00; Anastacius's Son
Mungkin semua orang berpikir jika wanita didepan mereka hanya ingin mencari cara untuk mati dengan cepat. Jika mereka penghuni istana lama, wajah itu tidak akan asing. Helena, penyihir kerajaan terkuat Obelia yang menghilang 2 tahun yang lalu kini berlutut didepan penguasa baru Obelia.
"Kau berani menampakkan diri didepanku setelah 2 tahun berlalu Helena."
"Saya mendengar anda membunuh Pangeran--Yang Mulia Anastacius," tentu berita itu sudah menyebar. Berita bagaimana seorang pangeran dari hubungan terlarang membunuh untuk memperebutkan tahta, "saya ingin... saya ingin anda melindungi Nathan."
"Nathan?" Dibalik jubah yang dikenakan wanita itu, muncul anak laki-laki yang jika terlihat dari tinggi bahkan belum beranjak 2 tahun. Rambut pirangnya tampak sedikit pucat, dan iris mata emasnya tampak memandang kosong kearah lantai, "Helena, anak itu--"
"Sayang, lepaskan sihirmu. Tidak apa-apa," anak itu menatap ibunya dengan tatapan ragu, namun mengangguk dan menutup matanya selama beberapa saat sebelum ia membukanya kembali. Iris mata emas itu tampak berubah, Felix pengawal berambut merah yang menyadari dan tersentak.
Iris biru permata, satu hal yang mustahil seseorang biasa tanpa ada darah anggota kerajaan di tubuhnya memilikinya.
"Helena, jelaskan."
"...dua tahun yang lalu, semua yang kulakukan bersama dengan Anastacius adalah sebuah kesalahan," hubungan Helena dan Anastacius. Usia Claude dan Felix tidak jauh berbeda dengan Helena, mereka sudah bersahabat sejak lama. Mereka tahu bagaimana wanita ini sangat mencintai Anastacius, "termasuk satu malam, ketika Anastacius mengajakku untuk tidur bersama denganku bahkan saat aku baru berusia 15 tahun."
"Ia adalah--"
"Aku tidak berani mengatakan pada siapapun saat aku tengah memiliki Nathan. Tidak pada Anastacius, karena aku hanyalah seorang penyihir tanpa darah bangsawan. Aku tidak ingin membebaninya," Claude yang paling tahu. Ratu saat itu, ibu tirinya, ibu dari Anastacius sangat tidak suka jika Anastacius berhubungan dengan seorang yang bukan dari bangsawan.
"Helena tetapi Yang Mulia--"
"Kau tahu jika ia juga mencintaimu," Claude memotong perkataan Felix. Helena diam, ia kemudian tersenyum sambil mengeratkan pelukannya pada Nathan, "hanya orang buta yang tidak bisa melihat itu."
"Akan sangat menyenangkan jika memang itu yang terjadi..."
...
"Apa yang kau inginkan."
"Kumohon, bawa Nathan dan biarkan ia berada di istana."
"Helena itu sedikit..."
"Kenapa? Kau bisa menyembunyikannya selama 2 tahun tanpa diketahui bahkan oleh Anastacius. Kau tahu aku tidak mungkin tidak memiliki alasan membunuh kakakku. Tidak ada yang bisa menjamin darah daging kakakku akan selamat berada di dalam istana," Helena menggigit bibir bawahnya, ia menunduk.
"Waktuku tidak lama lagi. Aku tidak bisa lagi melindungi Nathan darinya."
"Darinya?"
"Anastacius," ujarnya lirih, tampak seolah tidak ingin menyebutkan nama itu.
"Ia sudah mati."
"Aku tidak bisa menjamin hal itu."
"Haruskah aku menggali kuburannya dan memperlihatkan mayat membusuk pada anak itu juga?" Claude berbicara dengan nada dingin. Nathan yang sedaritadi diam sedikit tersentak saat ia dilibatkan dalam pembicaraan itu.
