12 | Awkward and Beautiful

Saat sedang menuju kantin melewati lapangan upacara, Aurora dan teman-temannya dikejutkan oleh orang-orang yang sedang berkerumun di sana. Cuek saja saat Aurora akan melenggang melanjutkan langkah, tangannya ditarik oleh Amara menuju ke arah kerumunan.

"Apaan sih, Sam!" seru Aurora kesal.

"Mau liat itu dulu, Rang."

"Aelah, laper gue."

Tak menghiraukan aksi protes Aurora, Amara tetap memaksanya. Begitu sampai di kerumunan baru tahu mereka kalau sedang ada adegan 'penembakan' di sana. Obyeknya adalah ketua OSIS mereka.

"Hih, norak!" cetus Aurora spontan saat melihat seorang cowok yang merupakan anak kelas XII sedang berlutut di depan Alyn sambil membacakan puisi entah buatan siapa sambil mengulurkan bunga. Di belakangnya ada banner bertuliskan 'Would you be My Girl, Aaralyn?' yang terhubung dengan balon udara.

"Halah bilang aja lo sirik," sahut Ester teman sekelasnya.

"Idih ngapain," sahut Aurora lagi.

Kembali Aurora memfokuskan pada gerak-gerik di depannya. Teriakan riuh rendah antara mendukung 'terima-terima' dan ada juga yang mendengus kesal, pasalnya Raymond -anak kelas XII tersebut- adalah kapten basket idola seluruh cewek di sekolahnya, minus dirinya yang pasti, ehm, dan mungkin juga Aaralyn. Karena baru saja Alyn menolak Raymond dengan gelengan yang tegas tapi penuh permintaan maaf. Dan lagi-lagi suara bagai tawon keluar dari sarang menghiasi kerumunan itu.

Akhirnya Aurora yang sedari tadi memang tak minat melihat langsung memisahkan diri dan gantian menarik Amara pergi buat ngasih makanan anak mereka di dalam perut, cacing-cacing unyu. Sekilas Aurora melihat ada Antariksa sedang bersandar di tembok sambil menyedekapkan tangan memandang ke arah kerumunan. Mengernyitkan dahi sebentar, lalu Aurora kembali fokus berjalan.

"Mampus dah Kak Raymond, udah kaga dapet si Kak Alyn, masih harus beres-beres sisa-sisa confetti yang berantakan di lapangan," ujar Dona yang baru saja datang dengan teman Aurora yang lain selang 10 menit Aurora di kantin.

"Iya, sombong banget Kak Alyn itu, apa coba kurangnya Kak Raymond gue?" kali ini Tata yang bicara. Aurora masih khusyuk memakan siomay kuahnya tapi masih bisa mendengar percakapan teman-temannya itu.

"Plis deh Ta, apaan itu maksudnya 'Kak Raymond gue'? Dia milik bersama kali," Ester langsung protes. Panjang pasti kalau si Ester ini mulai bicara, udah kaya burung murai peliharaan ayah. "Emang dah Kak Alyn itu buset dah, songong tapi ngga songong. Baik sih orangnya, pinter lagi. Udah ketua OSIS, baik, cantik, pinter. Dia tuh alfa female banget, kalau dia lagi mimpin rapat OSIS gila aja semua mata ngga ada yang kedip, ngga cewek apalagi cowok. Tau deh tuh yang cewek-cewek maksudnya iri atau kagum. Kalo gue sih jujur aja iri, berasa Tuhan ngga adil kalo udah depan dia tuh. Kalo cowok-cowok sih jelas pada mupeng." Benar kan, Ester yang kerja sampingan sebagai penyiar radio ini emang sukanya prepetan ngga kelar-kelar. Aurora sudah berkurang selera makannya.

"Huh, cewek cantik mah bebas ye," kata Dona lagi.

Tata ikut-ikutan, "Tapi Kak Raymond kurang apa coba? Tajir iya, ganteng apalagi, ketua basket."

"Kurang ngotak kali," sahut Amara tak pakai mikir. Reflek aja gitu.

Ester langsung melotot, tak terima idolanya dibilang kurang berotak. "Dia pinter tahu. Ya ngga pinter-pinter banget sih, standar aja kalo pelajaran. Ngga pinter tapi keren gila mah sah aja. Mana lagi coba anak IPS yang auranya sekeren Kak Raymond ini?"

"Hhhh ...," Tata mendesah keras. "Eh, paling-paling Kak Alyn udah punya cowok kali. Lagian mana mungkin cewek secantik itu nganggur."

"Iya juga sih, bener-bener. Gue yakin dia udah punya cowok makannya dia nolak Kak Raymond," sahut Dona lagi.

"Duh penasaran gue siapa cowoknya. Bukan anak sini kali ya?" Tata bertanya lagi.

Ester nampak berpikir, "Eh bentar deh, ah, gue kayaknya tahu deh Kak Alyn suka sama siapa. Gue pernah denger dari anak kelas XI kalau Kak Alyn ini lagi deket cowok kelas XI, anak IPA tapi. Ah iya, gue juga baru inget pernah ngeliat mereka berdua ngobrol di perpustakaan. Dan lo tahu siapa, Don?"

