10. Menginap

[Baca duluan bab terbaru dan special part di Karyakarsa 'kataromchick' ❤️]

Setelah mencoba memancing emosi Demoz dengan sebutan stranger itu, nyatanya pria itu masih berada di rumah Lily. Pria itu seolah tidak terpengaruh dengan apa yang Lily katakan. Padahal, Lily berharap pria itu akan pergi dan tidak kembali karena direndahkan oleh ucapan perempuan itu. Mereka dulu tidak saling  menjatuhkan dengan kalimat, mereka dulu lebih suka menjatuhkan tubuh mereka di atas ranjang tanpa perdebatan. 

Sepertinya mereka tidak akan memiliki banyak kesempatan untuk bisa saling menjatuhkan tubuh di atas ranjang yang sama karena ... Lily tidak akan membiarkannya. Jika mereka harus atau akan melakukan seks semata, maka Lily akan memilih tempat lain. Bukan karena tak mau ranjangnya dijamah orang lain, tapi Lily takut akan terlalu terbawa suasana seperti dulu jika mereka melakukannya di atas ranjang. Itu sebabnya Lily juga tak meminta pria itu membawanya ke kamar kosong saat diserang di meja konter dapur. 

Mendapati pria yang sering membuat Lily salah paham akan perasaannya dulu berada di rumahnya, Lily menjadi begitu cemas. Apa yang akan mereka lakukan dengan kondisi yang telak bersama lagi? Meski Atri tidak akan berani keluar seperti tadi siang, tetap saja Lily tak mau Demoz menjadi memiliki kebiasaan untuk mengunci Atri dan Dimi tanpa sadar. 

"Kenapa kamu masih ada di sini?" tanya Lily yang baru akan melihat Dimi di kamar anak itu. 

"Kamu sudah mandi." 

Lily memutar bola matanya karena pertanyaan tak bermutu dari Demoz itu. Dia jelas sudah membersihkan diri dan tidak ada jawaban yang pantas untuk diberikan pada Demoz yang hanya berniat memecah kecanggungan dan mengalihkan topik semata. 

"Aku udah bilang aku nggak mengizinkan kamu untuk tinggal di sini. Silakan pergi dan jangan ganggu aku dan Dimi." 

Demoz berdiri dari sofa dan mendekati Lily yang masih berdiri di depan pintu kamarnya. Pria itu menatap Lily hingga ibu Dimi itu harus membuat lehernya bekerja lebih keras untuk membalasnya. Mereka tidak terlihat akan melepaskan tatapan satu sama lain. 

"Aku akan menginap," ucap Demoz dengan mudahnya. 

Lily tidak merasa bahwa jawaban itu bisa dirinya cerna dengan mudah. Demoz tidak dirinya berikan kesempatan untuk ada di rumah ini, jadi dia tak suka dengan gagasan menginap. 

"Aku udah bilang kamu nggak bisa tinggal di sini—"

"Kamu nggak mengizinkan aku untuk tinggal, tapi menginap bukan berarti tinggal, Lily. Menginap hanyalah sementara, sedangkan tinggal memiliki makna lain. Kamu bukan perempuan bodoh untuk mengerti, kan?" 

Lily tak suka ditanya mengenai kadar kecerdasannya, dan dia juga tak suka Demoz bisa mengambil celah kata yang maknanya berbeda sangat tipis seperti ini!

"Aku nggak mau kamu ada di rumahku! Itu yang aku inginkan, Demoz! Kenapa kamu nggak bisa membaca bahwa aku berusaha mengusir kamu dari rumahku, hah?!" 

Demoz meraih lengan kiri atas Lily dan mencengkeram erat bagian itu. Tak lupa, Demoz menariknya merapat ke tubuhnya untuk menekankan bahwa pria itu juga bisa menunjukkan kekuasaannya. 

"Kalo gitu kamu harus pindah dari sini ke rumahku. Kamu nggak suka aku di rumahmu? Maka kamu harus suka berada di rumahku, menjadi orang tua Dimi." 

Lily semakin mengerutkan kening, dia mendapatkan kesimpulan dari paksaan pria itu. 

"Kamu mau kita tinggal bersama?" tanya Lily. 

Demoz mengiyakan melalui matanya yang mengedip satu kali. Namun, Lily tertawa kejam, dia mungkin sudah gila karena pria di depannya ini. 

"Kamu nggak bodoh untuk mengerti maksudku, kan? Aku nggak mau tinggal dengan pria yang bukan suamiku. Kita memang orang tua Dimi, tapi bukan pasangan yang bisa tinggal bersama. Kamu harusnya mengerti dengan hal itu." 

Lily memaksa tangan Demoz untuk terlepas, meski tahu Demoz tidak menggunakan seluruh tenaganya, Lily tidak peduli. Dia ingin Demoz pergi dan tidak mengacaukan sesuatu yang sudah Lily jaga selama ini. 

"Kalo begitu menikahlah denganku." 

Ajakan menikah itu memang yang ingin Lily dengar, tapi bukan seperti ini. Dia akan mendapatkan ajakan menikah itu secara benar. Bukan hanya untuk memenuhi keinginan Demoz untuk tinggal bersama. 

"Kenapa? Kamu mau, kan? Kamu yang bilang hanya mau tinggal dengan suamimu, berarti yang perlu kita lakukan adalah menikah. Benar, kan?" 

