Whisper Under The Spring's Night (2)

[Special Chapter]

WHISPER UNDER THE SPRING'S NIGHT

(Bisikan di Bawah Malam Musim Semi)

(2)

.

.

Disclaimer Tadatoshi Fujimaki for male chara

And, back to the OC for female chara

Typo, absurd, uknown planet's language, and awkward thing else. Happy reading!

.

.

Musim semi yang indah. Bunga sakura yang mulai bermekaran semakin menambah semaraknya suasana. Dan itu tentunya sayang untuk dilewatkan. Jadi, bagaimana cara mereka menghabiskan the pinky weather ini?

· Kuroko Tetsuya dan Kuroko Haruka

"Haruka, kau ingat di mana letak bukuku?" tanya Tetsuya di dalam kamar. Tangannya bergerak membolak-balik setiap tumpukan buku yang ada di meja kecil itu. Haruka yang sejatinya berada di luar, kini ikut sibuk dengan tangannya.

"Buku yang mana, Tetsuya?" tanya Haruka sesekali melirik Tetsuya yang benar-benar kelimpungan.

"Yang bersampul hitam bergradasi perak," jawab Tetsuya. Mereka berdua terus saja membongkar setiap buku yang ada. Sampai lima belas menit mereka mencari, akhirnya Haruka mengangkat sebuah buku berukuran sedang.

"Yang inikah?" tanyanya. Tetsuya mengangguk kemudian mengambil buku itu. "Arigatou, Haruka," ucapnya pelan. Haruka mengangguk.

Iris aquamarine itu menatap jam dinding yang terletak tepat di atas dinding. Sebuah senyum samar menghiasi bibirnya. "Belum terlambat." Tetsuya menggumam perlahan.

"Apa yang kau ucapkan, Tetsuya?" Haruka menatap Tetsuya dengan tatapan bingung. Ia yakin kalau suaminya itu tadi mengucapkan sesuatu. Namun Tetsuya menggelengkan kepalanya.

"Haruka, gunakan jaketmu," pintanya. Haruka melaksanakannya dengan penuh tanda tanya. Mengapa Tetsuya sedikit aneh malam ini?

"Memangnya kita mau ke mana, Tetsuya?"

"Ke suatu tempat," jawab Tetsuya tanpa pikir panjang. Membuat Haruka semakin menautkan alisnya.

*****

Deretan rak yang berisi berbagai jenis buku mengitari mereka berdua. Tentu saja sudah dapat dipastikan mereka tengah berada di perpustakaan. Haruka yang kebingungan atas semua ini mencoba bertanya pada suaminya.

"Tetsuya, ada perlu apa kau mengajakku ke sini?" tanyanya seraya mendekati Tetsuya. Irisnya tengah menangkap sosok Tetsuya yang sibuk menulis sesuatu.

"Aku hanya ingin mengembalikan buku. Takut melewati batas peminjaman," jawab Tetsuya tanpa menoleh sedikitpun. Dan ia tidak menyadari bahwa Haruka sudah berada di belakangnya.

"Tetsuya, apa yang sedang kau tulis itu?"

Seketika Tetsuya menghentikan tulisannya dan segera memasukkan lembaran itu ke dalam buku yang ia gunakan sebagai alas. Lalu menaruhnya kembali ke asalnya.

"Tidak ada. Aku hanya melihat batas peminjaman terakhir dari buku tadi lalu mencatatnya sedikit. Soalnya, setahuku ada beberapa buku yang memiliki waktu peminjaman yang berbeda." Tetsuya segera membuat alibi. Dan berharap alibinya itu akan dipercayai oleh Haruka.

Haruka hanya mengangguk sebentar sebelum akhirnya kembali ditarik oleh Tetsuya yang ingin pulang ke rumah. Urusan mereka sudah selesai. Atau tampaknya belum?

Suara bel berdenting begitu pintu keluar terbuka. Baru saja beberapa langkah di luar sana, Tetsuya segera menepuk jidatnya pelan.