"Claude, kumohon. Jika kau tidak bisa melakukan itu untuk Anastacius, lakukan ini untukku. Sahabatmu," Helena berani dengan lancang menyebut nama Claude dan Anastacius dengan nada biasa, "aku tidak bisa menyebutkan ansumsiku, tetapi aku tidak bisa sembarangan meninggalkan Nathan sendirian. Istanamu adalah tempat yang paling aman dan kupercaya, kau adalah orang yang paling kupercaya untuk menjaganya."
...
"Sembunyikan mata permata itu," Helena yang menempelkan dahinya ke lantai memohon dengan sangat tampak mengangkat kepalanya, "didepanku, sembunyikan mata permata itu. Aku tidak suka melihat kenyataan jika aku membiarkan anak dari kakakku tetap hidup. Aku melakukan ini bukan untuknya, tetapi untukmu yang kupandang sebagai sahabatku."
"Ia memiliki kemampuan sihir yang besar sejak lahir, ia akan bisa melakukan hal itu," Helena tampak lega, Claude menoleh pada Nathan yang hanya balas menatapnya sebelum mengangguk. Tanpa menggunakan gerakan tubuh apapun, mata itu kembali berubah menjadi berwarna emas. Sama seperti yang dimiliki oleh ibunya.
"Aku akan menyiapkan kamar untukmu dan anak itu."
"Tidak, aku akan pergi sekarang juga. Jagalah Nathan untukku Claude," Helena menundukkan badannya kembali dan mengangguk. Ia menoleh pada Nathan, berusaha untuk tidak menangis. Ia tidak akan bertemu dengan anak ini lagi, ini pertemuan terakhirnya.
"Jadilah anak yang baik, tetaplah melatih sihirmu dan turuti perkataan dari paman--Yang Mulia Claude," Nathan hanya mengangguk mendengar nasihat ibunya. Beberapa kata cinta darinya, Nathan sama sekali tidak mendengarkannya. Dalam benaknya, semua itu bukanlah sesuatu yang benar. Jika ibunya mencintainya, ia tidak akan meninggalkannya di tempat yang tidak ia kenal, "ingatlah, aku mencintaimu Nate. Sangat mencintaimu..."
Apakah meninggalkan seseorang yang dikatakan dicintai adalah sebuah cinta?
Bahkan saat pintu tertutup dihadapan Nathan, menghilangkan sosok ibunya yang tengah tersedu, Nathan sama sekali tidak menitikkan air matanya.
.
.
3 Tahun Kemudian
.
.
"Terima kasih Nate, berkatmu pekerjaanku jadi lebih mudah!"
Nathan anak yang sopan, meskipun tidak ada satupun orang yang pernah mendengarnya berbicara. Claude memberikan segala fasilitas pada Nathan untuk dapat ia gunakan, memperlakukannya layaknya seorang pangeran. Tidak ada yang berani bertanya siapa Nathan juga hubungannya dengan Claude. Tentu mereka tidak berani mengatakannya. Dengan sihir yang stabil di usianya yang masih muda, ia memang baru bisa menggunakan sihir yang mudah.
Seperti saat ini, ia membantu pelayan yang tidak sengaja menerbangkan cucian pakaian ke atas pohon karena angin.
"Ini untukmu, kau menyukai ini kan?"
Permen karamel. Warna merah semu mewarna pipi Nathan sambil ia mengangguk. Ia menyukainya, dan reaksi menggemaskan itu cukup membuat para pelayan puas. Ia menunduk, menunjukkan senyumannya sebelum ia berbalik meninggalkan para pelayan itu.
Tatapan polos, senyuman menggemaskan itu tampak menghilang sepersekian detik setelah Nathan berbalik.
Ia tidak polos dan menggemaskan apalagi sopan, ia seorang yang manipulatif. Hanya bersikap baik sebagai bentuk pertahanan dirinya pada lingkungannya. Satu hal yang diajarkan pada ibunya. Dua tahun persembunyian bersama ibunya, ia hidup memang penuh dengan cinta ibunya, namun tertanam rasa tidak percaya pada siapapun selain ibunya.
