CL 33
"Nero, bawa gue pergi dari sini."
Kedua sahabatnya kaget, "Bel, bel, lo kenapa? Lo sakit?"
"Nero, Bawa gue pergi!" suruhnya.
Aksa mengisyaratkan sesuatu kepada dua gadis yang tengah khawatir dengan keadaan Abel. Mereka berdua pun mengangguk mengerti.
Aksa dan Abel berlalu dari hadapan kedua gadis itu yang masih saling melemparkan pandangan pertanyaan satu sama lain.
****
Di taman belakang sekolah adalah tempat yang cocok untuk menenangkan gadis itu. Aksa mendudukkan gadis mermanik cokelat tua itu di sebuah batu besar yang berada di bawah pohon. Bukan berarti taman itu tidak memiliki kursi, hanya saja cuaca sangat panas dan kursi itu terletak di tengah-tengah taman di bawah teriknya mentari siang.
Aksa ingin beranjak membelikan Abel air mineral untuk diminumnya, tetapi gadis itu lagi-lagi bertingkah aneh. Ia malah menarik Aksa untuk tetap duduk di sampingnya dan menenggelamkan wajahnya di dada bidang milik Aksa.
"Jangan pergi, hikss," Abel menangis, Aksa kemudian mengusap pelan punggung gadis itu agar merasa tenang. Senyuman lelaki itu bangkit, rasanya tanpa berbuat apapun lagi ia sudah bisa mendapatkan hati pujaan hatinya. Nanti, iya suatu saat nanti.
****
Aksa menunggu Abel diparkiran, karena gadis itu menyuruhnya untuk mengantarkannya pulang nanti. Hari ini Aksa membawa motor juga.
Aksa menunggu, sampai akhirnya gadis yang ia tunggu-tunggu datang dengan wajah lesuhnya. Aksa tersenyum ramah menyapanya.
"Udah mau pulang?"
Abel memutar bola matanya, ia lalu mengambil helm yang Aksa berikan untuknya. Baru saja gadis itu ingin mengenakan helmnya, gadis itu di buat termenung. Bagaimana tidak, kekasihnya Varo saat ini sedang berjalan menuju ke arahnya, tidak bukan ke arahnya melainkan ke arah motor miliknya yang terparkir tepat bersebelahan dengan motor Aksa. Ia ingin menyapanya tetapi gadis berambut sepunggung datang dengan senyuman manisnya menuju ke arah Varo.
Abel ingin meminta penjelasan kepada Varo saat lelaki itu tidak menjemputnya makan siang dan malah makan siang bersama Puri. Tetapi melihat tampang lelaki itu yang seolah-olah tidak mengenalnya, bahkan tidak meliriknya sedikit pun, gadis itu memilih bungkam. Ia harus mengerti posisinya saat ini, ia hanyalah wanita kedua, lebih tepatnya wanita simpanan.
Aksa menjentikkan jarinya tepat di depan muka gadis itu, "Oy, mau pulang gak?" bayangan tentang Varo buyar sudah dibuat Aksa, Abel memanyunkan bibirnya, ia lalu menaiki jok motor belakang Aksa dengan tumpuan tangan lelaki itu untuk memeganginya.
Motor yang Aksa kendarai berjalan keluar area parkir, tetapi Abel masih saja menengok ke belakang guna melihat kekasihnya yang berboncengan mesra dengan Puri.
Sakit hati? Jelas ada, tapi apa haknya untuk marah terhadap Puri, jelas Puri yang menang jika menanyakan status diantara keduanya, walau Abel juga berstatus sebagai pacar Varo, tetapi ia hanya yang kedua sedangkan Puri.... yang pertama.
Aksa melirik ke jok belakang menggunakan spion, ia lalu menarik tangan Abel untuk dilingkarkan ke perutnya, "Pegangan, biar lo gak jatuh."
Abel melepaskan tangan yang ditarik Aksa tadi, "Modus kan lo. Ngaku lo, mau modusin gue ka....n?" ucapan Abel sedikit terjeda saat melihat Varo dan Puri menyalip motornya dengan santai.
Tanpa diminta Abel lalu melingkarkan tangan ke pinggang Aksa, ia menundukkan wajahnya ke pundak lelaki itu. Gadis itu menangis, ia lantas menyuruh pengemudi motor yang ia kendarai menuju ke suatu tempat. Ia tidak ingin pulang secepatnya, karena jika ia pulang pasti ingatan tentang Varo segera hadir. Abel tak ingin itu terjadi.
