6. Ayah
Demoz menghisap leher gadis yang dia lucuti kegadisannya sejak dua minggu lalu itu. Tangannya tidak tahan untuk meraba payudara Lily dan menjepit putingnya diantara jari Demoz sendiri. Remasan demi remasan Demoz berikan di dada Lily hingga perempuan itu menutupi bibirnya dengan tangan.
"Kenapa ditutup mulutnya?" tanya Demoz.
"Kos aku nggak kedap suara," jawab Lily dengan berbisik.
Demoz tahu kos Lily tidak menutup kemungkinan menjadi tempat kumpul kebo banyak pasangan, tapi Lily terlalu lugu untuk masa bodoh dengan semua pendapat penghuni kos.
Jika begini, Demoz semakin tertantang membuat Lily melepaskan suara. Demoz tidak suka menahan-nahan diri, termasuk di situasi menegangkan ini, seks mereka akan semakin menyenangkan.
Pria itu dengan sengaja menghisap payudara Lily dan menariknya dengan sensual. Lily berhenti bernapas sesaat begitu merasakan bagaimana Demoz menguasai payudaranya.
"Mas Oz ... aahh." Lily buru-buru menutup mulutnya dengan kuat karena merasakan kegiatan pria itu di dadanya.
Perempuan itu menjadi sangat kesal tapi juga merasa senang. Demoz adalah pria yang suka sekali dengan kedekatan fisik dan mengandalkan berbagai macam kegiatan intim untuk mendekatkan diri. Lily merasakan sendiri bahwa ikatannya dan Demozza semakin hari semakin kuat karena hal semacam ini.
Lily yakin hidupnya tidak akan menjadi sangat monoton dengan kehadiran Demoz. Itu sebabnya Lily tak keberatan untuk banyak melakukan izin dari pekerjaannya dengan berbagai macam alasan yang bisa dimaklumi oleh manajer di sana. Selama tidak ada tindakan dari owner, Lily tidak akan masuk dalam masalah.
Lily mencengkeram bahu Demoz supaya pria itu tidak semakin melakukan hal lainnya ditengah kegamangan Lily yang sedang datang bulan. Mereka tidak mungkin melakukan cara ekstrem untuk bersetubuh disaat jadwal mens Lily.
"Jangan godain terus. Kamu, kan, tahu aku lagi datang bulan, Mas."
Demoz benci jadwal bulanan seorang wanita. Maka dari itu, wajah kesal dan geraman tak puas pria itu bisa didengar oleh Lily ketika kembali diingatkan mengenai hal itu.
"Kapan, sih, kamu nggak datang bulannya? Aku sebel banget kalo kita terganggu sama jadwal bulanan kamu."
Lily tertawa pelan sembari menutupi payudaranya dengan kaus yang disingkap oleh Demoz tadi. "Aku nggak bakalan datang bulan kalo lagi hamil atau nanti kalo udah menopause."
Demoz merengkuh tubuh Lily dan meletakkan pipinya di dada perempuan itu.
"Hamil, ya?" gumam Demoz.
Lily menangkup wajah Demoz dan menanyakan hal yang tiba-tiba saja membuat perempuan itu cemas sendiri. "Kamu nggak berpikir untuk menghamili aku, kan, Mas Ozza?"
Demoz terlihat diam saja tanpa berniat menjawab pertanyaan Lily. Justru hal itu semakin membuat Lily takut.
"Aku nggak mungkin hamil di usiaku sekarang. Aku masih harus kuliah. Aku mau kerja dengan jabatan yang bagus setelah lulus. Aku punya cita-cita, Mas."
"Tapi sekarang kamu jatuh cinta denganku. Pekerjaan kamu kacau, begitu juga kuliah kamu yang setahuku membutuhkan biaya nggak sedikit."
Itu adalah kalimat yang membuat Lily tersadar, semuanya sudah kacau. Dan apa yang sekarang dilakukannya? Bersenang-senang dengan pria yang membuatnya jatuh cinta dan lupa dunia nyata.
"Aku ..."
Ada baiknya jika Lily berhenti untuk bersama-sama dengan Demoz yang sudah jauh lebih dewasa darinya. Demoz pasti memiliki kehidupan sendiri.
"Kamu mau menikah dalam waktu dekat?" tanya Demoz.
Lily tertegun. "Kamu mau menikah?" balas Lily.
"Jika perempuan yang aku inginkan mau menikah denganku, akan aku lakukan."
*
Dan Lily tahu ucapan pria itu hanya trik untuk membuat Lily tenang. Nyatanya, pria itu memiliki hati dengan perempuan bernama Artemisia Sirius. Bukan Lily yang ingin dinikahi oleh Demoz, melainkan wanita sukses yang sudah menjadi istri seorang Archipelago Cakra, mantan atasan Lily.
Melihat figur nyata Demoz di sini, di rumahnya, dengan Dimi yang tenang dan bahkan tidur di pangkuan pria itu ... Lily terbentur antara kenangan lama dan kehidupannya saat ini.