"Ada apa Tetsuya?" tanya Haruka yang kembali dibuat heran. Tetsuya menjawab bahwa dia lupa meminjam buku yang tadi dan meminta Haruka meminjamkan buku itu untuknya. Dia beralasan bahwa harus ada batas sehari untuk kembali meminjam buku di perpustakaan itu. Dan ia benar-benar memerlukan buku itu sekarang.

Haruka mengiyakan hal itu. Setelah ia mengetahui judul dan ciri spesifik buku itu, ia segera kembali masuk sendirian. Sedangkan Tetsuya menunggu di luar.

"Bukannya buku ini yang tadi dipegang oleh Tetsuya?" gumam Haruka begitu mendapati buku yang dimaksud. Guna memastikan, ia kemudian membongkar buku itu. Berharap catatan yang sempat dibuat Tetsuya ada di sana.

Benar saja, sebuah kertas yang dilipat persegi panjang segera meluncur mulus ke atas kaki Haruka. Haruka membungkuk mengambilnya. Dan matanya pun melebar kala membaca catatan itu.

Hidup bersamamu mengajarkanku sesuatu

Antara masa lalu dan masa depan yang kutuju

Rindang cerita kita memberitahuku semua itu

Haruka mengerjapkan matanya. Memastikan dirinya tidak salah baca. Juga tidak salah mengambil buku. Bukannya yang tadi dicatat oleh Tetsuya adalah catatan peminjaman? Mengapa sekarang catatan itu berubah menjadi puisi? Masih penasaran, Haruka kembali melanjutkan bacaannya.

Untaian kisah yang terajut sempurna

Kala kita berbagi suka dan duka

Antarkanku pada kebahagian bersamamu selamanya

Tuk. Tuk. Tuk.

Suara kaca yang diketuk membuat Haruka menoleh ke sumber suara. Di sana, di balik kaca yang berada tak jauh darinya, sosok Tetsuya tersenyum tipis. Rona kemerahan tampak sedikit muncul di wajah pria bersurai baby blue itu. Membuat wajah Haruka mau tak mau ikut berubah warna.

Lima menit kemudian, Haruka sudah berada di depan Tetsuya. Ia mengangsurkan buku yang dimaksud seraya bergumam kecil. "Tetsuya ... Apa kau tidak salah tulis? Bukankah seharusnya catatan itu berisi data peminjaman?"

Tetsuya hanya tersenyum kecil. Digenggamnya jemari Haruka lalu mengajak perempuan itu segera pulang. Jalanan yang sedikit ramai semakin membuat Tetsuya menguatkan tautannya.

"Tetsuya, kau belum menjawab pertanyaanku ..." lirih Haruka yang bersisian dengan Tetsuya. Pria itu menoleh. Lalu segera berbisik kecil.

"Tidak. Aku tidak salah tulis. Dan itu bukan catatan peminjaman. Melainkan catatan kepemilikanku terhadap dirimu, Haruka." Dan semburat kemerahan pun tersembunyi halus di balik wajah keduanya yang sama-sama menoleh ke lain arah.

· Midorima Shintarou dan Midorima Arisa

"Shintarou, kau ingin makan apa malam ini?" tanya Arisa yang sudah bersiap dengan celemeknya. Tangannya bergerak guna mengikat rambutnya tepat di saat sebuah tangan yang lain menghentikan aksinya itu.

"Kau tak perlu memasak. Kita akan makan di luar, nanodayo," ucap Shintarou seraya memalingkan muka. Tangannya yang memegang pergelangan tangan Arisa terlihat gemetar.

Arisa yang melihat itu tentu saja merasa aneh. Sejak kapan suaminya yang tsundere akut itu bisa bertingkah romantis seperti ini? Apakah ia tidak sedang bermimpi?

"Tapi, Shintarou ... aku berniat akan memasak makanan kesukaanmu, lho. Makanya aku menanyakannya padamu tadi," jawab Arisa yang masih dilanda kebingungan.

