Advice you
Kedatangan Shanum disambut pelukan sayang dan ciuman berseling isakan seorang Ibu. Ibu yang begitu bahagia melihat anaknya akhirnya menentukan pilihannya, setelah tidak ada satu pun gadis yang mampu menggetarkan hatinya. Sementara Iman langsung ke bagian belakang rumah untuk bertemu Ayahnya.
" Terima kasih sudah menerima anakku. Aku yakin dia memilihmu karena kau yang terbaik. Ibu bahagia. Jadilah seorang istri yang selalu menuruti suaminya karena keridhaannya adalah surga untukmu."
Suara isakan Ibu terdengar lirih, Shanum pun tidak jauh berbeda. Air mata yang turun deras tidak kuasa dia tahan.
" Hanifa yang berterima kasih, Bu. Ibu dan Ayah mau menerimaku menjadi menantu. Hanifa sangat bersyukur sekali, Bu. Hanifa mohon bimbingan Ibu untuk menjadi seorang istri yang baik."
Suara Shanum sedikit terbata dengan tangisan yang tidak terbendung. Ibu mengusap lembut kepala gadis dalam pelukannya.
" Sejak pertama bertemu denganmu, Ibu langsung merasa jatuh sayang kepadamu. Kamu gadis sederhana yang sangat baik. Kamu gadis hebat, nak. Pantas saja anak Ibu yang dingin itu bisa jatuh cinta sama kamu."
Ibu merenggangkan pelukannya, memandangi gadis yang kini tersedu dan menghapusi air matanya yang terus menetes.
" Beberapa hari lagi kalian menikah, sambut dan terimalah anakku itu sebagai suamimu dengan sepenuh cinta dan ketaatan."
Ibu menatap Shanum sambil menghela napas. Tangan halusnya mengusap lembut pipi Shanum yang merona.
" Layani dia dengan kehangatanmu. Manjakan dia dengan kecerdasan dan kelincahanmu. Bantulah dia dengan kesabaran dan doamu. Hiburlah dia jika sedang bersedih dengan nasehatmu. Bangkitkan semangatnya dengan keceriaan dan kelembutanm. Ibu yakin, kau pun mampu menutup kekurangannya dengan mulianya akhlakmu."
Shanum semakin tersedu, air mata semakin deras menetes membasahi pipinya. Dia memeluk Ibu yang membalasnya dengan pelukan yang terasa begitu hangat. Kepala gadis itu mengangguk angguk.
" Aku pasti akan melakukannya, Bu. Terima kasih, Bu. Terima kasih."
Ibu tersenyum lembut menatap gadis cantik calon menantunya. Dengan lembut pula mencium lama keningnya. Air mata berjatuhan dari kedua pasang mata Perempuan yang terlihat saling mengasihi itu.
" Bersihkan dirimu. Sehabis magrib akan ada doa bersama dengan sanak famili yang sudah hadir dari tadi siang. Oh iya, kamarmu yang paling ujung, sebelum nanti pindah ke rumah sebelah." Ujar Ibu lembut.
Shanum mengangguk lalu membawa langkahnya menuju dalam ruangan. Setelah dengan tajim mencium punggung tangan Ibu. Shanum tahu, rumah sebelah itu adalah rumah Iman. Pria itu mengatakannya tadi dalam perjalanan.
Setelah selesai membersihkan diri dan Shalat Magrib. Pintu kamar Shanum diketuk, gadis itu bergegas membukanya. Seorang gadis remaja berdiri di sana sambil tersenyum.
" Teteh ditunggu di ruang makan, sekarang ya." Ucap gadis itu dengan senyum. Shanum balas tersenyum.
" Tunggu, kita pergi ke sana sama sama. Siapa namamu?"
Shanum bergegas menjajari langkah gadis itu yang telah beranjak.
" Aku Shara, teh. Sepupu Aa."
Shanum mengangguk sambil tersenyum. Dia memasuki ruangan yang telah di penuhi keluarga besar Iman. Meja makan besar dengan dua belas kursi itu terisi penuh, hanya tinggal satu kursi di sebelah Ibu yang sepertinya dibiarkan kosong. Shanum mengangguk sopan lalu menuju ke kursi yang masih kosong itu. Mata teduh Iman menatap lembut calon istrinya itu.
" Hanifa, kami senang kau menjadi bagian dari keluarga kami. Ayah yakin, pilihan Iman pasti yang terbaik untuk dirinya. Ayah bangga padamu, nak. Kau bisa membuat anak Ayah itu bertekuk lutut. Ibunya saja sampai kesal, mengenalkan banyak wanita untuk dia, tapi tidak satu pun yang membuatnya tertarik. Hanya kau yang membuat dia berlaku aneh seperti itu."
Suara tawa Ayah diikuti tawa semua yang ada di sana. Kecuali Shanum dan Iman. Shanum menundukkan wajahnya. Sementara Iman bedecak kesal telah menjadi bahan godaan Ayahnya.
" Man, jadilah suami yang setia. Perlakukan istrimu sebaik mungkin. Jangan pernah memukulnya ketika kau marah. Bantulah dia dalam kesehariannya dan jangan pernah membandingkan dia dengan wanita mana pun. Karena ketika kau yakin untuk memperistrinya. Maka dia menjadi belahan jiwamu."
Suara Ayah yang lembut dan tenang membuat Shanum kembali menitikkan air matanya. Ibu menggenggam tangan gadis itu lembut. Memberikan ketenangan yang terasa menjalari hati gadis itu. Dengan sedikit malu Shanum mengangkat wajahnya. Mata beningnya bersirobak dengan mata teduh Iman yang membiaskan binar kasihnya. Shanum tersipu.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top