16. Cair
[Wihihihi! Udah baca special chapter-nya? Silakan lanjut baca lagi bab 16, nih. Jangan lupa follow instagram freelancerauthor juga, ya, buat info-info cerita.]
Lily tidak mengerti apa yang harus dirinya lakukan. Bibirnya kelu untuk bicara. Jangankan bicara, mendesah saja tidak sempat dirinya lakukan karena pernyataan Demoz diakhir seks mereka di atas meja makan. Bagaimana bisa mereka melakukan segalanya dengan sangat mudah? Pertama, mereka melakukan penawaran. Lily memberikan kesempatan langka yang akhirnya dimanfaatkan oleh Demoz untuk bercinta di meja makan yang mereka gunakan untuk makan siang tadi. Lalu, mereka menikmati sesi intim itu hingga Demoz mengeluarkan pernyataan tak terbayangkan oleh Lily dipuncak gairah mereka.
Bibir bawah perempuan itulah yang terbuka dan membiarkan segalanya keluar dari sana. Sesuatu yang cair dan menyatu antara milik Lily dan juga Demoz. Baru saja Lily akan merasakan tubuhnya mati karena terlalu lemas menikmati apa yang pria itu berikan. Namun, kata I love you yang pria itu ungkapkan membuat Lily takut untuk menggerakan tubuhnya. Membiarkan milik Demoz di dalam dirinya adalah hal terbodoh, tetapi Lily tidak bisa melakukan apa pun sekarang ini, dia mati rasa.
Bukan mati rasa untuk hatinya, karena ketidakmampuannya mengendalikan tubuhnya sendiri adalah sebuah reaksi dari hatinya yang terlalu antusias mendengar pernyataan Demoz secara langsung. Sayangnya, hati itu terbagi dalam dua sisi. Bagian yang utama adalah bagian yang begitu senang dan bahagia karena akhirnya pria itu menyatakan cinta. Bagian yang lain adalah bagian ketakutan, karena bisa saja Demoz hanya mencoba menghiburnya atau ungkapan itu ada karena Demoz merasakan kenikmatan yang dicari selama ini.
Lily menjadi sangat skeptis mengenai rasa cinta yang dimiliki oleh Demoz. Apa benar pria itu akan menyatakannya jika saja mereka tidak melakukan kegiatan ini? Ada pernyataan yang pernah Lily dengar, bahwa pria bisa merasakan cinta dari kegiatan intim. Asal kejantanannya mendapatkan jatah, maka mereka akan mudah jatuh cinta. Kesimpulannya, pria tidak memikirkan perasaan saat melakukan seks. Mungkin mereka bisa cinta pada perempuan yang memberikan selangkangan meski hatinya ada untuk perempuan lainnya. Tidak ada yang benar-benar meyakinkan dari pernyataan cinta Demoz saat ini bagi Lily. Untuk itu, dia berusaha melupakannya meski mengharapkan kalimat ini didengarnya. Tapi setelah denger, aku malah nggak percaya. Entah apa yang diinginkan wanita.
"Tisu."
Lily membuat Demoz tidak paham. "Tisu?"
"Hm. Tisu."
Lily tidak membiarkan hatinya luluh meski ingin. Dia sekarang yakin bahwa sejatinya dunia tidak akan runtuh meski cinta tak ada dalam hidupnya. Lily akan runtuh jika tidak berhasil membujuk Demoz untuk melancarkan pekerjaannya. Jika Lily tidak bekerja dengan baik, maka Dimi juga tidak akan memiliki fasilitas yang bagus. Meski Demoonel akan menanggung biaya hidup Dimi, apa selamanya akan begitu? Keadaan bisa berubah dalam kurun waktu yang tidak bisa ditentukan. Kemarin Lily masih anak-anak yang hidup bersama ayah dan ibu, lalu dalam waktu singkat dia menjadi anak yatim yang turut ditinggalkan ibunya karena hanya menjadi pengganggu saja. Tidak pernah ada yang tahu garis hidup seseorang. Termasuk hidup Dimi yang masih bergantung pada Lily.
"Buat apa?" tanya Demoz layaknya orang bodoh.
Karena gemas, Lily mendorong tubuh pria itu dan mencari keberadaan toilet. "Di sini ada toilet pribadi?" tanya Lily.
Demoz mengangguk dan menunjukkan arahnya dengan telunjuk. Pria itu masih mengamati Lily yang buru-buru ke kamar mandi dengan penampilan yang bisa dikatakan aneh. Perempuan itu masih menggunakan heels dan sibuk berjalan cepat dengan tubuh telanjang.
