Day 8
Shopping
Arnold Calamine & Minerva Calamine
*
Keadaan kota saat itu ramai lancar. Di mana kegiatan perkantoran dan sebagainya lebih mendominasi udara pagi. Membuat lalu lintas manusia sudah tak terasa asing.
Tepatnya di salah satu supermarket di sudutnya, sepasang anak Adam tengah bercengkrama. Berbicara mengenai segala hal, sebelum akhirnya masuk ke dalam bangunan berdinding kaca itu.
"Kau yakin semua daftarnya sudah lengkap?" Si Lelaki menyipit melihat kertas panjang di mana daftar belanjaan kali ini tertera.
"Yakin kok, Kak. Ibu sudah mengeceknya juga," sahut perempuan di sebelahnya. Sekali lihat, ketahuan sudah kalau keduanya ternyata kembar.
Lelaki bermata hijau kecokelatan itu mengangguk. Ia segera mengambil sebuah troli, lalu mendorongnya menuju tempat apa yang mereka cari.
"Jadi, apa kita berpencar atau bersama-sama?" tanya Arnold, lelaki itu.
"Terserah Kakak saja," timpal Minerva, adik kembar Arnold. Akhirnya mereka memutuskan untuk mencari bahan bersama-sama.
Lokasi pertama yang mereka kunjungi adalah sayur mayur dan buah-buahan. Minerva dengan semangatnya memilah bahan nabati itu. Lalu memasukkannya ke dalam troli.
"Kau yakin? Bukannya kau tidak suka ini?" Tampang keheranan Arnold berikan ketika Minerva memasukkan beberapa bulatan berwarna cokelat tanah.
"Kalau dibuat sup, aku memang tidak suka. Namun, aku akan meminta Ibu intuk mengubahnya menjadi keripik. Keripik kentang kan enak," ujar Minerva seraya mengambil sebuah kentang lagi.
"Terserah kau. By the way, tolong wortelnya diperbanyak, Eve." Arnold menunjuk ke arah sayuran oranya memanjang itu. Minerva pun menuruti.
"Kali ini, kau yang aneh. Tumben kau mau wortel yang lebih dari biasanya, Kak."
"Ah, penglihatanku agak kabur belakangan ini. Jadi kurasa wortel solusinya."
"Siapa suruh di depan komputer melulu?"
"Itu demi pembelajaran dan tugasku sebagai ketua dewan sekolah, Eve."
"Ya ya ya. Kakak memang paling jago kalau masalah menghindar seperti ini."
Gadis dengan nama kecil Eve itu melengos. Memilih memimpin di depan, mengarahkan mereka ke bagian selanjutnya; daging.
"Kakak mau bagian apa? Paha? Atau dada? Kebetulan keduanya ada yang premium." Minerva mengancungkan dua jenis bagian ayam yang dikemas dalam mangkuk sterefoam itu di depan Arnold.
"Hmm ... Kurasa dada saja? Aku berencana mau membuat sesuatu menggunakan bagian itu," ucap Arnold setelah berpikir sebentar.
Tentu saja Minerva kegirangan. Kakaknya yang punya kelebihan di dapur itu acapkali membuatkan keluarga mereka berbagai masakan. Rasanya pun demikian lezat. Membuat ibu mereka kadang lebih memilih ditemani Arnold daripada dirinya bila memasak.
Namun, bukan berarti dirinya tak bisa mengolah bahan. Di rumah, Minerva dikenal sebagai master dalam masalah makanan ringan seperti kukis dan kudapan sejenis lainnya.
"Oh ya? Kau akan membuat apa, Kak?"
"Kau lihat saja nanti. Aku akan menjadikan ini sebagai surprise karena kudengar, Ayah akan pulang dari Manchester malam ini."
"Wah! Asyik!"
Minerva tidak bisa menyembunyikan kegirangannya. Apalagi pada momen yang agak jarang seperti itu. Mengingat ayah mereka merupakan businessman yang lumayan sibuk mengurus kantornya. Mengorbankan me time bersama keluarga demi berpergian ke luar kota.
"Dagingnya sudah, bukan? Ayo lanjut ke bagian pelengkap," ajak Arnold. Minerva mengangguk.
Di bagian olahan susu, Arnold dan Minerva sempat berdebat mengenai keju yang akan mereka beli. Arnold menginginkan keju Mozzarella, tapi Minerva bersikeras mengambil keju Parmesan. Bahkan mereka sampai menelepon ibu mereka guna dimintai pendapat.
