Not Different
NOT DIFFERENT
(Kagami Taiga X Akio Ranka)
.
.
Disclaimer Tadatoshi Fujimaki for male chara
And, back to the OC for female chara
Typo, absurd, uknown planet's language, and awkward thing else. Happy reading!
.
.
"Nggh ..." Gadis bersurai jingga itu menggeliatkan badannya. Alarm alaminya memberitahukan ini waktunya untuk segera bergegas memulai hari.
"Taiga?" panggilnya dengan suara khas orang baru bangun tidur. Tak ada sahutan apapun. Kemudian ia menyadari kalau tidak ada orang di dekatnya.
Suara bising memenuhi pendengarannya. Asalnya dari dapur. Huh. Sudah pasti dia. Batin gadis itu seraya mengajak tubuhnya untuk menuju sumber suara. Langkah kakinya menuju dapur. Di mana seorang pemuda tegap dengan lincahnya memainkan penggorengan.
"Taiga, sudah kubilang, kan? Kalau hari ini giliranku memasak. Mengapa kau tidak mendengarkanku, Baka?" ucapnya seraya bergelanyut di lengan pemuda itu. Pemuda yang dipanggil Taiga itu hanya menoleh sebentar. Sebelum kepalanya kembali fokus pada masakan. Membuat surai gradasi merah hitam miliknya bergoyang sedikit.
"Ano ... Gomen, Ran. Aku hanya tidak tega membangunkanmu. Kau sepertinya sangat kelelahan," jawab Taiga. Perempuan dengan nama asli Akio Ranka itu hanya tersenyum mendengar jawaban yang menurutnya err ...polos itu?
"Daijoubu, Taiga. Aku akan menunggu di meja makan." Ranka langsung melesat menuju ke belakang. Sembari menunggu makanan datang, matanya menatap terus punggung suaminya yang benar-benar lihai memasak.
"Kau memasak apa hari ini?" tanyanya begitu melihat Taiga mendatanginya dengan dua buah piring yang ada di kedua tangannya.
"Hanya kare. Kau suka kare kan?" Taiga melemparkan pertanyaan balik. Satu tangannya menyodorkan piring berisi kare lengkap dengan nasinya. Melihat itu, Ranka mempoutkan bibirnya.
"Kenapa? Kau tidak suka?" Taiga yang hendak menyendok karenya batal begitu melihat ekspresi sosok di depannya.
"Seharusnya kau tahu kan berapa porsiku? Ini ... terlalu sedikit," ucap Ranka seraya membuang muka. Melihat itu, Taiga tak bisa menahan tawanya.
"Ahaha ... Aku kira kau kenapa. Tenang saja, Ranka. Di belakang masih ada sepanci penuh kok." Taiga menunjuk belakangnya dengan ibu jari. Melihat itu, mata jingga Ranka langsung berbinar.
"Kya! Ittekimasu!" teriaknya tiba-tiba. Tangan putih itu langsung menyendok makanan di depannya dengan penuh semangat. Taiga hanya bisa melongo melihat tingkah Kagami Ranka itu. Namun itu tidak bertahan lama. Taiga sudah mengenal istrinya dengan baik semenjak mereka masih di SMA Seirin.
Ranka's PoV
"Aku minta tambah!" ucapku seraya mengancungkan piring yang sudah kukosongkan isinya. Taiga tersenyum lebar melihat tingkah childish-ku itu. Tapi, tak ada salahnya kan kekanakan pada suami sendiri?
Taiga langsung beranjak begitu menerima piringku. Kulihat, dia sendiri membawa piringnya. Dasar! Padahal dia juga sama sepertiku. Tidak bisa makan dengan porsi orang normal.
Melihat punggung tegapnya itu membuatku tersenyum sendiri. Ternyata, setelah tiga bulan hidup bersama, aku menyadari dibalik tubuh kekar itu ada jiwa yang masih polos. Untung saja, dia tidak satu sekolah dengan rivalnya yang kuketahui hobi membaca majalah dewasa. Bila iya, maka kupastikan otak polos Taiga akan langsung berubah keruh.
Polos dan ekspresif. Dua kata itu berhasil membuatku jatuh ke dalam dunia seorang Kagami Taiga. Yah, walau harus kuakui, dia juga melakukan hal yang sama.