"Siapa, siapa?" tanya Dona tak sabaran.

"Kak Antariksa, idola cewek SMA sesemesta dan seisinya."

Anjir.

Aurora tak bernafsu lagi.

***

"Eh Nyong, lo balik bareng gue apa mau ikut si Anta?" tanya Amara yang sedang membereskan alat tulisnya sama dengan yang Aurora lakukan.

"Bareng lo lah Nyong, ogah amat gue ikut si Anta," sahut Aurora.

Amara berdiri dan keluar kelas diikuti oleh Aurora, "Jadi gue tungguin di mana nih? Lo mau nyamperin si Anta kan?"

Aurora menggeram, "Ikut aja yuk. Gue males lewat kelas XI sendirian, cowok-cowoknya ganjen. Mulutnya sampah semua, kaya kaga pernah liat cewek aja. Risih gue, susah mau stay cool." Aurora bergidik ngeri membayangkan dia digoda-goda oleh kakak kelasnya. "Lagian heran gue sama si Anta, sekolah tinggal bawa hape doang apa susahnya dah? Mana pesan Bunda ke ininya ngga direspon coba. Bikin susah aja," sahut Aurora ngomel-ngomel sambil menunjuk smart-but-fake-watch-nya.

Amara sudah tertawa melihat ekspresi Aurora yang menunjukkan keengganan yang nyata. "Disuruh ngapain sih si Anta?"

Aurora mengangkat kedua bahunya, "Entah. Suruh ke kantor ayah gitu doang katanya."

Aurora dan Amara meneruskan langkah, untuk menghindari area kelas XI akhirnya mereka memilih berjalan memutar lewat samping kantin dan gedung aula yang sepi. Mereka berencana mencari Antariksa di lab fisika duluan. Mengesalkan memang, Antariksa ini sukanya nongkrong kok di tempat begituan.

Begitu Aurora melewati area aula yang sepi, dia mendengar umpatan-umpatan kasar yang sebenarnya disukai Aurora tapi dia ngeri juga harus mendengarnya. Ajaib benar Aurora ini, suka kok mendengar umpatan.

"Njir, itu orang expert banget ngomongnya."

Amara mendelik lalu mengeplak lengan Aurora, "Expert gundulmu! Bikin risih omongannya. Mana dah manusianya?"

Mereka mengedarkan padangan ke segala arah, dan samar-samar mereka melihat ada pergerakan di ruang janitor aula. Penasaran Aurora mendekat dan Amara menarik-narik seragamnya untuk tak mengacukan apapun yang terjadi di sana.

Dari dinding kaca terlihat sedang terjadi baku hantam antar dua orang cowok. Dua orang yang kedua-duanya Aurora kenal.

"Rang, itu bukannya si Arlo? Ngapain dia mukulin Kak Raymond?" tanya Amara sambil berbisik.

Aurora diam saja dan menegang di tempatnya. Dia memandang perkelahian yang lebih dikatakan satu arah, Raymond yang sudah terduduk lemas mencoba menutupi wajahnya dengan kedua tangan menangkis pukulan Arlo.

Akhirnya Aurora memilih berbalik dan meninggalkan dinding kaca itu. Buru-buru Amara mengejarnya dan mencekal tangannya, "Lo ngga mau pisahin mereka, Rang? Kasian itu Kak Raymond udah babak belur."

"Biarin aja, asal pake tangan kosong dan bukan keroyokan that's just fine," sahut Aurora yang membuat Amara heran. Masalahnya 'kan ini Arlo. Amara melihat Aurora yang mendadak diam dengan pandangan lurus ke depan.

Setelah beberapa kali melihat lab yang sudah kosong dan Antariksa tak ada di sana, akhirnya Aurora dan Amara memutuskan opsi terakhir yaitu perpustakaan. Aurora masuk ke perpus dan menyapa basa-basi penjaga perpus setelah scanning kartu pelajarnya.

Ya, Antariksa memang berada di perpustakaan. Sedang membaca buku sepeti biasa. Yang tidak biasa adalah karena Alyn yang ada di depannya. Tampak menopangkan kedua tangannya di dagu dan terang-terangan memandangi Antariksa.

Wanjer, ngapain itu cewek begitu amat kelakuannya? Batin Aurora.

Wajah Amara juga sudah tak enak dilihat waktu sekilas Aurora meliriknya. Tampak terganggu dengan pemandangan di depannya, tapi tetap mencoba tenang dan diam, khas Amara sekali.

"Ehem ...," Aurora berdeham untuk memutus pemandangan menjemukan di depan matanya.

Alyn langsung menoleh dan salah tingkah sebentar. Antariksa menoleh dengan pandangan bertanya pada Aurora yang tiba-tiba datang.

"Mas, lo sama bunda disuruh ke kantor ayah."

