20 | Spekulasi Membingungkan
Arlo beneran ngga ngerti apa motivasi Aurora berbuat hal-hal bodoh belakangan ini. Oh gini, sepertinya Arlo yang goblok sih. Iya emang, goblok banget dia. Setelah berbulan-bulan bareng kaya Upin-Ipin, Tom-Jerry, Woody-Buzz, Shaun-Blitzer, Sulley-Mike atau Sule-Andre (?), Mario-Luigi, Spongebob-Patrick dan yang fenomenal, Dora-Boots. Lah yang jadi monyet siapa? Aurora lah ya?
Arlo ketawa sendiri, ketawa miris. Intinya selama hampir setengah tahun, hidupnya selalu ada Aurora di mana-mana. Mau teman belajar panggil Aurora, mau teman makan samperin Aurora, mau teman main samperin Aurora, mau teman bergadang chatting sama Aurora, mau teman berantem Aurora jagonya. Apalagi yang belum? Oh, mau teman rasa pacar? Pepetin Aurora!
Saking nempelnya kaya kulit sama daki, Arlo sekarang sudah lupa rasanya hisap-hisap racun yang dulu akrab dengan kehidupannya, rokok. Sudah lupa rasanya mojito, vodka, margarita, martini, cuba libre, bloddy marry, cosmopolitan atau cocktail lain yang selalu menyenangkan saat dia bereksperimen.
Sekarang Arlo akrabnya ya sama sajadah, peci, teh botol, susu coklat, Shafira, Tante Alfa dan juga... ayahnya. Ya, Arlo saat liburan kemarin berhasil bertemu ayahnya. Ceritanya panjang, intinya ayahnya akan kembali dengan caranya sendiri.
Kehidupannya perlahan membaik. Bagaimana dia saksikan dulu Aurora menangis waktu dia menceritakan dia benci ruang sempit adalah karena saat Shafira dulu berulah Arlo tak segan menguncinya di kamar mandi dan suara jejeritannya yang masih menghantui Arlo sampai sekarang. Di akhir cerita, Aurora sukses mencubiti Arlo sampai biru semua.
Tak ada yang tak diketahui Aurora tentang Arlo. Kecuali satu hal.
Aaralyn Feristya Amarylis.
Mungkin Arlo tetaplah Arlo yang brengsek. Dan setelah dia yakin ini saatnya, Arlo harus mempersiapkan diri kalau setiap melihat dia nanti, yang ada di benak Aurora hanya sumpah serapah paling keji.
Arlo bersimpuh di dekat sofa dengan pemandangan Aurora yang tertidur dan DVD yang masih menyala. Tak terganggu suara-suara tembakan di dalamnya.
Tiga minggu sejak pertama Arlo tak membalas pesan-pesan Aurora. Sejak pertama Aurora datang ke apartemen mengantar Shafira, sejak Arlo berpelukan dengan Kiki cewek gadungan. Sejak kejadian-kejadian itu sampai sekarang Aurora masih tak lelah-lelah mencoba mengajak Arlo bicara. Dari mulai menghadang Arlo dan ngajak baik-baik, teriak-teriak kaya orang kesurupan, mengerahkan bala bantuan anak Nusapacita yang senang hati merusuhi mereka sampai datang ke apartemen hampir setiap hari bawa sogokan kaya snack, masakan Tante Alfa, masakan dia, DVD baru, tiket konser jazz. Sampai ngeberantakin apartemen saking marahnya dia karena Arlo ngga ada menanggapi dia sama sekali. Besoknya, dia datang lagi dan menghadang Arlo di depan pintu kamar sambil cengar-cengir.
Udah ya Auroro, berhenti. Tolongin gue. Apa metode paling efektif biar lo nanti ngga sakit?
Tidak membiarkan dirinya yang memiliki keinginan sangat kuat untuk sekedar menyentuh ringan Aurora, Arlo langsung bangkit dan menuju kamar. Pintu dibuka lebar dan... BLAM... pintu ditutup sangat keras sampai si Aurora terjengkang dari tidurnya. Arlo sengaja. Cuma itu cara yang bisa bikin Aurora pulang.
*
"Kusut mulu ah lo Rang, kaga asyik banget sih. Masih Arlo lagi?" Tanya Amara sewot melihat Aurora yang kepalanya nempel meja melulu.
