27 | Rasa, Harus Ditebus Bagaimana?

"Sorry gue udah ngotot kemaren," ujar Amara menghampiri meja Aurora begitu kelas mulai kosong.

Aurora hanya mengangguk sekilas dan malah sibuk dengan ponselnya membuat Amara sedikit gemas. Aurora masih kesal sih sepertinya. Tapi Amara ngga menyesal juga mengeluarkan unek-uneknya kemarin. Aurora ini sedikit menyebalkan kalau sudah sok-sok berprinsip.

"Lo jadi ke Bandung hari ini?" Tanya Amara lagi yang dihadiahi kernyitan di dahi oleh Aurora. Lalu dibalas anggukan lagi. Amara mulai kesal.

Amara menarik kursi dan duduk menghadap meja Aurora. Di saat yang sama Aurora sudah akan berdiri dan beranjak meninggalkan kelas yang langsung ditahan oleh Amara. "Duduk. Gue mau ngomong," kata Amara lagi dengan nada tegas.

Aurora melepaskan tangan dengan gerakan halus dan tetap berderap meninggalkan Amara yang melongo sejenak dan tak habis pikir. Aurora mengajak dirinya berkonfrontasi juga ternyata!

"Pengecut!" Geram Amara dengan cukup sukses merasuk ke telinga Aurora.

Aurora langsung berbalik dan menatap tajam Amara dibalas dengan tatapan tak kalah sengit dari empunya. "Lo pikir lo keren dengan bersikap independen kaya gini? Childish ngerti ngga!" Ucap Amara langsung.

"Lo udah jadi Aurora yang berbeda dari yang gue kenal dulu. Anak penuh ambisi yang kurang ajarnya ngisengin  Irfan, Didi, Tora karena gangguin Disa bahkan Pak Bagyo cuma karena itu guru semena-mena nabrak kucing trus kabur. Kemana Aurora yang suaranya paling toa kalau kelasnya istirahat duluan? Kemana Aurora yang bilang jangan samakan dia sama Princess Aurora karena pasti dia mulutnya bau gara-gara udah tidur bertahun-tahun? Lo gadaikan kemana kepribadian menyenangkan lo itu?

"Kemarahan lo semuanya jadi bias. Lo marah karena lo dibohongi atau karena lo emang insecure karena lo ngga cukup bisa mempertahankan orang yang lo percaya?" Tukas Amara menggebu-gebu belum ada tanda akan berhenti.

"Everyone has their extraordinary ordinary life. Lo harus struggle buat hidup lo sendiri. Lo ngga bisa nuntut orang lain harus ngejaga perasaan lo terus, which is your brother, your family, other people you care about. Lo juga ngga bisa menarik diri dari peredaran dan hilang kepercayaan ke orang lain begitu aja. Lo ngga punya teman, jauh dari saudara lo sendiri, nyakitin nyokap bokap lo. Mikir sampai situ ngga?"

"Lo kalau cuma mau bilang 'tolong maafin Antariksa' ngga usah berbelit," sambar Aurora yang wajahnya sudah merah padam menahan amarah.

"Itu urusan lo mau maafin dia apa engga. Yang gue mau, lo maafin diri lo sendiri," balas Amara.

"Basi!" Aurora lantas pergi meninggalkan Amara yang terduduk dengan isak tangis. Sahabatnya terlepas lagi dari genggamannya.

***

Arlo gelagapan begitu dipergoki Aurora berada di balik pintu kelasnya. Tanpa banyak bicara Aurora terus melanjutkan langkah dan mengabaikan Arlo sepenuhnya.

Sejenak dipandanginya figur Aurora dari belakang yang tampak tangguh namun ternyata rapuh. Saat ini dia sedang mengalami patah hati yang hebat. Merasa disakiti oleh orang yang dia percaya, saudaranya, dia, dan kini sahabatnya. Bagaimana mungkin Aurora tak akan menjadi semakin mengabur dari dunia setelah ini.

Dikejarnya Aurora yang sudah hilang ditikungan. Penebusan dosa Arlo sudah dimulai sejak pagi di mana dia bangun tidur di hari ulang tahunnya dan menemukan goresan kemurkaan Aurora padanya. Bentuk kekecewaan yang diinterpretasikan Arlo sebagai penyaluran yang berbeda dari rasa peduli. Dan Arlo tidak bisa membiarkan perempuan itu lepas lagi.

