1. Aroma
Aroma tubuh Lily semerbak persis seperti namanya, aroma bunga. Demoz tak tahu apa yang gadis itu pakai di tubuhnya hingga membuat pikiran Demoz melayang di langit ketujuh. Ini momen pertama yang gadis itu punya bersama seorang pria, jadi Demoz melarang akal di kepalanya untuk bertindak gegabah dalam bercinta. He loves fuck hard! Namun, kemampuan Lily tidak akan mampu mengimbangi Demoz. Yang ada justru Lily bisa trauma dengan gaya bercinta yang Demoz suka. Lagi pula ini momen pertama Lily, mana mungkin Demoz mendorong tubuhnya dengan kekuatan penuh? Gadis yang masih naif suka disentuh dengan lembut, seperti fantasi para perempuan yang digambarkan dalam film. Demoz akan ikuti cara tersebut.
"Ini pertama kali kamu dekat dengan laki-laki?" tanya Demoz dengan jilatan di telinga Lily hingga membuat gadis itu terkesiap.
Lily tidak tahu bahwa telinganya yang dijilat bisa membawa getaran di perut bawah gadis itu. Getaran yang tidak pernah Lily kira mampu melengserkan logikanya hingga ke jurang paling dalam dan sekarang dia benar-benar tidak berakal. Hidupnya yang terlalu datar tidak pernah membawa Lily untuk bisa mendapatkan kesempatan semacam ini. Demozza adalah lika liku yang datang, membawa gelombang naik dan turun persis seperti gerakan konstan yang akan pria itu lakukan di atas tubuh Lily.
Gadis itu menelan ludahnya yang terasa bagaikan kelereng. Semakin dipaksa tertelan, semakin kelihatan betapa gugupnya Lily. "Saya nggak pernah dekat dengan laki-laki sejauh ini, Mas."
Demozza tersenyum bangga. Entah karena mendengar pengakuan Lily atau karena menemukan gadis yang jauh dari kriterianya. Kepolosan Lily membuat Demozza ingin sekali memberantas habis karakter tersebut. Demozza ingin melihat bagaimana Lily bergerak dengan tubuhnya sendiri dan memohon dipuaskan oleh Demozza.
"Kalau begitu ... akan melindungi kamu."
Lily menatap mata Demozza dengan pertanyaan yang diwakilkan oleh bibir gadis itu. "Melindungi dari apa?"
Demozza mengatur posisi mereka hingga kini dia berdiri menjulang dan Lily tetap di posisi duduknya. Gadis itu menyandarkan punggung dan memaksa lehernya mendongak untuk memuaskan mata agar tidak terlewatkan sedikitpun pergerakan yang dilakukan Demozza.
Lily sedang menikmati fantasinya yang menjadi nyata. Seorang pria bertubuh terlatih sedang menarik ujung kaus yang dipakai di depan mata Lily. Setengah telanjang adalah bagian yang lebih dari cukup bagi Lily. Namun, Demoz memberikannya lebih. Pria itu menurunkan zipper celana secara perlahan hingga Lily yakin bisa mengeja bunyinya di telinga.
Gerakan Demoz tidak ada yang gagal untuk menarik perhatian Lily. Ketika reseleting celana pria itu sudah benar-benar terdesak di ujung, Lily semakin banyak memproduksi liur di mulut hingga berulang kali menelannya kasar. Aku haus! Lily tahu dirinya sendiri sedang kehausan, tapi bukannya mencari air minum, dia justru semakin membawa pandangan ke arah kejantanan Demoz.
Aku haus. Plis, aku haus banget!
"Kamu sangat haus? Biar aku ambilkan air."
Eh? Bukankah tadi Lily menyerukan kalimat itu di dalam pikirannya sendiri?
Terlambat untuk menanyakan hal itu pada Demoz, karena pria itu sudah berjalan dengan kaki yang lepas dari celana jins miliknya. Udah lepas? Sungguh Lily terdistraksi pada gerakan bokong pria itu. Tak seperti di film yang lebih banyak menyorot bokong pemeran utama wanita, Lily jelas sangat menyukai framing bokong seorang pria yang sedang mengambilkannya segelas air.
Saat pria itu berbalik dengan seringai dan sesuatu yang menonjol dibalik celana dalam berlogo Calvin Klein, Lily baru tahu bahwa Demoz adalah pria modis yang bisa termakan iklan juga. Buktinya untuk pakaian dalam saja pria itu mengambil produk yang semakin besar namanya sejak menggunakan salah satu personel girl grup Korea Selatan sebagai brand ambassador-nya.
Untuk sesaat Lily memang menjunjung sisi pemalunya untuk menolak menatap kegagahan pria itu yang kini kembali menjulang di depan wajahnya. Mau ngapain, sih, posisinya begini?
"Kamu haus, kan, Lily?" tanya Demoz lagi.
Lily mengangguk dengan gugup. "I-iya, Mas."
"Berdiri."
Perintah pria itu tidaklah garang seperti yang biasanya manajer Bar&Stone lakukan. Namun, Lily langsung mematuhi Demoz tanpa berpikir apa-apa.