Aurora mengangguk, "Ngantuk gue. Semalem balik dari apartemen dia jam sebelas. Ketiduran gue. Mana dibantingin pintu lagi. Lama-lama kok gue menyedihkan ya, Sam."
Amara mencibir, sudah berkali mengingatkan kalau Arlo itu sakit jiwa. Ngapain coba susah-susah ngajak ngomong orang yang ngga mau diajak ngomong? Kalau dia butuh nanti juga datang sendiri. Tapi emang dasar Aurora semprul, katanya dia penasaran dan takut kalau dia yang punya salah. Yowis, terserah.
"Udahlah Rang, berhenti lo kaya gini. Terima banget lo di permainkan Arlo kaya gini. Cukup ya usaha lo buat baik-baikin dia. Sekarang lo kasih dia waktu buat mikir apa lo cukup penting buat dia atau nggak. Kalau lo penting, dia yang bakal datang sendiri nanti. Mana sih prinsip lo yang wanita itu takdirnya buat dikejar bukan mengejar? Kalimat seksis yang sebenernya ngga relevan lagi buat sekarang," secara gue juga nyatain duluan perasaan gue ke kembaran lo, "cuma gue akan setuju daripada lo kaya orang bego begini. Please ya Rang, lo kelihatan menyedihkan banget."
Aurora makin luglai, "Gitu ya?" Matanya ikutan meredup memutar kilas balik selama dua minggu berkelakuan konyol demi sepatah kata dari seorang Arlo. "Tapi... Sam, ngga bener banget perasaan gue kalau belum denger dia ngomong kenapa dan ada apa. Itu orang emang minta ditampol bolak-balik sih bikin gue kaga nyenyak tidur belakangan."
Keduanya diam di antara riuhnya kelas di jam istirahat. Selesai salat Duha keduanya memilih balik di kelas, snack-nya masih utuh. Aurora kalau ngga stabil gini nyebelin banget di mata Amara. Gimana dia mau nyoba buat kasih pemahaman tentang Alyn, coba? Amara kan kepalang janji mau bantuin.
"Sam..."
"Apa?"
"Apa menurut lo gue jatuh cinta ya?"
Amara gregetan, "Lo mending iris kuping gue dah Rang kalau lo masih aja bego nanyain begituan. Dari dasar Samudera Hindia juga keliatan kalau lo itu suka sama Arlo. Dasar ya jomblo menahun!"
Aurora tak menggubris cerocosan Amara selanjutnya. Jadi benar dia jatuh cinta?
*
Amara akhirnya ikut ke rumah Aurora sepulang sekolah. Agak khawatir dengan emosi Aurora yang beneran lagi ngga stabil karena stress mikirin Arlo. Seharian di sekolah aja udah beser-beser padahal ngga banyak minum. Tipikal Aurora kalau lagi banyak pikiran.
Begitu ganti baju dan makan siang dan basa-basi dengan bunda Aurora, Amara mengikuti Aurora ke kamar.
"Jangan baring dulu ih baru kelar makan. Kena diabetes lo ntar," mulai deh Amara nyap-nyap begitu melihat Aurora posisi siap tidur di kasur.
Aurora langsung bangkit kalau tak mau diseret-seret Amara untuk bangun. Dia menghampiri akuarium kecil berbentuk kaca bulat yang ada di pojok ruangan. Isinya ada rainbow fish. Yah, galau lagi dah si Aurora.
Amara yang lagi chatting sama Antariksa mengikuti langkah Aurora sampai dia ngedeprok di samping akuarium. Dia jadi ikutan stres lihat Aurora begini. Serius lah, bukan Aurora banget yang sendu-sendu menye begini. "Dah lah, goreng aja itu ikan. Timbang begitu doang bikin galau."
"Enak aja. Lucu tau Sam ini ikannya. Dulu gue sama itu anak ngga sengaja lewat di tempat jualan kelinci gitu, karena kelinci gue udah banyak akhirnya dia beliin gue akuarium. Kenapa dari dulu gue ngga kepikiran ya buat naruh di kamar. Kan jadi berasa ngga sendiri kalau ada makhluk hidup lain." Aurora mulai ikutan ngoceh.