Shintarou menghela napas. Tak mungkin kan jika dia akan menolak niat istrinya itu? Untuk saat ini, sifat tsunderenya itu tidak menguasai dirinya.

"Baiklah. Kau buatlah makan malam, nanodayo. Tapi setelah ini, kau harus menurutiku, nanodayo." Shintarou menaikkan gagang kacamatanya yang bahkan tidak bergeser sama sekali. Arisa meneguk ludah atas ucapan Shintarou yang mengandung bahaya baginya.

"Ha'i, Shintarou. Kalau begitu, kau duduklah dulu dan tunggu makanannya siap. Oke?" Arisa tersenyum manis pada lelaki megane itu. Shintrou hanya bisa melihat ke arah lain begitu ia dapat merasakan mukanya yang mulai memanas.

"Ya," jawabnya singkat. Dan tubuh shooter-nya itu segera menuju meja makan. Menunggu Arisa dengan menu makan malam kali ini.

*****

"Shintarou, memangnya kita akan kemana?" tanya Arisa seraya mengunci pintu rumah. Shintarou yang sudah berada di depan rumah tidak menjawab langsung. Ia menunggu Arisa untuk mendekat.

"Sudahlah. Kau ikuti saja aku, nanodayo," ucap Shintarou yang kemudian menarik tangan Arisa menjauhi kediaman mereka berdua.

Mereka terdiam selama menuju perjalan yang mereka tuju. Arisa yang tidak tahu apa-apa merasa canggung dengan suasana ini. Terlebih ketika Shintarou benar-benar tidak mengajaknya berbicara untuk sekadar memecah kesunyian.

Mereka pun sampai di sebuah pusat perbelanjaan. Walaupun malam hari, namun suasananya masih terbilang ramai. Hilir mudik berbagai rupa manusia memenuhi penglihatan. Arisa dapat merasakan genggaman Shintarou yang menguat. Tentu saja Shintarou tak ingin jika istrinya itu terlepas dari pengawasannya.

Langkah tegap si megane mengarah pada sebuah toko bunga yang berada di ujung kompleks. Arisa yang sama sekali belum paham mencoba mencairkan suasana.

"Nee, Shintarou ... memangnya kita ada perlu apa hingga harus ke toko bunga?" tanya Arisa di antara berderet bunga beraneka warna. Shintarou sedikit mengacuhkan Arisa karena dirinya tengah membongkar setiap helai tangkai bunga di depannya.

"Sudah jelas kan kalau aku tengah mencari lucky item?" Shintarou melemparkan jawaban sekaligus pertanyaan. Dan berhasil membuat Arisa kembali menatap tak percaya.

"He? Bukannya lucky itemmu itu adalah sebuah boneka? Dan seingatku, kau sudah membelinya tadi pagi, Shintarou," jawab Arisa seraya menerawang. Mencoba mengingat tentang kebiasaan dari Oha Asa freak itu.

"Memangnya siapa yang bilang ini lucky item-ku, nanodayo? Aku sedang mencari lucky item-mu hari ini. Dan itu adalah setangkai bunga mawar putih, nanodayo." Shintarou sama sekali tidak melihat Arisa karena sekarang ia tengah berbicara dengan pemilik toko itu.

Arisa membuang napas. Tentu saja karena kesal. Ia tak menyangka bahwa ia akan keluar malam-malam begini hanya untuk lucky item. Well, jika pun ia protes, Shintarou pasti sudah menduganya dan akan mencari jawaban yang lain.

Ia terus saja bergulat dengan pikirannya kala sebuket bunga mawar menutupi penglihatannya. Dari balik sekumpulan bunga berwarna kertas itu, dapat ia lihat muka strawberry milik Shintarou.

"Ambillah," ucap Shintarou. Dari nada suaranya sudah jelas sekali ia gugup. Arisa menerima itu dengan perlahan.

"Aku rasa semakin banyak bunganya, maka peruntunganmu akan semakin bagus, nanodayo," jawab Shintarou kala ditanya oleh Arisa tentang jumlah bunga yang tidak sesuai dengan yang seharusnya itu.