Satu-satunya hal yang benar darinya hanyalah kecintaannya dengan permen karamel.
.
.
"Yang Mulia~ saya akan menemani anda malam ini."
Suara itu membuatnya menoleh dan menemukan Felix dan Claude bersama seorang wanita yang menatap sang kaisar muda dengan tatapan menggoda. Satu tahun, ia sudah berada di istana. Sejak menjadi kaisar, Claude sering bermain dengan banyak perempuan. Tidur semalam, melupakannya begitu saja dan berganti perempuan lainnya. Felix sendiri hanya menatap sang kaisar dan berjalan 5 langkah di belakang Claude.
Ia setia menunggu didepan pintu, berjaga sampai Claude kembali keluar dan melanjutkan kegiatannya.
"Tidakkah seharusnya kau katakan padanya jika kau tidak suka saat Yang Mulia bersama dengan wanita lain?" Nathan berbicara tiba-tiba disamping Felix yang tersentak. Felix tidak pernah mengerti bagaimana ia bisa selalu kecolongan oleh Nathan yang selalu berada di dekatnya tanpa ia sadari.
"Pa-panger--"
"Siapa yang kau panggil pangeran?"
"Ma-maksudku uh... Tuan Muda?" Nathan tersenyum dengan aura mencekam disekelilingnya. Mau tidak mau, Claude yang tidak pernah menjelaskan pada para pelayan membuat Felix mendapatkan lautan pertanyaan dari segala orang mengatakan jika Nathan adalah anak dari kerabat jauh Claude, "hubungan asmara Yang Mulia bukanlah sesuatu yang harus kucampuri urusannya. Saya hanya seorang pengawal, pangeran."
...
"Begitu ya," Nathan memiringkan kepalanya dan tampak bergumam memikirkan sesuatu. Ia tersenyum, menatap pada Nathan, "padahal, mama pernah menceritakan bagaimana ia melihat paman Felix selalu memandangi Yang Mulia seperti ia menyukainya lebih dari teman."
Felix tersedak ludah sendiri, rona merah mewarna wajahnya, senada dengan rambutnya.
"Ap-apa--Nona Helena mengatakan--"
"Memang apa yang dimaksud dengan lebih daripada teman?" Nathan memiringkan kepalanya, tampak menatap polos kearah Felix yang membelakangi Nathan dan meletakkan dahinya di dinding terdekat. Jantungnya terasa lemah saat itu, berdetak sangat hebat, "oh, apakah maksudnya Paman Felix menghormati Yang Mulia lebih dari yang lain?"
"Begitulah, ya--aku menyukai--maksudku menghormati Yang Mulia lebih dari yang lain," Felix sampai salah bicara, Nathan hanya mengangguk-angguk. Felix menghela napas, bersyukur karena Nathan hanya menganggapnya seperti itu. Baru saja mereka berbicara lagi saat pintu terbuka dan Claude dengan pakaian yang sedikit terbuka tampak menatap kearah Nathan dan juga Felix.
"Segala Keagungan dan Kemuliaan Matahari Obelia," Nathan membungkuk dan menaruh tangan kanannya didepan dada. Claude memandangi Felix dan Nathan, wajahnya menunjukkan kebingungan karena rona merah masih semu terlihat di wajah Felix.
"Aku tidak ingin dikawal oleh orang yang sedang sakit."
"Ma-maaf Yang Mulia?"
"Wajahmu merah," Claude memandangi Felix dengan tatapan bingung, mendekat dan menyentuh dahinya sedikit menyibakkan rambut merah dari Felix, "kukira kau sedang demam."
"Saya, saya tidak demam. Hanya cuaca sedikit lebih panas hari ini," Nathan tertawa pelan, Claude menoleh pada anak berusia 5 tahun itu dan membungkuk mensejajarkan tubuhnya.
"Kudengar beberapa penyihir memuji kekuatanmu. Sejak kapan kau bisa menggunakan sihir?"