"Seruan makhluk halus lah kaya Casper. Bisa disuruh-suruh," Amara menimpali.
"Bae-bae lo ngomong. Disamperin yang halus-halus beneran pipis di celana lo," balas Aurora.
Amara mana percaya dengan hal kaya gitu. Tapi daripada bantah si Aurora mending diiyain aja. "Trus itu tadi lo beli pupuk di toko ikan buat apa?"
Aurora menepuk dahinya, "Ah iya untung lo ingetin. Mau mulai desain aquascape lagi. Gue ke bawah ya. Lo mau ikut apa di sini?" Tanya Aurora buru-buru bangkit.
"Buat si Arlo?" Tanya Amara keceplosan. Lalu dia membekap mulutnya. Itu kan nama keramat saat-saat begini.
Aurora memilih tak menjawab dan jalan ke pintu diikuti Amara. "Coba gih Rang dikasih ena-ena. Kali mempan."
Aurora mendelik dan digeret rambut panjang Amara sampai dia teriak kesakitan.
*
Melihat Aurora yang sedang sibuk dengan mainan barunya, Amara memilih melipir ke perpustakaan. Ketemu Antariksa syukur sekalian dia mau ngomong sesuatu, ngga ketemu ya berarti dia masih harus menjaga jarak, biar ngga baper.
Ternyata ada Antariksa di perpustakaan. Masih ganteng.
Amara berdeham pelan menyadarkan Antariksa yang sedang menekuri sketch book dengan pensil dan penggaris. Antariksa mendongak dan menemukan Amara di sana, lalu senyumnya terbit. Amaranya lemes. Lumayan banget sih disenyumin Antariksa di siang menjelang sore yang masih panas. Adem gitu bawaanya.
Antariksa memberesi peralatannya dan mengisyaratkan Amara untuk duduk. "Minum, Mar? Mau es krim?" Tanya Antariksa begitu Amara duduk di sampingnya.
"Boleh An, seger juga panas-panas es krim."
Antariksa bangkit dan mengambilkan cup es krim matcha di kulkas mini samping PC dan menyerahkan kepada Amara dan mengambil es krim coklat untuk dirinya. Ngerti banget segala yang berbau matcha kesukaan Amara.
"Kemana aja Mar ngga pernah kelihatan?" Antariksa membuka percakapan sambil menyendok es krimnya. Perhatiannya terpusat ke perempuan yang sekian lama menjugkirbalikkan dunianya. Boleh jadi sampai sekarang.
Amara tersenyum tipis setelah merem-merem ngerasain enaknya es krim matcha yang lumer di mulutnya. "Ini es krim juara banget, An. Beli di mana?" Tanya Amara balik salah fokus. Sengaja sih sebenarnya. Yakali dijawab, kalau ketemu lo terus kapan gue bisa move on? Kan ngga lucu.
Bukannya membalas jangan balas pertanyaan dengan pertanyaan malah terkekeh kecil, "Nyokap sama si Ara yang bikin. Nanti bawa aja."
Amara sumringah, "Tante emang the best. Si Arang galau-galau masih bisaan produktif begini."
Antariksa menyipitkan mata sekejap, "Galau kenapa? Arlo?"
Amara mengangguk. Karena Aurora sudah menceritakan kepadanya kalau Antariksa sudah tahu perihal Arlo, mungkin ada baiknya kalau dia dan Antariksa bekerjasama bantuin Aurora keluar dari belitan kegalauan. "Aurora ada cerita sama lo ngga Arlo kenapa?"
Antariksa menggeleng, "Dari pertama gue nyinggung tentang Arlo dia ngga ngelanjutin omongan apapun."
"I see. Mungkin karena si Arang ada feeling lo ngga terlalu respek sama dia. Ehm... gue boleh tahu kenapa An? Kayaknya makin kesini hubungan kalian makin sulit gue pahami. Kenapa justru hal krusial di usia kita kaya gini malah ngga ada keterbukaan tentang itu."
Antariksa menggembungkan pipinya tanda berpikir. Aurora bilang suka ekspresi Antariksa lagi begini. Amara? Lumer barengan es krim yang masuk mulutnya. OMG. "Tentang apa?"
