Give Me a Chance



GIVE ME A CHANCE

(Nijimura Shuuzou X Yousuka Ainawa)

.

.

Disclaimer Tadatoshi Fujimaki for male chara

And, back to the OC for female chara

Typo, absurd, uknown planet's language, and awkward thing else. Happy reading!

.

.

"...ro-chan ..."

Nijimura Shuuzou mendelik begitu mendengar igauan lirih yang keluar dari sosok di atas kasur mereka. Shuuzou yang baru selesai mandi lantas mendekati sosok itu dan mendekatkan telinganya tepat di atas bibir yang terus menggumam lirih itu.

"Ku ... ro ... -chan ..."

Mata Shuuzou membelalak seketika begitu mendengar patahan kata yang keluar dari mulut istrinya, Nijimura Ainawa. Putri sulung dari marga Yousuka itu memang sering menggumam kala tertidur dan Shuuzou mengetahui itu. Namun siapa sangka kalau yang sering tergumamkan adalah sosok dari masa lampau?

Merasa tak terima, Shuuzou langsung menghentakkan selimut yang menutupi sebagian tubuh istrinya itu lalu berucap keras. "Ainawa! Bangunlah!"

Tubuh Ainawa langsung terduduk tegak. Dia yang tak terbiasa dikagetkan seperti itu langsung mencengkram dadanya. Sedikit sakit.

"Shuuzou-kun! Apa yang kau lakukan? Bagaimana jika penyakitku kambuh?" bentak Ainawa dengan mata yang berair. Membuat Shuuzou yang tersentak balik. Ia menyadari kesalahannya itu. Namun sesuatu yang disadarinya membuatnya lebih sedih.

Apa-apaan sufiks –kun itu?

"Gomen nasai, Ainawa. Aku hanya khawatir karena kau tadi mengigau tidak jelas." Shuuzou menatap Ainawa yang sedang menghapus air matanya. Kemudian kepala dengan rambut hitam itu mengangguk.

"Daijoubu, Shuuzou-kun. Ngomong-ngomong, aku mengigau tentang apa tadi?" Ainawa bertanya seraya mengikat rambutnya tinggi. Sepertinya dia benar-benar tidak menyadari kesalahannya. Setelah itu ia memakai kacamatanya yang ada di atas nakas.

Shuuzou yang enggan membahas hal itu hanya menjawab kecil. "Iie. Hanya igauan tak jelas khas orang tidur saja."

Iris coklat muda bertemu dengan iris abu kehitaman. Ainawa mencoba mencari kebohongan dari sosok lelaki yang sudah resmi menjadi suaminya semenjak tiga bulan lalu itu. Namun tidak ia jumpa.

Ainawa menghembuskan napasnya kecil. Lalu tersenyum pada Shuuzou. "Nee, Shuuzou-kun. Kau ingin aku masak apa?" tanyanya. Tak ada jawaban. Shuuzou tengah terjebak dengan ingatannya sendiri.

"Shuuzou-kun? Shuuzou-kun?" Ainawa mengibaskan tangannya di depan Shuuzou. Mencoba mengembalikan ruh lelaki itu yang entah tengah mengembara kemana.

"Na-nani?" ucap Shuuzou tiba-tiba. Lalu matanya beralih kepada Ainawa yang terkejut melihat perubahannya itu.

"Iie. Kau tadi tengah melamun. Da-dan a-ku ..." dengan sedikit tergagap, Ainawa mencoba menjelaskan apa yang terjadi. Namun sayangnya ia gagal.

Shuuzou memegang kedua bahu istrinya itu. Membuat Ainawa seketika blushing. Dan Shuuzou tampaknya sangat menikmati wajah Ainawa yang sudah seperti kepiting rebus itu.

Shuuzou menunduk dan melepas kacamata yang semula berada di wajah Ainawa. Istrinya itu mencoba untuk merebutnya kembali, namun terlambat.

Dagu Ainawa dipegang secara paksa lalu ia mengecup bibir itu dengan sedikit kasar. Membuat perempuan itu langsung mencoba memberontak. Namun tak berhasil. Dengan tinggi yang hanya sepundak Shuuzou, sudah jelas kalau tenaganya itu akan kalah jauh.

Shuuzou menggigit bibir bawah Ainawa dan membuat perempuan itu mau tak mau membuka mulutnya. Shuuzou menekan kepala istrinya itu ke depan guna memperdalam ciuman mereka kali ini. Ainawa hanya bisa pasrah dengan desahan yang keluar dari bibirnya sendiri. Dan itu sama saja seperti meminta yang 'lebih' kepada suaminya.