Antariksa berdiri dan berjalan ke arah Aurora, "Ngapain?" tanya Antariksa. Melihat Amara, Antariksa mengangkat tangan kanannya tanda menyapa dan dibalas dengan senyuman.

"Kaga tahu, kata bunda ada kakek sama Om Arius lagi di sana juga."

Antariksa manggut-manggut, "Lo ngga ikut?"

"Idih ogah, ngapain. Cukup pas RUPS kemaren aja dah gue ke sana. Itu juga udah bikin mual. Curiga gue kalian bakal ngomongin begituan lagi. Ih mending gue maen Homeworld. "

Antariksa tersenyum miring dan mengacak rambut adiknya, "Yakin ngga mau ikut? Biasanya kalo ada kakek pasti lo dapet duit banyak."

"Ih, ntar aja gue nodong Om Arius," jawab Aurora sambil nyengir.

"Makan di tempat fancy?" Antariksa masih coba membujuk.

Aurora masih menggeleng, "Males ah Mas. Nanti gue diceng-cengin sama si om lagi. Pengang kuping gue dengernya, cowok kok lemes amat mulutnya."

Antariksa makin tersenyum, "Yodeh, lo balik sama Amara?"

Aurora mengangguk lalu pamitan pada Antariksa. Tak lupa memberikan pandangan sinis pada Alyn yang membalas dengan pandangan yang sama. Pengen banget rasanya Aurora mengacungkan jari tengahnya!

***

Sepanjang perjalanan, Aurora dan Amara banyak diam dan sibuk berspekulasi dalam otak masing-masing. Begitu mobil Amara sampai rumah, Aurora buru-buru turun, kebelet pipis! Bunda yang liat Aurora lari-lari dan masuk kamar mandi dekat dapur cuma geleng-geleng. Anak gadis kok ngga ada anggun-anggunnya. Ciri-ciri kalo Aurora lagi banyak pikiran, dia pasti beser, bentar-bentar pipis. Entahlah, aneh memang.

"Sok banget banyak pikiran sih Dek. Masih muda juga, mikirin apa sih?" serang bunda langsung begitu Aurora keluar dari kamar mandi. Si anak langsung elus dada karena kaget. Hih, bunda ini kerjaan kok bikin anak jantungan.

"Ih Bunda mah bikin kaget wae ih," sahut Aurora masih mengelus dada. "Siapa juga yang banyak pikiran, orang emang kebelet pipis. Males pipis di sekolah. Adek sama Sammy, Bun" jawab Aurora lalu pergi dari hadapan bundanya menghampiri Amara yang duduk di kursi.

Amara yang melihat bundanya Aurora langsung berdiri dan salim lalu cium tangan, dibalas bunda dengan ciuman di pipi. "Ih, Bunda cium-cium anak orang," protes Aurora sambil bercanda lalu meraih tangan bunda juga dan menciumnya, dihadiahi juga ciuman di pipi oleh bunda tambah cubitan ringan. 

"Apasih kamu sirik aja yang ngga pernah dicium anak orang," sahut bunda sambil ketawa lalu high five dengan Amara.

"Hah, puas kalian semua ya? Awas bentar lagi gue punya pacar," jawab Aurora sambil mendongakkan kepala dan bergaya menaikkan kerah kemejanya.

"Emang ada yang mau sama kamu?" tanya bunda.

"Teori mulu lo, kaya Anas Urbaningrum," kata Amara.

Aurora mencebik dan meninggalkan dua orang kesayangannya itu ke atas. Terdengar Amara pamitan sama bunda untuk menyusul Aurora ke atas. Bunda mengingatkan, "Dek, jangan lupa salat trus ajak Amara makan."

"Udah makan Bun," teriak Aurora dari kamar.

"Jangan teriak-teriak ngomongnya. Makan apa kamu?"

"Bunda juga teriak-teriak ini. Makan ati," jawab Aurora dengan nada kesal dibuat-buat. Bundanya itu minta dikarungin trus jadiin pajangan banget.

"Oh iya ya haha. Yaudah salat trus mandi biar seger. Ini Bunda masakin opor," teriak bunda lagi.

"Jangan teriak-teriak Bun," pungkas Aurora dan serta merta terdengar ketawa bunda dari bawah.

Amara yang tertawa-tawa sambil melepas sepatunya lalu menyusul Aurora yang sudah gegulingan di kasur. "Nyokap lo, Rang, Rang. Ajaib banget," kata Amara.

Aurora mendengus, "Seneng kan lo punya koloni nge-bully gue. Heran gue, emang tampang gue tampang bully-an apa ya? Ngga lo, ngga nyokap, ngga si Anta, ngga si Om Arius, ngga si Anika kerjaan nge-bully gue wae," sungut Aurora lalu bangkit dan berjalan ke arah lemari baju dan masuk kamar mandi.

"Soalnya muka lo bulliable banget, Rang. Tampang doang sangar, dikatain jomblo aja kicep lo," jawab Amara sambil tertawa.

"Salat lo," teriak Aurora dari arah kamar mandi dengan latar belakang kran air yang menyala.

