17. Sibuk

[Seperti biasa, aku mengingatkan kalian buat follow instagram freelancerauthor. Yang mau nagih kapan update, kapan buku cetak, kapan buat cerita baru, apa pun bisa kalian tanyakan via instagram, yes. Terima kasih.]

Meski kepalanya sempat pening karena mendengar pernyataan cinta dari Demoz, pekerjaan tidak akan berkenan dengan hal itu. Pernyataan cinta dari seorang pria bagi Lily yang sekarang hanyalah omong kosong belaka yang bisa menghancurkan kegigihan Lily mencapai ambisinya soal pekerjaan. Dia menjadi perempuan dengan karir dan jabatan tinggi sekarang, seperti cita-citanya sebelum menjerumuskan diri pada cinta. Lily tak mau terlalu peduli dengan percintaan karena pasti akan berujung membawa patah hati. 

Untuk itu, selama satu minggu lebih ini setelah konsep yang Estetik lakukan berjalan dengan baik. Jadwal Lily benar-benar padat mengurus projek milik anak perusahaan DEMZ Company itu. Semenjak dirinya berhasil membuat kesepakatan dengan Demoz, bos Kim selalu melibatkannya untuk datang dimana pun Demoz ikut meneliti proses projeknya berjalan. 

Lily selalu dipaksa tersenyum dan didorong bos Kim untuk tetap berada di dekat Demoz, berdalih pria itu selalu memiliki aura dan suasana hati yang cerah ketika bersama Lily. Mereka semua menebak bahwa Demoz tertarik pada Lily, padahal pria itu selalu membicarakan mengenai Dimi saat bersama dengan Lily. Demoz tidak mempertanyakan seks mereka, tapi begitu fokus menanyakan informasi mengenai Dimi yang sudah tertinggal banyak. 

Hari kesembilan dari berjalannya projek ini, Demoz terlihat tidak sehat dan memutuskan tidak mengunjungi Dimi selama tiga hari belakangan karena takut putranya akan tertular dengan flu atau demam yang dirasakan pria itu. 

"Minum dulu air putihnya, Pak." 

Demoz mendorong si pelaku yang memintanya minum air putih. "Saya mau kopi, Gebi! Apa telinga kamu nggak mendengar? Saya mau kopi, bukan air putih!"

Gebi mengaku atasannya itu menjadi sangat pemilih dan aneh. Hobi marah-marah dan cerewet pria itu membuat seluruh pegawai di kantor kelimpungan untuk mengerti jam tertentu pria itu. Demoz bisa sangat cerewet dan enggan mengurusi pekerjaan, tapi disaat pegawai sibuk mengurus hal lain, pria itu akan meminta seluruh agenda persetujuan dan tanda tangan segera dilakukan. Mood swing yang berlebihan itu membuat sekretaris Demoz selalu curhat sambil menahan kesal di depan Lily.

Seperti sekarang ini, Lily mendapati sikap kekanakan Demoz. Tidak harus melakukan apa pun untuk mengerti bahwa pria itu memang sedang dalam mode aneh. 

Lily memberikan kode pada Gebi untuk mundur dan memberikan botol air mineral pada Lily. Biar saya yang urus, begitulah arti dari gerakan mata dan kepala Lily pada Gebi. 

"Tubuh kamu perlu asupan air supaya nggak semakin dehidrasi. Kening kamu bahkan hangat dan kamu masih mau minum kopi? Nggak ada makanan yang masuk ke lambung dan mau merusaknya dengan kafein?"

Demoz langsung beringsut duduk dari posisi rebahan di sofa ruangan khusus untuk pria itu selama projek berjalan. 

"Kamu ngapain di sini? Mana Gebi?" 

Lily membuka tutup botol air mineral itu tanpa menjawab Demoz. Dengan cepat perempuan itu menyodorkannya di depan bibir Demoz. "Minum."

Saat ini Demoz dipaksa untuk minum, tapi belum sempat air itu masuk ke tenggorokan, pria itu sudah berlari menuju toilet dan memuntahkan sesuatu yang tak kunjung keluar dari kerongkongan. 

Lily yang mengamati semua itu jadi merasa kasihan. Kelakuan Demoz ketika sakit begini ternyata tidak berbeda jauh dari Dimi, bahkan lebih parah. Membantu tubuh pria itu yang lemas, Lily segera mendudukan Demoz di sofa dan memikirkan cara paling efektif untuk menangani sakit dalam versinya.

"Buka baju kamu," ucap Lily yang langsung membuat Demoz menatap ibu dari putranya itu.

"Kamu mau melakukannya disaat kondisiku lagi begini? Kamu mulai kecanduan--"

"Aku nggak ngajak kamu buat seks, Demoz! Aku mau obati kamu."

