22 | Hati yang Merasa Genap

Semuanya jadi kerasa ngga bener dalam rentang waktu beberapa menit kebelakang. Diawali cara brengsek Arlo dengan pura-pura jadi bajingan, seperti tiba-tiba membawa Aurora ke depan Alyn dan memanggilnya princess, juga sikapnya Aurora yang kelewat tenang menghadapi semuanya. Rasanya ngga bener banget.

Should I say thank you? Udah gitu doang? C'mon man, kalau Aurora yang dikenal Arlo selama ini adalah dia yang moncongnya bakal maju duluan dan tangannya mengepal minta bonus tonjokan, dikasih dua kesempatan minta gratisan satu. Walaupun Aurora itu jagonya panahan sama berkuda, tapi bukan berarti ngga bisa nonjok.

Nada arogansi di awal Arlo juga seketika berubah begitu Aurora kelewat tenang, atau dingin, melihat fakta yang dipaparkan di depannya. Pun, sekali lagi, tidak seharusnya dia setenang itu mengingat selama beberapa minggu terhitung Arlo mulai menghindar sikap si Aurora seperti ular dikasih garam, kloget-kloget lucu. Gedubrukan ngga bisa tenang. Kemana-mana selalu gangguin Arlo demi seucap kata. Nyatanya Arlo harus tega dan berusaha keras buat ngga goyah. Percayalah, sejujurnya Aurora itu terlalu lucu dan menggemaskan untuk diabaikan. Tapi kudu begitu. Arlo lelah main-main. Udah sore, waktunya pulang.

Tapi tadi? Sampai wajah Arlo melas minta dia ngomong juga dia ngga ada ngomong. Gimana Arlo ngga berasa ketampar bolak-balik? Aurora dan anomalinya selalu bikin dia takjub. Untuk sekarang, merasa bersalah. Untuk sekarang, merasa jadi bajingan tak ada habisnya.

Sampai beberapa menit kemudian, di saat badan Aurora yang menjauh tak tertangkap mata Arlo yang belum berkedip itu menghilang, akhirnya fokusnya kembali. Arlo lantas balik kanan, tapi ngga bubar jalan, tapi memandang dua orang di depannya yang masih punya urusan dengannya. Satu orang lebih tepatnya, satu orang lagi mungkin bakal mewakili Aurora mengambil bonus tonjokan mengingat adik semata wayangnya sudah dengan sengaja dia permainkan.

"So, ngopi di mana kita?" Arlo bertanya pada Alyn.

Alyn menghadap Antariksa dan nampak menggumamkan sesuatu yang diberi anggukan oleh Antariksa. "Kita ke perpustakaan," jawab Alyn ke Arlo lalu mendahului beranjak.

Sekali lagi Arlo melihat ke arah tikungan terakhir tempat Aurora menghilang sebelum beranjak.

***

Alyn gugup sendiri. Antariksa masih diam. Arlo menunggu.

Akhirnya Alyn angkat bicara, "Bokap sama Shafira apa kabar Ar?"

Nice ice breaking. Arlo menatap Alyn, "Gitu aja. Semuanya jadi semakin baik setelah kamu pergi."

Alyn menggigit bibir dalamnya, tiba-tiba atmosfernya terasa sedikit membuat lelah karena asupan oksigen entah hilang kemana. Untungnya dia memprediksi ini dengan baik, jadi dengan memandang Antariksa dia bisa mendapat kekuatan. So, is he her oxygen? Alyn kembali fokus, "Kamu tahu kan Ar buat alasan apa aku pergi dulu?"

Iya, Arlo tahu. Tapi dia masih tak terima. "Karena kamu ngga cukup kuat buat nemenin aku pas jatuh."

"Nggak gitu!" Alyn sontak sedikit menyentak. Dinormalkannya napasnya dengan perlahan, "Ngga gitu Ar. Aku sakit, kamu sakit. Kalau kita maksain bareng itu bakal bikin semuanya jadi ngga bener. Aku... ngga tahan nanggung semua tempramental kamu sebagai rasa frustrasi karena keluarga kamu yang ngaco. Kamu tahu kan Ar, keluargaku juga sama ngaconya. Bahkan lebih parah. Kamu ngga nyangkal itu kan? Dan sikap terakhir kamu itu benar-benar mengecewakan."

