyak didepannya.

"Apakah Athy benar-benar tidak apa kutinggal sendiri? Ia terlihat sedikit murung tadi."

"Tidak apa-apa, lagipula Tuan Puteri ditemani oleh si hitam peliharaan Tuan Puteri," aku hanya mengangguk mendengar perkataan Lily, sebelum mataku membulat dan menoleh dengan cepat kearah Lily.

Ditemani... siapa tadi?

"Si Hitam?"

"Oh, saya lupa. Saat Tuan Muda sibuk bersama dengan Yang Mulia, Tuan Puteri menemukan seekor anjing hitam saat mencari anda. Karena sangat jinak, ia memeliharanya dan menamainya si hitam."

Tu-tunggu...

"Apakah, ada warna biru di bagian wajahnya?"

"Bagaimana anda--" suara Lily terputus saat pintu ruanganku terbuka dan tampak Seth yang membuka dengan kasar dan terburu-buru pintu itu, "--Seth, kau tidak sopan membuka pintu ruangan tuan muda seperti itu."

"Maaf Lily, tetapi Tuan Puteri!"

⁰³⁰³⁰³

"Sakit Lily... kak... Nathan."

Satu hal yang kutakutkan terjadi, kulihat bagaimana Athanasia kesakitan dan tampak memegangi dadanya. Aku meremehkannya, kukira ia tidak akan bertemu dengan si shinsu miliknya tetapi ia menemukannya. Kurasa, satu-satunya hal yang membuat Athanasia di Lovely Princess tidak mati sebelum dieksekusi adalah karena ia tidak bertemu dengan si hitam.

"Tuan Puteri, bertahanlah," Lily tampak panik dan khawatir. Tubuhnya gemetar dan mencoba untuk menenangkan Athanasia. Satu-satunya yang membuatnya selamat saat itu adalah karena Lucas yang memakan mana miliknya. Tetapi, hanya Lucas yang bisa melakukan itu, dan membunuh si hitam hanya akan membuat semuanya lebih kacau.

"Athy, Athanasia..."

Aku mendekat dan ia meraih ujung pakaianku dan meremasnya dengan kuat.

"A-aku akan mengabari Yang Mulia..."

"Lily, tetapi Yang Mulia--" ya, kalau sampai Lily mencegat Claude lagi, kurasa tidak akan ada belas kasihan lagi. 

Lucas tidak mengenal Athanasia yang kutahu, dan Claude aku tidak akan berani mengambil resiko. Ia bisa saja malah membiarkan Athanasia mati kesakitan. Aku tidak tahu apakah akan berhasil dengan kekuatan sihir yang kumiliki, namun aku tidak mungkin hanya bisa berdiri dan melihatnya mati didepanku.

Kuulurkan telunjukku hingga sebuah rune muncul di tanganku. Sihir milikku seolah membuat sihir di tubuh Athanasia merespon. Aku bisa merasakan kekuatan sihir Athanasia yang mengalir di tubuhku, terserap sedikit demi sedikit.

"Ukh," apa-apaan ini. Semakin banyak kekuatan sihir yang terserap dalam tubuhku, rasa sakit semakin kurasakan. Tetapi aku tidak mungkin berhenti disini, kekuatan sihir Athanasia masih meluap, belum cukup...

Belum cukup...

⁰³⁰³⁰³
Athanasia's POV
⁰³⁰³⁰³

Hari itu aku pergi untuk  mencari kak Elliot karena ia tidak mengabariku akan tidak datang ke istana Ruby. Aku juga sudah meminta Lily untuk menyiapkan permen karamel untuk kakak yang Lily temukan saat pergi keluar dari istana Ruby. Aku mencobanya dan sangat enak, kuharap kak Nathan juga akan menyukainya.

"AH!" 

Aku berhenti saat sesuatu menabrakku dan membuatku terduduk. Beberapa bungkus permen berserakan, dan apapun yang menabrakku itu tampak memakan salah satunya. Kulihat seekor hewan berwarna hitam yang mirip dengan anjing. Kecil dan sangat imut, kudekati dan ia masih sibuk memakani permen milik kak Nathan.

"Tu-tunggu, jangan memakannya semua!"

Kurasa ia tidak mendengarkan.

"Kalau mau aku bisa memberikanmu kue yang enak," hewan itu terlihat mengerti dan berhenti memakan permen milik kak Nathan. Ia berlari kearahku dan aku menangkapnya. Bulunya sangat lembut. Kubawa ia ke istana dan kuberikan beberapa kue yang kumakan.