Selesai salat dan makan, Aurora dan Amara nongkrong-nongkrong cantik di ... atas genteng. Cantik banget emang kelakuan anak gadis. Aurora sudah tiduran di atas genteng yang cenderung landai dengan akses dari ruang perpustakaan. Amara yang daridulu rada jiper yang tinggi-tinggi malah harus merangkak pelan-pelan untuk bisa duduk di samping Aurora. Napasnya ngos-ngosan, berasa habis bungee jumping atau naik gunung aja. Aurora mendengus liat sahabatnya yang cupu.

"Lo selalu jiper kalo gue ajakin naik genteng. Tapi lo ikut terus, pernah sampe ketiduran lagi. Untung lo ngga keguling ke bawah," kata Aurora membuka percakapan begitu Amara mendapatkan posisi yang enak.

"Abis enak Rang, anginnya sepoi-sepoi gimana gitu. Langitnya juga lebih enak dilihat. Ngga ada penghalang."

Dilihatnya Amara yang memejamkan mata dan menikmati semilir angin sore. Aurora yang cewek saja terpana dengan kecantikan Amara. Amara sahabatnya dari kecil yang kemana-mana selalu berdua lengket kaya nasi sama centong nasi. Amara yang harus pergi saat dia masuk SMP dan akhirnya Aurora ikut pergi ke Yogya karena merasa sepi di Jakarta. Amara yang pulang lagi dan bilang akan menetap di sini selamanya. Amara gadis yang cantik dan membuat semua teman lelaki dan kakak kelasnya melancarkan modus mendekatinya. Amara yang request instagramnya ribuan. Amara yang pulang dan membawa kabar kalau dia naksir abangnya. Amara yang akan dia terima dengan senang hati kalau suatu saat nanti akan jadi kakak iparnya.

Bilang Aurora berpikir kejauhan, tapi emang cuma sama Amara, Aurora bisa nyaman berteman. Aurora memang extrovert, tapi dia bukan social junkies. Dia tetap lebih suka menghabiskan waktu bersama keluarganya, alat-alat seninya dan games kesayangannya daripada nge-hedon dengan teman-temannya.

"Sam ...," panggil Aurora pelan. Amara mengalihkan pandangan dari halaman rumah yang penuh tanaman buah dan bunga ke arah Aurora dan mengedikkan dagu isyarat bertanya 'kenapa'. "Lo kepikiran apa sama kejadian hari ini?" pertanyaan yang ditahan-tahan Aurora sedari tadi akhirnya tercetus juga.

Amara ikut merebahkan diri di samping Aurora dengan melipat kedua tangan di belakang kepala. "Lo kepikiran siapa nih? Anta apa Arlo?"

Aurora terhenyak dengan pertanyaan itu. Iya juga ya, siapa yang dipikirkan? Otaknya dari tadi memutar semua kejadian hari ini. Bagaimana dia lihat wajah tanpa emosi Antariksa melihat adegan penembakan Alyn, lalu bar-barnya Arlo yang berani-beraninya memukuli kakak kelas yang notabenenya baru saja menembak Alyn dan kejadian di perpustakaan melihat Alyn dan Anta di sana, yang walaupun kelihatan tidak ada interaksi berarti, tapi bisa-bisanya Antariksa mau-mau saja dipandang sedemikiannya oleh Alyn.

"Anta lah," jawab Aurora akhirnya, tak yakin.

Amara tertawa pelan, "Rang, Rang. Muna banget sih lo. Bilang aja kalo peduli, sama gue sok-sok rahasiaan."

Aurora mengabaikan perkataan Amara, "Kata lo ada hubungannya ngga sih kejadian si Arlo mukulin Kak Raymond sama dia yang habis nembak itu cewek?"

"Maksud lo Arlo mukulin Kak Raymond gara-gara dia nembak Kak Alyn?"

Aurora hanya mengedikkan bahu. Dia juga tak tahu. "Ngga tahu juga Sam. Gue ngga mau berspekulasi apapun." Aurora nampak menerawang, lalu dipandangnya Amara lagi, "Kalo tentang Alyn yang kayaknya suka sama si Anta menurut lo gimana?"

"Ngga gimana-gimana, Rang. Biarin aja, kan hak setiap orang buat suka sama siapa aja. Lah gue bisa apa kalo emang Kak Alyn suka sama Anta? Gue juga ngga nemuin kejelekan dia kaya lo sebel banget sama dia. Emang cantik, baik dan pinter 'kan dia itu."

Aurora membuang napas kasar, "Ngga tahu, Rang. Ngga cuma gara-gara kejadian MOS sih, tapi setiap liat dia, gue bawaannya sensi mulu. Tau dah kenapa. Kaya yang feeling gue bilang ada yang ngga beres sama tuh cewek."

"Jangan over thinking, Rang. Ngga bagus buat keseimbangan emosi lo. Jangan sampe lo dibilang iri karena ngga suka sama orang yang ngga pernah bikin masalah sama lo. Terlebih dia emang punya sesuatu buat bikin orang-orang iri," kata Amara tegas. Keluar udah Amara Teguh golden ways-nya.

