Nothing Regret


NOTHING REGRET

(Akashi Seijuurou X Narahashi Akemi)

.

.

Disclaimer Tadatoshi Fujimaki for male chara

And, back to the OC for female chara

Typo, absurd, uknown planet's language, and awkward thing else. Happy reading!

.

.

"Seijuurou-sama, Akemi-sama, anda berdua sudah ditunggu oleh Masaomi-sama di ruang makan," ucap seorang maid setelah sebelumnya mengetuk pintu tiga kali di depan ruangan yang berdiri megah.

Di dalam, seorang lelaki bersurai deep crimson terbangun. Piyama yang ia gunakan sedikit terbuka sehingga menampilkan rahang tegas serta bahu tegapnya. Ia melirik ke samping. Mendapati seorang wanita bersurai abu gelap yang masih tertidur pulas. Sebuah senyum kecil tersungging di bibirnya.

Ia segera beranjak tanpa membangunkan perempuan itu. Kemudian menuju kamar mandi untuk mempersiapkan dirinya. Dia masih belum berubah. Pikirnya begitu melihat tubuh di atas ranjang itu mulai menggeliat.

Beberapa saat kemudian ...

Akashi Seijuurou sudah tampil dalam pakaian casual kelas atas miliknya. Di sampingnya, perempuan bernama Narahashi Akemi alias Akashi Akemi itu pun tampak anggun dalam balutan gaun berlengan sebahu yang ia kenakan. Surai abu gelapnya yang panjang ia tata sedemikian rupa sehingga terlihat menawan.

Kini mereka berdua sudah berada di meja makan. Bergabung dengan Akashi Masaomi, Sang Tuan Besar, yang sudah terlebih dahulu tiba.

Akemi's PoV

Aku gugup. Sungguh. Walau ini sudah dua bulan semenjak aku menikah dengan Seijuurou, namun aku masih belum terbiasa dengan segala tata karma yang ada di keluarga Akashi. Terlebih ketika Akashi Masaomi, ayah mertuaku, melihatku dengan pandangan yang sedikit ... merendahkan.

Suasana di meja makan benar-benar canggung. Aku tidak enak dengan ini. Biasanya sarapan pagiku akan diwarnai oleh keributan antara aku dan saudara-saudaraku, serta teriakan dari Okaa-san untuk menghentikan kami. Tapi kini, hanya suara denting garpu dan pisau yang beradu dengan piring memecah kesunyian.

Aku sedikit kesal mengingat menu sarapan pagi ini berupa beef steak yang mengharuskanku menggunakan garpu serta pisau untuk mencacahnya. Aku yang terbiasa menggunakan sumpit kayu benar-benar frustasi karena hal ini. Hingga entah bagaimana caranya, garpu yang sejatinya ada di tanganku malah terlempar ke tengah meja makan.

Napasku tercekat kala merasakan tatapan tajam dari kedua Akashi di sampingku ini. Dengan gugup, tanganku terulur ke tengah meja yang berlapis kain putih. Sialnya, aku tak sengaja menyenggol earl grey tea milikku hingga tumpah membasahi meja. Aku segera duduk dengan wajah menunduk. Aku takut melihat suami dan ayah mertuaku. Kuyakin, nilai minusku akan semakin bertambah sebagai menantu dari keluarga Akashi ini.

"Akemi, kau sudah selesai dengan makananmu?" Suara baritone milik Seijuurou memecahkan lamunanku. Aku mengangguk sedikit. Padahal Seijuurou jelas-jelas melihat masih ada setengah beef steak yang tersisa di piringku.

"Otou-sama, kami sudah selesai," pamitnya kepada sang Ayah. Masaomi tidak menjawab. Seijuurou kemudian menyeretku menuju kamar setelah sebelumnya memerintahkan para maid dan butler untuk membersihkan kekacauan yang kubuat itu.

.

.

.

"Apa kau masih belum terbiasa dengan semua ini, huh?" tanyanya setelah menutup pintu kamar dengan keras. Sepertinya dia sedang menahan amarahnya.

Aku menunduk. Tak berani menatap mata heterocromia yang indah nan mematikan itu. Kudengar Seijuurou menghembuskan napasnya dengan kasar. Baiklah Akemi. Sepertinya kau harus berdoa agar hidupmu selamat setelah ini. Batinku kacau.