Hari itu kak Nathan tidak datang hingga beberapa minggu kemudian karena ia sibuk dengan Ayahanda. Tetapi si Hitam--aku memberikan nama hewan itu si Hitam dan memeliharanya--menemaniku saat kak Nathan tidak ada. Berbeda, tetapi cukup untuk membuatku terhibur saat kakak tidak ada.

"Aku akan menyelesaikan tugasku dengan cepat Athy, secepatnya aku akan bermain denganmu."

Setelah hampir satu bulan, akhirnya kak Nathan datang. Tetapi kulihat ia membawa setumpuk kertas yang bisa menutupi wajahnya karena terlalu banyak. Ia juga terlihat sedikit lelah, aku merindukannya karena sudah sangat lama sejak ia datang kemari. Tetapi kurasa aku bisa menunggu sedikit lebih lama--hanya beberapa jam bukan?

"Aku bisa menundanya kalau kau ingin bermain denganku."

"Tidak apa-apa, Athy akan menunggu kak Nathan," lagipula ada si Hitam, nanti setelah kak Nathan selesai dengan tugasnya, aku akan memperkenalkan kak Nathan dengan si hitam. Kuharap ia akan menyukainya.

⁰³⁰³⁰³

Aku tidak ingat apa yang terjadi setelah aku menunggu kak Nathan bersama dengan si Hitam. Tetapi yang kutahu adalah aku merasakan rasa sakit di dadaku seperti dadaku terbakar. Rasanya sesak, aku tidak bisa bernapas. 

"Athy, Athanasia," aku bisa mendengar suara kak Nathan. Aku tidak ingat apa yang kukatakan, aku hanya ingin menghilangkan rasa sakit ini. Kupegang erat pakaian kak Nathan, tidak ingin ia pergi dariku. Ia tidak membalasnya, tetapi ia tidak juga melepaskan tanganku. 

Aku tidak ingin membuka mata karena rasa sakitnya akan lebih terasa, tetapi aku ingin melihat kak Nathan. Kulihat dia, meskipun samar ia terlihat khawatir dan takut. Aku tidak ingin kak Nathan melihatku seperti itu. 

Ia mengulurkan tangannya, aku melihat cahaya dari tangannya yang menyilaukan dan membuatku menutup mata. Entah sejak kapan aku tertidur, dan rasa sakit itu perlahan menghilang.

⁰³⁰³⁰³
Nathan's POV
⁰³⁰³⁰³

Aku menunggu Athanasia bangun.

Tidak mungkin ia akan tertidur selama 1 bulan seperti yang ada di webtoon bukan? Kurasa tubuhku tidak akan bisa menahannya. Ini sudah 3 hari lamanya, kurasa sihirnya tidak lagi beredar tidak terkontrol dalam dirinya karena aku cukup banyak menyerap tenaga berlebihan milik sihir Athanasia.

Ia juga tidak tampak kesakitan kembali, namun tidak bangun. 

Aku khawatir, apakah rune yang diajarkan oleh Emerson tidak efektif? Tidak ada buku yang menunjukkan cara untuk menyembuhkan kondisi Athanasia. Pantas saja di cerita tidak ada yang bisa menyembuhkannya selain Lucas. Tetapi, yang mengejutkanku adalah Emerson mengetahuinya.

Ia mengatakan cara itu pernah diajarkan oleh seseorang padanya saat kekuatan sihirnya juga hilang kendali saat ia masih kecil--5 tahun katanya--kondisinya sama seperti Athanasia. Karena takut akan kehilangan kendali lagi, Emerson diajarkan sejak kecil tentang sihir yang bisa digunakan untuk menangkalnya. Sihir yang sama yang digunakan oleh Lucas pada Athanasia.

Aku tidak tahu siapa yang mengajarkannya, jadi aku hanya bisa mencobanya saja sekarang.

"Kak... Nathan?" 

Aku menoleh kearah ranjang, dimana Athanasia membuka matanya perlahan. Rasa lega begitu saja memasuki pikiranku. Untung saja Athanasia baik-baik saja, untuk tidak terjadi apapun padanya meskipun Lucas tidak ada. Aku menghela napas, dan bergerak akan menghampirinya lebih dekat.