Persetan dengan masa lalu. Arlo sudah selesai dengan itu semua. Dan saatnya Arlo membuat Aurora berdamai dengan kisah lalunya yang tak menyenangkan dan ingin menggantinya dengan kisah masa depan yang lebih baik. Pun, Arlo tidak mau menjadi masa lalu Aurora yang buruk. Kalau ada masa lalu yang harus diingat sebagai kisah yang manis, tentulah Arlo harus ada di prioritas memori Aurora.

"Halo cewek! Malam Minggu ikut abang dangdutan yuk! Om telolet Om," ujar Arlo langsung begitu langkahnya meyejajari Aurora. Sudah pasti diabaikan. Arlo pede gila aja masih cengengesan.

"Main layangan di kampung belakang deh! Makan jagung, makan jagung! Ke pasar malam cari harum manis. Gimana? Oke ngga kencan sama Mas Alo? Itu ngga hedon tuh. Bukan karena Mas Alo kere juga ya. Kan Mbak Auroro mah mureh dijajanin permen cincin aja udah seneng. Kuy lah!

"Nonton wayang di TIM? Sepedaan di Kota Tua? Mainan levitasi di Monas?"

Arlo tak habis ide, "Ah! Makan yang fancy-fancy? Bebek goreng Haji Slamet? Nasi Padang Trio?"

Dalam hati Aurora mengumpati Arlo yang tak tahu diri membanjiri dia dengan kenangan yang dulu sering mereka lakukan. Jalan-jalan di rel kereta, nonton konser Jazz, naik busway muter Jakarta sampai bego. Yah masa lalu tapi. Tempatnya di belakang.

"Bola matamu padang ilalang. Seperti sebuah sendang. Bulan nampak dari sana. Aku musafir yang ingin menyentuh bulan. Tenggelamlah aku ke dasar. Bola matamu, padang ilalang. Keren ngga Mas Alo baca puisi?"

Aurora masih melangkah dengan stabil seolah tak peduli dengan apapun basa-basi Arlo.

"Cie hidung-nya harlem shake, suka tuh suka tuh dibacain puisi."

"Shit!" Desis Aurora pelan. Mendapati di ujung jalan dari gerbang sekolahnya sudah ada Bundanya menunggu.

"Syukurlah kirain nge-shit-in gue. Lah, ke Tante Alfa dong berarti? Wah ngga tahu adat ini anak!"

Aurora melirik sekilas Arlo dengan tajam. Sekilas banget, lalu balik menatap jalan. Sayangnya tatapan itu disambut Arlo dengan suka cita. Kalau kata Arlo mah, tatapan menghunus sanubari membuat hati serasa ingin memiliki untuk diri sendiri. Sampah abis!

"Mau lo kesel, mau lo nolak sekeras apapun bodo amat, Ra. Gue suka ya mau bilang apa. Gue kejar lo sampai mau menetap di keseharian gue," bisik Arlo yang cukup dekat dengan telinga Aurora seolah ucapan itu adalah mantra yang tak ada penawarnya. Membuat Aurora tergugu sejenak.

"Halo Tante Alfa yang bibirnya merah merona," seru Arlo saat masih di tengah jalan membuyarkan keterdiaman Aurora. Lalu dia mempercepat langkah dan menyalami ibunda Aurora. Yang langsung dibalas dengan keplakan pelan di lengan Arlo. "Pakai Kylie Lip Kit ya Tant? Yang shade apa? Matte ya matte? Gloss apa metal? Uhhhhhh... cucok deh!" Lanjut Arlo-sampah-Vidar-Dewangga dengan gaya kemayunya.

Ibunda Aurora tertawa keras sekali dan Aurora melongo sejenak.

"Apa kabar kamu Ar? Masih ya suka godain Tante-Tante? Duit jajan udah habis?" Canda Tante Alfa yang ingat kelakuan Arlo yang suka iseng godain Ibu anak-anak di Gemintang kalau mereka sedang menjemput anaknya dan Arlo menjemput Shafira.

Arlo tertawa oleh pertanyaan ajaib Ibunda Aurora-yang-tak-mengganggap-dirinya-Zaininana-Septario. "Masih utuh Tan. Aku kan cari nafkah buat jajanin anak Tante makan enak. Eh dianya lagi ngambek gitu. Masa ya Tan nomor aku di blokir, Line aku juga. Emang deh cewek kekinian mainannya blokir-blokir gitu. Serem ih aku mah."

