CL 38
Pulang sekolah Abel di antar oleh Aksa. Abel menceritakan semua ke Aksa saat ia pergi ke sekolah ia tidak menemukan anggota kelasnya. Ia sudah mencari-cari tapi tidak menemukannya juga. Aksa tampak membantu Abel berfikir dengan keras kemana semua siswa kelas XI IPS 2 pergi.
Aksa berhenti berfikir dan tersenyum ke arah Abel. Abel heran dengan senyuman lelaki yang mengundang banyak pertanyaan. Lelaki itu kemudian menyentil kepala Abel.
"Kamu lupa Bel?" tanya Aksa.
Abel masih berfikir, ia melupakan apa di hari ini. Abel berusaha mengingat-ingat, sekuat apapun dia berusaha mengingat pasti hasilnya nol. Abel sangat pelupa.
Gadis itu menggeleng-gelengkan kepalanya dan menatap Aksa seolah meminta jawaban.
Aksa tersenyum, "Hari ini kan ada tugas penelitian di luar Bel, tadi gue papasan sama Kevin ketua kelas lo dan nanyain pada mau kemana mereka semua, dia bilang lagi ada tugas penelitian keluar jadi kelas kosong katanya. Lo beneran lupa Bel?"
Abel merenung, mulutnya menganga menatap dan mendengarkan penjelasan Aksa. Ia merutuki dirinya sendiri, kenapa bisa ia lupa dengan tugas pentingnya itu.
Gadis itu kemudian meraih ponselnya dan menghubungi seseorang.
"Halo! Assalamualaikum, Bu!"
.....
"Maaf Bu, saya lupa kalau hari ini ada penelitian."
.....
"Iya bu, maaf banget bu."
.....
"Apa? Ya elah Ibu, masa sih harus bersihin toilet bu. Gak ada yang lain apa bu?"
.....
"Lari? Oh megat! Jangan deh bu, mending saya bersihin toilet saja. Oke bu, makasih. Assalamualaikum."
Sambungan telepon terputus, Abel kini mengacak rambutnya prustasi. Bayangkan saja besok hukumannya yaitu membersihkan toilet cewek seorang diri. Oh tidak! Abel tidak sanggup dengan hukuman itu, tapi mau tidak mau dia harus menjalankannya.
Abel menatap Aksa di hadapannya, cengiran lebar kini bersemayang di bibir ranum dan wajah cantiknya.
Aksa menatap gadis itu heran.
"Kenapa? Apa lagi?"
Gadis itu menyengir dan berpindah posisi ke samping Aksa, membuat lelaki itu dapat mendengar detak jantungnya sendiri.
Abel menoel pinggang Aksa dan menatapnya dengan cengiran yang sulit di artikan.
Aksa kemudian menoyor jidat Abel pelan.
"Apa sih, Bel? Udah ih, geli!" suruh Aksa, Abel menghentikan aksinya dan menatap Aksa.
"Neroooo," ucapnya dengan intonasi yang di manja-manjakan.
"Apa?"
"Temenin gue yah, besok bersihin toilet!" pintanya dengan cengiran yang manis.
"Gak! Enak aja lo, itu tugas lo," ucapnya dengan memalingkan wajahnya dari Abel, ia takut salah mengambil tindakan dan memeluk Abel sekarang saking gemesnya gadis itu di lihatnya saat ini.
"Ihhhhh! Nero jahat, Nero nyebelin." Entah sejak kapan gadis itu belajar berkata demikian.
Aksa medengus, ia kemudian berbalik untuk berhadapan dengan Abel. Tapi apa yang dilihatnya justru membuat Aksa semakin gemes.
Perihal Abel sedang duduk di lantai dengan kaki yang lurus kedepan dan tangan di lipat di depan dada. Jangan lupakan bibirnya yang sudah seperti bebek yang siap untuk mengeluarkan telur-telurnya.
Aksa mencoba menetralkan perasaannya dan mendekat ke Abel. Ia kemudian duduk sama seperti Abel yaitu menelonjorkan kakinya ke depan, tangan di depan dada dan bibir yang di manyun-manyunkan.
Abel yang melihat Aksa seperti itu kini merubah posisi kakinya yaitu duduk bersila. Tidak lupa, Aksa juga mengikuti kelakuan Abel.
Seberapa banyak Abel mengubah posisi, Aksa akan menirunya sedemikian rupa. Hal itu membuat Abel mendengus dan mengacak rambut lelaki itu saking kesalnya.
"Ihhh, nih, rasain rasaiiin." Abel menjitak dan menarik rambut Aksa, ia menaiki pundak lelaki itu dan menjambaknya sedemikian rupa.
Aksa meringis dengan tarikan Abel di rambutnya yang sangat sakit. Bisa-bisa jika Abel berbuat seperti itu lebih lama maka rambut Aksa akan habis dan kepalanya botak.
"Bel, sudah Bel. Sakit Bel, sakit!"
Abel menghiraukan ucapan Aksa, ia masih setia menjambak rambut Aksa sampai ketika aksinya terhenti karena Alex melintas dan berdehem.
