9 | Matryoshka
Dilihat dari mata Arlo, apa yang dilakukan oleh Aurora sangat tampak menarik. Aurora yang tengah ngedeprok di rumput dan sesekali mengacak-acak rambutnya saking frustrasi karena buku yang dibacanya. Sebentar lagi si Aurora ini pasti tak ragu-ragu untuk bergulingan di atas rumput.
Nah kan nah kan, baru juga gue batin. Gila ini cewek hiperaktifnya agak ngeri ya.
Aurora yang gegulingan di atas rumput juga tak merasa sedang diperhatikan, apalagi oleh orang macam si Arlo. Asik aja gitu dia gegulingan karena lagi frustrasi baca bukunya Peter Drucker tentang manajemen. Tugas dari ayahnya dan teman ayahnya –yang ganteng tapi udah om-om—dari McKinsey. Pasrah saja Aurora ini mulai disuruh belajar tentang manajemen perusahaan. Apapun yang membuat ayahnya bangga pasti akan dia lakukan. Mungkin dia tak bisa seperti Antariksa yang sudah semingguan ini lomba Fisika di Anadyr, Rusia. Hal yang juga disyukuri Aurora karena dia bebas membawa Shafira ke sini tanpa perasaan tidak nyaman pada Antariksa. Kakaknya itu meski tidak membahas lagi, tapi Aurora paham kalau Antariksa masih memegang teguh ultimatum untuk tidak berdekatan dengan Arlo.
Dan ngomong-ngomong tentang si kampret itu, Aurora langsung bangkit dari posenya tiduran di rumput karena sadar orang itu tadi ada di sekitaran sini. Matanya nyalang menatap mata Arlo yang duduk sekitar lima meter darinya. Nampak sedang melakukan hal yang sama, memandangnya. Aurora langsung berdeham dan mengalihkan pandangan kembali ke buku yang dibacanya. Sedangkan, nampak di depannya, Shafira sedang bermain dengan teman sebayanya mendirikan tenda dome.
Merasa diabaikan, Arlo bangkit dan mendekat ke arah Aurora. Dia rebut buku yang sedang serius-seriusnya dibaca oleh Aurora. Begitu buku ada di tangan Arlo, nampak dia membolak-balik buku itu dan nampak kernyitan halus di keningnya.
"Lo—baca buku beginian?" tanya Arlo penasaran.
Aurora mendengus lalu bangkit dan mencoba merebut buku yang kini di tangan Arlo. Dengan cepat Arlo berkilah dengan mengangkat buku itu tinggi-tinggi. Kesal, Aurora tendang saja tulang kering Arlo sampai Arlo teriak kesakitan.
"Anjrit ... anjrit," reflek Arlo lalu mengusap kakinya.
Aurora langsung merebut bukunya dan kembali duduk di rumput. Melihat itu, si Arlo sudah melayangkan tangan di udara dan seolah memukul Aurora saking kesalnya. Dengan kesal akhirnya Arlo ikut duduk dan masih sambil mengelus kakinya. Gile ini cewek tenaganya kaya matador. Anjrit nyeri, batin Arlo tak habis-habis.
Lalu mereka sibuk dengan aktivitas masing-masing.
Arlo memandang kejauhan, nampak adiknya sedang tertawa-tawa dengan beberapa anak. Sudah semingguan ini Arlo selalu pulang sekolah selalu mampir ke rumah Aurora. Menjemput adiknya. Tak ia sangka pesat sekali terapi Shafira. Kini dia sudah mau melepas masker di depan orang lain. Juga sudah mau bermain dengan teman sebayanya. Banyak hal yang tidak tersampaikan dari pandangan mata yang ditujukan Arlo untuk adiknya. Tapi dia cukup lega melihat perkembangan Shafira yang nampak lebih baik.
Semua ini berkat Aurora.
Arlo melirik gadis di sampingnya ini. Nampak figurnya dari samping dengan rambut panjangnya yang diselipkan ke kuping. Nampak struktur wajahnya yang tak akan mampu membuat siapapun berpaling. Kalau mau tahu, sedari tadi Arlo menahan diri sekuat tenaga untuk tidak tergoda menyisipkan helai rambut yang lolos dari kuping Aurora.
Arlo menahan napas gemas. Semingguan ini tak ada tanggapan sama sekali selama dia ke rumahnya untuk menjemput Shafira. Padahal sudah dia bela-bela naik mobil ke sekolah, pulang lewat depan Aurora, buka jendela, tetap saja Aurora tak minat menumpang. Dan Arlo terlalu gengsi untuk menawari tumpangan.
Tak tahan karena merasa didiamkan, Arlo menyetel musik cukup keras dari ponselnya. Terdengar lagu Snap Out of It dari Arctic Monkeys.
