11. Aktif
Sejauh ini, tidak ada tidur berkualitas yang Lily rasakan setelah kabur dari Demoz. Dia tidak pernah merasakan tidur dengan benar, apalagi ketika Dimi masih belum teratur jadwal tidurnya. Lily bisa saja tertekan dan mengalami depresi, tapi dia mendapatkan bantuan dari semua fasilitas yang Demoonel berikan tanper perlu diminta. Meski sudah dibantu, pikiran Lily semenjak menjadi seorang ibu menjadi begitu kacau. Rasanya semua hal lewat di pikirannya dan mengganggu kualitas tidurnya. Lily tidak tahu apakah hanya dirinya yang seperti ini atau tidak. Namun, menjadi seorang ibu mmebuatnya memikirkan banyak hal yang seharusnya tak perlu dirinya terlalu pikirkan.
Salah satu hal yang dipikirkan oleh Lily saat ini adalah keberadaan kaki yang membelitnya dan tangan yang bisa memeluk bagian tubuhnya penuh. Lily tidak pernah membayangkan hal ini lagi setelah mengetahui pikiran Demoz dulu. Hati pria itu mungkin hanyalah tempat yang hanya diukir nama Siri, bukan Lily. Satu-satunya hal yang sangat mengganggu Lily ketika bangun pagi ini adalah dirinya pasrah berada dalam pelukan Demoz dan memandangi wajah pria itu tanpa satu penghalang apa pun. Membayangkan bisa melakukan hal semacam ini dengan Demoz adalah mustahil, apalagi jika mengingat bagaimana perasaan Demoz untuknya. Pria itu sangat setia, itu sebabnya Lily benci menerima pinangan dari pria yang hatinya masih setia untuk satu nama.
Ingin sekali rasanya menyentuh wajah Demoz, mengusapnya, dan mengatakan "Selamat pagi, Sayangku." Namun, semua itu hanyalah keinginan yang sia-sia. Jika hanya Lily yang mencintai pria itu, dia akan menjadi perempuan yang menyedihkan.
Lily hampir menitikkan air matanya jika saja Demoz tidak menarik kepala Lily untuk kembali ke posisi semula, tanpa jarak. Pria itu bahkan menggumamkan ajakan untuk kembali tidur pada Lily dengan mata terpejam. Lily mencoba mengingat hari dan dia hampir menertawakan dirinya bahwa sekarang memang hari Sabtu. Terlalu terbawa perasaan membuat Lily hampir saja memutar tubuhnya untuk beranjak dari ranjang dan meninggalkan Demoz. Pria itu membuat Lily merasakan sakit luar biasa ketika kembali mengenang kisah lama mereka. Kisah yang bagi Lily saat ini hanyalah kebohongan semata.
Menyembunyikan wajahnya di dada Demoz, Lily menghindari pria itu yang mungkin membuka mata dan mendapati mata memerah Lily sepagi ini. Pria itu mungkin akan membahas mengenai arti tangisan Lily yang mungkin juga tidaklah penting. Mungkin Lily hanya perlu untuk menikmati hari liburnya Sabtu ini. Dia tak perlu melawan apa pun. Demoz yang memberikan semua pelayanan ini, jadi Lily tak perlu menaruh gengsi karena dia memang menikmati pelukan Demoz. Dia bukan perempuan yang suka membohongi diri sendiri, dia menyukai kejujuran, dan itulah sebabnya Lily membenci niatan Demoz untuk menikahinya. Pria itu mencintai perempuan lain dan berani meminta kesanggupan Lily untuk menikah. Itu semua adalah kebohongan yang didasari dengan alasan keberadaan Dimi.
Tidak ada yang mereka katakan lagi karena Demoz memang berniat untuk kembali tidur. Lily menggunakan kesempatan itu untuk memejamkan mata barang lima menit saja. Dia yakin dirinya akan kembali terbangun karena sudah menjadi kebiasaannya bangun pagi. Lagi pula, ini masih fajar, Dimi tak mungkin bangun dalam waktu dekat dan Lily bisa menyiapkan ASI nya setelah ini, setelah pelukan ini.
Dimi, mama nggak akan tidur lama. Lily yakin dia tidak bisa bangun siang, ya, dia akan bangun seperti biasanya. Dimi tidak akan bangun lebih dulu dan memergoki mama dan papanya di satu ranjang. Tidak akan.
***
Demoz tidak tahu bahwa kakinya bisa terasa begitu berat ketika mengingat terakhir kali yang dirinya peluk adalah Lily dan kakinya berada di kaki perempuan itu. Seingat Demoz, kakinya tidak terasa kaku dan pegal seperti sekarang ini. Apa kaki Lily jadi kaki babon? Mimpi Demoz mungkin yang terlalu liar hingga bisa membuat kakinya terasa pegal. Kemampuannya menahan beban juga tidak main-main karena Demoz adalah pria yang suka menjaga bentuk tubuhnya dengan angkat beban. Jadi, beban apa yang membuat kakinya kebas disaat sedang menikmati sesi hari ini?