"Kau tak perlu seperti ini, Shintarou," jawab Arisa ketika dalam perjalanan pulang. Shintarou tidak menjawab. Keringat dingin perlahan merembes dari balik poni lumutnya itu. Arisa semula hendak menegur. Namun wangi bunga mawar itu membuatnya sedikit berpaling.

"Eh, apa ini?" gumam Arisa kala menemukan sebuah kertas kaku terselip di antara rerimbunan bunga. Ia kemudian mengambil dan membaliknya. Sebuah tulisan sedikit acak mendominasi.

Angin yang berhembus di belakang sana

Riakkan segala rasa yang tersembunyi sempurna

Ingatkanku akan kisah remaja dahulu kala

Sampai ku kan bersamamu selamanya

Asrikan kehidupanku yang sangat fana

Arisa menatap kertas dan Shintarou secara bergantian. Sementara yang ditatap tak membalas tatapan itu sama sekali. Perlahan, Arisa tersenyum kecil.

"Puisi yang indah," ucap Arisa. Shintarou melirik Arisa yang sedang mengamati bunga di depannya. Seulas senyum tipis tampak di wajahnya.

"Kaulah yang lebih indah, Arisa..." bisikan itu ditelan oleh angin malam seiring dengan tangan kukuh Shintarou yang bertengger sempurna di bahu Arisa.

· Murasakibara Atsushi dan Murasakibara Hanaru

"Hana-chin, jangan bilang kau lupa membeli maiubo milikku lagi," ucap Atsushi ketika membuka lemari khusus tempatnya biasa menyimpan berbagai snack di sana. Hanaru yang tengah menonton tv terpaksa bangun dan ikut membantu Atsushi mencarinya.

"Lalu yang ini kau sebut apa?" ucap Hanaru seraya mengancungkan sebuah bungkusan putih yang sedikit menggembung. Atsushi langsung berbinar. Sebuah senyum pun terbit secara tulus di mukanya.

"Gomen, Hana-chin. Aku tidak melihatnya tadi," timpal Atsushi dengan tangan terjulur untuk mengambil bungkusan itu. Hanaru hanya tersenyum lembut dan segera mengangguk. Kemudian mereka berdua menuju ruang tv.

Tontonan di tv lumayan menarik. Beberapa kali Hanaru tertawa ketika menonton. Lain halnya dengan Atsushi. Berkali-kali ia melakukan gerakan buka tutup pada bungkusan itu. Suara yang ditimbulkan sedikit mengganggu Hanaru.

"Atsushi, ada masalah apa hingga kau berisik seperti ini?"

"Nee, Hana-chin ... snack ini sangat sedikit dan tidak memenuhi batas minimal pemasukanku."

Hanaru sweatdrop seketika begitu mendengar jawaban Atsushi. Namun seketika itu juga ia tersenyum begitu melihat Atsushi yang menurutnya imut dalam posisi kebingungan seperti itu. Ia kemudian bilang kalau ia akan membelikan Atsushi esok harinya.

Atsushi mengangguk sebentar. Sebelum akhirnya melakukan gerakan yang berlawanan. Ia menggeleng keras-keras. "Iie! Kita harus membelinya sekarang," ujar Atsushi akhirnya.

Hanaru terpaksa mengganti bajunya demi mengikuti keinginan si Bayi Titan itu. Tak dapat dibayangkan oleh Hanaru jika ia tidak menuruti keinginan suaminya itu.

*****

"Atsushi, kau sudah selesai berbelanja kan? Mengapa kita masih ada di sini?" tanya Hanaru begitu melihat Atsushi yang masih betah di depan meja kasir. Padahal jelas-jelas jika Atsushi sudah membayar seluruh snack dan maiubo yang ia pilih kali ini.

"Sebentar Hana-chin. Di sini ada promo kue yang enak. Aku ingin memilih terlebih dahulu," jawab Atsushi yang memang kini berdiri di depan etalase yang menjajakan berbagai ukuran dan jenis kue. Hanaru membuang napas. Sedikit kesal dengan tingkah Atsushi.