"Berisik," bisik Aurora. Bisikan yang cukup bisa didengar Arlo dan membuat dia terkekeh.
Aurora bangkit dan bermaksud meninggalkan Arlo. Tapi dia kalah cepat, karena Arlo sudah menarik kerah baju belakangnya dan menarik Aurora untuk mengikutinya. Aurora terseok-seok karena jalan mundur dan beberapa kali hampir terjengkang.
Asem ini cowok minta diseruduk amat sih.
***
"Lo ngapain sih bawa gue ke sini?" Aurora mencak-mencak karena dibawa Arlo ke taman kompleks. Lengkap dengan adegan menarik-narik Aurora macam karung beras.
Yang ditanya malah melenggang lalu tiduran di rumput, persis yang dilakukan Aurora di halaman belakang rumahnya tadi.
"Gue balik," kata Aurora lagi merasa tak mendapat tanggapan.
"Baca Blue Ocean Strategy, lebih gampang dipahami," jawab Arlo tiba-tiba begitu Aurora sudah balik badan.
"Hah?" sahut Aurora tak mengerti.
"Renne Mauborgnee sama Chan Kim penulisnya."
"Oh, lo ngomongin buku?" tanya Aurora lagi lalu akhirnya mendekat ke Arlo. Dan duduk di sampingnya.
"Strategi pemasaran dengan memanfaatkan pasar yang ngga dilirik sama kompetitor la—"
"Aduh udah-udah. Mabok gue. Gue belum nyampe situ belajarnya," sahut Aurora cemberut. Arlo melirik wajahnya dan seketika hatinya berdesir. Gembungan pipi itu, mirip dia.
"Lo ngapain belajar begituan?" tanya Arlo akhirnya setelah beberapa saat saling terdiam.
Aurora mengernyitkan kening, lah kepo amat ini orang, "Kenapa lo mau tahu?"
"Cewek kaya lo ngga cocok belajar kaya gitu."
Aurora melotot, "Kaya apa maksud lo?"
"Urakan," jawab Arlo pendek.
"Sibuk-sibuk amat ngurusin orang," getas Aurora langsung.
"Tempramental," sahut Arlo lagi.
"Peduli setan sama pendapat lo."
"Sarkasme, apatis, keras kepala, angkuh, arogan, galak, song—"
Wajah Aurora sudah merah sekali. Kesal pada Arlo yang seenak udelnya menilai dirinya, tidak-tidak, menjelek-jelekkan dirinya. "STOP! Wah, dewa banget lo ya seenaknya ngebacot jelekin orang. Lo kalo ngaca jangan di spion motor. Cuma keliatan muka jelek lo doang. Lo pikir lo keren apa?"
Lumayan keren sih padahal, dikit banget, batin Aurora ngaco.
"Songong, tengil, kampret, hiperaktif, sok, sombong ...," Arlo menjeda sebentar, "tapi ... cantik," pungkas Arlo dengan matanya yang langsung memandang tepat di manik Aurora.
"Orang gila," jawab Aurora lalu bangkit meninggalkan Arlo.
***
"Itu bibir kenapa maju-maju kaya gitu?" tanya Bunda yang daritadi memerhatikan Aurora memanyunkan bibirnya.
"Auk amat ah Bun, lagi sebel. Si mas kapan nyampe sih? Laper pula aku ni," sahut Aurora.
Bunda cuma geleng-geleng kepala melihat tingkah laku putrinya yang ajaib. Lalu bunda main kode mata dengan ayah. Ayah ikut geleng-geleng dan tersenyum lalu bangkit meninggalkan Aurora dan bunda.
Aurora mood-nya sedang kacau sejak sore tadi. Bunda sebetulnya agak prihatin dengan perkembangan emosi Aurora, karena menurut beliau, Aurora ini emosional sekali. Bunda menghela napas lalu mengelus puncak kepala putrinya yang daritadi hanya mengetukkan sepatunya ke lantai sambil sesekali melihat ke arah kedatangan terminal 2E.
"Kucrut, nyampe mana sih lo? Lama amat. Buruan ciptain pesawat yang bisa ngalahin kecepatan cahaya, udah ngga jaman kalahin kecepatan bunyi doang," kata Aurora dengan alat di tangannya untuk mengirim pesan ke Antariksa.
"Itu mulut nanti Bunda kuncir deh lama-lama, manggil kakaknya kok gitu," sahut Bunda yang mendengar perkataan Aurora.
"Lama Bunda, laper ...," rajuk Aurora, "awas aja begitu nyampe kutodong si mas beliin sashimi."
"Dek, nih makan dulu. Kamu rese kalau lagi laper," kata Ayah yang baru datang entah dari mana membawa bungkusan makanan.