Namun, Lily tak peduli seperti apa penampilannya sekarang karena dia memiliki agenda yang lain di kamar mandi.
Begitu menutup dan mengunci pintu kamar mandi, Lily membuka sepatu tingginya dan buru-buru membersihkan diri. Dia sudah sangat bodoh membiarkan pria itu memasukinya untuk kedua kalinya. Ah, tidak. Seks mereka di dapur bisa dikatakan berkali-kali mendapatkan pelepasan. Lily sudah kehilangan kendali dan dia belum menggunakan alat kontrasepsi karena sudah lama tidak melakukannya dengan pria manapun setelah Demoz. Hanya pria itu yang hadir di hidupnya dan tidak ada pria lainnya yang menyentuh Lily.
"Kamu harus segera ke rumah sakit setelah ini, Lily. Jangan malas untuk melakukan kontrasepsi!"
Lily tak mau masuk ke dalam kubangan yang sama untuk kedua kalinya. Lily mungkin tak akan siap jika ada adik Dimi disaat putranya masih membutuhkan banyak perhatian. Ditambah lagi dia bukan perempuan bersuami! Apa iya, Lily akan mengandung anak kedua disaat statusnya melajang???
"Lily," panggil Demoz dari luar.
Pria itu benar-benar mengejutkan Lily yang sedang fokus membersihkan diri dan melamun.
"Ya?"
"Hape kamu bunyi terus. Ada telepon dari bos Kim."
Lily hampir lupa bahwa sebelum berangkat tadi, atasannya itu meminta untuk dikabari segera mengenai keputusan yang Demoz berikan. Dijadwal temu, Demoz hanya memiliki jadwal hingga jam satu. Sedangkan sekarang sepertinya sudah lebih dari jam satu.
"Mampus! Bos Kim bisa marah-marah kalo gini."
Dia segera menyelesaikan kegiatannya dan membuka pintu kamar mandi.
"Baju aku! Sama tas aku!" Lily harus berpakaian rapi dan memastikan riasannya kembali on point dengan beberapa alat rias seadanya.
Demoz memberikannya tanpa banyak bertanya dan Lily semakin buru-buru. Pria itu masih santai dengan ketelanjangannya yang membuat Lily meraung kesal.
"Beres-beres sana, cepetan!"
"Kamu masih pakai kamar mandinya."
"Pakai berdua emangnya kenapa?! Dari pada nanti malah ada yang panggil kamu! Jangan telanjang begitu, Demoz!"
Demoz mengikuti ucapan Lily dan menggunakan kamar mandi yang sama dengan perempuan itu.
"Kita udah kayak pasutri, kan, Lily? Kamu dan aku sibuk berbagi kamar mandi yang sama setelah berbagi keringat."
Lily tidak ingin terhasut dengan ucapan Demoz. Dia mendapati bunyi ponselnya lagi dan berdecak.
"Aku udah kasih kesempatan ke kamu dan aku akan mengatakan ke bos Kim kamu setuju dengan apa pun konsep yang Estetik berikan. Nggak ada jilat ludah sendiri kalo nanti kamu dihubungi atau ketemu sama bos Kim. Paham?" ucap Lily.
"Ya, aku nggak suka jilat ludah sendiri karena menjilat kamu lebih nikmat."
Lily memutar bola matanya dengan malas. Lipstick sudah kembali on point dan Lily mengurus rambutnya dengan baik beserta pakaiannya. Sedangkan Demoz mengurus dirinya dengan mata yang tak lepas dari perempuan itu.
"Aku akan mengunjungi Dimi."
"Hm."
"Kamu mengizinkannya? Kamu nggak marah kalo aku bersama Dimi?"
"Kenapa aku harus marah? Aku bilang kamu bisa melakukan banyak hal sebagai ayahnya, tapi bukan sebagai suamiku."
Demoz menyelesaikan kegiatannya dan bergabung dengan Lily menatap diri di cermin.
"Katakan ke bos Kim, aku mau merekrut kamu sebagai pegawaiku."
Lily menoleh pada Demoz dengan sorot tajam. "Hanya sampai aku kehilangan akal sehatku."
Demoz mendengkus dan menekan pinggang Lily untuk merapat padanya. "Aku akan sering membuat kamu kehilangan akal sampai kamu lelah dan menyerah."
Lily mendorong dada pria itu dan menjauh. Dia segera menuju ruangan Demoz dan mengangkat panggilan untuk mengabarkan apa yang ingin bos Kim dengar. Setelah ini, dia akan kembali sibuk dengan semua target dari wanita asal Korea Selatan penuh tuntutan itu.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top