Tante Alfa tertawa lagi. Ngga paham sebenarnya Arlo ini makhluk hidup jenis apa sih kok kelakuannya receh banget. "Kamu kemaren nraktir ultah di pecel lele lagi kali makannya dia ngambek. By the way, mumpung ketemu langsung, selamat ulang tahun ya Arlo. Semoga sukses studinya biar bisa kerja di embassy-embassy atau jadi CEO-CEO tajir melintir gitu. Biar anak Tante mau sama kamu."

"Hahahaha... iya Tan, Shafira udah nyampein sms Tante buat aku. Makasih banyak ya Tante. Doain aku aja semoga nomer aku di unblock sama anak Tante. Dia yang bikin semangat sekolah soalnya."

Sampah abis! Kuping Aurora panas mendengar ocehan Arlo. Ini orang kalau ngomong ngga ada faedahnya sama sekali heran Aurora.

"Ah dia mah cuma merajuk ala-ala gitu deh. Kan dia udah nyiapin hadiah tuh di rumah. Dari beberapa bulan yang lalu. Tinggal dimasukin ikan-ikan lucu gitu."

Okay, too much information. Aurora melangkah menuju mobil dan menutup keras pintunya. Tak mau dengar lebih lanjut pembicaraan absurd mereka.

***

"Kamu kenapa sih sayang sama aku?" Tanya Alyn begitu mereka tiba di lobby apartemennya. Antariksa yang masih memegang stang sepeda kemudian menatap Alyn dengan kening berkerut.

"Buat weekend moodboster ya jawabannya?" Tanya balik Antariksa yang dijawab Alyn dengan tawa pelan.

"Jawab aja Antariksa Zaidan Septario," kata Alyn lagi.

Antariksa menyunggingkan senyum tipis, "Pilih karena kamu cantik atau karena kamu mau diajak panas-panasan naik sepeda?"

Alyn sontak tertawa. Kalau lagi ngelucu si Antariksa ini emang garing. "I wish karena aku cantik hehehe...," balas Alyn masih sambil tertawa. "Serius dong."

"Ibarat prototipe, kamu percobaan gagalku."

Alyn masih tertawa sekaligus bingung, "Apa deh."

"Harus tahu detail bagian mana yang salah. Waktuku habis buat menganalisis. Dan setelah ketemu apa yang salah, aku perbaiki dan ketika berhasil rasanya menyenangkan sekali. Perasaan awal dari sesuatu yang jarang aku hadapi."

Alyn tersenyum dengan manisnya. "Untung aku cantik juga ya. Kalau cuma karena kamu suka cewek yang mau diajak panas-panasan sampai ke Cikarang juga banyak yang mau," canda Alyn.

"Kalau kamu?" Tanya balik Antariksa yang seketika menghentikan Alyn dari sisa-sisa tawanya.

"Hmm?" Balas Alyn dengan gumaman antara kaget dan memastikan bahwa benar Antariksa bertanya balik 'kenapa Alyn sayang padanya.'

"Satu hal yang ngga akan pernah aku bantah Sa. Sejak kenal kamu, hidupku berada pada derajat kehidupan yang lebih baik dengan berbagai pasang surutnya. Dan aku ngga pernah lebih bahagia daripada ini. Halu banget memang. Tapi kamu emang seberarti itu."

Antariksa menarik senyum diam. "Terima kasih," ungkapnya kemudian.

Alyn tersenyum. "Kamu jangan irit ngomong ya nanti kalau udah di depan Aurora. Yang ekspresif kaya latihan kita waktu lihat video-nya Nash Grier gitu ya minimal."

Antariksa manyun. "Obrolan otentik kita udah kekinian banget belum?"

Alyn tertawa lagi. "Udah. Yang penting kamu jujur. Melas juga boleh. Sesekali duck face biar imut."

"Aku pulang ya. Kamu baik-baik." Antariksa bersiap naik ke atas sepeda.

"Semangat ya, Sayang. Percobaan gagal kamu yang kedua perlu in depth analysis."