Amara menatap Antariksa tepat di matanya, "Cinta." Dan atmosfer tiba-tiba menjadi aneh. Amara segera mengambil alih kesadarannya dan memilih fokus memakan es krim-nya. "Lo belum jawab pertanyaan gue An. Gue boleh tahu ada masalah apa lo sama Arlo?"
"Dulu, waktu Alyn ngedeketin gue si Arlo nyamper dan kasih peringatan biar ngga deket ke Alyn."
Amara kaget sampai suapan es krimnya berhenti di udara. "Hah? Kenapa jadi Kak Alyn? Arlo ada hubungan apa sama Alyn?"
Antariksa clueless, "Alyn belum mau cerita. Sepertinya mereka punya masa lalu."
"Masa lalu yang belum kelar gitu?"
Antariksa mengangguk. Dan Amara membekap mulut.
Wajah Amara sudah mengeras, "An, lo sadar ngga sih lagi main-main sama bahaya? Kalau lo tahu dari awal kaya gitu kejadiannya kenapa lo ngga bilang sama Arang sih? Lo naif atau gimana sih An? Lo ngga curiga si Arlo ada motif ngedeketin si Arang sedangkan dia masih ada masa lalu sama orang lain yang belum kelar dan kebetulan orang itu adalah pacar lo yang notabene-nya adalah saudara kembar cewek yang dideketinnya total banget kaya orang pacaran?" Amara mengambil napas sejenak, "Lo gila, An. Lo jahat."
"Amara dan sifat meledak-ledaknya," tukas Antariksa santai.
Amara tak menanggapi sama sekali, "Lo ngga ngerti kan apa yang dilakuin si Arang minggu-minggu terakhir gini? Lo ngga ngerti gimana dia nyaris kaya orang linglung karena orang bernama Arlo-yang-kebetulan-ada-urusan-sama-cewek-lo-dan-kembaran-lo tiba-tiba jadi aneh karena entah apa."
Antariksa meletakkan cup es krim yang sudah habis dan kembali memandang Amara, "Semua orang punya fase yang harus dijalani dirinya sendiri. Mau orang lain campur tangan ngga akan berpengaruh banyak. Itu yang gue lakuin ke Aurora. Arlo atau Alyn ada masalah apa itu bukan urusan gue."
Amara memejamkan mata sejenak dan menghembuskan napas frustrasi, "Lo tahu An, kalau sampai ternyata Arlo niatnya ngga tulus ngedeketin si Arang, hubungan lo sama dia pasti kena imbasnya. Kurang-kurangin lah cuek lo. Juga cuek lo ke Kak Alyn. Dia pengen jadian sama lo bukan cuma karena pengen sebuah status tapi karena dia butuh orang yang bisa menganggapnya spesial. Dia udah berkorban banyak buat seorang Antariksa. Kapan lo berkorbannya?"
Antariksa tak menjawab apapun. Akhirnya Amara angkat bicara lagi, "Kalau sampai apa yang gue takutin terjadi, lo yang bakal gue hajar pertamakali." Lalu Amara berderap pergi.
*
If we have some mass, m,
And it is moving some velocity
Lets say the magnitude of the velocity we said is v
We know that this object right over here has a momentum
.
.
.
Where we talk about translational momentum
And one way to think about it is
"Well how hard is it to stop this thing?"
Well, how hard is it to stop this thing?
...how hard.
...to stop.
Antariksa yang tengah menyenderkan tubuhnya di headboard sambil memegang ponsel yang tengah menayangkan sebuah channel YouTube dari Khan Academy tentang Angular Momentum. Jadinya reflek menekan tombol pause saat sebuah line memenuhi pikirannya. Mau tak mau dia teringat dengan percakapan dengan Amara sore tadi.
Lalu pikirannya melayang.
"Ada urusan apa Aaralyn sering nyamperin lo?"
Antariksa yang sedang mengambil sepedanya di parkiran melirik sekilas orang yang datang tak diundang mengajaknya bicara, atau menodongnya bicara.
Antariksa memilih tak menjawab. Antariksa tak merasa kenal dengan orang itu. Cowok jangkung dengan penampilan baju acak-acakan.
Begitu Antariksa berniat menaiki sepedanya, stangnya ditahan. "Bangsat, gue lagi ngomong."