"Lanjutkan makanmu, Ranka ..." perintahnya. Di depanku kini terhidang kare dengan porsi dua kali dari sebelumnya. Sedangkan Taiga, tak perlu kusebutkan.
"Seperti biasa, kare buatanmu selalu enak, Taiga. Tidak ada yang berubah sama sekali," ucapku setelah menghabiskan sesendok dari porsi kedua ini. Kulihat, wajahnya memerah mendengar ucapanku. Sudah kubilang kan kalau dia itu ekspresif?
"Arigatou, Ranka." Ia membuang muka. Sepertinya malu jika wajah kepiting rebusnya harus tertangkap oleh retina mataku.
"Ngomong-ngomong, apa kau tidak takut berat badanmu naik, Ranka?"
End of Ranka's PoV
Taiga's PoV
"Ngomong-ngomong, apa kau tidak takut berat badanmu naik, Ranka?" tanyaku tanpa melihatnya.
Tiba-tiba saja ia tersedak mendengar kalimatku itu. Dengan tergopoh-gopoh, aku menyodorkan segelas air padanya yang langsung diminum dengan ganas.
"Taiga, sudah berapa kali kubilang. Jangan pernah menanyakan hal itu jika kau sudah tahu jawabannya, Baka!" hentaknya di depanku. Aku menelan ludahku sendiri. Tak pernah kusangka jika rumor tentang perempuan yang anti ditanya tentang berat badan mereka itu benar adanya. Kali ini, aku melihat hal itu pada sosok bersurai jingga di depanku.
"Ngg ... gomen nasai, Ranka. A-aku lupa," ucapku perlahan. Kulihat ia menarik napas sebentar. Lalu menghembuskannya pelan.
"Kau sudah tahu, Taiga. Walau aku makan berapa banyak porsipun, badanku akan tetap seperti ini. Berat badanku pun hanya naik setiap tiga bulan sekali. Jadi, kau tidak perlu merisaukan pertanyaanmu tadi. Dan juga, maaf sudah membuatmu kaget dengan suaraku tadi." Berkata seperti itu, ia menangkupkan kedua tangannya di depan dada. Membuatku mengangguk samar.
"Ucapanmu itu sama sekali tidak berbeda dengan ucapan ketika kita bertemu pertama kali. Ya kan?" tanyaku menanggapi ocehannya.
End of Taiga's PoV
Author's PoV
Ranka tersenyum mendengar ucapan Taiga. Sekeping ingatan masa lalu memenuhi pikirannya. "Yang di Maji Burger itu kah?" tanyanya balik.
Taiga mengangguk pasti. Ternyata dia masih ingat. Pikir Ranka melihat Taiga yang sudah menghabiskan makanannya. Ia sendiri sudah habis terlebih dahulu. Jadi, dia bebas melihat pipi Taiga yang seperti tupai ketika mengunyah itu. Seperti dulu ya? Batinnya.
Flashback on.
"Akhirnya piket hari ini selesai juga!" ucapnya riang. Rambut senada matahari senja itu bergoyang kesana kemari karena pemiliknya yang berjalan seraya sesekali melompat kecil. Langkah kakinya menuju sebuah foodcourt langganan dengan tulisan Maji Burger yang mentereng di atas bangunan itu.
"Tolong cheese burger sepuluh." Ucap Ranka di depan meja pemesanan yang merangkap sebagai meja kasir. Pelayan wanita yang melayani Ranka mengerjapkan matanya sebentar. Sebelum akhirnya memenuhi permintaan yang menurutnya tidak sesuai untuk seorang gadis SMA.
Setelah menerima nampan dengan isi yang sedikit menggunung, Ranka segera mencari tempat duduk. Namun setelah memerhatikan sekeliling, tidak ada meja yang kosong. Padahal di hari-hari sebelumnya tidak pernah seperti ini.
Iris jingga Ranka melebar ketika mendapati sebuah meja yang hanya diisi oleh seorang pemuda. Dari seragamnya, Ranka tahu bahwa pemuda itu adalah siswa SMA Seirin. Sama seperti dirinya. Oleh karena itu, ia memutuskan untuk bergabung bersama pemuda itu.
"Ano ... Sumimasen. Apakah aku boleh bergabung denganmu? Itupun jika kau izinkan," ucapnya sesopan mungkin. Berharap bahwa penghuni terdahulu berkenan memberikan tempat pada tubuh lelahnya itu.