Matanya menangkap sebuah bangku panjang yang terpasang di luar toko. Langkah kaki Hanaru segera menuju sana. Daripada berdiri tak jelas di dalam, ia lebih baik duduk di bangku panjang yang saat itu kebetulan tengah kosong.

Hampir lima belas menit Hanaru berkutat melawan nyamuk di sana. Tegangan matanya pun sudah menurun. Sampai ia tak sadar kalau ia tengah terkantuk-kantuk di sana.

Puk.

Hanaru langsung mengerjap-ngerjapkan matanya begitu ujung hidungnya menyentuh sesuatu yang lembek. Ia mendapati Atsushi yang tersenyum kecil padanya. Sebuah kue tart mini pun tak lupa di genggaman.

"Gomen, Hana-chin. Aku membuatmu menunggu terlalu lama. Ini, makanlah ..." Atsushi menyodorkan mini tart tersebut yang langsung disambut oleh Hanaru dengan ucapan terima kasih.

"Kau mau?" tawar Hanaru begitu melihat Atsushi yang terus memandanginya.

"Iie. Aku sudah bosan dengan kue itu. Kau saja yang memakannya, Hana-chin." Jawaban Atsushi itu sedikit membuat Hanaru memerah. Perlahan, ia kemudian menyendoki sedikit demi sedikit kue itu.

Selama makan, mereka berdua tak berbicara. Hanaru sibuk dengan pikirannya yang mengatakan kalau tingkah Atsushi saat ini benar-benar aneh. Dan Atsushi sibuk dengan hobi barunya; memandangi wajah Hanaru yang sedang makan.

"A-apa yang kau lihat, Atsushi?" tanya Hanaru yang sedikit merasa tidak enak akibat tatapan intens dari Atsushi tersebut.

"Tentu saja aku melihat Hana-chin yang lebih manis dari kue itu." oke Atsushi. Tampaknya kau berhasil membuat Hanaru kaget. Karena sekarang ia tersedak oleh kue tersebut. Darimana Atsushi belajar kalimat itu?

"A-arigatou ..." Hanaru tak berani melihat ke arah Atsushi. Ia terus saja menyendoki kuenya sampai tak sadar kalau kue itu akan habis. Tak sengaja ketika akan menelan suapan terakhir, ia melihat rangkaian kalimat yang tercetak pada wadah bekas kue itu.

Hanya bersamamu bisa kunikmati manisnya hidup

Aliran cahayamu menerangi jalanku yang redup

Namun kutahu, besar adanya dirimu tak sanggup

"Atsushi ..." Panggilan Hanaru tak dijawab oleh Atsushi yang kini menoleh ke arah lain. Namun dari samping, wajahnya sudah terlihat merah. Hanaru memilih untuk melanjutkan bacaannya.

Aku di sini kan selalu berada di sisimu

Ramaikan kehidupan semu kita hingga waktu berlalu

Untuk itu, kumohon tetaplah dirimu menjadi manisku

"Nee~ Puisinya jelek kan?" ucap Atsushi tepat ketika Hanaru selesai membaca serangkai kalimat itu. Ucapan polos Atsushi ditanggapi gelengan oleh Hanaru. Karena baginya, itu adalah puisi yang sangat bermakna.

"Iie, Atsushi. Puisi ini ... indah," ucap Hanaru menampik pendapat Atsushi tadi.

Sruk.

Bungkusan berisi maiubo dan saudara-saudaranya itu terjatuh kala Atsushi mengalungkan tangannya mengelilingi istrinya dari samping. Hanaru speechless melihat reaksi tersebut.

"Hana-chin memang yang termanis ..." bisikan polos itu berdengung seiring dengan Hanaru yang mengangguk pasti. Perlahan, ia membalas rengkuhan Atsushi yang semakin mengerat.