Kudengar suara ranjang yang berderit kala Seijuurou mendudukinya. Dan aku masih berdiri di dekat pintu masuk. Kami selalu saja begini bila ada 'masalah'.

"Akemi, duduklah di dekatku. Dan aku tidak menerima penolakan darimu!"

End of Akemi's PoV

Seijuurou's PoV

"Akemi, duduklah di dekatku. Dan aku tidak menerima penolakan darimu!" perintahku begitu melihat badannya yang sudah mulai bergetar. Dengan perlahan, ia mendekat lalu duduk di tepi ranjang. Membuat jarak yang cukup jauh dariku yang duduk di tengah ranjang.

"Apa yang kau lakukan di sana? Sudah kubilang. Kau harus duduk di dekatku!" Aku menekankan kata terakhir sehingga membuatnya tersentak. Padahal aku sama sekali tidak memiliki niatan untuk menakuti gadis beriris kuning terang itu.

Kami duduk bersisian. Dapat kurasakan bahunya yang bergetar ketika tubuh kami bersentuhan. Setelah itu, kepala bersurai abu gelap itu pun naik turun seiring luapan emosinya yang berubah menjadi air mata.

"Ssh ...Sudahlah. Aku yakin Otou-sama akan mengerti dengan keadaanmu," ucapku mencoba menenangkannya. Namun suaranya masih terisak. Aku menghembuskan napas. Tidak ada cara lain. Pikirku.

Ckris. Ckris.

Suara gesekan pisau gunting menggema di dalam kamar yang luas ini. Kemudian hening. Tak ada suara. Bahkan isak tangis Akemi berhenti dengan sendirinya.

"Sei ... Apa kau tidak menyesal memilih istri sepertiku?" lirihannya terdengar jelas di telingaku. Aku menoleh dan mendapati iris secerah mentari pagi yang kini terlihat sembab.

"Jawabannya tentu saja tidak. Sudah kubilang jauh sebelumnya. Ini sama sekali bukan kesalahanmu. Sifat tomboy-mu itu tidak patut dijadikan sebagai alasan untuk menghukummu. Hanya saja, kau harus belajar untuk terbiasa dengan semua ini." Kuusap lembut kepalanya. Ia hanya terdiam mendengar jawaban yang kuberikan.

"Ta-tapi ... Aku benar-benar tidak layak untuk menjadi Nyonya Akashi yang baru. Aku tidak bisa mengikuti Shiori-sama dalam segala hal di dalam keluarga ini." Perlahan, ia kembali terisak. Kali ini aku mendiamkannya. Tak enak juga rasanya jika ia sudah membawa-bawa nama Okaa-sama seperti ini.

End of Akashi's PoV

Author's PoV

Hening. Tak ada yang menanggapi semua itu. Mereka berdua sibuk dengan pikiran masing-masing.

"Sekali lagi kukatakan. Kalau aku tidak menyesal karena memilihmu. Dan pernyataanku itu mutlak! Jadi, jangan pernah mengajukan pertanyaan seperti itu lagi padaku. Kau mengerti, Akemi?" Di akhir kalimat, Seijuurou menatap intens pada Akemi. Membuat gadis berusia 23 tahun itu merona malu.

"Wakarimashita," lirih Akemi seraya memalingkan mukanya. Tak mungkin ia akan membiarkan Seijuurou terus menatap wajahnya yang sudah seperti kepiting rebus.

Di luar dugaannya, tindakan tersebut malah membuat Seijuurou mengeluarkan evil smirk andalannya. Dengan cepat, ia memegang dagu Akemi. Memalingkan wajah putih itu agar menghadapnya, menariknya, dan yang terakhir Akemi bisa rasakan hanyalah sebuah kecupan lembut di bibirnya. Akemi memejamkan mata. Membiarkan Seijuurou melanjutkan 'tugas'nya itu.

Lima menit kemudian, tautan mereka terlepas. Kecupan yang semula lembut perlahan menjadi ganas hingga membuat Akemi tak bisa berlama-lama bermain dengan sang suami. Napasnya terengah-engah. Seperti baru selesai berlari di lapangan.

"Kau tahu? Sepertinya aku harus berterima kasih pada sifat tomboy-mu itu. Karenanya, aku dapat bertemu dengan dirimu, Akemi." Suara baritone milik Seijuurou kembali memecah keheningan yang sempat tercipta.