Alyn mengambil jeda sebentar, "Apa ngga pernah terlintas di pikiran kamu, kalau kita sampai sekarang maksain sama-sama mungkin aja kita udah ngga hidup hari ini?"

Arlo tersentak dengan sebuah kenyataan yang tak pernah terlintas di pikirannya. Apakah iya akan sejauh itu?

"Menurut kamu kalau sampai sekarang kita masih sama-sama, apa masa depan kaya gini yang akan kita punya? Bukan di antara drug abuses dan nunggu kapan jatah OD?"

Dulu, awal mula bencana yang membuat Alyn pergi adalah Arlo yang dengan brengseknya mencoba membawanya pada dunia heroin. Tawaran coba-coba yang berakhir kata putus. Narkoba adalah hal terakhir yang akan disentuhnya walaupun dunia runtuh di depannya sekalipun. Alyn tidak mungkin melanggar sumpahnya pada Mamanya. Mamanya pasti sedih.

"Kalau aku sama kamu masih barengan, yakin kamu kalau kita bisa mulai raih mimpi-mimpi kita yang kita omongin di saat kita waras kalau saat akhir-akhir kita keguncang masalah sedikit aja langsung lari ke rokok sama minum. Bisa, Ar?"

Arlo ingin menjawab bisa, tapi ragu setengah mati. Pertanyaan-pertanyaan yang dilontarkan Alyn bagaikan sebuah refleksi di atas jernihnya air. Semuanya tampak nyata.

"Saat akhirnya kita jauh, kita mulai jalan masing-masing, perlahan nasib baik menghampiri kan Ar? Kita ngga bisa sadar sendiri. Kita perlu orang lain buat narik kita dari jurang yang dulunya kita anggap taman bermain. Aku udah nemuin orangnya. Kamu juga mungkin sudah karena hidupan kamu juga perlahan membaik, kan?"

Arlo membenarkan. Hidupnya perlahan membaik, untuk itulah sebenarnya dia ingin meminta Alyn kembali. Berdua berbicara mimpi-mimpi bukan di antara kepulan asap rokok lagi, tapi di antara buku-buku fantasi anak-anak dan mereka akan mulai menyelami dunia utopis itu.

Dulu, tak ada yang lebih menyenangkan dari khayalan tingkat tinggi tentang taman belakang rumah mereka adalah padang rumput dengan jejeran pohon cemara dan danau seperti di Kazakhstan. Lalu kaki kecil mereka berlari-lari di antara beludru rumput. Masa kecil penuh kebahagiaan yang coba dibagi Arlo kepada Alyn lewat khayalan.

"Kamu saksi hidupku kan Ar. Dulu, ngga ada hal yang ngga aku bagi ke kamu. Seberapa sering Papaku mukulin aku sama Mama sampai ngebayangin kematian udah ngga menakutkan lagi. Sampai akhirnya ternyata Mamaku nyerah dan Papaku mati dalam keadaan mengenaskan, kamu tahu semua. Tapi penyembuhan yang kamu tawarkan itu juga sama aja kaya menegak racun Ar. Aku yang terikat janji sama Mama ngga bisa menghancurkan hidupku dengan jadi orang ngga berguna. Trauma-trauma dan sakit itu, aku juga ngga tega ngebebani kamu terus-terusan."

Semua perkataan Alyn ini, apakah sebuah penolakan untuk yang kesekian kali? Penolakan yang ini rasanya adalah penghinaan yang paling keterlaluan. Penghinaan yang dibenarkan oleh dirinya.

"Aku masih sakit, Ar. Aku masih harus berobat. Aku masih harus berjuang lagi buat terapi menghilangkan semua trauma-trauma yang sewaktu-waktu bisa datang lagi dan ngambil alih akal sehatku. Ini...," Alyn membuka lengan seragam kirinya dan menunjukkan kepada Arlo goresan tortured, "ini bukti kalau aku terkadang masih goyah, Ar."