"Astaga kalian ini. Kalau kalian suka keduanya, ambil saja keduanya. Jangan bersikap childish seperti itu di tempat ramai. Oh ya, jangan lupa beli makanan kucing untuk Bella. Ibu lupa menulisnya di daftar belanjaan kalian."
"Baik, Ibu!" jawab si Kembar dengan serentak. Setelah memasukkan ponselnya, Minerva pun memasukkan dua jenis keju yang berbeda itu ke dalam troli.
"Padahal Parmesan lebih enak," gumam Minerva seraya mencebikkan bibir.
"Sudahlah, Eve. Jangan memulai lagi. Ayo kita pergi ke bagian bumbu," ajak Arnold melihat perempuan bersurai nyaris sepinggang itu merajuk di depan sana.
Untung kejadian yang sama tidak terjadi lagi di tempat bumbu. Keduanya tak berlama-lama dikarenakan sang ibu sudah menuliskan daftar bumbu dengan lengkap.
"Lalu, makanan kucing ya?" ucap Arnold melihat Minerva yang lebih dahulu menghampiri bagian khusus perlengkapan hewan.
"Kak Arn! Makanan kesukaan Bella habis. Bagaimana ini?" Minerva menatap sedih pada rak kosong di depannya. Seharusnya makanan kucing yang biasa mereka beli ada di sana.
"Ah, apalagi Bella suka memilih-milih makanan. Aku takut kalau kita membelikan merek lain, yang ada dia sakit karena tidak terbiasa," imbuh lelaki yang memakai setelan semi formal itu. Kebiasaan Arnold bila keluar rumah.
"Jadi, bagaimana?"
Alhasil, mereka pun menelepon sang ibu kembali. Kali ini berjalan sedikit alot karena ibu mereka juga memikirkan hal yang sama.
"Ya sudah. Untuk Bella, biar Ibu yang tanyakan di teman Ibu nanti. Kebetulan beberapa di antara mereka juga memelihara kucing. Mungkin mereka bisa merekomendasikan yang terbaik," sahut ibu mereka dari seberang sana yang berhasil menenangkan mereka.
"Kalau begitu, tujuan kita yang terakhir adalah snack dan es krim! Yeay!!" Minerva berteriak heboh dan Arnold hanya menggelengkan kepala melihatnya.
Sesuai dugaan. Yang paling aktraktif di sana tentu saja adalah Minerva. Beberapa merek keripik kentang, popcorn, biskuit kering, susu, dan beberapa cup es krim berukuran sedang. Arnold pun mengingatkan gadis itu agar tidak berlebihan.
"Eve, apa kau tidak ingat kalau kau dalam program diet?"
Ucapan itu sukses membuat Minerva tercenung. Ia dengan segera mengembalikan beberapa barang yang menurutnya akan membatalkan misinya itu.
"Hei, aku bercanda. Kau ambil saja semua itu," ucap Arnold. Tangannya mencegah milik Minerva yang akan menaruh barangnya lagi, menyisakan sebungkus keripik kentang berukuran sedang.
"Na-namun, dietnya—"
"Ssh ... Sudah. Jangan pikirkan hal seperti itu. Kau masih dalam masa perrumbuhan dan diet kurang baik untukmu, Dik."
Minerva akhirnya tersenyum kecil. Bila Arnold sudah memanggilnya dengan kata "Dik", pertanda ia tidak ingin dibantah sama sekali. Ia pun dengan sigap memindahkan snack itu pun kembali ke troli. Malah lebih banyak.
"Bukan berarti kau harus mengambil sangat banyak, Eve."
"Iya iya. Kakak cerewet sekali ya?" dengkus Minerva. Walau sedetik kemudian, ia meminta maaf karena telah mengatai kembarannya itu.
"Sudah semua kan? Kalau begitu, ayo kita bayar."
Keduanya beriringan menuju kasir. Sesekali berbicara dan bercanda akan sesuatu. Tak ayal hal itu membuat mereka disalahartikan sebagai sepasang kekasih. Padahal mereka kembar identik, hanya berbeda di warna rambut. Surai Arnold berwarna hitam kecokelatan, sementara milik Minerva jauh lebih kelam.
"Kak, tolong bukakan bagasinya," ucap Minerva yang berada di belakang mobil. Dengan sigap Arnold mengiyakan.
Mereka berdua segera memasukkan seluruh belanjaan mereka yang kali ini lumayan banyak. Lantas segera meninggalkan tempat itu dengan segera.
*
1024 words
Day 8, end
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top