"Aku nggak tahu kenapa kamu senekat ini menyembunyikan diri dan bahkan Dimi. Aku ayahnya. Dimi anakku dan kamu sibuk memisahkan kami? Apa kamu nggak memikirkan kemungkinan ketika Dimi besar, sekolah, dia akan menjadi bahan bulan-bulanan karena nggak mengenal ayahnya?"
"Nggak akan ada masalah yang bisa muncul selama nggak ada kamu. Lebih baik Dimi nggak tahu siapa ayahnya ketimbang tahu dan kenal ayahnya adalah pria yang nggak bisa melepaskan perempuan yang sudah disiksanya."
Demoz menatap Lily dengan rahang yang mengetat.
"Kenapa? Kamu mau marah? Kamu mau menampar aku?" tantang Lily.
"Berhenti memancing kemarahanku. Kamu tahu bukan semua hal itu yang akan aku lakukan untuk membuat kamu diam, Lily."
Lily membuang muka mengetahui hal apa yang akan dilakukan Demoz. Otak pria itu tak jauh dari urusan ranjang.
"Oma sangat baik melindungi aku dan Dimi. Kalo bukan oma yang bawa kami, mungkin aku akan ..." sakit hati melihat kamu yang sibuk memperjuangkan wanita lain saat aku mengandung anakmu.
"Kenapa berhenti? Katakan, apa yang mungkin terjadi dengan kamu kalo aku tahu?"
"Nggak perlu aku jelaskan. Aku harusnya udah lupakan masa lalu. Kamu bukan apa-apa lagi untukku."
Demoz mendengkus dan memandang Lily dengan pandangan meremehkan. "Aku bukan apa-apa lagi di hidupmu? Kamu bercanda? Perlu aku ingatkan kamu nggak bisa mengontrol suara dan bahkan nggak bisa menahan diri untuk mencapai klimaks denganku tadi?"
Kali ini Lily bergantian menyeringai dan mengejek Demoz. Dia belajar banyak dari pria itu.
"Seperti yang kamu lakukan sejak dulu, Demozza. Nggak perlu ada cinta hanya untuk melakukan seks semata. Apa yang terjadi diantara kita hanya seks saja, Demoz. Kamu ingat, kan? Kamu memanfaatkan aku untuk mendapatkan informasi dan membuat aku tergila-gila dengan seks--"
Demoz menghentikan Lily bicara dengan mencium bibir perempuan itu.
"Aku akan melakukan lebih kalo aja Dimi nggak tidur di pangkuanku. Hati-hati kalo kamu mau bicara, Lily."
Demoz tahu bahwa Lily tidak bisa ditaklukkan dengan cara yang digunakannya pada Siri atau pada diri sosok Lily yang lama. Perempuan itu bisa lebih ganas dari perkiraan Demoz.
"Sekarang aku akan memutuskan untuk tinggal dengan kalian." Demoz memutuskan pilihan.
"Aku nggak mau ada fitnah yang akan menyebar. Kamu boleh datang untuk Dimi, tapi bukan tinggal bersama. Silakan kamu pikirkan cara untuk bisa dekat dengan Dimi, tapi aku menolak keras dengan usulan tinggal bersama. Kita bukan apa-apa, Demozza."
Urat di kepala Demoz terlihat menonjol dan Lily senang bisa mengendalikan diri untuk lebih kuat menghadapi Demoz sekarang ini, meski dalam hatinya berdegup kencang karena ada ketakutan pada Demoz.
"Kamu benar-benar menyulitkan keadaan kita, Lily!"
"Kamu yang menyulitkan aku sejak awal! Berhenti bersikap kalo kamu korban di sini. Aku akan memberi kamu kesempatan dekat dengan Dimi, asal kamu nggak menganggu aku dan Dimi dengan sikap arogan kamu. Terserah kalo kamu mau bersikap seperti dulu, karena aku pastikan aku bukan Lily yang dulu lagi. Aku nggak akan peduli siapa yang akan menjadi ayah Dimi kelak kalo kamu bersikap menyebalkan."
Mata Demoz melebar dengan ucapan Lily. "Kamu berniat menikah dan memberikan ayah lainnya untuk Dimi? Anakku??"
Lily menaikkan kedua alisnya untuk menunjukkan bahwa dirinya juga bisa mengancam Demoz.
"Aku bisa melakukan apa pun yang aku mau, Demoz. Apalagi kalo kamu berulah. Kamu harus tahu," Lily menjeda kalimatnya dan mendekatkan bibir ke telinga pria itu. "Dimi bisa akrab dengan siapa saja. Termasuk semua pria yang aku kenalkan ke dia sebagai papanya. Jadi, jangan kaget kalo kamu denger Dimi manggil pria lain dengan sebutan ... pa pa."
Demoz kalah dalam pertandingan ini. Skor mereka satu sama.
[Bab 9 udah up di Karyakarsa, ya. Bagi yang udah beli paket COMPLICATED DADDY cuma tinggal baca aja.]
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top