Aurora bangun lalu mengusap-usap lengannya, lalu tengkuknya, "Gile, gue merinding kalo lo udah sok wise gini dah."

Amara mengangkat kaki kanannya dan menyenggol dengkul Aurora, "Sialan lo. Tapi gue serius Rang, si Kak Alyn ini, gue kaya ngga nemu jeleknya dia yang harus sampe bikin orang kesel. Lagian sama cewek lo baper amat sih, pantesan jomblo."

"Hmmm blengcek amu ya, sadar diri dong woy!"

"Kalo ngga nunggu abang lo peka, tinggal comot juga ngga ada yang nolak gue, Rang," sahut Amara lalu ngakak sampai tubuhnya terguncang dan dia hampir merosot ke bawah. Trus dia teriak-teriak histeris pegangan sama Aurora.

Aurora gantian ngakak sampai sakit perut, "Mampus, mampus. Makannya jadi orang jangan kebanyakan gaya. Lo striptease dah depan si Anta. Kali-kali dia khilaf trus ngajak lo kawin."

"Astahghfirullah, naudzubillah itu mulut. Kalo si tante denger, lo pasti dimasukin pondok pesantren."

Aurora udah nyengir-nyengir, "Lagian heran gue sama si Anta itu. Cewek kaya lo dianggurin yang jelas lebih cantik dari tuh cewek. Belum aja anak-anak kelas XII liat lo, kalau udah pada liat juga pada bikin schedule kapan bakal nembak lo."

Amara sudah mesam-mesem saja, antara miris dan membenarkan perkataan Aurora.

Kapan lo peka, An?

***

Menjelang magrib pulang dari kantor ayahnya, Antariksa mengantar Alyn pulang. Tadi siang Alyn memaksa ikut Antariksa. Karena tak tega meninggalkan Alyn menunggu di lobby, Antariksa membawanya ke ruang ayahnya. Risikonya, dia harus menerima tatapan menggoda dari om-nya. Sudah ada tampang-tampang Arius akan harlem shake melihat Antariksa bawa pacar.

Ternyata di kantor, mereka membicarakan incomparable-fake-watch ciptaan Antariksa untuk didaftarkan hak paten. Ternyata ada investor dari Jepang yang berminat untuk membiayai produksi teknologi yang akhirnya diberi nama Yudhistira itu, inspirasinya dari tokoh pewayangan perlambang kebaikan dalam banyak hal. Segmentasi pasar dari Yudhistira adalah anak-anak usia TK dan SD di Jepang. Yudhistira akan memudahkan mereka berkomunkasi dengan orangtuanya tanpa harus membawa ponsel. Dan orangtuanya hanya perlu memasukkan sistem aplikasi Yudhistira ke ponsel atau mereka bisa terhubung dengan smart watch bagi yang mengenakan.

Ini bukan pertama kalinya Antariksa ditawari kerjasama yang akan menghasilan ratusan ribu dollar. Dulu, sepeda tenaga suryanya menarik minat ilmuwan dari Belanda lalu dikembangkan dan sekarang sudah dipasarkan di negara kincir angin itu.

Alyn yang sedari tadi mengikuti apa yang dibicarakan oleh empat laki-laki rupawan di depannya hanya berdecak-decak kagum.

Alyn senang sekali akhirnya bisa jalan berdua lagi dengan Antariksa. Setelah terakhir mereka jalan-jalan di Bandung, belum ada waktu lagi mereka untuk pergi berdua lagi. Alyn sih sering ada waktu, Anta-nya yang susah diajak.

Begitu sampai di depan apartemen Alyn, Antariksa yang mau pamit langsung dicegah oleh Alyn. Alyn memaksa mengajak Antariksa masuk. Menyerah akhirnya Antariksa mengikuti langkah Alyn masuk ke dalam. Pertama kali masuk, Antariksa mencium bau lavender yang sangat pekat dari pengharum ruangan. Begitu lampu dinyalakan, Alyn berbalik menghadap Antariksa. Dia dekati Antariksa dan menyentuh bibir Antariksa dengan jempol tangannya. "Jangan komentar apapun, ya?"

Antariksa yang jengah diperlakukan seperti itu hanya mengangguk lemah lalu melepaskan tangan Alyn dari bibirnya. Lalu dia mendahului Alyn masuk lebih dalam ke apartemennya. Antariksa duduk dan mengedarkan pandangan ke sisi-sisi apartemen Alyn. Tidak seperti apartemen lain yang ruang utama pasti terpasang lampu terang benderang, punya Alyn ini malah terpasang lampu kuning yang berpendar dan menghadirkan suasana melankoli. Kelepak tirai karena jendela yang tak ditutup menimbulkan suara khas karena angin yang berhembus kencang.

Antariksa berjalan ke arah jendela dan menutup jendela tersebut. Di pandanginya sejenak pemandangan apa yang sering Alyn lihat dari jendela kamarnya. Yah, mau apalagi selain gedung-gedung pencakar langit khas Jakarta?