Lily menatap Demoz ragu, sedangkan pria itu tidak sama sekali.
"Mas, minumnya—"
"Berdiri, diam di situ. Saya yang akan kasih kamu minum."
Lily tidak tahu konotasi dari diberi minum oleh pria yanh hampir telanjang itu. Gadis itu memilih diam dan melihat gerakan Demoz yang meneguk air yang dibawanya tadi. Harusnya itu untuk Lily, kan?
Demoz memberikan satu gerakan cepat yang membuat Lily tak sempat mengelak—memang Lily tak ingin mengelak. Ciuman yang Demoz berikan adalah cara dimana pria itu memberikan air minum untuk Lily yang malah semakin membuat gadis itu haus.
Beginilah cara Demoz memberikan minum untuk Lily. Menumpahkan air minum dari bibir pria itu ke bibir Lily yang tidak berakhir mengobati dahaga gadis itu sama sekali. Yang ada justru Lily bisa merasakan aroma pria itu dan merasakan cairan dari mulut pria itu. Harusnya Lily merasa jijik, tapi kenyataannya tidak sama sekali.
"Lakukan apa yang aku ajarkan. Paham?" bisik Demoz memulai segalanya.
Pria itu menjamah Lily untuk pertama kali dengan cara paling halus, dia tidak membuat Lily terkejut sama sekali meski ini adalah pengalaman pertamanya. Ketika Lily merasa tubuhnya diangkat dan dibawa ke kamar pria itu, Lily merasakan desakan yang luar biasa. Kejantanan Demoz membelah tubuh Lily dan mengacaukan isi kepala gadis itu.
"Ingat ini, Lily. Ingat bahwa aku satu-satunya untukmu."
Ahh.
"Hng, Lily."
Demoz memejamkan matanya hingga bisa merasakan aroma Lily persis seperti mereka melakukannya pertama kali.
"Lily ..."
Demoz semakin menggila memijat sesuatu di bawah sana.
"Lily!"
Deru napas Demoz menggebu, kepalanya disandarkan ke dinding kamar mandi. Matanya masih terpejam merasakan sensasi dari hand job yang dirinya lakukan sendiri seraya membayangkan seks pertamanya dengan Lily.
Dia merindukan gadis itu. Selama berbulan-bulan mencari hingga bertahun-tahun, hanya ini ujungnya. Demoz yang memanjakan kejantanannya dengan tangan sendiri karena dia tak bisa melampiaskan gairahnya pada Lily.
"Di mana kamu Lily?"
***
Demozza dibuat bingung dengan rumah sang nenek yang dipenuhi dengan mainan anak-anak. Sejak kapan neneknya menikah lagi? Atau apakah neneknya diam-diam mengadopsi bayi di rumah itu? Aroma yang muncul dari rumah neneknya mendadak berubah menjadi aroma bayi dan Demozza terkejut dengan perubahan tersebut. Sesaat memasuki rumah neneknya, dia tidak mengenal Demoonel yang hobi menggunakan pengharum ruangan aroma melati lagi. Aromanya berganti dengan varian ... minyak telon? Entahlah, Demoz tidak yakin dengan aroma bayi apa pun.
"Kenapa Oma mau aku datang?" tanya Demoz dengan nada malas yang begitu kentara.
"Nggak ada yang spesial, oma cuma mau kamu segera menikah."
Dia baru menyelesaikan satu ritual di kamar mandi rumahnya dan mandi ketika sang nenek menghubunginya untuk datang ke tempat wanita tua itu sekarang tinggal. Rumah besar yang didominasi oleh halaman luas, setelah banyaknya alasan dari Demoonel tak mau tinggal di tanah airnya sendiri. Sekarang, entah hal apa yang bisa menggedor prinsip Demoonel untuk tinggal dan menghabiskan masa tua di Indonesia.
"Ada hal gila apa yang membuat Oma bisa berpikir aku akan mau menuruti keinginan Oma kali ini?"
Demoonel menaikkan bahunya seolah tak peduli dengan apa yang dikatakan berikutnya. "Oma akan mati. Cepat atau lambat aku akan mati, Ozza. Apa kamu tidak ingin seluruh yang aku punya menjadi milikmu? Atau aku bisa saja menghapus namamu—"
Gubraak!
Pembicaraan mereka terhenti karena suara gaduh dari luar pintu ruangan Demoonel.
"Eh, eh! Biarkan saja, Ozza." Demoonel menghentikan langkah cucunya yang berniat melihat.
"Kenapa? Apa yang Oma sembunyikan?"
"Tidak ada. Tidak ada." Demoonel kelihatan begitu gugup. "Kita lanjutkan pembicaraan kita saja."
Demozza tidak menuruti ucapan neneknya dan tetap berjalan untuk melihat siapa pelaku kegaduhan tadi.
Membuka pintu lebih lebar dengan kasar, Demoz tidak menemukan pelaku besar yang memecahkan guci besar dan mahal milik neneknya di depan pintu. Demoz hanya menemukan seorang anak kecil yang cara berdirinya masih agak oleng dan memamerkan gigi tak lengkapnya.
"Pap pa, pap pa."
Anak siapa ini?
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top