Tangan Ainawa memberontak kala tangan Shuuzou juga sudah beraksi di balik bajunya. Sungguh. Ia tak ingin mengawali paginya dengan menjadi kudapan Shuuzou. Namun lelaki bermarga Nijimura itu sama sekali tidak menggubris perbuatannya itu.

"Kau ... ha-harus membayarnya ..." bisikan disertai desahan itu membuat mata Ainawa melebar. Apa maksudnya dengan membayar itu?

Namun Ainawa tak dapat berpikir lebih lanjut. Tubuhnya sudah terlebih dahulu bereaksi akibat Shuuzou yang melanjutkan aktifitasnya dengan membuat kiss mark di lehernya. Ainawa hanya bisa mencengkram dada Shuuzou akibat dirinya yang sudah mulai lost control.

Ainawa's Pov.

"Shuu ...zou-kunh .. nggh ..." desahan itu lolos kala Shuuzou menggigit leher bawahku dengan kasar. Mataku sudah menitiskan air mata kala tangan Shuuzou kembali menyusup ke dalam bajuku dan mengelus punggungku perlahan.

Shuuzou tiba-tiba menghentikan aktifitasnya kala ia merasakan bahunya yang membasah. Ia melepaskan pelukannya dan menatapku yang sudah berurai air mata.

"Nande? Mengapa kau melakukannya padahal aku tak ingin sama sekali, Baka?!" umpatku setelah mampu melepaskan diri darinya.

"Bukannya aku berhak untuk melakukan itu padamu, huh?" tanyanya balik dengan sorot mata yang tajam. Dan aku tidak sanggup ditatap seperti itu.

"Ta-tapi aku tidak mau melakukannya!" umpatku lagi yang kini sudah terduduk di lantai. Kakiku sudah lemas hingga tak mampu menopang tubuhku dengan baik.

Shuuzou hanya terdiam melihatku. Ia sama sekali tidak mencoba menenangkanku atau apa. Namun dari matanya, aku dapat mengetahui bahwa ia merasa bersalah. Ia kemudian meminta maaf dengan lirih.

"Sudahlah Shuuzou-kun. Sebaiknya kita melanjutkannya nanti. Aku akan menyiapkan sarapan terlebih dahulu," ucapku seraya menghapus air mata yang membuat mataku sedikit bengkak. Aku kemudian berdiri walau akhirnya aku berjalan dengan sempoyongan. Kacamata yang semula ada di tangan Shuuzou, sudah kembali pada wajahku.

"Ainawa, kau istirahatlah. Biarkan aku yang membuat sarapan kali ini," ucapnya seraya menyentuh kedua bahuku (lagi). Refleks, aku menepis tangannya dan segera meninggalkan dirinya yang terpaku menuju dapur.

Selama memasak, aku sama sekali tidak bisa berkonsentrasi pada pekerjaanku. Pikiranku hanya terpaku pada alasan di balik semua ini. Mengapa Shuuzou bertindak agresif pagi ini? Tadi dia bilang kalau aku harus membayarnya. Bayaran atas apa maksudnya? Apakah ada kesalahan yang tidak sengaja kulakukan namun itu tidak kusadari?

Aku terus saja melamun sampai sebuah tangan terulur ke depan dan memegang tanganku yang tengah menggoreng. Lalu, tangan kami pun menggerakkan isi dari penggorengan itu.

"Makanannya akan hangus jika kau tidak memerhatikannya, Ainawa," ucap Shuuzou tepat di telingaku. Dagunya yang sedikit lancip bertengger pada bahuku. Ditambah dengan tangannya yang melingkar di pinggangku membuatku seketika memerah.

"Hei, mengapa mukamu berubah warna, Ainawa? Apakah kau malu, hm?" ucapnya dengan nada yang cukup untuk membuat bulu badanku meremang dengan sendirinya.

"I-iie! A-aku hanya merasa kepanasan akibat minyak ini!" aku mengelak. Namun Shuuzou terkekeh mendengar hal itu.

"Dasar uke tsundere!" bisiknya dengan penekanan. Cukup! Aku benar-benar tidak tahan lagi.

"A-aku bukan tsundere!" protesku. Dia tak menggubris sama sekali.

"Tsun-de-re." caranya yang mengeja kata itu benar-benar membuatku ingin menyiramnya dengan minyak panas yang ada di depanku ini.

"Iie!" bentakku.

"Iie! Sudah jelas kalau kau itu tsundere, Ainawa," ucapnya lagi. Dan dibalas melalui gelengan olehku.