"Paa pa paa."
Demoz tampaknya sudah mengingau hingga mendengar suara papapa. Mungkin itu adalah suaranya sendiri, tapi untuk apa Demoz mengingau mengatakan kalimat itu? Bukankah hanya anak kecil yang tidak pandai bicara yang melakukan itu?
"Maaa."
Kini Demoz tidak bisa memejamkan mata lebih lama lagi karena pipinya sudah ditampar berulang kali dengan tangan mungil. Berat di kakinya kini berpindah di-- "Argh!"
Demoz yang berteriak sukses membuat Lily yang tidur di samping pria itu membuka mata dan mendapati Dimi yang ada diantara papa dan mamanya. Anak itu sepertinya terkejut.
"Dimi?"
Demoz memegang sesuatu yang begitu berharga dengan kedua tangannya. Lily tidak mengerti dengan situasi yang ada tentu saja langsung duduk dan memeriksa apakah Dimi terluka.
"Dimi, oke?" tanya Lily pada putranya yang hanya dibalas dengan kedipan mata.
Lalu, Lily menatap Demoz yang mengaduh kesakitan. "Kamu ngapain, sih?"
"He step on my balls!"
Lily membungkam mulutnya dengan sebelah tangan. Rupanya Dimi tidak sengaja menginjak buah pelir milik Demoz.
"Dimi ... kamu injek papa?" tanya Lily pada putranya yang kebingungan.
"Pa pa pa." Anak itu tidak akan menjawab kalimat lain. Lily mengusap wajahnya dan memindahkan Dimi agar tidak dekat dengan Demoz.
"Dia nggak sengaja." Lily memberikan penjelasan yang terlalu singkat pada Demoz yang masih menyesuaikan diri.
Lily bisa paham bahwa Demoz tidak akan langsung baik-baik saja. Lily yakin kaki putranya memang tak sengaja menginjak biji kemaluan Demoz, tapi Dimi memang terlalu aktif hingga Lily merasa bersalah pada Demoz.
"Mbak Atri mana, Dimi? Kenapa kamu ke kamar mama sendirian?"
"Uh!" Dimi menunjuk pintu kamar Lily yang terbuka dan mendapati Atri yang menganga mendapati suasana kamar majikannya.
Lily baru tersadar jika dirinya dan Demoz bukanlah pasangan resmi, pengasuh anaknya itu pasti berpikiran jauh mengenai keberadaan Demoz di sini. Lily menjadi bingung dan salah tingkah sendiri mendapati Atri yang termenung di depan pintu.
"B-bu, maaf. Saya kira ... ibu sendirian."
Lily menghela napas dan mengusap wajahnya sekali lagi. Ternyata dirinya tidak bangun sebelum Dimi. Tidak ada waktu mengelak dari Atri dan tidak ada waktu untuk mengusir Demoz sebelum Dimi melihat pria itu di sini.
"Tolong buatkan sarapan untuk Dimi, ya, Atri. Saya akan jaga Dimi sebentar."
Itu adalah cara halus Lily untuk mengusir Atri agar tidak lebih lama berada di sana. Adegan Demoz yang kesakitan dengan biji kemaluannya juga sepertinya disaksikan oleh Atri. Pagi ini sungguh kacau dan memalukan. Atri bisa saja mengadu pada Demoonel dan semakin membuat Lily malu!
"Kamu pulang, Demoz!"
"Apa? Aku lagi kesakitan begini kamu suruh pulang?" balas Demoz yang sudah tidak seheboh tadi.
"Kamu mau Oma lihat kamu di sini? Kita bisa kena omel kalo Oma tahu!"
"Biarin Oma tahu. Biarin kita diminta untuk segera menikah."
Dimi menatap papa dan mamanya bergantian. Anak itu terdiam karena tidak mengerti apa-apa.
"Jangan konyol kamu. Aku nggak mau menikah dengan pria yang nggak punya hati untukku."
"Apa?"
Lily lebih dulu beranjak dari ranjang dan berusaha menarik Demoz untuk keluar dari kamar tersebut. Dimi yang biasanya sibuk naik turun kasur menjadi diam seketika karena ulah papa dan mamanya.
"Lily, ini aku masih sakit--"
"Pergi! Aku nggak mau kamu di sini hari ini. Kalo kamu masih mau dapat kesempatan ketemu Dimi, jangan membantah aku! Aku bisa menjadi seaktif Dimi untuk membuat buah zakar kamu kempes!"
Demoz seketika saja menutupi kemaluannya dan mendapati pintu kamar Lily ditutup dengan keras setelah memastikan Demoz keluar.
Pria itu ingin sekali mengumpat, tapi dia masih ingat Dimi berada di sana.
"Aku akan menjadi suami kamu, Lily! Kamu akan menjadi istriku sebentar lagi!" teriak Demoz sebelum pergi ke rumah neneknya.
Demoz berjanji akan melakukan apa saja untuk menikahi Lily, meski dengan cara memaksa.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top