36. Back to Track

[Yuhuuu. Yang mau baca duluan bisa di Karyakarsa kataromchick, ya. Atau beli e-booknya juga udah ada loh di google playbook, cari aja 'Faitna YA'. Happy reading ❤️]

Menghadapi Dimi yang rewel bukan main memang ujian tersendiri. Sebagai seorang ibu, Lily bisa membaca kerewelan sang anak disebabkan karena kebiasaan baru yang perempuan itu terapkan. Lily tidak mengizinkan lagi sang putra untuk meminum ASI. Lagi pula kehamilan kedua ini mempengaruhi ASI yang keluar. Belakangan air susu perempuan itu tidak lagi seperti sebelumnya. Meski ada rasa bersalah yang dirasakan Lily, sebab Dimi belum sepenuhnya menginjak usia dua tahun. Mau bagaimana lagi? Hanya inilah cara satu-satunya untuk bisa menjalani kehamilan dengan baik.

"Maaaa au! Au! Au!"

Tangisan Dimi semakin keras dan dada Lily menjadi sasaran. Atri berusaha membantu sebisa mungkin, tapi tenaga balita itu tidak bisa dikatakan lemah. Dimi si gendut yang memberontak begini menyulitkan Atri.

"Mbak Atri, tolong bikin susu formula yang saya beli, ada di dapur, ya."

Atri mengangguk patuh. Langkahnya buru-buru menuju dapur, Dimi memang harus segera dibuatkan susu. Menolak atau tidak, Lily tak bisa memberikan apa yang anak itu mau.

"Mamaaaa au au!"

Lily tidak memperhatikan di mana suaminya berada. Yang dia tahu, tiba-tiba saja Demoz membawa lipstick merah sang istri dan menyodorkannya lalu menggendong tubuh Dimi yang masih memberontak.

"Ini buat apa kamu kasih ke aku?" tanya Lily heran.

"Pake di payudara kamu. Kamu paham maksudku, kan? Akting supaya Dimi nggak mau ASI kamu lagi."

Setelah memahami bantuan yang diberikan Demoz, segera Lily melangkah ke kamar dan mengoleskan payudaranya dengan lipstick. Semoga saja dengan begini Dimi jijik dan tak mau melihat payudara ibunya.

Atri datang disaat Lily juga sudah selesai dengan agendanya. Demoz membawa putranya mendekati Lily di kamar dan mencoba menunjukkan pada Dimi bahwa payudara mamanya tidak baik-baik saja.

"Dimi, lihat. Susu mama berdarah, hiiiii!"

Dimi menatap dengan serius, balita itu menangis setelah sadar dada mamanya tidak seperti biasanya. Anak itu langsung menangis. "Maaa maaaaa!"

Atri masuk dan Demoz meminta botol susu yang sudah diisi setengah. Ini masih masa percobaan, jadi harus dilihat dulu.

"Ini susu enak, susu mama udah nggak enak."

Lily mengamati Demoz yang berusaha mempengaruhi putra mereka. Meski tak yakin bahwa Demoz mampu, tapi kenyataannya mengejutkan. Dimi langsung meminta botolnya dan menyusu. Sepertinya anak itu mengira susu di dalamnya adalah ASI sang mama yang biasanya memang ditaruh di botol.

"Dia kelelahan," ucap Demoz.

Tangan pria itu menyeka keringat di dahi sang putra. Dimi tampak mengantuk di dalam pelukan papanya itu.

"Kamu buatkan di botol satunya, Atri. Sepertinya Dimi akan menghabiskannya. Jangan sampai dia nangis karena kamu lama bikin susu nantinya."

Atri lagi-lagi menuruti perintah tersebut meski datangnya dari Demoz. Dimi benar-benar kelelahan, meski begitu susunya sudah hampir habis dalam beberapa sedotan. Lily sengaja belum menghapus noda lipstick merah di dada, karena tak mau Dimi terbangun dan mendapati berbeda. Lily harus bersabar melakukannya hingga Dimi tidak lagi meminta.

"Aku bawa Dimi ke kamarnya. Kamu di sini aja. Mandi." Demoz terlihat sangat yakin bahwa Dimi tetap tenang jika dibawa ke kamarnya sendiri.

"Nanti kalo Dimi rewel lagi?"

"Percaya sama aku. Meskipun aku begini, aku juga punya ikatan dengan anakku sendiri. Dimi akan tenang, nggak perlu cemas."

Ucapan Demoz yang sangat meyakinkan itu mau tak mau membuat Lily mengangguk. Perempuan itu menjadi sangat yakin ketika Dimi tak merengek ketika berada di gendongan papanya. Semoga saja kali ini cara mereka menghadapi Dimi mampu membuat hari-hari berikutnya lebih ringan.