· Nijimura Shuuzou dan Nijimura Ainawa

"Shuuzou, makan malam sudah siap." Ainawa meletakkan menu makan malam kali ini di atas meja. Saking sibuknya hilir mudik, ia tak menyadari Shuuzou yang tersenyum melihat dirinya.

"Na-nande? A-apa ada yang lucu?" tanya Ainawa begitu menyadari tingkah Shuuzou yang sedikit aneh itu.

Kini Shuuzou benar-benar tertawa begitu melihat muka Ainawa yang berubah warna secara drastis. Membuat Ainawa segera memalingkan mukanya.

"Hahaha ... yang lucu itu kau sendiri, Ainawa." Shuuzou menuju meja makan. Menyusul Ainawa yang sudah duduk terlebih dahulu.

"Tidak ada yang lucu di sini. Ittadakimasu!" ucap Ainawa cepat lalu segera menyendok omelet rice yang ia buat sendiri. Dan gerakan sendok yang cepat itu kembali membuat Shuuzou menahan tawanya.

"Ahaha ... Dasar uke tsundere!" ucap Shuuzou pelan. Ainawa segera tersedak sebagai jawaban. Setelah minum, ia melotot kepada Shuuzou.

"Iie! Aku bukan tsundere!" ucapnya nyaris berteriak. Shuuzou kembali terkekeh melihat tingkah istrinya itu. Kemudian badannya bangkit dan melewati meja makan. Tangannya yang panjang segera mengelus pipi Ainawa yang speechless.

"Ada sisa nasi di pipimu," ucap Shuuzou. Dan lagi, itu berhasil membuat Ainawa blushing dengan sendirinya. Mau tak mau senyum Shuuzou kembali merekah.

"Oh ya, kau masih menyimpan jaket yang kuberikan itu kan?" tanya Shuuzou ketika dirinya sudah menghabiskan makanannya. Ainawa yang menyusul hanya mengangguk.

"Kalau begitu, pakai sekarang. Kita akan keluar," ucap Shuuzou. Ainawa mengeryitkan alisnya di antara kacamatanya yang sedikit melorot. Mengapa Shuuzou sedikit aneh?

*****

"Shuuzou? Mengapa kita ke sini?" tanya Ainawa ketika genggaman tangan Shuuzou ternyata menuntunnya menuju taman kota yang tak jauh dari rumah mereka. Terlebih saat ini tengah bulan purnama. Membuat taman kota terlihat sedikit menakutkan.

"Aku hanya jenuh di rumah. Jadi, tak ada salahnya kan kalau kita keluar sebentar?" ucap Shuuzou. Ainawa hanya ber-oh ria menanggapinya.

"Ainawa, ayo kita duduk di sana!" Shuuzou segera menarik tangan Ainawa menuju bangku taman yang kosong. Kemudian, mereka duduk bersama walau Ainawa menjaga jarak sedikit antara mereka.

Hening. Tak ada yang berbicara. Mereka berdua sibuk dengan pikiran masing-masing. Semilir angin malam pun menambah heningnya suasana.

Ainawa yang tidak tahan dengan suasana sepi sepertinya tidak bisa menahan kantuknya. Beberapa kali ia terlihat menahannya. Dan beberapa kali itu juga Shuuzou tersenyum meliriknya.

Pluk.

Kepala Ainawa menyandar pada bahu Shuuzou. Dia yang sudah kehilangan sebagian besar kesadarannya membuat Shuuzou terkekeh kecil. Shuuzou kemudian menaikkan tangannya. Menyingkirkan beberapa helai rambut yang menutupi wajah berkacamata itu.

Dan gerakan kecil itu ternyata membangunkan Ainawa. Ia segera mengerjap-ngerjap. Tangannya yang gugup membersihkan kacamata berhenti ketika Shuuzou membuka suaranya.

"Ainawa, buka ikatan rambutmu itu," perintah Shuuzou. Ainawa membelalak. Tidak. Ia tidak yakin Shuuzou memiliki niatan baik jika sudah menyuruhnya menggerai rambutnya itu.