***

Akhirnya Aurora kembali menginjakkan kaki di rumahnya setelah seminggu lebih menginap di rumah neneknya. Dirasakannya aura-aura yang menempel pada setiap sudut rumah ini. Ada hangat yang menyusup. Ada rindu yang menyeruak. Ada rasa yang coba disangkal mati-matian.

Aurora berderap melangkahkan kakinya ke lantai dua menuju kamarnya. Kamar yang luas dan nyaman itu serta merta menyambutnya. Jendela yang terbuka pertanda kamar itu sering disinggahi setiap harinya sekedar menukar udara melalui ventilasi. Seperti dulu saat dia tinggal di Jogja, kamar ini juga tak pernah dibiarkan tak tersentuh. Seringnya oleh tangan ibundanya.

Dan pandangan Aurora bertubrukan dengan aquascape yang sudah menunjukkan tanda-tanda kehidupan. Siapa yang mindahin ke kamar? Batinnya gusar kala melihat satu benda yang tadinya diabaikannya itu dengan di taruh serampangan di gudang. Kini, semua peralatan terpasang dengan sempurna. Tanamannya hidup. Fase sekarang adalah saatnya memasukkan ikan.

Didekatinya aquascape yang sempat dibuat dengan sangat niat oleh Aurora sebagai permintaan maaf atas kesalahan yang tak dia ketahui. Sekarang saat dia tahu bukan dia yang salah sama sekali, dia merasa sangat konyol melakukan hal ini. Dan aquascape itu terlalu berharga buat cowok itu.

Dilihatnya jam di pergelangan tangannya, dia tersenyum tipis saat merasa masih ada waktu untuk memasukkan ikan-ikan lucu yang sudah dia persiapkan jauh hari juga di akuarium yang berbeda.

Saat derap langkahnya kembali turun ke bawah. Dilihatnya satu sosok yang sangat tidak ingin dilihatnya.

***


Aquarius Septario (2017)
"Happiness is when the girl named Tsamara Fahrana will come to accompany to see The Great Wall movie."

Amara tersenyum memandang chat dari om sahabatnya itu. Yang sejujurnya masih terlalu muda untuk dia ikut-ikutan memanggil om. Mungkin dia akan mempertimbangkan memanggil Kak. Atau Bang, kalau Kak dirasa terlalu feminin.

Tsamara Fahrana (2017)
Hapiness is when you feel two world in one connection. Find someone. Who changes the way. You see the world.

Aquarius Septario
The Space Between Us? Not expected that Amara would like the kind of 'romance disguised in adventure's movie' like that.

Tsamara Fahrana
Lol. No, already bored in Matt Damon. Asa Butterfield needs more attention.

Aquarius Septario
How about marathon?

Tsamara Fahrana
What time?

Aquarius Septario
This night ofc.

Tsamara Fahrana
Udah ada janji sama Arlo.

Arius membelalakkan mata melihat satu nama muncul tiba-tiba kaya jerawat minta dipites. Ngapain itu si kunyuk ngajak janjian Amara akhir pekan begini? Ngga bisa dibiarkan. Pikir Arius ngga santai!

Aquarius Septario
Let me pick you up. There's no destination except the earth. So, be careful with your unsuitable partner. I'm Gardner Elliot.

Tsamara Fahrana
Haha aye aye. Pick me at 5pm.

Aquarius Septario
86. But, Amara...

Tsamara Fahrana
Hmmm?

Aquarius Septario
I don't wanna space between us.

Awas aja kalau si kunyuk ganggu kencan gue!

***

"Jadi maksud lo si Arang di overwhelmed sama kesalahan-kesalahan dia aja?" ucap Amara memperhatikan Arlo dengan serius.

Arlo nyengir sebentar karena pandangan Amara yang serius kepadanya langsung mendapatkan reaksi tak bersahabat dari lelaki di sebelahnya yang pura-pura memainkan ponsel nyatanya memancarkan laser lewat matanya. Lelaki yang kebetulan ada hubungan dengan obyek yang sedang mereka bicarakan.

"Iya. Tekan aja terus. Kalau perlu sampai nangis. Kalau perlu sampai dia frustrasi."

Amara agak seram membayangkannya. Apa iya itu metode yang tepat? "Sejujurnya hari ini gue ngerasa agak keterlaluan sih ngomong ke dia kaya tadi siang."