Pemuda itu hanya menoleh heran. Alis cabangnya bertaut satu sama lain. Namun kepalanya mengangguk setelah memperhatikan seragam yang dikenakan oleh gadis di depannya itu.
"Watashi no namae Akio Ranka. Yoroshiku onegaishimasu." Ranka mengulurkan tangan melewati tumpukan cheese burger di depannya. Lagi, pemuda bersurai gradasi itu menatap heran. Namun toh akhirnya ia menyambut uluran tangan Ranka.
"Kagami Taiga," ucapnya singkat. Walau sekilas, Ranka dapat melihat semburat kemerahan muncul di wajah Taiga. Ekspresif. Pikirnya saat itu.
Mereka melanjutkan acara santap mereka dalam diam. Semburat kekuningan dari matahari senja mencoba merayu mereka untuk saling mengenal lebih dalam lagi.
Ranka menoleh ke arah Taiga setelah sebelumnya memperhatikan jalan di depan sana. "Ada apa Kagami-kun?" tanya Ranka setelah melihat Taiga memperhatikannya dengan tatapan yang entah bagaimana cara menjelaskannya.
"Ano ... Akio-san, apakah kau bisa menghabiskan seluruh burger itu?" Taiga bertanya dengan gugup. Sampai tidak menyadari kalau ia menambahkan sufiks –san pada nama lawan bicaranya. Dan itu bukan sifat Taiga.
"Hee? Mengapa memangnya? Malah porsi makanku di rumah dua kali lipat dari ini, lho."Ranka menjawabnya dengan jujur. Seolah hal itu bukan sesuatu yang harus disembunyikan.
"Nani? A-aku kira karena kau seorang perempuan, porsimu tentu lebih sedikit. Terlebih jika kau ada program diet." Demi cheeseburger yang sudah ia makan! Mengapa lelaki di depan Ranka ini terlihat sangat polos saat mengatakan itu?
Ranka terpana sebentar. Kemudian tertawa kecil. Membuat Taiga menoleh padanya. "Kau tenang saja, Kagami-kun. Walau aku makan berapa banyak porsipun, badanku akan tetap seperti ini. Berat badanku pun hanya naik setiap tiga bulan sekali. Jadi, kau tidak perlu merisaukan pertanyaanmu tadi."
Kemudian Ranka terkekeh kecil. Membuat Taiga sedikit salah tingkah akibat tanggapannya yang cukup memalukan itu.
"Kau sendiri lihatlah porsi makanmu itu. Dua puluh cheeseburger bukan ukuran normal untuk lelaki seusiamu." Ranka kembali tertawa kecil melihat Taiga yang blushing karena ucapannya dikembalikan dengan telak.
Demi menghilangkan gugupnya, Taiga mengambil sebuah cheeseburger miliknya lalu mengunyahnya dengan cepat. Sampai tak menyadari bahwa Ranka tersenyum memerhatikan pipinya yang bergerak seperti tupai itu.
Flashback off.
"Taiga ... kita makan di Maji Burger yuk!" ajak Ranka setelah tersadar dari lamunannya. Taiga yang sedang mencuci piring tersentak mendengar ajakan tersebut. Padahal mereka baru saja sarapan. Dan sekarang, istrinya ingin makan lagi di luar.
"Hei, kau kan baru selesai makan, Ranka? Tidak baik kalau kau makan secara berlebihan. Lagipula, Maji Burger belum buka saat ini." Taiga mengucapkannya seraya melanjutkan aktifitas cuci piring yang sekejap kemudian selesai. Seraya mengeringkan tangan, ia berjalan menuju meja makan.
Ranka menepuk jidatnya tak sengaja begitu mendengar tanggapan Taiga. Dulu, ia pernah mendengar kalau suaminya itu sering dipanggil Bakagami oleh pelatih basketnya. Namun, siapa sangka kalau ternyata julukan itu sangat benar?
"Baka! Apa kau lupa kalau Maji Burger itu buka 24 jam? Sudah pasti mereka tengah melayani pelanggan saat ini, Baka!" ucap Ranka gemas. Menyadari itu, Taiga hanya cengengesan seraya menggaruk tengkuknya yang tidak gatal.
"Gomen ne, Ranka," ucap Taiga perlahan. Ranka hanya bisa bersabar menghadapi tingkah polos suaminya itu.