"Na-nande?" tanya Ainawa gugup. Shuuzou membuang napas.

"Buka saja. Lagipula ini tempat umum. Sedangkan aku butuh privasi jika ingin melakukan itu." Seolah tahu pikiran Ainawa, Shuuzou menjawabnya sekaligus. Dan kalimat yang lancar keluar dari mulut Shuuzou itu membuat Ainawa bersemu merah. Untung suasana sedikit redup hingga Shuuzou tidak menyadarinya.

Perlahan, Ainawa membawa tangannya ke belakang lalu melepas ikatan rambut sepinggangnya itu. Ikat rambut itu ia jadikan gelang. Dan ia hanya menunduk kala Shuuzou tiba-tiba berpaling ke arahnya.

"Ainawa ..." Shuuzou memegang rambut Ainawa dan dibawanya untuk dicium. Mencoba menyesap bau urang aring yang khas dari sana. Kontan saja Ainawa semakin blushing.

Aku tahu mungkin kau jengah terhadapku

Indahnya masa lalu pun masih membayangimu

Namun kumohon, beriku waktu tuk perbaiki semua itu

Kini Ainawa menatap Shuuzou yang masih di posisinya. Tentu saja itu karena ia tidak percaya dengan pendengarannya sendiri. Melihat Ainawa yang merespon, Shuuzou melanjutkan ungkapan hatinya itu.

Asaku bertaut denganmu selamanya

Walau kutahu kau takkan terbiasa

Aku berjanji padamu kan selalu ada sepanjang masa

Ainawa benar-benar tidak tahu harus berbuat bagaimana atau berkata apa di saat seperti ini. Dirinya benar-benar membeku. Terlebih ketika tangan Shuuzou mengambil ikat rambut dari pergelangan tangannya. Dan sekarang ia harus percaya kalau Shuuzou tengah mengikat rambutnya.

"Na-nande? Padahal aku sangatlah buruk," ucap Ainawa yang kini mati-matian menahan isak tangis. Mukanya menunduk. Tak berani menatap Shuuzou yang melihatnya dengan kasih sayang.

Shuuzou segera menghangatkan Ainawa di dalam pelukannya. Membiarkan perempuan itu membasahi dadanya dengan air mata.

"Karena itulah tugasku untuk menyempurnakanmu," bisik Shuuzou tepat di atas telinga Ainawa. Membuat Ainawa di kedalaman sana tersenyum haru.

.

.

.

Kyaaa!! ><

Lagi-lagi Author dibuat senyam-senyum sendiri gara-gara special chapter ini. Isinya bikin Author doki-doki >< . aiih ... Gak bisa bayangin kalau si ehemdoiehem berbuat seperti ini pada Author. Bisa-bisa Author mati berdiri gegara shock. XD

Yosh! Bagaimana pendapat kalian dengan chapter terakhir dari Flashback ini? dan keseluruhan ceritanya juga bagaimana? Apa ada yang kurang atau malah tidak berkenan di hati Readers? //kecuali OC tentunya//. Tolong tinggalkan jejak kalian di sini ya. Agar Author segera kembali dengan cerita yang lebih seru lagi. \(^^)/

Btw, Arigatou Gozaimasu //bungkuk 90 derajat// buat para OC yang sudah memberi ide untuk membuat fanfict ini. Tanpa kalian, mungkin Author harus membuat OC yang banyak guna mengimbanginya. Intinya, kalian –yang jadi OC- benar-benar sesuatu buat Author sendiri. Author benar-benar merasa beruntung bertemu dengan kalian semua! ^_^

Yukatta! Dengan dipublishnya Whisper Under the Spring's Night bagian dua, Author –Heaira Tetsuya- menyatakan bahwa fanfiction FLASHBACK (Kiseki no Sedai + Kagami Taiga + Nijimura Shuuzou X OC) telah selesai! //bungkuk 90 derajat//

Arigatou gozaimasu for the readers and OC! Sayonara in next story! Mizu all! ><

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top