Antariksa tak menggubris dan berniat tetap melanjutkan perjalanan. Stang sepedanya semakin kuat ditahan. Akhirnya Antariksa menyedekapkan kedua tangan dan melihat cowok itu sepenuhnya, diliriknya badge di seragamnya. Arlo Vidar Dewangga. Kelas X, sama dengan dirinya.
"Taik. Ternyata lo." Arlo mundur selangkah begitu matanya tertuju pada badge nama Antariksa. Saat itu keduanya masih murid baru, jadi memang belum banyak kenal satu sama lain. Khusus dua cowok yang saling melempar tatapan itu, perkenalan mereka dengan cara yang berbeda.
Antariksa menyipit, apa maksudnya ternyata dia?
"Anjing. Obsesi banget si Alyn ngejar lo sampai ke sini."
Alyn, siapa?
Oh! Mungkin cewek yang sejak MOS hari pertama ada saja tingkahnya mendekati dirinya. Cewek yang kalau dia tak salah ingat pernah ditolongnya dari gangguan om-om di klub saat riuhnya farewell party anak SMP golongan elite mayoritas.
"Silakan balik kanan dan jauhi Alyn."
Siapa dia berani suruh-suruh?
Antariksa gerah. Sebagai jawaban dia cuma mengedikkan bahu. Belum sampai kedua sisi bahunya kembali ke posisi semula, dia sudah terjengkang bersama sepedanya dengan sudut bibir yang berdarah.
Lalu memori Antariksa membawanya pada sebuah momentum yang lain. Setiap malam adiknya yang pulang dibonceng sebuah motor dan senyuman tiga jari yang tak habis sampai membuat dia semangat berdiskusi tentang progress belajar manajemen dengan ayahnya. Juga absennya yang cukup sering saat makan malam dan bundanya bilang Aurora diajak makan temennya.
Setega apa dia harus memberikan ultimatum tak berdasar dari sebuah interaksi yang jelas disukai adiknya? Terlepas dulu, untuk pertamakalinya dia sudah memberi peringatan kecil. Terlepas dari apapun motif Arlo mendekati Aurora, Antariksa yakin kalau adiknya bisa menghadapi dengan caranya sendiri.
Dengan kemungkinan terburuk sekalipun.
Gue ngga harus ngapa-ngapain buat lo kan, Ra?
Antariksa menutup aplikasi video lalu membuka aplikasi chat.
Antariksa : Mar, lo jangan marah. Kasih solusi gue harus apa biar lo lega.
Beberapa saat tak ada balasan, Antariksa hanya memainkan ponsel dengan ibu jari dan telunjuknya dengan pikiran melayang kemana-mana. Sejujurnya dia kesal, mungkin kalau sedari awal dia tetap pada prinsip untuk fokus saja pada sekolahnya kerumitan seperti ini tak akan menghampirinya.
Cuma yasudahlah. Mungkin ini memang fasenya. Mungkin ini kejadian karena memang harus terjadi. Mungkin memang Alyn butuh dirinya.
Antariksa : Hei, udah tidur?
Tak lama ada balasan.
Alyn : Hei, belum. Tadi udah pamitan perasaan. Kenapa chat lagi?
Antariksa : Gpp. Lagi apa emang?
Alyn : Iseng aja lagi ngobrol sama tobby. Ngomongin kamu.
Antariksa : Kenapa ngomongin aku?
Sekarang ya, Antariksa mengikuti tone Alyn ber-aku-kamu.
Alyn : Tobby bilang kamu baik udah mempertemukan dia sama aku katanya.
Tobby itu nama kucing persia yang diberikan Antariksa untuk menemani Alyn di apartemen. Walaupun dia sebenarnya lebih berharap Alyn mau tinggal dengan tantenya saja. Kerumitan keluarga Alyn belum berani diusik oleh Antariksa. Dia niat membantu apapun yang Alyn butuhkan. Alyn butuh sebuah rasa aman, Antariksa akan coba berikan. Pelan-pelan sampai dia menciptakan rasa nyaman untuk dirinya sendiri.
Alyn ingin dicintai? Untuk yang satu ini Antariksa belum mampu memberi kejelasan. Atau belum mau? Atau tidak mampu?