"Kau tidak ap--" pandanganku memudar, semuanya terasa kabur. Rasanya aku ingin muntah, tapi ketimbang air, aku merasakan rasa kental dan besi yang menyengat dalam tubuhku. Aku terbatuk melihat telapak tanganku yang berlumuran darah.

Huh?

Entah karena perasaan lega yang kurasakan atau rasa sakit itu perlahan kembali muncul, rasanya seperti ditimpa oleh besi baja yang langsung menumbuk seluruh tubuhku. Bahkan aku tidak punya tenaga untuk berteriak, dan susah untuk bernapas.

Teriakanku tertahan, tubuhku begitu saja tidak bertenaga hingga aku tidak bisa menyeimbangkan tubuhku dan begitu saja aku tumbang.

"KAK NATHAN!"

⁰³⁰³⁰³
Athanasia's POV
⁰³⁰³⁰³

Ini salahku, ini salahku.

Aku tahu ada sesuatu yang dilakukan oleh kak Nathan, dan ia melakukan itu karena aku sakit. Kulihat bagaimana Lily dan beberapa pelayan membawa Nathan ke salah satu kamar, membawa kali ini seorang dokter yang memeriksakan keadaan Nathan.

Tidak ada yang tahu apa yang terjadi pada Nathan, namun seakan organ dalam tubuhnya tidak berfungsi semestinya. Mereka tidak bisa melakukan apapun, kalau seperti ini kak Nathan akan mati. Dan itu semua karena aku.

Tidak ada orang yang--

Yang Mulia! 

Yang Mulia bisa menyembuhkannya, kekuatan sihirnya besar dan kuat. Tetapi tidak ada yang berani untuk menemuinya dan akan berbahaya untuk Lily dan yang lainnya menemui Ayahanda. Aku harus melakukannya, aku harus menemui Yang Mulia dan meminta bantuannya untuk menyembuhkan Kak Nathan.

⁰³⁰³⁰³
Author's POV
⁰³⁰³⁰³

"Yang Mulia..."

Claude menoleh dan melihat Athanasia yang berlari menuju ke istana raja. Tatapannya datar dan dingin, tampak hanya menatap tanpa belas kasih pada anak kecil didepannya. Athanasia selalu merasa Claude sangat menyeramkan namun ia menginginkan cinta dari ayahnya. Ia selalu takut untuk bertemu, takut jika ayahnya menolak, takut jika ayahnya tidak mencintainya.

Ia tahu tatapan itu yang akan diberikan oleh ayahnya. Ia menunduk, tidak berani untuk menatap terlalu lama kearah Claude.

"Tuan... Puteri," pengawal berambut merah itu tampaknya kaget, namun Claude berbalik akan meninggalkan Athanasia disana. 

"A-Ayahanda, tolong..." Claude tampaknya mendengar suara Athanasia dan berhenti, "kak Nathan... k-kak Nathan sakit dan ia akan mati."

...

"Itu bukan urusanku," jawab Claude dingin dan kembali berjalan meninggalkan Athanasia. Pengawal berambut merah itu menoleh pada Athanasia, lalu pada Claude dan kembali pada Athanasia. Seharusnya Athanasia tahu jika ayahnya akan mengatakan itu. 

Jika memang ayahnya mencintainya, ayahnya tidak akan mungkin mengurungnya di istana sendirian, tidak pernah sama sekali mengunjunginya, tidak akan berbicara dengan nada dingin seperti saat ini padanya. Ia tahu ini akan percuma, tetapi kalau ia tidak melakukan apapun...

...jika ia tidak melakukan apapun Nathan akan.

'Jangan terlihat takut didepan ayahmu.'

Satu hal yang ia ingat dari perkataan Nathan.

"PAPA!" Dua, dengan satu panggilan yang selalu diajarkan Nathan untuk dipersiapkan saat akan bertemu dengan Claude. Ia berlari, merentangkan tangannya dan menghalangi jalan Claude. Ia tahu tubuhnya gemetar, tetapi satu-satunya yang bisa menolong Nathan saat ini menurutnya adalah Claude.

"Kau ingin mati?"

"A-Athy... Athy tidak akan pergi sebelum papa membantu Athy menyembuhkan kak Nathan," tubuhnya semakin gemetar, ia tidak menunduk dan tampak membutuhkan beberapa keberanian yang terkumpul untuk memandang kearah mata ayahnya, "ka-kalau papa... kalau papa tidak membantu Athy, kak Nathan akan mati! Kak Nathan sakit karena Athy, kumohon papa tolong sembuhkan kak Nathan!"

