2. Baby Bala Bala
Demoonel menatap cucunya dengan bingung. Namun, dia lebih memilih memastikan bocah gembul yang sedang berusaha berjalan ke arah mereka itu untuk berhenti.
"Dimi, no!" Moonel berteriak kepada bocah kecil itu hingga membuat yang dilarang mencebikkan bibir dan mulai menangis.
Demozza tidak suka dengan kegaduhan. Terlebih lagi kegaduhan itu berasal dari anak kecil yang tidak bisa mengerti situasi. Padahal, orang dewasa akan patuh bila diingatkan oleh Moonel karena lantai di depan anak itu dipenuhi dengan pecahan guci mahal Moonel. Bukan berarti Demoz lebih mementingkan mengenai seberapa mahalnya guci neneknya saja, tapi anak itu sudah membuat banyak kekacauan di sini.
"Cup, cup, cup, Sayang. Jangan menangis, don't cry, My Baby Bala Bala." Moonel melangkahi lantai penuh pecahan beling dengan hati-hati dan langsung meraih anak itu dalam gendongan.
Demoz tidak pernah menyangka bahwa neneknya masih sanggup menggendong balita yang ukuran tubuhnya sudah bisa diperkirakan dari penampilannya itu. Gembul. Demoz yakin pinggang neneknya akan rontok bila dipaksa lebih lama lagi menggendong anak kecil itu.
Moonel sibuk menenangkan si kecil hingga Demoz datang dan mengambil alih gendongan neneknya. "Biar aku yang gendong, Oma bisa sakit pinggang kalo lebih lama gendong anak ini."
Moonel menahan napasnya untuk sejenak dengan inisiatif yang dilakukan oleh cucunya. Tidak mengira bahwa Demoz akan mau segera menggendong Dimi dengan sukarela dan tanpa perlu paksaan. Setahu Moonel, cucunya itu tidak akan mudah mengurus seorang anak jika bukan miliknya sendiri. Demoz adalah tipe pria yang bukan penyayang anak, tapi Moonel tahu Demoz bisa menyayangi anaknya sendiri dengan baik.
"Kenapa Oma mandangin aku begitu?" tanya Demoz dengan tak suka. Pria itu tak suka diberikan pandangan yang menjelaskan bahwa neneknya memang tidak bisa mempercayai segalanya.
"Kamu bisa memegang anak kecil?"
"Memegang? Memangnya Oma pikir anak ini apa? Aku nggak megang dia, ya. Aku gantiin Oma gendong anak ini karena kelihatannya bisa bikin Oma sakit pinggang dengan bobotnya yang begini."
Moonel menaikkan bahunya tanda tidak begitu peduli denngan apa yang cucunya ucapkan dan memilih untuk bersiap pergi mencari pengasuh Dimi yang melewatkan tugas hingga membuat anak itu bisa mengacaukan guci kesayangan Demoonel. Bukan masalah harganya saja, ini masalah keselamatan Dimi yang harus dijaga. Apalagi ibu dari anak itu harus bekerja tanpa bisa mengawasi Dimi sepenuhnya.
"Atri! Atri!" teriak Moonel yangmulai kesal karena pengasuh Dimi tidak bisa dijumpai. Harusnya dalam situasi seperti ini Atri sudah mencari keberadaan Dimi di setiap sudut.
"Kemana anak itu! Disuruh ngasuh yang bener malah mengacau begini!"
Disaat Moonel sibuk untuk mencari pengasuh Dimi, ada momen dimana Demoz tak nyaman karena ditatap oleh anak kecil dalam gendongannya tanpa lepas sedikitpun.
"Ada apa anak kecil? Kenapa kamu melihat saya terus?"
Demoz memang tidak pernah bisa bersikap baik dengan orang yang baru dikenalnya, terutama anak kecil. Itu karena dia merasa bisa menyakiti anak kecil dalam rentang usia manapun. Dia tak mau berdekatan dengan anak kecil karena ada ketakutan yang dirinya sendiri simpan hingga lupa apa yang menjadi permasalahan dalam dirinya. Demoz tidak membenci anak kecil, dia hanya takut pada makhluk dengan jenis tersebut.
"A ppapapa ... a pap ppa."
Demoz merasa anak kecil di dalam gendongannya ini mulai melantur. "Oma--"
"Sebentar. Kamu pegang Dimi dulu, ya. Oma mau carikan pengasuhnya yang tidak tahu pekerjaan itu. Tunggu di sini!"
Demoz yakin dirinya tidak akan bisa bertahan lama dengan monster kecil digendongannya kini. Jadi, apa yang harus dirinya lakukan sekarang?
***
"Bu, dek Dimi hilang!"
Lily tidak bisa mempertahankan konsentrasinya setelah kabar itu sampai di telinganya. Bagaimana mungkin anaknya bisa hilang? Atri dipekerjakan oleh Demoonel agar menjaga Dimi disaat Lily bekerja, dan sekarang kabar apa yang didapatnya? Putranya hilang? Bagaimana bisa?!