Antariksa : Kalau kamu di rumah tante, aku bisa kasih kamu kelinci yg banyak.
Alyn : Masih usaha mas 😛 aku oke di sini, Sayang. Beneran deh. Kamu sama tante kenapa jadi kompakan banget nyuruh aku pindah deh? Eh ternyata bener ya spekulasi aku.
Alyn : Kalau sama yg ibu-ibu kamu jadi ramah ngga sok-sok cuek gemes gitu.
Alyn : Aku kudu dandan tante-tante apa? Biar kamu ramah unyu terus? Yang merah-marah pipinya kaya pas dibilang ganteng. Gemesh amat aku 😚
Antariksa : Dewasa dikit juga kamu keliatan tante jalan sama brondong.
Alyn : ih cuma 2 tahun ya kita bedanya 😬 eh ciye, berarti mau banget ini jalan gitu kita sampai dewasa? Uhuy 😶
Antariksa : Kamu harus pinter berarti. Aku gak suka cewek bodoh.
Alyn : Iya loh masnya, aku belajar terus ini. Eh yang, kita belum ngobrolin masa depan nih.
Antariksa : Apalagi itu?
Alyn : Santai kali. Masa depan kelar SMA kok. Bukan masa depan mau nikah kapan hahahaha
Alyn : Besok yuk omongin. Sekalian nonton hehe
Antariksa : Bisaan ya
Alyn : Bisa dong 😄 ya ya ya?
.
Amara : Gue ngga marah. Gue cuma berharap ngga ada pihak yang tersakiti aja. Ngga juga pihak yang saling menyalahkan atau disalahkan. Komunikasi selalu penting, An. Gue harap lo bisa kelarin semuanya. Karena di sini lo yang paham semua kondisinya. Jangan menunda karena mikir semua bakal baik-baik aja. Feeling gue ngga enak.
Antariksa : Thanks sarannya. Besok gue ngobrol sama Alyn.
.
Antariksa : Boleh. Sekalian ada yg mau aku bicarain.
Alyn : Anything for you babe :*
*
Aurora masih sibuk dengan aquascape-nya. Sudah jadi delapan puluh persen. Tinggal besok beli ikan sama pasang filter. Diamatinya tananaman yang tersusun keren seperti Water Wisteria, Java Moss, Lilaeopsis, Amazon Sword, African Water fern, Java Fern dan Anubias Nana.
Gue kasih beginian itu orang kaga luluh juga gue cipok dah lama-lama.
Aurora sebenarnya banyak berspekulasi tentang diamnya si Arlo. Apa karena dia frustrasi ngga ketemu-ketemu sama ayahnya? Frustrasi karena udah ketemu ayahnya tapi ngga diakuin anak? Frustrasi karena ROE hotelnya terus menurun? Frustrasi karena Aurora ngga peka, padahal Arlo suka dia? Lah, kok PD amat, Ra?
Ya habis apa dong? Sampai niat banget bikin Aurora jealous dengan dia peluk-pelukan sama kakak kelasnya yang dempulnya tebel amat.
Frustrasi karena gue ngga mau diajak pelukan sama ciuman?
Ya elah nembak aja belum, jadian aja belum yakali Aurora mau dipeluk-peluk dicium-cium.
Coba gih, tembak dulu napa. Boleh deh nanti dapet pelukan dikit. Ciuman mah entar kalau udah halal. Atau bolehlah dikit cium dahi biar kata romantis gitu.
Lah, ngarep Ra?
Iya gue ngarep iya. Masalah?
***
Tadinya bingung mau bikin notes apa. Hahaha lama ngga nulis berasa canggung banget. Mungkin part ini kaya kurang ngefeel ya? Kerasa memang kurang enjoy aku nulisnya. Atau bahasanya juga keribetan ya? Maafkan :(
Yang besok SBMPTN jangan galau-galau kaya Aurora ya hahaha. SEMANGAT KALIAN DEDEK-DEDEK GEMESKU. SEMOGA MENDAPAT HASIL TERBAIK AAMIIN :') JANGAN LUPA DUIT YA DUIT. DOA, USAHA, IKHLAS DAN TAWAKAL HEHE :D
Semoga part depan lebih baik lagi :')
Mei, 30 ~
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top