15. Dimulai

[Bisa banget follow Instagram aku, freelancerauthor ya. Yang mau baca duluan bisa mampir ke karyakarsa kataromchick. Terus juga jangan lupakan daddy series lainnya yang nggak kalah seru.]

Lily tidak tahu apa yang dirinya cari dengan berada di depan gedung tinggi DEMZ Company. Rasanya sulit sekali percaya dengan apa yang dirinya lakukan sejauh ini demi pekerjaannya. Ditengah ramainya jadwal pekerjaan, Lily harus berangkat untuk memastikan bahwa Demoz tidak menolak konsep yang diberikan Estetik melalui Lily. Dia harus menjadi korban dari banyaknya pegawai yang bergantung hidup pada Estetik. Dilema adalah pengawal Lily saat ini. Meski langkahnya terlihat percaya diri dan tegas, isi hati Lily dipenuhi dengan ketidakpastian.

Dia mendapati meja resepsionis dan menanyakan jadwal bertemu dengan Demoz yang memang dirancang bertemu dengan pihak Estetik. Tidak ada drama yang terjadi di lobi utama, Lily diterima dengan baik di sana. Mendapatkan respon yang baik di lantai bawah bukan berarti akan sama saja dengan yang akan dirinya dapatkan di lantai atas tempat bos besar berada. 

Sama seperti bos Kim, Demoz pasti memiliki cara tersendiri untuk mempertahankan diri sebagai pemimpin. Pasti banyak hal menegangkan yang akan terjadi jika pertemuan ini melibatkan profesionalitas antara Lily dan Demoz. Apa yang lebih profesional diantara mereka ketika bisa memiliki anak tanpa ikatan yang jelas?

Lily yang menunggu lift terbuka seketika saja mengingat sesuatu. Kejadian yang membuatnya sempat yakin bahwa hanya dirinya yang dicintai Demoz.

"Mungkin aku nggak lebih baik dari kebanyakan pria yang kamu temui." Demoz menyelipkan rambut Lily di balik telinga. "Tapi aku yakin aku adalah pria yang setia untuk kamu."

Betapa berbunganya perasaan Lily hingga perempuan itu mencium bibir pria itu berulang kali. Tubuhnya diangkat hingga menjadi lebih tinggi dari Demoz. Rumah pria itu bukan kos Lily yang sedikit saja bersuara maka tetangga akan mendengar. Lily bahagia menemukan Demoz dan pria itu selalu memperlakukannya seperti putri. Kedekatan mereka juga membuat Lily lupa bahwa Demoz tidak pernah benar-benar memberikan status yang jelas. Pria itu tidak pernah mengatakan perasaan cinta pada Lily karena berdalih mereka masih begitu singkat saling mengenal. Lily percaya dengan semua yang keluar dari bibir Demoz adalah benar adanya. 

"Setelah ini, Mas Oza mau kita berjalan seperti apa?" tanya Lily yang menginginkan jawaban jelas pria itu.

Tidak ada jawaban dari Demoz, pria itu hanya menjawab dengan gerakan bibirnya dan mengikat Lily dalam pelukannya. Mereka bercinta hampir di seluruh bagian rumah pria itu dan Lily melupakan pertanyaan yang tak terjawab itu. Namun, bisikan Demoz diakhir percintaan mereka membuat Lily yakin setengah mati bahwa Demoz mencintainya. 

"Jadilah ibu dari anak-anakku, Lily."

Ingatan itu mengoyak Lily. Dia merasakan kesakitan begitu mendengar kalimat itu di telinganya yang tidak dibisikkan suara oleh siapa pun. Lily yakin dirinya sudah gila karena merasakan suara Demoz yang asli, padahal di sini tidak ada siapa pun dan hanya suara pintu lift yang terbuka saja menyambutnya.

"Bodoh banget kamu Lily!" hardik Lily pada dirinya sendiri.

Ya, dia begitu bodoh karena tersipu dan bahagia dengan kalimat palsu itu dulu. Ketika dirinya melaluinya sekarang, dia merasakan palu petir menyambar hatinya dan tanpa sadar membuatnya menitikkan air matanya. Sialan kamu, Demoz! Karena pria itulah dia menjalani masa kehamilan yang berat dan Dimi harus hidup tanpa ayahnya hampir dua tahun ini. Jika saja Lily bertemu pria yang normal saja, dia tidak akan terjatuh sesakit ini akan mimpi-mimpi. 

***

Siap berhadapan dengan Demoz, perempuan itu lebih dulu mencari kamar mandi untuk merapikan penampilan. Memastikan tidak ada riasan yang luntur karena setitik air mata. Dia akan dalam masalah konyol jika Demoz menangkap tangisannya tepat sebelum masuk ke ruangan pria itu. 

"Sudah, Bu?" tanya sekretaris di depan ruangan Demoz berada.