Pikiran Arlo melintas pada memori tadi siang, "It's okay. Kalau ngga digituin dia bisa ngga punya motivasi buat hidup lama-lama. Itu anak menghawatirkan. Nyimpen bom bunuh diri yang kita ngga tahu kapan bakal meledak."

Amara menerawang sejenak, "Kalau si Anta ngga berhasil ngajak dia ngobrol malam ini, gue ngga tahu apa kita bisa."

"Kita doain aja ya semoga Antariksa bisa bawa balik Aurora kaya dulu," ucap Alyn yang diamini dalam hati oleh semuanya.

"Aurora itu... kurang istimewa apa coba?" Tanya Alyn lirih. "Potensi yang ada di dia itu ngga ada yang sepele. Kalau aja dia mau coming-out pasti dia jadi lebih dari sesuatu."

Amara dan terutama Arlo menyetujui itu.

"Itu yang gue takutin Kak. Kalau dia semakin lama semakin less motivated dan ngga ngerti-ngerti kalau dia itu sesuatu dan banyak orang yang peduli sama dia."

"Tenang aja, dia pasti balik ke kita," pungkas Arlo.

***

Hello darkness, my old friend
I've come to talk with you again
Because a vision softly creeping
Left its seeds while I was sleeping
And the vision that was planted in my brain
Still remains
Within the sound of silence

Aurora menghindu aroma perbukitan yang menghampar luas di depannya. Aroma malam yang menyapanya lewat bahasa alam.

Ingin dilepaskannya simpul-simpul sakit hati dan semua beban yang memenuhi jiwanya. Pasti ada satu kunci. Aurora tahu satu kunci itu. Tapi sulit.

Ingin dilepaskannya kemarahan-kemarahan yang merajai sanubarinya. Ingin dilampiaskan pada siapa yang bertanggung jawab atas ini semua. Tapi tak pernah kuasa Aurora lakukan. Dia memilih bungkam.

Ada satu fase di mana seharusnya manusia belajar menerima dan beranjak menjadi dewasa dengan membawa serta mana masalah dan mana bukan masalah. Tapi di kehidupan Aurora, masalah-masalah itu tumpang tindih merecoki kehidupannya setiap hari. Sampai masalah itu bias dan menjadi momok yang tak ada habisnya.

Ada masa di mana Aurora merasa bisa berpura-pura. Tapi setelahnya, dia akan lelah sendiri.

Kalau ditanya, Aurora juga punya mimpi. Aurora punya lima puluh hal keren yang bisa dia lakukan setiap harinya. Punya musik kesukaan. Punya film yang sering dia putar ulang. Punya memori-memori manis yang selalu dia simpan.

Aurora hanya tak punya tempat untuk mencurahkan. Malam ini, ada keluarganya, lengkap. Tapi Aurora ingin mencurahkan rasa rindu didekap keluarga oleh dekapan angin malam saja. Karena angin malam tiada tapi ada. Tidak seperti keluarganya, yang ada tapi tiada.

***

Antariksa berdiri jauh lima meter di belakang Aurora yang sedang mendekap tubuhnya sendiri. Aurora yang terasa sangat jauh.

Satu definisi tentang Aurora yang menginjak masa remaja dalam benak Antariksa adalah : jauh. Tepatnya sejak pertama kali Aurora memutuskan untuk pergi dari rumah, setiap kembali ke rumah, dia tak pernah utuh.

Antariksa tersiksa melihat Aurora terlampau menahan diri untuk tidak merasakan sakit hati lagi. Demi Tuhan, tidak ada yang perlu diirikan seorang Aurora dari diri seorang Antariksa. Kenapa Aurora harus peduli apa pendapat orang lain tentang mereka?

Bertahun-tahun Antariksa menanyakan kepada dirinya sendiri, apa harga yang harus ditebus untuk meruntuhkan sakit hati Aurora?

Dan, unanswered question are far less dangerous than unquestioned answers.

Dan malam ini, Antariksa harus mendapatkan jawaban.

***

"Ra...," panggil Antariksa pelan sambil tangannya mengulurkan buah stroberi organik, "Beruntung pas lagi mau panen ya."

Sapaan Antariksa tak mendapat tanggapan apapun.

"Lo bakat juga tanam stroberi. Kata Pak Iman tadi, bakalan panen besar kebun kita. Mau dijual apa dibagiin ke warga desa sini aja?"