Akemi menoleh dan mendapati iris heterocromia itu sedikit menyipit karena senyuman Seijuurou yang mengembang tipis. Setipis benang samar. Namun senyuman itulah yang disukai oleh Akemi. Setidaknya, setelah pertemuan pertama mereka hari itu.

Flashback on.

Rambut abu gelap yang diikat ekor kuda itu bergoyang cepat menyeimbangi gerakan sang pemilik yang sudah berlari seperti orang gila. Gadis itu berlari, mencoba mencapai pintu gerbang Rakuzan yang sudah terlihat dekat.

"Kuso!" umpatnya begitu ternyata pintu gerbang sudah ditutup. Padahal ini adalah tahun ajaran baru. Dirinya sebagai kelas 2 setidaknya harus memberikan contoh yang baik kepada para kouhai barunya. Bukannya malah terlambat seperti ini.

"Tidak ada cara lain. Aku harus melakukannya." Gadis itu lalu berlari memutar menuju belakang sekolah. Ditengoknya kiri kanan. Tak ada satupun makhluk hidup yang tampak kecuali dirinya. Setelah dirasa aman, perlahan namun pasti, ia mulai memanjat dinding belakang sekolah yang tidak terlalu tinggi.

Mungkin seorang perempuan yang menaiki dinding dengan rok sekolah di atas lutut benar-benar terbilang nekat. Namun bagi seorang Narahashi Akemi, hal itu bukanlah sesuatu yang perlu dipusingkan. Persetan dengan jati dirinya yang seorang perempuan. Persetan juga dengan statusnya sebagai siswi di SMA bergengsi seperti Rakuzan ini.

Akemi sudah ada di atas dinding ketika ia tidak menyadari ada seorang lelaki yang menatapnya dengan seringai di balik pohon tak jauh dari lokasinya. Dengan berani, Akemi langsung saja menjatuhkan dirinya ke atas tanah. Untung kakinya mampu menopang tubuhnya dengan baik.

Akemi kemudian berjalan sembari membersihkan seragamnya yang sedikit lecet tepat ketika sebuah suara menggema di belakangnya.

"Seorang perempuan telat lalu memanjat dinding belakang sekolah. Sungguh tak tahu malu."

Akemi sontak membalikkan badan. Dalam tatapannya hanya ada seorang lelaki menggunakan kemeja abu gelap yang berdiri dengan sedikit sombong. Angin lalu seolah tengah menyisir surai deep crimson-nya yang berwarna sama dengan gunting yang ia mainkan menggunakan tangan kanan. Sebuah senyum samar terlihat di bibirnya.

"Ketahuilah tempatmu, Narahashi Akemi. Kau seorang Rakuzan. Dan seorang siswi Rakuzan seharusnya tidak melakukan tindakan memalukan seperti tadi."

Tch! Mengapa aku harus bertemu dengan Akashit ini? Batin Akemi begitu melihat mata heterocromia itu memandang rendah padanya. Akemi tidak mau terlibat masalah. Badannya kemudian berbalik dengan cepat. Mencoba meninggalkan iblis merah berkedok ketua dewan sekolah Rakuzan itu.

"Kau tidak akan pergi kemana-mana. Karena kau akan ikut ke ruang konseling bersamaku untuk mendapatkan hukuman," ucap Akashi yang tahu-tahu sudah berada di depan Akemi.

Akemi memasang wajah memangnya-aku-peduli-dengan-hal-itu miliknya di depan Akashi. Membuat Raja Gunting itu menyeringai.

"Hee? Kau berani sekali menentangku, Akemi. Kau tidak tahu tengah berurusan dengan siapa di sini." Akashi memainkan guntingnya. Mencoba untuk menyadarkan Akemi akan statusnya di sekolah ini.

Iris kuning cerah itu memutar dengan malas. Mood-nya yang sudah memburuk akibat keterlambatannya, kini diperparah oleh kehadiran mantan kapten Kiseki no Sedai itu. Membuat Akemi sedikit meremehkan Akashi.

"Tentu saja aku tahu dengan siapa aku berurusan. Di depanku ini berdiri seorang Akashi Seijuurou, seorang jenius pewaris Akashi Corporation. Kapten dari Kiseki no Sedai sekaligus Rakuzan. Iblis bergunting sombong yang pen—"

Belum lagi ia menyelesaikan sumpah serapahnya, kini ia malah terpojok di dinding. Sadar kalau dirinya tengah di-kabedon, Akemi malah semakin melonjak.