Lily mengangguk serta menyelipkan senyuman. "Iya. Terima kasih sudah memberi tahu letak toiletnya."

Sekretaris itu sangat ramah, berbeda jauh dari bos besarnya yang pasti akan memperlihatkan sisi kelamnya.

"Pak, ada yang--"

"Kalo saya belum bilang sesuatu jangan kamu berani buka pintu atau saya akan melempari kamu saat itu juga!"

Lily tidak takut dengan sikap Demoz yang seperti ini. Pria itu memang sudah aneh sejak lama, begitu pula banyak cerita yang diberitahu oleh Demoonel pada Lily semenjak mereka tinggal bersama. Demoz memiliki temperamen yang mudah naik, apalagi dalam kondisi sibuk bekerja dan merasa terganggu.

"Selamat siang, Pak Demozza. Maafkan saya yang sudah mengganggu Anda, tapi ini jadwal pertemuan Anda dengan Estetik."

Demoz langsung mengangkat pandangannya dari komputer dan mendapati pemilik suara itu adalah benar Lily. Terlihat raut terkejut dari pria itu, padahal Lily menunggu adegan penyambutan seperti di series yang pernah dirinya tonton. Dalam bayangan Lily, Demoz akan menyambutnya dengan duduk di balik kursi dan langsung memutar kursinya begitu Lily masuk.

"Kamu ... kenapa bisa di sini?" tanya Demoz dengan kaku, tapi berhasil menurunkan nada bicaranya.

"Saya perwakilan dari pihak Estetik, Pak." 

Demoz mengusap wajahnya yang terlihat sangat lelah dan kusut. Kemarin malam memang Demoz tidak datang dan mengacaukan rumah Lily dengan alasan menginap lagi. Entah karena pria itu kapok atau memang tidak tertarik. 

"Gebi, kamu siapkan menu dari dapur kita untuk Ibu Lilia Posei."

Sekretaris pria itu mengangguk dengan patuh dan segera bergerak seperti yang Demoz perintahkan. Lily tidak tahu bahwa ruangan milik pria itu lebih terlihat seperti rumah. Ada meja makan besar berbahan granit marmer berwarna biru laut yang memang harus diakui sangat indah.

Ruangan sebesar ini harusnya bisa digunakan untuk tiga sampai lima kamar kos Lily dulu. Seorang cucu orang kaya memang berbeda. Level Lily yang sekarang sudah sangat maju saja masih kalah jauh dari Demoz.

"Siapa yang mengirim kamu ke sini?" tanya Demoz. "Bos Kim?"

Lily mengalihkan pandangan dari pesona ruangan Demoz. "Aku sendiri."

Demoz mengenyit bingung. "Apa?"

"Aku sendiri yang mengirim diriku ke sini. Mengorbankan diriku demi keberhasilan Estetik untuk mendapatkan projek dari salah satu anak perusahaan kamu."

Lily tidak menutupi diri dengan bersikap pura-pura tak mengenal disaat mereka hanya berdua saja di ruangan Demoz. Tidak terlihat kegugupan dari perempuan itu juga.

"Konsepnya jelek, nggak ada yang perlu aku setujui--"

"Aku bisa kasih kamu satu kesempatan untuk melakukan apa pun yang kamu mau."

Lily memanfaatkan ini karena yakin Demoz akan dengan cepat menginginkan sesuatu darinya. Khususnya kesempatan yang berhubungan dengan Dimi, putra mereka.

"Menikah denganku kalo gitu, aku setujui semua konsep tanpa tawar menawar."

"Nggak untuk menikah. Kesempatan itu hanya aku berikan kalo kamu menjadi seseorang yang berjasa buatku atau Dimi."

"Sekarang aku juga berjasa untuk kamu, perusahaanmu."

Lily menggeleng. "Projek ini nggak akan jadi masalah buatku kalo memang kamu nggak mau. Bos Kim paling hanya kecewa dan marah." Dan profit perusahaan akan turun. 

Lily tidak bisa mengatakannya secara langsung karena dia harus tetap memiliki pegangan dan tidak dimakan habis oleh pria itu. 

"Oke. Aku akan memikirkan apa yang akan aku lakukan dengan satu kesempatan itu setelah kita makan siang bersama."

Saat itulah pintu terbuka dengan chef yang datang mendorong service stand trolley dengan hidangan yang tidak pernah Lily sangka. Dia yakin Demoz tidak membuka restoran dalam cabang bisnisnya, tapi hidangan ini membuat Lily sangat terkejut. Yang membuatnya lebih terkejut adalah, semua menu yang disajikan adalah menu kesukaan perempuan itu. Makanan yang sebenarnya bisa dibilang makanan kampung karena mengandalkan rasa pedas dari sambal terasi. Kenapa bisa sekebetulan ini? Apa Demoz masih inget makanan kesukaannya?




Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top