Aurora menerima dengan malas-malasan. Ngga laper banget sih, baper aja gitu. Kesel makannya.
"Makasih Ayahku yang paling ganteng," sahut Aurora mencoba tersenyum lebar.
Ayah terkekeh melihat senyum Aurora yang kelihatan terpaksa, "Kamu duit jajannya dipotong bunda lagi? Kok mukanya kusut banget?"
"Ih aku mah sekarang udah ngga takut dipotong duit jajan. Udah kaya dari BDB kali," sombong Aurora sambil memeletkan lidah ke bunda.
Bunda mencibir, "Oh gitu ya, bagus deh kalau bisa cari duit sendiri. Saham sih dikasih ke si mas aja."
Aurora langsung tersedak burger, "Ih Bunda mah gitu."
***
Antariksa nampak berjalan dengan sebelas orang lainnya dari berbagai sekolah di Indonesia untuk mewakili beberapa lomba dalam World Atmosphere Competition. Lomba Internasional bergengsi yang selalu diadakan setiap tahunnya. Ini tahun kedua si Antariksa mengikuti lomba ini. Kedua kalinya juga dia mendapatkan juara satu di bidang Fisika.
Antariksa sudah menahan senyum melihat kelakuan bunda dari kejauhan yang merentangkan kedua tangannya. Juga wajah senyum ayah yang terlihat bangga padanya. Belum lagi wajah usil Aurora yang sudah pasti menodong duit hadiah lombanya untuk menraktir makan.
Sejak didengarnya pesan Aurora tadi, Antariksa tertawa saja. Pesan yang datang hampir bersamaan dia terima begitu dia landing. Datang bersamaan dengan pesan dari Alyn, ehm, pacarnya.
Alyn : Sayang, selamat ya. Kamu pinter banget sih, ganteng lagi. Kan gemes jadinya. Cepet pulang ya. Nanti kita tukeran piagam ya haha (lah enak amat lo, Lyn, dapet piagam juara 1). Kamu nggapapa ya dapat piagam juara 3 hehe :*
Alyn : Aku udah di Indonesia juga. Dari Thailand jam 4 tadi. Maaf ya aku ngga nunggu kamu. Nanti aku diselepet sama si Aurora kalau ketawan nungguin kamu. Ah, kalau aja kamu bisa nyiptain pesawat lebih cepet dari kecepatan cahaya, kan kamu bisa nyampe bareng aku.
Alyn : Lah aku ngoceh mulu. Udah ah, pokoknya selamat ya, Sayang. Ketemu Senin di sekolah. Istirahat ya sampai rumah. Sayang kamu :*
Begitu Antariksa tiba di depan keluarganya, langsung saja dihadiahi ciuman bunda di pipi. Belum juga sambutan tangan Antariksa yang mau salim ditanggapi. Bunda ini emang suka norak. Antariksa terkekeh saja melihat kelakuan bundanya. Setelah dibejek-bejek bundanya, Antariksa menghampiri ayah dan mencium tangannya.
"Selamat, Mas," kata Ayah dengan senyum lebar.
"Makasih, Yah," jawab Antariksa dengan senyum tak kalah lebar.
Lalu Antariksa menghampiri Aurora yang mood-nya langsung membaik melihat Antariksa. Terlihat betapa bangganya Aurora pada Antariksa. Mereka berdua melakukan gerakan tos ala mereka.
"Selamat, Mas. Pinjem sih otaknya, yah? Mabok gue belajar manajemen," kata Aurora langsung. Lalu Aurora mendekatkan bibirnya ke kuping Antariksa, membisiki, "Pesenan gue suruh bawain bule Rusia mana?"
Antariksa tertawa kemudian membuka ranselnya dan mengeluarkan sesuatu, "Nih ngga kalah keren. Bisa dipeluk-peluk."
Lalu Aurora mencak-mencak sambil memegang matryoshka pemberian Antariksa. Dipandanginya boneka berwarna merah berbentuk wajah laki-laki dengan kumis melintang.
Hih muka bonekanya tengil, kaya si Arlo kampret.
***
Haloooo, eperibadih :D
Aku kok akhir-akhir ini hilang semangat terus ya mau lanjutin nulis. Padahal udah tahu baru, tapi semangatnya kok ngga baru -__- *lahcurhat
Aku minggu depan UAS, doakan ya manteman hehe :D
Nanti setelah UAS semoga semangatnya bisa balik lagi trus bisa rajin update.
Maapin, ini partnya pendek banget. Kaya yang niat ngga niat hahaha :D
Kumau nanya dong, cerita novel yang paling kalian suka apa? Dan kenapa bisa suka sama novel itu? (Bukan cerita dari wattpad ya, tapi novel cetak)
See you, guys :*
06012016-
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top