"Obati dengan cara apa? Pake acara buka baju juga?"

Lily mencari koin di dalam tas miliknya dan mengeluarkan minyak angin roll on yang selalu menjadi senjatanya ketika kembung, tak bisa kentut, dan masuk angin. 

"Balik badan kamu." Lily tidak mendengarkan apa pun yang keluar dari mulut cerewet Demoz sekarang. 

Pria itu memang sedang dalam mode aneh. Biasanya tak banyak bicara, kini malah sibuk mengoceh. Semua hal menjadi permasalahan dengan Demoz yang sekarang. Semua orang jadi bingung bagaimana harus bersikap jika Demoz dalam suasana hati yang buruk. Untuk itulah Lily berada di sini atas utusan bos Kim. Demoz hanya akan merusak konsep dan proses pengambilan gambar jika pria itu masih berada di lokasi dan banyak berkomentar tak jelas.

"Aku nggak suka dikerok, Lily! Kamu bahkan tahu itu sejak lama."

Lily membiarkan Demoz mengoceh dan terus menggerakan tangan untuk membuat kulit pria itu memerah dan meraung kesakitan.

"Ly! Ya ampun, ini sakit! Lilia Posei!"

Demoz terus meraung dan yang Lily lakukan adalah menutup gendang telinganya agar tetap fokus menggosok punggung pria itu dengan koin. Gerakan Demoz membuat pekerjaan Lily lebih lama karena otot yang mencuat membuat Lily kesulitan membuat garis singa yang rata di sana. 

Saat Lily mulai memijat dan tidak lagi menggunakan koin, barulah Demoz bisa membungkam mulutnya karena merasa nyaman. Hanya pujian yang sekarang keluar dari bibir Demoz. 

"Enak banget, Ly. Aku nggak sangka kamu bisa pijit--"

"Apa mulut kamu nggak bisa diam? Sejak kapan kamu menjadi pria besar yang cerewet? Seingatku kamu pria yang jarang bicara."

"Aku juga nggak tahu kenapa aku jadi sangat banyak bicara. Tapi aku merasa nggak tenang kalo nggak ngomong belakangan ini."

Lily mengernyit. "Itu bukan keinginan kamu sepenuhnya?"

Demoz menggeleng dan menghela napasnya panjang. "Kupikir-pikir lagi, banyak pegawai pria yang kadang suka ngeluh istrinya ngidam dan kemauannya bukan kayak biasanya. Masa aku mirip istri-istri mereka yang ngidam?" 

Pria itu tertawa dengan pemikirannya sendiri, sedangkan Lily menghentikan gerakan tangannya sendiri. Perempuan itu mematung dan tak bisa bicara apa pun. Dia terlalu terkejut karena baru tersadarkan saat ini. 

Demoz menyadari Lily yang tidak melakukan apa-apa di belakangnya. "Lily? Kenapa berhenti mijitnya?"

Lily tidak menyahut. Demoz langsung membalikkan tubuhnya dan mendapati wajah pucat Lily.

"Lily? Kenapa?"

"Kamu tadi bilang apa?"

Demoz berpikir dan mengulang ucapannya. "Istri pegawaiku yang ngidam?"

Lily mengangguk. "Harusnya istri yang ngidam, kan? Harusnya pihak perempuan yang ngidam kalo memang hamil?"

Demoz mengernyit dan mulai meraba pembahasan Lily. "Kamu hamil?" tebaknya.

Lily tidak merasa lega sama sekali. Ucapan Demoz malah membuatnya tertekan.

"Aku nggak ngidam, Demoz. Aku nggak punya keluhan seperti ibu hamil. Nggak mungkin aku hamil dari dua kali ...." Lily menatap Demoz dengan bingung.

Pria itu menekan bahu Lily dan berucap. "Hitungan normalnya memang dua kali, tapi kita melakukannya lebih dari satu kali setiap sesi."

Lily menonjok dada pria itu keras. "Kamu nggak membantu sama sekali, Demoz! Kamu malah membuat aku panik, kamu tahu!?"

"Kalo kamu panik begini, berarti kamu nggak melakukan pencegahan. Iya, kan? Kemungkinan besar kamu sedang hamil, iya, kan?"

Demoz benar-benar menjadi pria sialan yang membuat Lily semakin kelimpungan. Tebakan pria itu benar, Lily memang tidak melakukan pencegahan karena sejauh ini rencananya ke rumah sakit selalu gagal dengan tugas-tugas yang bos Kim berikan. Lily terlalu sibuk hingga melupakan keinginannya untuk melakukan KB! Apa yang akan dilakukannya jika benar dia hamil sekarang?

Dimi, mama nggak mau kamu punya adik dulu. Tapi papamu yang bodoh ini menyemprotkan berudunya di dalam rahim mama!



Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top