Rasanya
Segala usaha telah kulakukan
Agar aku menjadi yang terdepan
Namun takdir ada di tangan Tuhan
Di hari penentuan, pil pahit harus kembali kutelan
Sungguh, ku tak mempermasalahkan
Siapa yang kalah siapa yang menang
Namun setelah itu yang kutakutkan
Karena saat itu sangat menyesakkan
Kutahu itu hanya penyemangat
Kutahu itu hanya dorongan agar aku kuat
Kutahu itu hanyalah sesaat
Tetapi, rasanya di dada sangatlah berat
Duri tajam harus bersemayam di dada
Ketika yang disebut hanyalah dia
Tomba berkarat menancap di telinga
Ketika yang terdengar hanyalah dia
Itu yang dirasakan jiwa
Ketika kekalahan harus kembali terulang nyata
Sampai kapan ku harus menanggungnya?
Sampai kapan ku harus kalah dari dia?
Sampai kapan sesak ini harus ada di dada?
Sampai kapan air mata ini harus keluar dengan kecewa?
Sungguh...
Sungguh ku sudah tak tahan
Harus menelan kekecewaan
Setiap kali ku mengalami kekalahan
Namu, ku harus tegar, ku harus sabar
Tak boleh biarkan api benci berkobar
Dan aku juga harus sadar
Bahwa dialah yang paling mekar
Pancor Bermi, 20 Juni 2015
(Kelas 8 Mumats. Semester 2.)
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top