Alex menatap gadis dan lelaki itu sambil berkacak pinggang. Tatapan mata bagaikan elang yang dapat menusuk jantung setiap mangsanya.
Mereka bertiga telah duduk kembali di sofa, aksi jambak menjambak telah sirnah di gantikan dengan keheningan di antara tiga insan tersebut.
Abel duduk sambil memainkan ujung roknya, sedangkan Aksa tampak santai dengan celana sekolah dan baju kaos berwarna hitam yang melekat indah di tubuhnya.
Tubuh lelaki itu memang terbilang bagus, dengan perut yang seksi dan lengan lumayan berotot bagi kalangan siswa remaja seusianya.
Abel mencoba menatap Alex. Mata mereka bertemu, dengan cepat Abel memalingkan wajahnya dari tatapan mata kakaknya itu.
"Kalian ngapain tadi?" pertanyaan yang di lontarkan Alex membuat kedua insan itu menoleh menatap Alex.
"Jawab!" Itu sebuah perintah, dengan cepat Abel mengangkat suaranya.
"Tadi kami...," ucapannya terjeda saat Aksa mulai bersuara. Lelaki itu selalu saja berbuat semaunya, menyeka pembicaraan orang, mengatakan ke semua orang kalau Abel adalah kekasihnya dan selalu bersih keras mengantar Abel ke sekolah dan pulang.
"Dia ngejambak gue duluan."
Mata Abel membola seketika, ucapan Aksa sangat membuatnya ingin mejambaknya lagi. Tidak! Tidak hanya menjambak, tetapi ingin segera membotaki lelaki itu dan menjahit mulutnya.
"Ihh, Bang. Jangan percaya dia itu bohong," elaknya.
Gadis itu menatap Aksa tajam, sorotan mata yang kini bisa membunuh mangsanya kapan saja.
"Kenapa?" gurau Alex yang masih bisa terdengar oleh Abel dan Aksa.
"Apa Bang?"
"Kenapa?"
"Kenapa apanya?" tanyanya heran. Ia tidak tau arti dari kata kenapa yang di lontarkan Alex.
"Kenapa kalian gak ngak aku sih?" jerit Alex dengan gaya yang tidak biasanya ia perlihatkan kepada Abel maupun kepada Ibu dan Ayahnya. Tetapi, di depan Aksa ia bergaya seperti ... banci.
Aksa menelan salivanya kasar, dan bergidik ngeri melihat kelakuan Alex. Tidak jauh beda dengan Abel yang saat ini menatap sang kakak yang kelakuannya mirip banci.
Abel memberanikan diri menjitak kepala Alex yang membuat sang empunya meringis. Dengan gesit gadis itu menyeret kakaknya menuju sudut ruangan.
"Lo napa sih? Sakit nih, nih kepala gue sakit," ucapnya yang masih setia mengelus jidatnya.
"Lo yang apapaan. Lo sadar gak sih dengan tingkah lo tadi? Jijik gue."
Kini Alex yang menjitak kepala Abel.
"Emang gue kenapa?"
Abel menjitak kembali kepala Alex. Setiap memulai percakapan aksi jitak menjitak itu tetap berlanjut.
"Lo gay yah?" tanya Abel dengan memicingkan matanya.
"Sembarangan lo. Enak aja, ganteng gini dikata gay. Denger namanya aja gue ngeri."
Abel memutar bola matanya malas, dan menghentikan aksi jitak menjitaknya.
"Gay itu rata-rata orangnya ganteng kali, Bang. Gak ada gay yang jelek," ucapnya dengan nada mengejek.
Baru saja Alex ingin menjitak kembali kepala Abel, tetapi di hadang oleh Aksa.
"Permisi Kak, Bel. Saya sebaiknya pulang, soalnya ...,"
"Gak boleh!" ucap Abel dan Alex bersamaan.
Aksa menelan salivanya kasar, ia bingung harus berbuat apa lagi dengan kedua manusia itu. Ia menghela napas berat dan kembali duduk di ruang tamu.
Percekcokan masih terdengar di antara kedua insan itu, Aksa akhirnya memutuskan untuk tidur di sofa.
Setelah selesai perdebatan di antara keduanya, Abel dan Alex kembali ke ruang tamu. Betapa terkejutnya mereka ketika mendapati Aksa tertidur pulas di sana. Seketika Alex ingin menegurnya tetapi Abel melarang, ia pun berlalu pergi meninggalkan Abel dan Aksa.
Abel membuka sepatu dan kaos kaki Aksa, lalu dia duduk di kursi yang lumayan dekat dengan lelaki itu.
Rasa kantuk mulai menyerang matanya, Abel yang ingin beranjak naik ke kamar membatalkan niatnya. Dia lebih memilih tidur di sofa itu, tenaganya juga tidak cukup untuk menaiki alunan tangga yang panjang.
Akhirnya, Aksa dan juga Abel tidur di sofa.
Maaf kalau masih banyak typo dan sebagainya, revisi pas tamat aja yah tapi jangan lupa tetep ingetin. See you :*
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top