"—dek." Tepat begitu Akemi menyelesaikan kalimatnya, sebuah gunting tertancap tepat di dinding sebelah kananya. Dapat ia rasakan, beberapa jumput rambutnya terlepas akibat serangan itu.

"Kau memang gadis yang menarik rupanya. Tapi, sadarilah tempatmu! Dan ketahuilah kalau aku mutlak!" kembali, seulas senyum tipis mengambang pada wajah Akashi. Lalu, tangannya yang bebas membelai kulit wajah Akemi dengan gerakan sensual. Setelah itu ia pergi begitu saja meninggalkan 'korban'nya itu.

Akemi yang mengira akan mendapatkan hukuman hanya bisa cengo melihat tingkah si Iblis Gunting tersebut. Namun, senyuman tipis milik Akashi menyadarkan Akemi bahwa sesuatu di balik dada kirinya berdetak tak karuan.

"Nande?" Lirihnya.

Semenjak itu, mereka berdua selalu saja dipertemukan melalui tingkah tomboy putri keluarga Narahashi tersebut. Namun, siapa sangka kalau justru si Raja Iblis dan Si Putri Tomboy akan dipersatukan selamanya?

Flashback off.

.

.

.

"Akemi!" Ini sudah kelima kalinya Seijuurou memanggil Akemi yang tengah asyik dengan dunianya. Suara Seijuurou menggema di dalam ruangan kedap suara itu. Jadi, walau ia berteriak, tidak akan ada yang mendengarnya.

Yang dipanggil namanya hanya menoleh kaget, segera sadar dari kenangan mereka. Iris kuning cerah itu bertabrakan dengan sepasang heterocromia milik suaminya.

"Ha'i!" ucap Akemi dengan sedikit gugup. Ia takut kalau ia akan mengulangi kesalahan yang sama.

"Apa yang membuatmu melamun hingga mengacuhkanku?" lirihan tersebut terdengar janggal di telinga Akemi. Maksudnya, tidak biasanya Seijuurou mengeluarkan sisi lemahnya itu.

"Ah, gomen nasai, Sei. Aku hanya mengingat bagaimana pertemuan pertama kita. Itu saja ..."Akemi membuang muka. Tak sanggup menatap wajah tampan milik suaminya itu.

"Ooh ... Saat kau memanjat dinding sekolah itu ya?" Seijuurou terkekeh kecil, kembali ke tingkah asalnya. Namun cukup untuk membuat Nyonya Akashi Akemi blushing seketika.

Melihat perubahan wajah sang istri, membuat Seijuurou tidak melewatkan kesempatan. Ia kemudian mendekatkan diri lalu berbisik di telinga Akemi yang sedikit tertutup oleh rambut kelabunya itu.

"Bagaimana kalau giliranku yang 'memanjat'mu, hm?" bisiknya dengan nada seduktif. Akemi yang mendengar kalimat ambigu itu langsung blushing parah.

"Apa maksudmu, Sei?" tanya Akemi yang menoleh dengan wajah kepiting rebusnya ke arah Seijuurou. Senyum tipis itu perlahan berubah menjadi evil smirk yang semakin membuat Akemi menelan ludahnya.

"Tentu kau tau apa maksudku, A-ke-mi ..." kembali, nada seduktif menghampiri telinga Akemi. Ditambah dengan cara sang suami yang mengeja namanya membuat Akemi tak tahu harus berbuat apa.

Dan kabedon yang dilakukan Akashi secara tiba-tiba di atas ranjang king size mereka pun akhirnya menyadarkan Akemi.

Ini waktunya singa makan.

.

.

.


Kyaa ... 1.858 kata! Gak nyangka banget fanfict pertama dengan tumbal dari istrinya Horibe Itona x si Iblis Gunting //ditabok Akashi dan Akemi-san// ini akan sebegini panjangnya. Tehee ... Itona-kun, aku pinjam istrimu di sini ya? Jadi, aku mengambil visualisasi Itona-kun untuk ciri-ciri Akemi-san di sini. XD

Oke ... setelah ini, tumbal berikutnya adalah Murasacchi alias Hoshitsuki Icha-chan. Dia akan menjadi istri dari ace dakian kita, ralat ... maksudnya Aomine Daiki :D

So, semoga kalian senang dengan fanfiction absurd nan gaje bertajuk Flashback ini. Jangan lupa tinggalkan voment agar Author bisa memperbaiki diri. Sayonara pada cerita selanjutnya!

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top