Lily kembali tertawa, tapi kali ini tertawa miris dengan apa yang Demoz katakan. 

"Semudah ini kamu mengajak seorang wanita menikah dengan kamu? Menikah adalah alasan untuk tinggal bersama seorang wanita yang kamu mau, begitu? Selelucon itu, ya, arti pernikahan bagi kamu?" 

Demoz mengernyap. "Apa?" 

"Kamu masih menanyakan apa? Harusnya kamu mikir bahwa pernikahan bukan hal main-main. Berhenti bersikap semau kamu." Lily mendorong tubuh Demoz yang memang tidak menggunakan persiapan. "Minggir, karena aku mau menemui anakku." 

***

Lily tersenyum memastikan Dimi tidur dengan nyaman dan lelap di ranjangnya yang khusus dengan pagar di setiap sisi. Meski ada Atri, hal apa pun mungkin saja terjadi karena Dimi adalah anak yang sangat aktif tapi begitu diam. Jika anak itu bangun dan berniat membuat kegaduhan, hampir tidak ada suara yang muncul selain saat ulahnya berhasil dilakukan. Perkembangan Dimi memang lebih pesat pada fisiknya, sedangkan kemampuan bicaranya lebih lambat dan terkadang membuat Lily gemas dan merasa gagal mengurus anak akibat ada saja orang yang berkomentar kenapa usia lebih dari satu tahun tapi Dimi hanya bisa berkata paa dan maaa untuk hal lain, anak itu hanya menunjuk saja. 

Lily tahu dirinya harusnya bersyukur karena Dimi memang tidak memiliki kendala apa pun. Hanya saja memang anak itu seolah ingin terus dimengerti tanpa bicara. Lily menyadari bahwa mungkin karena ketiadaan ayah, membuat Dimi tidak aktif bicara. Mungkin itu hanya perkiraannya, tapi Lily merasa itu benar. 

"Mama sayang sekali sama Dimi." Lily mencium kening putranya dan menyingkir dari sana. Dia tidak mengganggu Atri yang sudah tidur karena memang jadwalnya mengurus Dimi sangatlah melelahkan. Tidak heran Atri lebih memilih tidur mengikuti jadwal tidur Dimi ketimbang kecanduan ponsel seperti pengasuh yang biasanya Lily ketahui. 

Ketika sudah menutup pintu kamar anaknya dengan sempurna, Lily mengedarkan pandangan dan tidak mendapati Demoz dimana pun. Perempuan itu mendesah lelah karena pada akhirnya Demoz tidak keras kepala dengan tetap bertahan di rumah itu. Lily tahu dirinya terlalu menuntut pada Demoz. Pria itu sudah berusaha membaca keinginan Lily untuk menikah, tapi Lily bertingkah dengan menginginkan lebih. Aku mau dia menikahiku karena cinta, bukan karena anak atau tinggal bersama aja. 

Manusia memang selalu rakus dan tak pernah puas dengan apa pun. Tidak heran Lily juga melakukan hal yang sama. Meski semua ini memang dilakukan oleh Lily karena merasa fase menuju pernikahan terlalu cepat jika Demoz melakukannya sekarang. Lily ingin diperjuangkan dan dicintai, itu intinya.

Memasuki kamarnya sendiri, Lily bercermin lebih dulu sebelum benar-benar tidur. Dia merasa puas karena kecantikannya tidak luntur meski Demoz mengganggunya. Malam ini, entah kenapa dirinya justru merasa lebih cantik. Apa karena seks tadi siang?  Lily mencoba mengecoh bayangan mengenai kegiatan panas tadi siang. Lalu, dia mematikan lampu utama kamarnya hingga menyisakan lampu tidur di nakas seberang posisinya tidur. Lily tak suka tidur dalam keadaan terang, tapi juga tak bisa terlelap jika sepenuhnya gelap. Semenjak tak ada teman tidur, Lily selalu ketakutan ketika tidur jika kamar sepenuhnya gelap. 

Tubuhnya sudah rileks dan akan masuk ke alam tidur, tapi tak lama kemudian dia tersentak saat pelukan erat mengelilingi perutnya. 

"Apa ini??!" 

"Sssttt, tidur, Lily. Sudah malam."

Itu suara Demoz. Usaha perempuan itu untuk melepaskan diri tak bisa dilakukan karena Demoz sudah benar-benar mengunci pergerakannya. 

"Lepas! Ngapain, sih, kamu masih di sini?! Aku udah bilang--"

"Aku udah bilang aku akan menginap di sini." Demoz sekarang mengunci kaki Lily dengan lihai. "Kalo kamu mencoba melawan dan menimbulkan suara, aku yakin pengasuh Dimi akan datang dan memergoki kita yang sedang tidur bersama. Kamu yakin mau hal itu benar-benar terjadi?"

Lily kalah. Pria itu melakukan serangan dan skor mereka sekarang dua sama. Kemenangan Lily adalah saat mengancam memberikan Dimi ayah baru dan membuat Demoz tertegun disebut orang asing, dan kemenangan Demoz adalah menyetubuhi Lily tadi siang dan menginap malam ini. Serangan yang sama-sama bagus, bukan? Ya, mereka adalah pasangan yang memiliki jiwa pertandingan yang tinggi.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top