"Daijoubu, Taiga." Jawabnya singkat. Tiba-tiba saja Ranka bergerak cepat mencium pipi Taiga. Yang disambut oleh teriakan pemuda gradasi itu.
"O-oi Ranka! Apa yang kau lakukan?" Taiga segera memalingkan muka. Tapi sayangnya, muka memerah itu gagal disembunyikan dengan baik.
"Are? Memangnya kenapa kalau aku mencium suamiku yang polos ini? Kau tidak suka?" Ranka mengeluarkan jurus puppy eyes miliknya. Membuat Taiga tak bisa berkutik sama sekali.
"I just shock. You knew it," jawab Taiga. Kemudian hening. Sampai sebuah dering telepon mengejutkan mereka.
Keduanya segera sprint menuju ruang tamu. Lantas berebut untuk menentukan siapa yang akan mengangkat telepon rumah yang sudah menjerit keras itu.
"Moshi moshi," ucap Ranka seraya menempelkan salah satu ujung telepon di telinganya. Jari telunjuknya berdiri tegak di depan bibir. Mengisyaratkan Taiga untuk tidak ribut selama telepon berlangsung.
"Eh? Otou-san? Apa kabar? ... kami baik-baik saja kok ... Taiga? Dia ada di dekatku, Otou-san. Kau ingin berbicara dengannya? ... Eh, ada apa? ... baiklah. Kami akan tiba di sana segera. Jaa ne, Otou-san!" Ranka kemudian menaruh gagang telepon itu di tempat semula begitu telepon selesai.
Ia berbalik dan mendapati Taiga yang menatap penasaran. "Siapa yang menelepon? Ada perlu apa?" tanyanya.
"Tadi itu Otou-sanku. Beliau bilang Obaa-san tengah berkunjung. Jadi, kita diminta untuk ke sana hari ini juga," jawab Ranka.
Taiga hanya ber-ooh ria menanggapi hal itu. Kemudian Ranka mengajak mereka untuk segera berkemas. Karena sudah pasti mereka akan menginap sehari atau dua hari selama kunjungan Obaa-san dari pihak istri tersebut.
Tiga puluh menit kemudian, mereka sudah siap. Seraya bergandengan tangan, mereka berdua menyusuri jalan menuju stasiun kereta yang tak terlalu jauh dari apartemen yang mereka tinggali. Sampai Ranka sadar kalau mereka lewat di depan Maji Burger.
"Taiga! Kita beli cheeseburger dulu ya? Aku ingin sekali makan itu sebagai bekal untuk di kereta nanti. Sekalian kita beli sebagai oleh-oleh untuk keluarga di sana ya? Kau mau kan, Taiga?" Ranka dengan semangat menunjuk bagian dalam foodcourt yang dibatasi oleh dinding kaca itu.
Tanpa menunggu jawaban apapun, Ranka sudah terlebih dahulu menyeretnya masuk ke sana. Kemudian memesan tiga puluh cheeseburger pada pelayan. Kau sama sekali tidak berbeda dengan yang dulu, Ranka. Batinnya melihat tingkah childish istrinya yang kambuh tersebut. Diam-diam, Taiga tersenyum simpul di belakang tubuh istrinya itu.
.
.
.
Hai, Minna-san! Bagaimana chapter dengan 1.788 words untuk pasangan KagaRan ini? Terlalu OOC kah atau absurd banget? Whooa ... sumimasen kalau kalian kurang puas.
Dan juga, gomen ya Ran-san. Aku bingung harus mau tulis apa untuk bagianmu. Gara-gara Kagami suka burger, aku jadi kepikiran sama cerita ini. Kan enak makan banyak tapi badan gak berubah? Ya kan? //digantung Ran-san//
Yosh! Di chapter selanjutnya, kita akan mendapat cerita dari si Annoying Minion a.k.a Kise Ryouta XD //Kise : Heairacchi hidoii-ssu!//Author langsung dihajar fans Kise// yang akan berpasangan dengan Yuka-neesan! //kagak ada orangnya kan? Aman ...//
Okelah kalau begitu. Jangan lupa tinggalkan jejak kalian di sini. Siapa tahu kita bisa bertukar cerita. Terutama antara Kurobas Lovers. Tehee :D Baiklah, cheerio all!
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top