Untuk yang satu ini, Arlo mengumpulkan suaranya. Dipandanginya goresan melintang tak karuan yang nampak nyata di sekujur lengan Alyn. Ingin disentuhnya goresan itu, tapi Alyn menarik diri. Adalah Arlo yang dulu selalu ada di saat Alyn merasa terpuruk dan menyakiti dirinya adalah manifestasi rasa sakit hati yang coba dia salurkan lewat fisik setelah perlakuan buruk Papanya. Adalah Arlo yang ikut nelangsa saat Alyn dengan bangga menunjukkan 'karya' terbaru di lengan tangannya. Adalah Arlo yang kemudian menangis melihat seberapa menderita gadisnya itu.

Mengingat semua itu bagaimana mungkin Arlo tak rela menghinakan diri untuk meminta Alyn kembali. Ini adalah upaya menghinakan diri yang terakhir. "Ayo sama-sama, Princess. Aku bisa kuat buat kamu."

Alyn langsung menggeleng sambil tersenyum penuh penghargaan, "Terima kasih banyak Ar. Once again, i'm not your princess anymore. Semua itu biar tersimpan di kotak masa kecil kita aja ya, Ar. Aku ngga akan berhenti berterima kasih buat semua yang udah kita lalui dulu. Kita bisa mulai lagi dengan berteman, tapi kalau buat pacaran lagi aku ngga bisa."

Penolakan lagi. Alyn yang sekarang terlihat seperti manusia baru dengan segala hal yang lebih memukau. Pembawaannya tenang dan dewasa sekali. Seharusnya Arlo sudah bisa menyimpulkan saat dulu dia melihat Alyn berorasi sebagai ketua OSIS dan segala prestasi-prestasi akademiknya. Alyn-nya sudah berubah. Dan untuk alasan itu, sepertinya Arlo sudah benar-benar tak ada harapan lagi. Entah kenapa sikap pecundang Arlo yang selama SMA tidak pernah mendekati Alyn dan memintanya kembali secara terang-terangan kini terbalas dengan telak. Alyn memang sudah jauh melesat di depan. Sedangkan Arlo beberapa waktu yang lalu masih ada di kondisi yang sama sejak terakhir dia diputuskan oleh Alyn.

Tunggu dulu. Beberapa waktu yang lalu. Bukankah Arlo juga sudah perlahan mulai membaik sekarang?

"Arlo." Suara Alyn membawa pikiran Arlo kembali ke permukaan. Dipandanginya kisah masa kecilnya yang saat ini harus dia lepaskan dengan ikhlas. Sudah cukup perlindungan tak kasat mata yang dia berikan selama ini. Alyn sudah bisa mandiri. Atau setidaknya, Alyn sudah menemukan pegangan sendiri. Diliriknya Antariksa yang berjarak tiga kursi dari Alyn dan sedang fokus dengan buku di depannya. Lihat Antariksa dia jadi kembali teringat pada ...., "Cari kebahagiaan kamu sendiri ya. Aku cuma bisa bantu mendoakan." ....Aurora.

***

Satu permintaan Antariksa sudah dia tunaikan. Mau Arlo masih mau nekat mengejarnya ya itu sudah bukan urusannya lagi. Tapi sepertinya tidak. Beberapa patah kata yang diucapkan Arlo tadi hanya mengindikasikan kalau Alyn memang hanya fantasi yang mustahil untuk diwujudkan. Semakin Arlo menunduk, Alyn semakin paham kalau Arlo sedang gelisah. Tapi Alyn tak mau ikut campur. Kendati tahu pasti apa yang tengah berkecamuk di pikiran Arlo.

Diamnya seorang Arlo yang biasanya selalu penuh konfrontasi tak lain dan tak bukan adalah saat dia sedang gelisah. Dan kegelisahan itu dipastikan bermuara dan mewujud pada sosok bernama Aurora. Sejak awal Aurora meninggalkan mereka, dunia Arlo seperti sudah tidak di tempat. Ada apapun di antara mereka, itu pasti bukan sesuatu yang sepele. Aurora, ternyata sedekat itu dengan Arlo.

Satu masalah lagi yang sebenarnya perlu Alyn selesaikan.