"Tapi kalau uke itu benar kan?" Dia berhasil membuat diriku skakmat. Aku hanya mendengus kesal dan segera menuju meja makan seraya membawa sarapan yang sudah jadi. Tanpa kusadari, aku sudah melupakan amarahku pada Shuuzou.

End of Ainawa's PoV

Shuuzou's PoV

Aku hanya menyuap makananku sedikit demi sedikit. Pemandangan di depanku benar-benar lebih menarik daripada sarapan yang tengah kulahap ini. Seorang perempuan berkacamata dengan rambut yang diikat tinggi makan dalam posisi menunduk. Tangannya bergerak cepat memasukkan makanan menggunakan sumpit. Dan itu membuatku tersenyum.

"Aku sudah selesai," ucapnya. Kemudian ia segera melesat ke dalam kamar. Entah karena apa.

Lima menit kemudian, aku menyusulnya. Tentunya setelah membereskan perlengkapan makan yang sudah kami gunakan. Aku mendekati kamarku tepat ketika aku mendengar suara senandung kecil dari dalam sana.

Kuputuskan untuk tidak segera masuk kamar. Dengan hati-hati, aku mengintip dari celah pintu yag terbuka sedikit. Dapat kulihat ia tengah menulis sesuatu dan sesekali ia tersenyum kecil. Dan aku penasaran.

Tak lama, ia melepas tulisannya lalu menaruh buku yang ia gunakan di antara buku-buku yang lainnya. Setelah itu, ia pun menghilang di dalam kamar mandi.

Aku masuk dan segera mencari buku yang tadi. Untungnya, ia agak ceroboh karena buku itu menyembul sedikit. Kuambil buku bersampul biru langit itu dan mulai membacanya. Seketika itu juga, aku speechless.

Apa-apaan ini? Semua isinya menceritakan tentang pengalaman hariannya. Namun selingannya yang membuatku naik darah. Di sana, terdapat nama yang seharusnya tidak ada di dalam kehidupannya semenjak kami bersama. Seharusnya begitu. Namun melihat coretan tangannya membuatku sadar. Ia melakukan itu.

Aku sudah mengetahui siapa di balik nama itu. Bahkan sangat mengenalnya. Tak kusangka kalau nama itu tak hanya menjadi igauan istriku. Melainkan juga sebagai pelengkap diary-nya. Dan ini tidak bisa dibiarkan.

Flashback on

"Su-sumimasen, apa Kuro-chan ada?" tanya seorang gadis megane yang berdiri tepat di depan pintu gym. Aku yang kebetulan hanya mengawasi latihan basket hari ini segera menghampiri gadis itu.

"Kau sedang mencari siapa?" tanyaku. Gadis itu menunduk. Mungkin takut dengan tatapanku yang memang terkesan mengintimidasinya.

"Watashi wa Yousuka Ainawa. Aku kesini untuk mencari Kuro-chan," jawabnya. Aku mendelik heran.

"Et-etto, maksudku Kuroko Tetsuya-kun," lanjutnya setelah menyadari keherananku. Sepertinya gadis ini akrab dengan Kuroko hingga memanggilnya seperti itu. Tapi aku tidak ambil pusing. Aku segera memanggil sosok bersurai baby blue yang sedari tadi hanya mengoper di tengah lapangan.

Kuroko dan Ainawa lantas menjauh sedikit dari gym ketika mereka bertemu. Aku memerhatikan mereka. Kulihat Ainawa menyodorkan sesuatu yang kemungkinan besar adalah bento. Namun gesture tubuh Kuroko yang menolak membuat gadis itu tersenyum lalu menunduk.

Setelah itu, Kuroko kembali masuk ke gym dan aku masih di sini. Aku masih memerhatikan Ainawa yang tampaknya kecewa karena bento-nya ditolak oleh Kuroko. Terbukti ketika tangan gadis itu hendak meletakkan kotak makan siang itu ke dalam tempat sampah.

"Hei! Jangan!" teriakku. Ia menoleh dan menatapku gugup. Bento yang hendak ia buang berpindah posisi ke belakang badannya.

"Mengapa kau ingin membuangnya?" tanyaku. Ia menunduk.

"Karena Kuro-ch—maksudku Kuroko-kun menolaknya." Suaranya parau. Seperti hendak menangis. Perempuan ini ternyata cengeng juga. Pikirku.

"Ara ara ... kau sepertinya menyukai Kuroko-kun bukan?" tanyaku to the point. Ia mendongak. Semburat kemerahan yang menguasai mukanya membuatku tertegun seketika. Namun ia menggelengkan kepalanya. Membuat rambutnya yang diikat tinggi bergoyang lucu.