Kepala Lily penuh dengan curiga dan kabar buruk. Sebagai seorang ibu yang mengandung dan melahirkan Dimi dengan penuh perjuangan, mana bisa Lily tetap memilih pekerjaan dibanding putra kesayangannya itu?
Empat puluh menit bergulat dengan drama di dalam kepalanya sendiri, Lily memarkirkan mobilnya dengan asal di pekarangan rumahnya yang kebetulan memang agak dekat dengan kediaman Moonel. Jika tahu celah diantara halaman dan pohon serta tanaman luas milik Demoonel, maka akan menemukan pintu yang bisa membawa ke rumah nenek yang memiliki sifat sedikit nyentrik itu. Namun, Lily tidak pernah mengizinkan Atri membawa Dimi ke rumah Demoonel jika tanpa pengawasan Lily sendiri.
"Anak saya sudah ketemu??! Kamu tadi kehilangan dimana, Atri! Kenapa kamu bisa begitu ceroboh!?"
Atri menggaruk pelipisnya. "Tadi saya ke kamar mandi sebentar, Bu. Dek Dimi saya taruh di tempat tidurnya, saya pikir dek Dimi nggak bakal kemana-mana. Tapi tahu-tahu dek Dimi udah nggak ada di rumah, Bu."
Lily menahan diri untuk menghardik Atri. Dia lebih memilih untuk fokus pada putranya yang masih belum ditemukan.
"Kamu udah kabari oma kalo Dimi hilang?" tanya Lily yang sudah mengeluarkan ponsel dan bersiap untuk menghubungi Moonel agar membantu mencari Dimi.
"Belum, Bu. Saya takut diomeli oma."
"Ya ampun, Atri!!" Lily dibuat gemas oleh kelakuan pangsuh putranya itu.
Lily memilih menghubungi Moonel melalui nomor rumah karena wanita tua itu jarang sekali menyentuh smartphone miliknya. Tidak ada yang mengangkat panggilan tersebut hingga Lily dikejutkan dengan kehadiran Moonel yang tiba-tiba.
"Kamu telepon siapa, Lilia?"
"Oma!" Lily langsung berdiri dan menangis dipelukan wanita tua yang sudah mengurusnya dan Dimi dengan sangat baik. "Oma ... Dimi hilang, Oma!"
"Siapa yang bilang Dimi hilang? Dia ada di rumah oma dan menghancurkan guci besar di depan pintu ruangan oma."
Lily tidak tahu bahwa emosi manusia bisa sangat cepat berubah. Lily bahkan tidak menyadari bahwa tangisannya berhenti setelah mendapatkan penjelasan dari Moonel.
"Dimi di rumah Oma? Kok, bisa?"
Demoonel mengarahkan tongkatnya pada Atri. "Justru oma mau tanya kenapa Dimi bisa dibiarkan ke rumah oma tanpa pengawasan!? Untung saja dia nggak terluka, coba kalo dia kenapa-napa? Anak itu, kan, jalannya belum lancar. Gimana kalo dia jatuh? Gimana kalo dia pegang duri bunga oma di halaman? Kamu ngapain saja kerjanya Atri!?"
Moonel selalu mengamuk jika Atri bekerja tidak sesuai apa yang Moonel harapkan. Sudah bukan hal baru ketika Moonel marah-marah pada Atri seperti ini.
"Aku mau lihat Dima, Oma. Aku mau bawa dia--"
"Jangan! Kali ini kamu jangan ke rumah oma."
Lily menatap Demoonel aneh. "Kenapa, Oma?"
"Ada ayahnya Dimi di sana. Hari ini dia berkunjung dan oma nggak tahu Dimi bisa memiliki insting sekuat itu dengan ayahnya sampai bisa kabur dari Atri dan memecahkan guci oma untuk membuat ayahnya keluar dan melihatnya."
Mas Oza? Lily tidak baik-baik saja mendengar nama itu. Dia sekarat jika mendengar nama Demoz. lebih dari dua tahun dia menghilang karena Moonel menyembunyikannya, meski begitu Lily tetap takut jika Demoz menemukannya.
"Apa yang dia lakukan kepada Dimi, Oma? Dia akan menyiksa Dimi--"
"Nggak, nggak. Tenang saja. Dia nggak tahu Dimi anaknya. Dia sedang menggendong Dimi karena takut pinggang oma sakit kalau menggendong Dimi yang besar." Moonel mengusap bahu Lily. "Kamu kenapa malah pulang? Kantor membutuhkanmu, kenapa pulang?"
"Atri ... Atri bilang Dimi hilang tadi. Aku panik, Oma."
Moonel menghela napas dan menatap Atri dengan tajam. "Lebih baik kamu kembali ke kantor. Oma takut Ozza malah menyadari kamu tinggal di sini kalo kamu di rumah. Lewat jalan memutar saja, jangan lewat depan rumah oma. Mungkin Ozza akan menyadari plat mobil yang dulu sering oma gunakan. Kamu harus mulai berhati-hati karena kita tinggal di negara yang sama dengan Ozza, Lilia."
Ya, Lily harus mulai sangat berhati-hati.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top