Alyn dan Antariksa berjalan dalam diam. Mereka menyusuri kelas-kelas yang sudah sepi dengan pikiran masing-masing. Alyn yakin sebenarnya Antariksa tengah memikirkan tentang Aurora. Tapi hebatnya Antariksa benar-benar terlihat tenang. Pasti cewek itu shock bukan main begitu mendapati abangnya terlibat dengan semua drama ini. Setidaknya itulah yang terpancar dari kekagetan Aurora saat pertamakali mendapati Antariksa ada di sana. Bersama dirinya lagi. Bersama Arlo pula. Hal yang paling tak pernah diprediksi Alyn kalau Aurora dan Arlo ternyata adalah dua orang yang sedang dekat, lalu akan jauh, karena dirinya.

Mampuslah, restu calon ipar terancam melayang.

Alyn jadi gelisah sendiri. Dipandanginya Antariksa yang masih santai dan tenang berjalan. Sebenarnya hubungan macam apa yang dimiliki saudara kembar ini? Alyn bingung sendiri.

"An...."

Antariksa menoleh dan mengisyaratkan tanya 'kenapa'.

"Hmm... aku perlu ngomong sama Aurora ngga?" tanya Alyn akhirnya. Entah bagaimana rasanya dia ikut bertanggung jawab dengan semua ini.

"Sini kubisiki sesuatu," kata Antariksa. Dengan bingung lalu Alyn langsung mendekat. "Kamu kalau debat bahasa inggris gayanya kaya tadi?"

Alyn mengangguk, "Kurang lebihnya. Kenapa memang?"

"Cukup mengitimidasi dan... cantik."

***

"Kamu bilang apa tadi?" tanya Alyn setelah pulih dari rasa kagetnya. Dilihatnya Antariksa yang sudah beberapa langkah di depannya. Buru-buru dikejarnya dengan cengiran yang dengan berjasa menghapus ketegangannya hari ini.

"Coba ulang sekali lagi aku mau denger. Bilang apa kamu tadi?" Alyn sudah menghadang Antariksa yang akan menaiki sepedanya.

"Mau makan apa?" Jawaban Antariksa membuat Alyn mencibir dan tak kuasa menahan tawa. Dicubitnya pelan lengan Antariksa lalu dia naik ke boncengan. Siang-siang panasnya Jakarta jadi tak begitu terasa kalau sudah di dekat Antariksa. Bawaannya adem.

Karena kejadian hari ini, mau tak mau pikiran Alyn jadi menerawang pada kejadian saat pertama dia dan Antariksa bertemu. Hari di mana jadi titik baliknya. Turning point for the rest of her life. Saat hidupnya serasa lebih mudah selama pemilik punggung nyaman itu di sekitarnya.

Juni, saat kelulusan SMP

Jep ajep ajep musik disko berdetak-detak. Pesta kelulusan yang berlanjut mabuk-mabukkan semalam suntuk adalah alternatif yang dipilih Alyn dan teman segengnya. Kurang lebih tiga belas orang teman gengnya membaur dalam hentakan musik yang memekakkan telinga.

"C'mon baby, lets high this night. Catch our freedom up," Seru Karina tepat di kuping Alyn. Alyn langsung menggila begitu ada kompor masuk ke kupingnya. Dan teman-temannya sudah sibuk dengan tubuhnya masing-masing.

Di antara manusia yang lupa diri sesaat, Alyn tetaplah Alyn. Manusia dengan personality factor dengan anxiety cukup mendominasi dirinya. Dia gelisah setengah mati waktu tiba di rumah dan tak ada satupun pelukan hangat atau ucapan selamat. Yang ada adalah, 'selamat datang ke-yatim-piatu-an'. Dan Alyn lupa, kalau sudah sejak dua tahun lalu ibunya wafat dan ayahnya mati. Hanya ada rumah bagai neraka. Lulus SMP dengan nilai bagus artinya apa?

"Besok temenin gue nyari apartemen ya, Bitch," teriak Alyn ke telinga Karin yang masih heboh menggoyangkan badannya.