"I-iie, Ni-nijimura-sen-pai. Ka-kami ha-hanya berteman." Ia menjawab dengan gugup. Dan kepala yang segera menghadap lain itu menyadarkanku. Bahwa gadis di depanku ini termasuk tipe tsundere.

"Benarkah? Ooh ... kau ternyata tsundere ya?" ucapku seraya menahan tawa. Mata yang membulat sempurna di balik bingkai berkaca itu kembali menatapku. Kemudian ia segera menjawab dengan sedikit keras.

"A-aku bukan tsundere!"

Setelah itu, ia melemparkan kotak bentonya ke arahku dan segera melesat pergi. Aku hanya menatap 'pemberian'nya itu dengan heran. Ternyata, ada juga gadis seperti dia. Namun aku tersenyum. Tsundere huh?

Flashback off.

End of Shuuzou's PoV

.

.

.

Author's PoV

"Apa maksudnya ini?"

Ainawa yang baru saja selesai mandi tersentak begitu melihat buku kesayangannya berada dalam genggaman Shuuzou. Terlebih posisinya yang tengah terbuka membuat tubuhnya yang masih terbalut handuk itu bergetar.

"Shu-shuuzou-kun ... A-aku bisa menjelaskannya pa-padamu," ucap Ainawa dengan terbata-bata. Matanya yang tak dilindungi oleh kacamata itu menatap Shuuzou yang juga masih menatap tajam pada dirinya.

"Ternyata ... apa yang kucurigai selama ini benar? Ainawa, aku bukanlah tipe orang sabar dan kau tahu itu," timpalnya. Ia lalu membuang buku itu ke atas meja dan segera menuju Ainawa yang masih terpaku.

"Kau tahu? Apa yang selama ini kau gumamkan kala tertidur lelap?" tanya Shuuzou yang sudah meletakkan kedua tangannya di samping tubuh Ainawa. Gadis itu menggeleng dalam kabedon itu.

"Kau menyebut namanya!" Shuuzou bersuara sedikit keras. Hingga gadis itu tersentak. Ja-jadi?

"Ya! Kau selalu mengigaukan nama yang sama dengan yang kau tulis di dalam buku itu! Kau menggumamkannya sambil tersenyum! Kau menghadirkan sosok yang seharusnya tidak ada di kehidupan kita. Kau ... kau..."

Ainawa hanya bisa ternganga melihat Shuuzou yang kini seperti orang depresi. Lelaki bermata tajam itu menunduk. Punggungnya bergetar menahan tangis.

"Mengapa... bukan... aku?" tanyanya parau. Sekarang, Ainawa sudah mengerti seluruh kesalahannya. Dan dadanya tiba-tiba sesak. Jadi, selama ini tanpa sengaja ia telah menyakiti suaminya? Istri yang jahat. Batinnya sendiri sudah menangis.

"Shuuzou-kun ... ma-maafkan—"

"Iie, Ainawa. Aku yang harus minta maaf. Mungkin selama ini perilakuku ada yang salah sehingga kau melakukannya. Kumohon. Maafkanlah aku. Juga berhentilah memanggilku dengan sufiks –kun itu." Shuuzou merengkuh Ainawa yang masih terjebak dalam pikirannya. Shuuzou menatap iris coklat istrinya kemudian perempuan itu mengangguk.

"Daijoubu, Shuuzou. Jujur. Aku yang lebih bersalah. Kumohon, kau juga memaafkanku." Ainawa membalas rengkuhan itu. Di balik punggungnya, Shuuzou mengiyakan semuanya.

Muka Ainawa tiba-tiba memerah tepat ketika hembusan napas Shuuzou menyentuh tengkuknya yang masih sedikit basah. Matanya pun melebar ketika Shuuzou menampakkan seringai di bawah mata tajamnya itu. Tangan pemuda itu terulur ke belakang.

"Shuu—"

Bibir mereka bertautan kembali seiring dengan gelungan rambut Ainawa yang terlepas. Namun belum lama karena Ainawa langsung mendorong Shuuzou tepat di dada. Shuuzou tersenyum licik melihat Ainawa yang terlihat tidak suka. Dan rambut yang terurai acak itu membuat Shuuzou semakin 'senang'.

"Hei, sudah kubilang kan kalau kau harus membayarnya? Dan juga, ingat kalau kau sendiri yang mengatakan akan melanjutkannya nanti tadi sebelum sarapan," ucap Shuuzou seraya menatap tajam pada Ainawa. Ia tahu kelemahan istrinya itu. Oleh karenanya, inilah saat yang tepat untuk memojokkannya.