"Dua tahun, mama mengajariku banyak hal terutama sihir untuk bertahan dari sihir jahat," jawabnya menunjukkan dua jarinya, "lagipula sihir yang kutunjukkan hanya sihir kecil. Mama jauh lebih kuat."
Claude mengangguk-angguk, kembali berdiri dan membicarakan beberapa hal pada Felix. Sepertinya pekerjaan.
"Kalau begitu saya permisi Yang Mulia," Claude mengangguk tanpa menatap Nathan, Nathan menoleh pada Felix yang sudah cukup tenang dan tanpa sengaja bertatapan dengan Nathan yang tersenyum padanya, "anda juga Paman Felix. Semoga dia juga menghormati anda lebih dari yang lain."
Felix tampak memucat, menyadari jika sebenarnya tahu apa yang dimaksud olehnya sebagai Lebih Dari Teman. Ia belum sempat untuk mengatakan apapun pada Nathan saat anak itu berbalik meninggalkan mereka berdua, meninggalkan Claude yang memandangi Nathan dan Felix bergantian dengan wajah heran dan Felix dengan wajahnya yang kembali memerah kini ia tutupi dengan satu tangannya.
.
.
Tiga tahun, selama itu Nathan mempelajari sihir dari banyak sekali ahli sihir kerajaan yang dipanggil oleh Claude. Sepertinya ia memiliki ketertarikan untuk melihat perkembangan sihir Nathan. Dan itu tidak mengecewakan. Anastacius dan juga Helena menurunkan bakat sihir mereka pada Nathan. Meskipun ia tidak menjadi penyihir kerajaan, ia sudah menjadi salah satu kandidat penyihir kerajaan termuda saat itu dan dielukan akan meneruskan nama ibunya. Setidaknya itu hanya Felix yang mengatakannya.
"Ingin sesuatu untuk hadiah ulang tahunmu?"
Nathan sedang berjalan bersama dengan Felix menuju ke ruangan Claude saat Felix menanyakan pertanyaan yang membuat Nathan ingat jika satu bulan kurang dari sekarang ulang tahunnya yang secara ironis bertepatan dengan ulang tahun Claude.
"Bagaimana kalau pernikahan Paman dan Yang Mulia?"
"Berhentilah meminta yang aneh-aneh Tuan Muda," Felix menyadari jika Nathan suka menggoda perasaannya pada Claude. Nathan suka melihat rona merah menyala di wajah Felix yang seolah menyatu dengan warna rambutnya.
"Aku tidak butuh apa-apa. Yang Mulia selalu memberikan apapun yang kuinginkan selama aku menurutinya. Jadi aku tidak pernah kekurangan apapun," Nathan mengangkat bahunya dan tampak menunjuk ke salah satu bagian istana, menyebabkan sebuah sengatan listrik misterius, "whops. Kukira ada sihir asing yang tidak kuketahui, kemarin aku belum melihat pendeteksi sihir ini."
"Ya, baru pagi ini diberikan tambahan di beberapa tempat," Felix sedikit kagum dengan pengetahuan sihir dari Nathan. Ia mengetahui dengan jelas beberapa rune yang dipasang bahkan pada rune yang hanya sedikit penyihir kerajaan yang tahu.
"Apa itu?" Nathan menoleh pada rombongan pelayan dan juga pengawal yang berdiri membentuk kerumunan di dekat taman. Mereka menyaksikan sesuatu, bersorak pada seseorang diantara mereka.
"Mereka para penari Siodonna yang akan menampilkan pertunjukkan pada perayaan ulang tahun Yang Mulia," Nathan hanya melihat sekilas, namun warna rambut pirang panjang bergelombang sudah bisa ia tebak adalah pusat perhatian dari orang-orang itu. Seorang penari yang memberikan pertunjukan, mempesona orang dengan gerakannya yang gemulai dan parasnya yang cantik.
"Wah, ia seperti seorang peri..."
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top