Karin menganggukkan kepalanya heboh, entah menyanggupi atau masih bagian dari goyangan, "Ngga tinggal sama Tante lo aja, Njing?"

"Nope. I am a girl with 92 % self-reliance. Lagian bisa botak gue tiap hari dilarang kelayapan."

Karin ketawa keras, "Join aja sih sama si Arlo. Bisa ena-ena tiap hari, kan?" Seakan baru menyadari sesuatu, "Ups, udah mantan ya sekarang. Balikan aja gih, lo berdua kan udah kaya legenda tak lekang oleh waktu."

"Bangke, bahasa lo geli abis. Eh gue chill out dulu ya, Bitch. Kepala gue udah mulai berat. Tequilla bangke."

Karin mendengus, "Cups banget sih. Yodeh sana."

Di antara riuh puluhan manusia, Alyn benar-benar sendiri. Depannya riuh, hatinya kosong. Bahkan Arlo pun sudah pergi. Terusir oleh Alyn bersama tawaran barang haram yang katanya bisa meringankan penderitaan. Bedebah!

Berbeda dengan Alyn yang sedang mendinginkan kepala, Antariksa sedang menikmati para Bartender melakukan flair bartender dengan juggling. Aksi akrobat sebagai hiburan visual untuk menyediakan minuman di bar counter.

Antariksa sering bertanya-tanya, untuk apa sebuah hiburan malam diciptakan? Malam erat kaitannya dengan istirahat. Istirahat erat dengan kenyamanan. Kenyamanan baginya erat dengan keluarga. Dan keluarga berasosiasi dengan rumah. Jadi, sebagian besar orang ini apa yang dilakukan di tempat seperti ini?

Antariksa bukannya tak paham tentang stress release. Kata Ayahnya, stress release berarti berhubungan dengan kegiatan melepas stres. Rekreasi adalah stress release yang biasa dipergunakan orang untuk menghilangkan beban pekerjaan. Antariksa pernah membaca, kalau rekreasi berarti adalah proses untuk kembali kreatif. Jadi pertanyaannya, dari tempat hiburan yang sudah diatur sedemikian rupa begini, bisakah kreativitas itu didapatkan?

Mungkin bisa. Kalau tidak mungkin BarBus Maxi yang sering melintasi jalan protokol di Rusia dan menawarkan kenikmatan sesaat itu tidak akan pernah tercipta.

Nyatanya Antariksa cukup menikmati atraksi para bartender dalam unjuk bakat mixology ini. Teknik mencampurkan koktail yang  sudah ada sejak setelah Perang Dunia Kedua. Dan kalau ada kegiatan rekreasi berstandar, bar sepertinya adalah tempat yang ideal.

Meskipun begitu, Antariksa bukan orang yang memilih alternatif itu. Hingar bingar yang ditawarkan di sini tetap tidak bisa menggantikan rumah. Mau Om Arius bilang jangan telat nakal juga bodo amat, Antariksa tak berminat dengan kenakalan.

Dan kenapa Antariksa bisa ada di sini, untuk pertama kalinya di hari di mana dia lulus SMP alih-alih merayakan kelulusan dengan keluarga?

Tanyakan saja pada Om-nya yang lagi flirting ngga jelas dengan beberapa wanita kekurangan bahan. Tangan sudah kemana-mana. Mulutnya mengeluarkan gombalan receh. Dua hal yang membuat Antariksa mengucap ratusan istighfar dalam hati sejak tadi.

Setelah berbagai tipu muslihat dilancarkan, akhirnya Arius berhasil membawa Antariksa ke tempat ini. Katanya buat turning point pendewasaan. Nyatanya Antariksa hanya berani sejauh mencicipi perawan koktail alias moktail yang tak ada alkoholnya sama sekali.

Setelah beberapa saat cukup toleran dengan kelakuan Arius yang kampret godain cewek-cewek, Antariksa jengah juga. Dia minta pulang.

"Om, balik Om."

Arius yang dipanggil hanya menoleh sebentar dan mengayunkan tangan tanda 'don't you looking what i am doing, boy?'