***

Harus Lily akui bahwa Demoz memang mampu mengurus Dimi. Tampang kaku pria itu tidak membuat Dimi mundur, belakangan malah semakin lengket dengan papanya itu. Selain Dimi yang lebih mereda dari kerewelannya, ada Demoonel yang perlahan kembali membaik. Meski wanita tua itu memang harus dirawat di rumah sakit untuk  istirahat intensif, Demoz dan Lily bersyukur wanita itu tidak menyerah pada hidupnya.

Lily yang memang tak mau mundur dari pekerjaan meski Demoz selalu menggunakan kartu 'orang dalam', kembali pada kesehariannya sebagai pekerja dan ibu rumah tangga. Banyak projek yang harus diurus, apalagi akan ada event besar dalam dunia fashion. Beberapa designer terkenal yang sudah menjadi langganan tentu saja meminta Estetik menggelar seluruh program acara. Semua orang kembali sibuk, dan Lily senang akan hal itu karena Yasa tak terlihat mendekatinya lagi.

"Lily!" seru Pak Choi dari pembatas ruangannya.

"Iya, Pak Choi."

Lily langsung berjalan menuju ruangan CEO perusahaan tersebut. Wajah yang ditampilkan tidak banyak perubahan; lelah. Namun, kali ini ada sedikit perbedaan ekspresi dari pria itu.

"Duduk, Lily."

"Terima kasih, Pak."

Lily menunggu apa yang ingin disampaikan oleh pria itu dengan tenang, meski pikirannya melayang-layang mengenai pekerjaannya yang lain.

"Sebenarnya ini bukan urusan saya, tapi Bos Kim ingin tahu kebenarannya."

"Kebenaran tentang apa, Pak Choi?"

"Are you pregnant?"

Lily mengedipkan matanya beberapa kali. Terkejut dengan pertanyaan yang terkesan tiba-tiba. Secepat ini?

"Wuaah, kalau dari wajahmu itu, saya tangkap benar. Selamat! Kehamilan itu berkah. Pantas saja Bos Kim dalam mood yang cukup bagus."

"Kehamilan saya membuat mood Bos Kim bagus? Apa hubungannya, Pak Choi?"

"Projek besar akan kita dapatkan, Lily. And this is because of you! Estetik juga mendapatkan kesempatan bisa menggunakan beberapa properti yang perusahaan DEMZ miliki. Gratis! Wuaaahh, kami sangat bangga padamu! Kamu ini sangat cerdik mencari pasangan, kamu tahu?"

Lagi dan lagi, ini memang berhubungan dengan Demoz. Ya, mau dikata apa lagi? Demoz juga tampaknya merasa cemas jika tak ada orang yang menyadari kehamilan Lily selama bekerja. Mungkin pria itu takut jika Lily bekerja seperti saat tak hamil. 

"Pak Choi, siapa saja yang sudah tahu mengenai kehamilan saya?"

"Pagi ini tentu saja saya, tapi Bos Kim sepertinya sudah sejak beberapa hari lalu. Beberapa orang yang bekerja denganmu harus tahu ini. Supaya mereka tidak sembarang memintamu naik turun tangga."

Pak Choi tidak terlihat keberatan sama sekali. Padahal biasanya mereka tidak begitu senang mendapati pegawai mereka hamil, hal ini membuat kinerja pegawai mereka terbatasi. Mungkin karena ada banyak janji-janji yang Demoz berikan maka semuanya menjadi berkah bagi perusahaan ini. Sesungguhnya Lily sendiri tidak tahu seberapa gilanya kekuasaan yang dimiliki Demoz atau bahkan Demoonel. Kekayaan mereka tidak bisa terlihat dengan mata. Perusahaan mereka juga beberapa saja yang diketahui Lily, entah ada usaha lain atau tidak. Kalau petinggi Estetik sebegini senangnya, berarti memang Demoz segila itu kekuasaannya.

"Karena kamu sedang hamil, Bos Kim ingin kamu mengurangi jam kerja. Dari delapan jam, jadi enam jam. Ya, itu cukuplah. Untuk projek ke depannya, Bos Kim ingin kamu kontak terus dengan saya."

Biasanya Lily selalu berhubungan dengan Yasa, tapi kali ini kepada Pak Choi. Sudah pasti ini juga ada kaitannya dengan Demoz. Pria itu tak suka jika Lily dan Yasa berdekatan.

"Oke, Pak Choi. Saya hanya tidak mau jika Estetik merasa keberatan meminta saya bekerja seperti biasa karena hal ini. Tolong jangan beda-beda, kan, saya dengan pegawai lainnya."

"Iya, iya. Jangan cemaskan itu. Kamu fokus saja pada kehamilan. Kabari saya jika ada problem selama kamu bekerja."

"Baik, Pak Choi. Terima kasih."

Sudah bukan saatnya Lily untuk bersikap naif mengenai orang dalam. Dia bisa menikmati waktunya ini. Mungkin memang sudah rezekinya bisa merasakan banyak kemudahan ini. Tidak perlu nantinya Lily memarahi Demoz, yang terpenting adalah fokus pada apa yang harus dijalani sesuai track saja.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top