Claude diam, Felix sudah memucat dan tidak tahu harus membawa Athanasia kabur agar Claude tidak membunuhnya atau ia harus diam karena Claude tidak memberikannya perintah untuk bergerak. Claude sedikit berjongkok, menggendong Athanasia dengan dua tangannya.

...

"Berat," Athanasia tampak shock, tidak bisa bergerak mendadak jadi seperti patung. Claude memperhatikan wajah Athanasia yang ia yakin sangat pucat saat ini, "Felix."

"Y-ya Yang Mulia?" Felix menatap Claude yang kemudian melempar Athanasia padanya, "bawa dia. Dan kita akan pergi ke istana Ruby sekarang. Panggilkan tabib istana juga."

⁰³⁰³⁰³

"Kekuatan sihir Tuan Puteri berada di dalam tubuh Tuan Muda Nathan. Tetapi, kekuatan sihir Tuan Puteri dan Tuan Nathan bertolak belakang hingga keduanya tidak bisa melebur dengan baik. Kekuatan sihir hamba hanya akan membuat kondisinya semakin parah," Claude memanggil semua tabib istana terbaik untuk ikut ke istana Ruby dan memeriksakan keadaan Nathan.

Tidak ada yang tahu.

Dan kondisi Nathan semakin melemah.

"Kenapa kekuatan sihirnya bisa bertolakbelakang? Mereka sama-sama memiliki darah bangsawan kerajaan," semua orang disana tampak menoleh pada Claude. Oh, selain Felix mereka tidak pernah tahu jika Nathan adalah anak dari Anastacius.

"Sa-saya tidak mengerti maksud Yang Mulia, tetapi... jelas yang dimiliki oleh Tuan Muda bukanlah sihir murni kerajaan," tabib istana menoleh pada Nathan yang berbaring tidak bergerak dan tidak sadar.

"Saya sangat yakin, yang ia miliki adalah sihir hitam Yang Mulia..."

...

"Kalau kau hanya bisa berbicara nonsen, aku akan memasukkanmu ke penjara sampai pikiranmu jernih dan menemukan cara menolongnya," pengawal membawa satu dari banyak tabib itu pergi dari sana. Athanasia tampak hanya duduk dan memegang tangan Nathan. Ia tidak melepaskannya sama sekali sejak mereka kembali ke istana Ruby.

"Kudengar Nathan disini, tetapi kurasa banyak tambahan orang ya," suara itu membuat semuanya menoleh dan tampak seorang berambut putih yang berdiri di ambang pintu, "kukira menerima tugas ayahku untuk menjadi perwakilan kerajaan ke Obelia akan membuat reuni yang menyenangkan dengan Nate. Kenapa ia malah sekarat seperti ini?"

"Maaf aku tidak menemuimu lebih cepat," Claude seharusnya menerima tamu dari kerajaan tetangga yang sekarang ada didepannya, "Pangeran Emerson."

"Tidak apa-apa, aku mendengar sahabatku sedang sakit dan aku memaksa mereka untuk memberitahuku dimana dia," Emerson tertawa, tampak berjalan mendekat dan melihat kondisi dari Nathan, "wah, aku bahkan tidak yakin ia bisa melewati malam hari ini kalau dibiarkan seperti ini."

Meskipun Emerson tersenyum, tentu ia sangat kaget dan juga cemas melihat keadaan sahabatnya Nathan. 

"Kerajaanmu terkenal dengan para penyihir yang berbakat. Kau tahu siapa yang bisa menyembuhkan anak ini?" Claude menatap Emerson yang bergumam dan menggaruk kepala belakangnya.

"Bahkan penyihir paling hebat milik kamipun tidak akan tahu caranya," Emerson bergumam dan menghela napas. Athanasia tersentak, menggenggam lebih erat tangan Nathan, "di kondisi normal, kita tidak akan bisa melakukan apapun selain melihatnya tewas perlahan. Tetapi, aku tidak mungkin membiarkan sahabatku mati begitu saja bukan?"

"Kau bilang tidak bisa melakukana appun."

"Aku tidak bisa, tetapi temanku bisa melakukannya kurasa," ia menoleh pada pintu dimana pintu itu terbuka perlahan dan tampak seorang anak berusia lebih tua sedikit dari Athanasia. Berambut hitam panjang dan mata berwarna merah.

"Benarkan, Lucas?"

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top