Antariksa mendekat pada rak gantung yang terisi penuh oleh buku-buku milik Alyn. Kebanyakan adalah novel. Sejenak dari judulnya terlihat novel-novel klasik dan travel book milik Bill Bryson dari Notes From A Big Country, Neither Here From There, Lost Continent dan A Walk In The Woods. Jenis buku kesukaan Aurora juga.

Antariksa bilang, selera Alyn terhadap buku sangat bagus. Tapi entah kenapa Alyn jarang sekali ngoceh tentang buku-buku yang sudah dia baca. Tidak seperti bunda atau Aurora yang selalu heboh bercerita begitu ada buku yang mereka anggap menarik, seperti buku Anne Enright yang judulnya The Green Road misalnya yang membuat mereka ngoceh semalaman.

Tahu-tahu ada tangan melingkar di pinggang Antariksa. Antariksa menegang sesaat, kaget dengan tingkah Alyn yang begini lagi. Beberapa minggu yang lalu saat mereka terbawa suasana di Bandung, Antariksa langsung mengutuki diri sendiri. Tidak seharusnya dia berlaku sejauh itu. Saat Antariksa coba melepaskan tangan Alyn yang membelenggunya, pelukan itu semakin kuat. Akhirnya dia biarkan Alyn berlaku sekehendak hatinya, lagi.

Terdengar isakan lirih dari Alyn. Sumpah, Antariksa bingung dia harus apa. Dengan suasana secanggung ini, dia benar-benar tak tahu harus apa. Kalo boleh bilang, dia lebih memilih Alyn dan kebiasaan ngocehnya. Dia jadi tak perlu berbuat banyak dan hanya perlu mendengarkan.

"Lyn, jangan kaya gini. Ayo duduk trus ngobrol," akhirnya Antariksa bersuara setelah diam cukup lama. Dirasakannya Alyn menggeleng dan isakannya semakin keras.

"Lyn, gue siap dengerin lo sampe puas, oke?"

Akhirnya perlahan Alyn melepas pelukannya dari Antariksa dan dia mendahuluinya berjalan dan duduk di sofa panjang yang di depannya sudah ada susu coklat hangat dan biskuit. Antariksa ikut duduk dan Alyn langsung menyodorkan susu coklatnya yang diterima Antariksa lalu diminumnya sedikit.

"Sa, Raymond dipukulin sama Arlo tadi," kata Alyn membuka pembicaraan.

Antariksa meletakkan cangkirnya ke meja dan menghela napas sejenak, "Gara-gara nembak lo? Mau sampe kapan itu orang begitu terus?"

Alyn mengangguk dan beringsut mendekat ke Antariksa, "Aku ngga mau kamu kenapa-kenapa, Sa."

"Tenang aja," jawab Antariksa lugas.

Alyn menggeleng dan langsung memegang tangan Antariksa. "Dia itu nekat, Sa."

"Trus lo maunya gimana?"

Alyn menggeleng lagi, "Aku ngga tahu. Dia itu ... sakit jiwa. Apa mungkin kalau dia ngga tahu kita udah jadian? Aku cuma takut dia lagi ngerencanain sesuatu."

"Jangan terlalu percaya diri. Mungkin dia emang ada masalah sama Raymond."

"Enggak Sa, aku yakin itu gara-gara Raymond nembak aku. Minggu lalu juga kejadian waktu Fico nembak aku. Dulu-dulu juga kejadian beberapa kali waktu ada cowok coba deketin aku. Kamu juga kena, padahal dulu boro-boro kita jadian. Diajak ngobrol aja belum," jawab Alyn sambil mendengus.

"Jadi lo maunya gimana?" tanya Antariksa lagi.

"Kamu bisa bela diri 'kan?"

Antariksa mengangguk, "Trus?"

"Kita umumin kalo kita udah jadian, ya ya? Biar ngga ada yang deketin aku lagi. Jadi ngga ada yang bakal kena bogem Arlo lagi. Kalo dia macem-macem ke kamu, aku juga bisa gertak balik."

Antariksa tersenyum sinis, "Gue ngga mau. Kenapa ngga lo selesaiin urusan lo sama Arlo baik-baik?"

Alyn menggeleng dengan tegas, "Aku ngga mau, Sa. Aku belum siap. Jangan tanya kenapa dulu."

"Terserah, Lyn."

"Sa, please. Aku tahu kamu juga ngga mau tahu-tahu banget masalah aku sama dia kan? Aku cuma minta tolong sama kamu biar ngga ada lagi korban Arlo."

"Jangan terlalu percaya diri gue bilang. Lo pikir semua cowok suka sama lo?" tanya Antariksa sinis dengan nada ngga nyantai abis. Agak kesal dengan kepercayaan diri Alyn yang terasa berlebihan.

Alyn tersenyum, lagi dia semakin mendekat ke Antariksa dan mendaratkan satu ciuman di pipi kanan Antariksa yang lagi-lagi tak bisa diprediksi oleh Antariksa. Pipi Alyn sudah bersemu-semu merah jambu gara-gara aksi nekatnya barusan.