Tak ada tanggapan lagi.

Udara Bandung yang dingin sepertinya ikut mendinginkan hati Aurora.

"Gue merasa perlu menjelaskan banyak hal, Ra. Lo mau dengar atau ngga?"

Sebelum Aurora bereaksi atas pertanyaannya, Antariksa berbicara lagi, "Gue kangen lo yang dulu. Bertahun lalu, saat kita masih kecil."

"Bitterness. Resentment. Discomfort. Anger. Dissapoinment. Guilt. Shame. Anxiety. Sadness...."

"Stop," ujar Aurora lirih.

"Lampiasin ke gue sini, Ra. Asal lo mulai anggap gue ada lagi."

"... mimpi-mimpi buruk lo tentang kondisi kita, ayo diganti sama investasi kenangan yang keren."

"Hidup setiap hari untuk ada satu sama lain. Lo, gue, ayah, bunda."

"... ngga sulit, Ra. Gue yakin ngga sulit. Pertama-tama, lampiaskan amarah lo ke gue dulu. Hajar abang lo yang ngga berguna ini."

"...Ra..."

"...Ra..."

"Stop."

"...Kita gini aja. Biar ngga menyakiti satu sama lain."

Dan Aurora berderap pergi meninggalkan Antariksa yang terduduk lemas karena belum apa-apa sudah gagal berjuang.

***

Dalam tidur pura-puranya, Aurora merasakan ada tiga pasang mata yang menatapnya. Masih lirih terdengar suara audiovisual yang memutar memori masa kecil mereka. Saat mereka satu bulan, dua bulan, satu tahun, dua tahun. Ayah dan bundanya adalah kolektor investasi kenangan yang sangat baik.

Sayangnya untuk Aurora saat ini yang diinginkannya hanyalah melupakan kenangan itu untuk dan tidak ada tanggungjawab untuk memory recall yang akan membuatnya sesakit ini.

Tidak ada yang berbicara dari mereka bertiga. Ingin rasanya Aurora menekan dadanya yang sakit.

Ada keluarganya lengkap di sini. Tapi kenapa justru dia merasa tidak utuh? Sejauh apa dia membawa perasaan sakit hatinya dan membuat semua orang terdekatnya harus menjadi penganggung jawab semuanya?

Bagus, tidak hanya menjadi penjahat. Aurora sudah menjadi iblis sekarang. Iblis paling egois yang di dalam dirinya hanya berisi amarah.

"Sayangnya Bunda, kalau Adek merasa dunia sedang tidak adil pada kita. Mungkin sudah saatnya kita menengok ke bawah. Mungkin kita harus mulai mencari jawaban untuk apa dan siapa kita hidup. Akan selalu banyak hal yang kita anggap tidak adil untuk diri kita dalam hidup ini. Adek tahu gimana caranya menyikapinya? Ikhlas dan bersyukur."

"... ada Bunda, Ayah sama Mas yang akan selalu jadi support system kamu, Sayang. Jangan pernah merasa sendiri. Dan jangan pernah lupakan kalau ada Allah di hati kamu."

"Tidur yang nyenyak Sayangnya Bunda. We love you, Sayang. Have a nice dream."

Dan Aurora mengisi malamnya dengan tangisan keras dalam diam.

***

Halo... halo. Apa kabar? Hahaha. Lama tak bersua ya kita? Makin gajelas ya tulisannya wkwk. Maapin. Mungkin nanti kalau ada waktu bakal diperbaiki lagi. Ini kejar setoran akhir tahun dulu deh haha. Dua bulan amat ane kaga update Ya Allah :(

Enjoy yang ini dulu ya. Sebentar lagi kelar kok ceritanya wkwk. Bosen ngga sih ini konflik begini-begini muluk. Aku aja bosen wkwk 😂

Kalau ngga sempet update lagi sampai tahun baru, so, happy new year for all of you guys. See you on the top :3

Makasih buanyak buat yang masih setia sama cerita ecek-ecek ini ya. Kalian baik banget jadi gemash 😚

Kalau ada yang share cerita ini baik quotes ala-ala atau sekedar line dll jangan ragu-ragu buat mention aku ya (twitter/ig : nauraini) wkwk. I'll be very happy and very thank to you hehe.

Desember, 26 2016 ~

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top