****
Hembusan angin menerpa wajahnya, ia menghirup dalam-dalam udara segar pegunungan yang memiliki aroma khas menyegarkan.
Aksa dan Abel duduk di bawah pohon rindang, Aksa menatap lekat wajah gadis di sebelahnya itu. Ia merasa kasihan dan juga merasa senang di waktu yang bersamaan.
"Lo gapapa kan?" tanya Varo memulai percakapan.
Abel menundukkan pandangan, ia tersenyum tipis menanggapi ucapan Aksa.
"Gue gila yah Ner, gue gila," gumamnya.
Aksa menatap heran gadis disampingnya, "Gila?" Aksa membeo.
"Iya, gue gila Ner. Gue gila karena gue suka sama orang yang udah punya cewek. Gue gila berinisiatif merebut tuh cowok demi kepuasan hati gue. Gue gila Ner, gue gila. Hikss."
Aksa tau, saat ini ia hanya perlu menjadi pendengar yang baik, ia hanya perlu mendengarkan gadis itu beragumen tanpa berkomentar.
"Puri, dia gadis baik. Dia beruntung dapetin Varo, tidak tidak, Varo yang beruntung dapetin Puri. Nah gue? Apa yang mesti gue banggain setelah gue udah ngerusak kebahagiaan orang lain. Seharusnya gue bisa jaga sikap gue ke Varo, seharusnya Varo gak hadir di hidup gue, seharusnya dari awal gue hikss, seharusnya gue dari awal gue gak pernah hadir di hidup Varo." Abel menatap hampa ke depan.
"Nero, menurut lo gue harus gimana? Gue cinta sama Varo Ner, gue sayang sama dia. Gue pengen dia jadi milik gue seutuhnya, tapi karena cinta gue, obsesi gue, Puri bisa sakit hati. Gue tau perasaan Puri ntar gimana kalau dia tau cowoknya selingkuh sama gue. Gue takut Ner, gue takut hikss."
Aksa menarik Abel ke dalam pelukannya, ia mengusap punggung gadis itu. Aksa tau bagaimana perasaan Abel saat ini, tetapi pilihan Abel salah. Ia salah mengambil langkah yang tepat.
'Gue gak bisa lihat lo nangis kayak gini Bel, gue gak ikhlas lo ngeluarin air mata buat nangisin cowok brengs*k itu,' gumam Aksa.
****
Waktu berlalu begitu cepat, Abel telah berhenti menangis. Ia sudah cukup tenang dan santai sekarang untuk melanjutkan perjalanan pulang.
Abel masih setia melingkarkan tangannya ke perut Aksa. Lelaki itu pun tidak marah, malah ia senang kegirangan bukan main.
Aksa mencoba menghibur Abel selama perjalanan. Dan yah, Abel terhibur sedikit saat Aksa bernyanyi dengan keras tetapi memakai suara bencong, bukan suara seperti biasanya.
"Seneng gak?" tanya Aksa sedikit berteriak.
"Gue seneng Ner, seneng banget."
"Oke, jangan nangis lagi. Awas aja kalau kamu nangis, gue cium ntar." Gadis itu tidak menyadari bahwa Aksa menggunakan kata Aku-Kamu.
"Enak aja loh, itu mah keuntungan besar lo."
"Ha ha ha."
****
Abel turun dari motor karena mereka berdua telah tiba di halaman rumah Abel.
"Mau mampir?" tanya Abel.
"Kalau di bolehin sih."
"Ayok!"
"Gak, bercanda doang kok. Aku mau balik, lain kali aja oke!"
Abel hanya mengangguk.
"Lain kali aku ke sini sambil bawa Daddy and Mommy gue," sambungnya.
"Ngapain?"
"Ngelamar kamu."
Wajah Abel benar-benar memerah, baru saja Abel merasakan hal ini kepada Aksa, padahal setiap hari juga lelaki itu selalu menggombali dengan rayuan mautnya. Tapi kali ini beda, entah karena apa.
"Ngaco lo, sana-sana pulang. Dah hampir magrib."
Aksa tersenyum kemudian melajukan motornya meninggalkan pekarangan rumah Abel.
Abel pun melangkah masuk dengan santai ke dalam rumah.
"Assalam........." pupil mata Abel melebar, mulutnya dibungkamnya sendiri menggunakan kedua tangannya.
"Aghhhhhhhhhh."
Hayoooo, Abel kenapa tuh, kok salamnya gak sampe? Hayooo, hayoooo hehe.
Silahkan dijawab oke! Author tunggu. Bayy
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top