"Kamu cemburu ya?" tanya Alyn dengan nada geli. Sudah berubah sepenuhnya suasana hatinya.

Antariksa memandang tajam Alyn yang dibalas dengan santai, "Buat apa?"

"Ih kamu mah gitu. Kalo cemburu bilang aja, Sayang." Alyn sudah senyum-senyum.

"Lo pikir semua cowok suka sama lo?" ulang Antariksa lagi.

Alyn lebih berani lagi menangkupkan kedua tangannya di pipi Antariksa lalu memandang Antariksa dalam, "Keliatan kali dari matanya," jawab Alyn lirih dan wajahnya sudah dekat sekali dengan Antariksa. Lalu perlahan dia terlusuri bagian sekitar mata Antariksa, dari mulai kelopak mata hingga bagian bawah mata. Antariksa sudah jengah bukan main, tapi dia masih mengikuti permainan Alyn. "Susah mata kamu ngga keliatan. Tapi mata ini," Alyn menyentuh kedua kelopak mata Antariksa, "tetap menjadi tempat menyesatkan yang paling aku suka."

***

Aurora gegulingan di atas kasur. Begitu ayahnya pulang sore tadi, pikirnya Antariksa ikut bersamanya karena dia sudah tak sabar mengucapkan selamat. Tapi ternyata Antariksa masih belum kelihatan juga bahkan saat waktu sudah menunjukkan pukul delapan malam. Sampai-sampai Amara yang ikut menunggu pulang karena takut kemalaman.

Aurora bolak-balik mencoba mengerjakan PR matematikanya yang mengesalkan minta ampun. Kenapa ada matematika di dunia ini? Ish. Waktu Aurora tanya, Antariksa selalu bilang kalau matematika itu pusat dari segala ilmu sains. Aurora kesal pada John Napier yang sudah menciptakan logaritma! Lalu Antariksa bakal mulai ceramah kalau menurut Trends in Internasional Methematics and Science Study kalau di Indonesia ini peminat matematika masih sangat sedikit. Padahal kalau tak ada matematika, mana mungkin ada Slumberger, Halliburton, ExxonMobil, Google, Microsoft dan bla bla bla. Antariksa sama menyebalkannya dengan Charles Babbage matematikawan dari Inggris yang bikin mesin analitis bernama komputer! Hhhhh

Bosan mengerjakan PR-nya, Aurora memainkan ponselnya. Banyak chat belum terbaca dari beberapa orang random yang melancarkan modus padanya. Entahlah dapat darimana mereka ID Line Aurora. Aurora curiga pada Ester yang kebanyakan gaul sama orang-oranglah yang berani memberikan ID Line-nya ke kakak kelas genit.

Pikiran Aurora kembali melayang pada kejadian tadi siang waktu tangannya tak sengaja melihat chat dari Arlo. Orang itu ... sudah beberapa hari ini tak menghubungi dirinya. Tak jadi mentor untuk belajar manajemen lagi. Shafira juga sudah beberapa hari selalu pulang pakai taksi langganannya.

Lah ngapain gue kepikiran ini cowok?

Aurora menggelengkan kepalanya dan coba kembali fokus ke PR-nya. Baru juga memegang pensil, ponselnya berbunyi tanda pesan masuk. Diliriknya sekilas di pop up message. Arlo!

Buru-buru Aurora membukanya.

Arlo : Ke mana aja lo? Udah ngerasa pinter ngga pernah belajar lagi?

Lah kampret. Chat buat ngomel-ngomel doang. Perasaan dia yang ngga ada kabar! Bales ngga, bales ngga?

Arlo : Berani lo ngeread doang.

Bawel dasar orek tempe!

Aurora : Gue pikir lo sibuk.

Arlo : Banyak alasan.

Aurora : Gausah ngajak berantem malem2. Otak gue udah ngebul ngerjain mate.

Arlo : Bego masih aja dipelihara.

Orang ini!

Aurora : Sorry deh yg pinter.

Arlo : PR mate tentang apaan?

Aurora : Kaga usah sok peduli .-.

Arlo : Tai lo ya. Gue tanya baik-baik ini. 

Aurora : Feses ngomong tai

Arlo : Mau lo apa sih?

Aurora : Perlu gue ingetin siapa yang chat duluan?

Arlo : Brengsek lo.

Aurora : Ya Allah ngomong ke cewek begini. Kurang-kurangin mas

Arlo : Aurora cantik. Gini?

Aurora : Gausa ngerayu-rayu lo brengsek

Arlo : Ya Allah anak cewek ngomong begini. Kurang-kurangi mba.

Asem kelepasan gue!

Arlo : Permintaan maaf terima

Aurora : Paan sih, kriuk

Arlo : Cantik deh kalo ngambek. Bibirnya monyong-monyong minta dicipok.

La qaula.

Aurora : Sorry. Area anak-anak.

Arlo : Gitu doang salting.

Aurora : Paan sih lo jamban empang

Arlo : Ntar tidur mimpiin gue ya.