Antariksa menyerah. Dia sebaiknya menunggu Arius di mobil. Sudah mulai gerah dengan satu dua wanita yang tadi menggoda dirinya. Padahal jelas-jelas tampangnya masih di bawah umur. Kalau bukan akses dari Arius mana mungkin Antariksa boleh masuk ke tempat beginian.

Antariksa sedikit kesulitan waktu mengakses jalan keluar melewati dance floor. Semakin malam semakin banyak orang yang bergoyang-goyang terus berkeringat. Bar ternyata bisa juga jadi tempat workout juga pikirnya.

Setelah sedikit berpayah, Antariksa berhasil keluar. Dia langsung menuju ke parkiran. Sayangnya mobil Arius terparkir agak jauh karena mereka baru datang sejam belakangan.

"Anjing, lepasasin gue! Bangsat lo, Babi! Aaaargh...."

Kalau bukan teriakan diakhir seperti suara minta tolong, Antariksa mungkin akan berlalu begitu saja.

"Toloooong.... Siapapun tolong gue," suara itu semakin riuh rendah berbaur dengan tawa dan ocehan tak jelas.

Dua menit kemudian begitu tahu apa yang terjadi, Antariksa tak segan menelikung tangan seseorang sampai terdengar bunyi 'krak' karena tulang yang beradu. Seorang lagi sudah terduduk kesulitan berdiri begitu dari arah belakang Antariksa menendang kakinya. Bukan perkara sulit kalau dia mau membuat orang yang sedang di bawah pengaruh alkohol itu lumpuh sementara seperti aksi Sherlock Holmes saat melumpuhkan pengikut Blackwood. Antariksa tahu betul di mana titik vital orang yang kecanduan alkohol.

Tangan orang yang ditelikung itu kemudian dihempaskan ke tanah dengan sedikit keras. Dua orang itu masih mengaduh kesakitan.

Antariksa heran kenapa dua orang dengan pakaian kerja mahal itu bisa-bisanya berbuat asusila. Akhirnya perhatian Antariksa berbalik ke si korban. Perempuan itu masih duduk meringkuk dan sekali dua kali mengusap air mata yang mengalir di pipinya dengan kasar.

Antariksa merunduk dan menyerahkan jaketnya yang dibalas dengan tatapan sinis. Perempuan itu lalu berdiri dengan susah payah dengan kaki yang masih gemetaran. Begitu berhadapan dengan Antariksa dia mendongakkan dagunya ke atas, gaya menantang, "Gue berterimakasih udah ditolong. Habis ini anggep kita ngga pernah ketemu ya. Jadi kita ngga usah kenalan," kata perempuan itu. Bau alkohol menguar dari mulutnya. Tapi perempuan itu masih atau sudah cukup sadar.

Antariksa hanya mengangguk dan sekali lagi mengangsurkan jaketnya. Si perempuan lalu tertawa sinis dan mengalihkan perhatian pada kancing kemejanya yang terbuka tiga sehingga menampakkan tank top di dalamnya. Jari telunjuk dan jari tengah tangan kanannya mengacung sudah akan memperingatkan Antariksa agar jangan melihat tubuhnya. Tapi ternyata Antariksa memang tidak melihat. Jaket yang terulur itu belum disambut dan Antariksa tetap melihat ke arah lain.

Tiba-tiba Alyn, sang perempuan, dijalari oleh rasa hangat. Self defense-nya perlahan menurun ke titik normal. Disambutnya jaket itu dan segera dipakai untuk menutupi tubuhnya. Jaket itu baunya segar. Alyn suka.

"Gue mau pulang," kata Alyn memecah perhatian Antariksa dari titik imajiner yang dipandangnya.

"Ada bawa mobil?" tanya Antariksa memandang Alyn.

Alyn menggeleng.

Antariksa segera paham, "Saya carikan taksi sebentar." Tanpa menunggu persetujuan, Antariksa setengah berlari ke sisi jalan dan menghentikan taksi yang kebetulan lewat di depannya. Begitu akan kembali memanggil Alyn, ternyata perempuan itu sudah ada di sampingnya. "Silakan," kata Antariksa sambil membukakan pintu.