Ainawa membelalak. Teringat akan perkataan yang dimaksud oleh Shuuzou tadi. Dan mukanya langsung memerah sempurna. Satu kosong untuk Shuuzou.

"Iie! A-aku me-mengatakannya karena k-kau yang membuatku mengatakannya!" Ainawa memalingkan muka. Sifat kesukaan Shuuzou itu akhirnya kambuh juga.

"Dasar uke tsundere!" Shuuzou menarik tubuh Ainawa dalam pelukannya. Dan segera meraup bibir itu dengan lahap. Ainawa yang jengkel karena selalu diolok, mendiamkan Shuuzou hanya menjilati bibirnya. Namun lama kelamaan, ia pun menyerah.

Shuuzou tertawa dalam hati melihat pertahanan istrinya yang langsung terbuka lebar akibat serangannya itu. Shuuzou pun segera mendominasi. Membuat Ainawa mengeluarkan suara yang seolah menyemangati Shuuzou.

"Shuu ... zou ... ka-kiku ... sakit," ucap Ainawa di sela-sela pagutan Shuuzou. Yang mendengar itu memberhentikan aksinya. Membiarkan Ainawa menghirup oksigen lebih banyak sebelum mereka ke tingkat yang lebih.

Ia segera menggendong perempuan itu ala bridal style. Ainawa yang sudah menyadari niat Shuuzou hanya bisa memukul dada bidang lelaki itu dengan pukulan yang tak berarti baginya.

"Berikan aku kesempatan. Dan aku akan menggantikan langit birumu itu dengan pelangi, Ainawa," ucap Shuuzou setelah membaringkan Ainawa di atas kasur. Ainawa hanya bisa blushing parah mendengarnya. Dan tentu saja Shuuzou sangat menikmati muka kemerahan yang disajikan oleh sosok yang sudah berada di bawahnya itu.

Perlahan, tangan Shuuzou membelai pipi Ainawa yang bersemu merah. Membuat Ainawa segera merinding. "Lagipula, kau masih menggunakan handuk. Jadi, ini akan cepat bukan?" smirk pada wajah Shuuzou membuat Ainawa kembali membelalakkan mata dan menyadari sesuatu.

Sadar kalau semua itu ada harganya.

.

.

.

Author kagak lihat! Author kagak lihat nih bagian! //nutup mata//OC: sama saja. Kan Heaira yang buat. Dan otomatis kau sudah melihatnya lah!//Author: *pundung di pojokan*//. Sepertinya otak Author sedang korslet ketika menistakan diri sendiri di bagian ini. Dan isi dengan 2.223 words ini benar-benar bikin Author merinding. Ini hanyalah fanfict! Ini hanyalah fanfict!

Ugh! Otak Author benar-benar rada sengklek sekarang. Jadi, maaf kalau ada pembaca di bawah umur yang ternoda kepolosannya oleh Author. Author benar-benar minta maaf. Sumimasen! //nangkupin tangan di depan dada//

Akemi: Yosh! Akhirnya ini selesai juga! *nari hula-hula*

Icha: Hayati sudah lelah *ngurut dada*

Ranka: Akhirnya aku bisa kembali ke marga asliku! *wink*

Yoshioka: *tersenyum* Bersama Kise benar-benar ribut.

Haruka: Aku tetap di marga ini juga ga papa kok *senyum miring*

Arisa: Iie! Aku mau kembali ke bang Karma! *geleng-geleng kepala*

Hanaru: Dan aku sudah lelah mengurus bayi titan itu *bersyukur*

Author: *smirk* Siapa bilang ini sudah berakhir, Minna?

All OC: Nani? Jadi masih ada lagi? *kaget*

Ainawa: *meringis* Nih Author sedeng udah ngerencanain bakal nambah tiga chapter di fanfict ini. Dia bilang dia mau ngerayain sesuatu.

All OC: *pingsan di tempat*

Author: Fufufu~~ Aku baru nyadar kalau ternyata nistain orang itu seru juga. Dan sesuai perkataan Ainawa, aku akan berencana akan menambahkan setidaknya tiga chapter tambahan. Tenang kok. Di chapter selanjutnya itu hanya bincang-bincang ringan dengan para husbu di sini. Kalian mungkin gak nongol. But for the last, yeah ... I don't know. Jadi, sampai jumpa lagi di chapter selanjutnya, Minna tersayang! *senyum lebar* //ditabok semua OC//tepar di tempat//.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top