Aurora : Yaolo kurang-kurangin makan micin mas biar ngga bego.

Arlo : Cewek -> muna.

Aurora : ._.

Arlo : Lo kalo tidur peluk-pelukin jaket gue kan?

Wanjer, ada orang pede begini.

Aurora : Bikin gatel aja pegang-pegang barang lo.

Arlo : Aurora jorok ih 'pegang-pegang barang'

Aurora : Asdfghjkl

Arlo : Bilangin Tante Alfa loh anaknya sukanya main 'barang'

Aurora : Paan sih sampah banget omongan lo

Arlo : Nulis sih bukan ngomong

Aurora : Receh

Arlo : Gue tau gue emang ganteng

Aurora : Bodo amat

Arlo : Apa-apa? Lo suka sama gue? Tar gue pertimbangin.

Ini orang lagi mabok di klub gue rasa.

Aurora : Mati aja lo

Arlo : Tar lo kangen

.

.

.

Arlo : Ra

Arlo : Ra

Arlo : Yaelah ambekan. Dasar cewek.

Arlo : Ra

Arlo : Aurora Zainina Septario

Arlo : Kerjaain peernya dulu baru tidur

Arlo : Yaelah read doang.

Arlo : Ah kampret lo emang

Arlo : Sopan apa sama senior

Aurora : BERIZIIIIIIIIIIK

Arlo : Apa? Lo sayang sama gue?

Aurora : SAMPAH!

Arlo : Tar gue seleksi dulu ya. Sape yang lebih seksi bolela main sama Mas Arlo.

Aurora : FAAAAAAAK YOUU

Arlo : Wanjer langsung main nih kita?

.

.

.

Arlo : Ra canda Ra

Arlo : Demi elah ngambek.

Arlo : Anjir jan bikin gue kaya cewek ngebom chat lo

Minta maaf bego!

Arlo : Ra

Arlo : Ra

Arlo : Cantik

Arlo : Ra sorry Ra

Arlo : Canda doang sumpah

Arlo : Kalo ngga dibales gue ke rumah lo sekarang.

Arlo : Ra

Arlo : Gue serius

.

Arlo : Ra gue udah jalan ke basement.

Arlo : Ra lo tau gue ga suka maen-maen

.

Aurora : Paan sih berisik. Gue habis eek

Arlo : Kampret, gue udah senewen

Aurora : Makannya omongan tuh dijaga

Aurora : Tulisan

Aurora : Pikiran terutama

Arlo : Yah maekurim moror lsgi

Aurora : Paan sih tipo alay

Arlo : Hehe

Aurora : Gue td liat lo mukulin Kak Raymond. Kenapa? (Delete)

Hhhh gile aja gue nanya begituan.

.

Arlo : Ra

Aurora : Paan sih gue mau ngerjain peer

Arlo : Galak amat si, jauh jodoh lho.

Aurora : Ngantuk

Arlo : Katanya mau ngerjain peer.

Aurora : Tapi ngantuk

Arlo : Kerjain dulu baru tidur

Aurora : Gue ngantuk bego

Arlo : Mulut ya barokah

Aurora : Tangan kali

Arlo : Apaan tangan? Lo lupa cebok?

Buyar sudah bayangan Aurora tentang Arlo yang tenang dan misterius. Sejak Arlo menjadi mentor Aurora, kedekatan mereka sudah seperti tak ada sekat. Walapun dekat cuma buat adu bacot.

Arlo : Oh tangan maksudnya buat ngetik ya. Tapi mulut lo kan pasti ikut ngomong.

Aurora : Paan sih gaje

Arlo : Paan sih paan sih. gak kreatif.

.

.

.

Arlo : Ra?

Arlo : Ra?

Arlo : Lah kaga diread.

Arlo : Ketiduran lo ya?

Arlo : Gak asik lo.

.

.

.

Arlo : Seriusan tidur nih bocah.

Arlo : yaudah

.

Arlo : Selamat

Arlo : Tidur

Arlo : Selamat tidur cantik :)

.

.

.

Lah ini orang ngira gue tidur. Orang cuma ke kamar Antariksa suruh bantuin kerjain peer.

.

Mabok beneran ini orang. Apa maksud bilang 'selamat tidur cantik'?

***

Selamat malam Omnivora eaaaak haha :D Buyar gak bayangan indah tentang Arlo yang dingin-dingin tai ayam? Gak lah ya? Wkwkwk :D

Itu bukan karena saya lagi mabok kok, tenang. Emang begitulah karakter Arlo yang ingin saya tunjukkan, bukan karena saya labil. Tapi emang selalu ada maksud di baliknya ahhahaha :D

Aku lega pada ngga menghujat dengan kesok-tauanku nyempil-nyempilin pengetahuan umum hehe. Semoga beneran ngga ada yang skip ya :)

Eh iya, jangan lupa baca ceritaku yang satu lagi ya, judulnya 'Coming Back, Wife?'

Dah ah.

Dadah. :D

26012016-

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top