Alyn masuk ke taksi dan Antariksa memutar menghampiri sang sopir. Berbicara sebentar entah apa. Lalu kembali ke sisi Alyn. "Silakan. Saya memegang identitas sopirnya jadi kamu aman."

Alyn tertawa kecil. Diperhatikannya lekat wajah laki-laki yang nampak seumuran dirinya itu masih berdiri di sisi pintu. Anak raja dari mana sih nih cowok sopan banget.

"Gue tarik kata-kata gue. Gue Alyn," katanya sambil tersenyum. Antariksa balas mengangguk tanpa berbalik menyebutkan nama. Lucu amat ih ini orang! Alyn senyum-senyum.

"Terima kasih Captain atas bantuannya," ucap Alyn kemudian. Yang dibalas Antariksa lagi dengan anggukan. "Gue boleh tahu lo sekolah di mana?" tanya Alyn lagi.

"SMP Lab School Kebayoran," jawab Antariksa yang membuat Alyn tertawa karena merasa dugaannya benar. Anak ini pasti juga baru lulus.

"Mau masuk SMA mana?" tanya Alyn lagi alih-alih menutup pembicaraan.

"Hati-hati di jalan," balas Antariksa seraya akan menutup pintu. Sudah semakin malam dan Antariksa tak begitu berminat berbasa-basi.

"Tunggu. Gue masih minta lo lupain kejadian tadi ya kalau nantinya kita ketemu lagi." Gue pastiin kita bakal ketemu lagi. Ada apa dengan hati Alyn yang tiba-tiba merasa hangat?

Antariksa mengangguk. Lagi.

"Gue bisa bales apa kebaikan lo?" tanya Alyn mulai tak mau momen ini cepat berlalu.

"Tolong jaga diri," jawab Antariksa jelas dan tegas.

"Kenapa? Lo mikir gue ngga bisa jaga diri karena gue nyaris diperkosa om-om mesum?" Alyn bertanya nyaris tanpa emosi. Kentara sekali vigilance dalam dirinya meningkat.

"Kehormatan seorang perempuan sebenarnya adalah tanggung jawab semua orang. Terlebih kalau kamu Muslim. Selamat malam."

Begitu pintu ditutup beriring dengan tangisan Alyn tanpa suara. Ucapan terakhir laki-laki itu membuat dadanya sesak secara signifikan. Kapan sejak terakhir ada orang yang begitu menyentuh hatinya sejak hatinya mati bersama jasad Mamanya saat masuk ke liang lahat?

Di antara tangis Alyn, dia menyadari satu hal. Lelaki sopan itu, secara halus telah membawa hatinya kembali merasakan sebuah perasaan hangat.

Terkadang cinta tumbuh dengan cara yang amat ganjil. Tapi begitu menyapa, keganjilan itu akan menggenap dengan sendirinya.

Dan Alyn benar jatuh cinta sejatuhnya. Hangat hatinya adalah perasaan yang dia rasakan saat Mama memeluknya, saat Arlo mengajaknya bicara tentang mimpi, saat teman-temannya tertawa bersamanya. Apa iya, hanya dari satu orang semua perasaan itu bisa genap?

Iya.

Itu jawaban Alyn pasti saat dia memandang punggung Antariksa dari boncengan sepeda.

***

Aku boleh ketawa dulu ngga? Astaga, kalian warbyasah sekali di part sebelumnya. Sampai sekarang aku masih suka ngakak sendiri kalau baca komen. Ckckck, segitu kampretnya ya Mas Alo di mata kalian? Hahaha 😂

Part ini Mbak Auroro ngga keluar dulu ya. Part depan baru deh konfrontasi hatinya dimulai. Gakdeng. Mbak Auroro setrong kok 😋

Jangan di skip ya part ini mentang-mentang Mbak Alyn yang banyak nongol hahahaha 😆

.
.
.

Happy break fasting guys 😊 Selamat berbuka dengan senyuman Mas Antar ahai 😃

Juni, 21 2016 ~

.
.
.

Berhubung banyak yang sering mengeluh tidak bisa mengakses cerita Auriga jadi mungkin aku akan publish ulang. Maaf ya nanti kalau nyepam notifikasi kalian 😊

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top