Day 6
Valentine Day
Keian Alexander x Annaya Yanera
*
"Yan'er..."
"Sudah berapa kali kubilang, jangan panggil aku dengan nama itu! Hanya Kak Mei'ah yang boleh!"
Gadis itu berteriak kesal pada pemuda di depannya yang malah menyeringai lebar. Sepertinya ia tahu benar apa yang membuat gadis berkepang itu marah.
"Ayolah. Mei'ah sendiri tidak mempermasalahkan dirinya kupanggil seperti itu."
"Itu dia! Bukan aku!"
Keian segera menangkap tangan Annaya yang hendak pergi. Kemudian menariknya dengan cukup keras hingga gadis itu menabrak dadanya.
"Baiklah. Aku akan berhenti memanggilmu seperti itu asalkan dengan satu syarat."
"Apa?"
"Temani aku hari Selasa besok."
Tanpa sadar Annaya merona sendiri. Pikirannya langsung mengatakan hari Selasa besok adalah tanggal 14 Februari. Hari Valentine, kata orang-orang.
"Tidak mau!" ucapnya akhirnya.
"Mengapa?"
"Untuk apa aku keluar bersama kakak tingkat semenyebalkan dirimu?! Lebih baik aku diam di rumah dan menonton seluruh koleksi filmku bersama Kak Mei'ah!"
Gadis itu memberontak. Melepaskan diri dari pelukan lelaki yang jauh lebih tinggi dibanding dirinya itu.
"Apa kau tak tahu? Mei'ah— maksudku Lucy, bukannya dia akan kencan bersama Kevin? Jadi, rencanamu untuk menonton bersama kakak sepupumu itu tidak akan terlaksana."
"Terserah kau saja. Aku pergi!" Annaya menghentakkan tangan Keian yang sedari tadi memeganginya. Lalu melenggang begitu saja tanpa menoleh lagi.
Di belakangnya, lelaki berambut pirang itu tersenyum miring. Apapun akan dia lakukan demi gadis keturunan Asia itu.
***
Apa yang dikatakan oleh kakak kelasnya itu memang benar. Annaya harus tersenyum pahit merelakan Lucy yang berpamitan kepadanya karena harus pergi menemui Kevin.
Ia berharap agar kencan gadis dengan nama lain Mei Gia itu berjalan lancar. Walau di satu sisi ia bingung sendiri karena hubungan antara Lucy dan Kevin tidak berjalan baik, tapi mereka pergi berkencan.
Persis seperti hubungannya dengan Keian Alexander.
Annaya menggeleng begitu nama itu mencuat begitu saja. Demi Mapo Tofu Shicuan, dia lebih baik mengurung diri di kamar seharian daripada harus mengalami hipertensi di dekat laki-laki itu.
Berangkat dari sana, ia pun segera mempersiapkan diri. Semangkuk besar popcorn, segelas besar teh Oolong, juga setumpuk kaset DVD sudah ia siapkan. Dua kali bolak balik membawa semua barang itu, ia pun mengambil posisi yang nyaman di sofa depan televisi.
"Baiklah. Enaknya aku nonton apa ya terlebih dahulu?" ujar Annaya ketika dirinya memilah antara dua kaset; Pacific Rim dan X-Men.
"Kusarankan lebih baik Pacific Rim."
"Ah, Pacific Rim ya. Oke." Ia pun maju. Memasangkan kaset itu pada DVD player di bawah meja, sampai akhirnya menyadari sesuatu yang salah.
Matanya membelalak lebar ketika menoleh ke belakang. Dimana sosok yang dihindarinya ada. Malah Keian dengan santainya meraup popcorn lalu memakannya.
"Kau?!! Sejak kapan kau ada di sini?!"
"Sejak kapan ya? Ah. Sejak kau yang mulai menata makanan dan minumanmu di atas meja, kemudian kebingungan memilih film." Keian merubah posisi. Yang semula di belakang sofa, menjadi duduk di sebelah posisi Annaya.
"By the way, this is delicious. They are made by you, right? Lucy told me." Tangan besar itu kembali menjamah turunan jagung itu. Mengabaikan Annaya yang menatap dirinya tak percaya.
"Mengapa kau bisa berada di sini?! Siapa yang mengizinkanmu masuk sembarangan ke rumah orang, Pirang Sialan?!"
Keian menangkap bantalan sofa yang dilempar kepadanya. Memangkunya, lalu dengan wajah tanpa dosa mengatakan, "Lucy yang mengizinkanku. Kebetulan aku bertemu dengannya ketika ia keluar dari gerbang rumah kalian. Dia sendiri yang menyuruhku untuk menemuimu, Annaya."
Annaya menghela napas kasar. Ia perlu menenangkan diri dari semua kejadian yang mendadak ini. "Kau belum menjelaskan tujuanmu," ujarnya setelah duduk di sofa sebelah.
"Bukannya sudah kubilang? Aku mau mengajakmu jalan-jalan hari ini. Namun, karena kau menolak, kurasa menonton film berdua tidak masalah."
"Hanya dalam mimpimu!"
Past!
Listrik di rumah itu mendadak mati. Menyebabkan ruangan menjadi agak gelap mengingat Annaya menutup seluruh akses cahaya.
Annaya memandang tak percaya atas apa yang terjadi. Terlebih ketika padangannya bertemu dengan Keian yang mengendikkan bahu dengan polos.
"Bukan salahku. Sepertinya kita memang harus keluar." Senyum tipisnya melebar.
Annaya merutuk dalam bahasa ibunya. Keian tahu itu adalah ungkapan kekesalan karena Lucy sering mengatakan hal yang sama. Gadis itu tetap mengulang kalimat itu hingga menghilang di balik debam pintu kamarnya.
Sepuluh menit kemudian. Ia keluar dengan penampilan yang berbeda. Jika tadi ia hanya memakai kaos dan celana pendek, maka sekarang itu berubah menjadi blouse dengan cardigan sebagai pelengkap. Juga rok semata kaki yang membuatnya lebih feminin.
"Kukira kau tidak akan berdandan untukku," ucap Keian dengan nada memuji plus jail.
"Selamanya itu tidak akan terjadi!" Annaya melangkah terlebih dahulu meninggalkan Keian yang mana harus menutup pintu rumah begitu mereka di luar.
***
"Wah ... Ramai," desis Annaya begitu ternyata Keian mengajaknya menuju sebuah pusat perbelanjaan yang berubah total karena hari khusus itu.
Keian yang berada di sampingnya tersenyum kecil melihat gadis itu. Terlebih begitu Annaya yang memekik kecil karena melihat ada penjual kelinci di sana.
"Kau mau?" tanyanya. Annaya yang sedang menggendong seekor kelinci berwarna cokelat seketika menoleh. Lalu menggeleng ragu.
"Aku tidak pandai merawat hewan," lirihnya. Ia pun segera meletakkan hewan berbulu itu ke tempat asalnya, meminta maaf kepada si penjual, lalu mengajak Keian pergi dari sana.
"Bukannya merawat kelinci mudah?"
"Aku tahu karena aku pernah punya dua ekor. Walau mereka tidak bisa bertahan lama."
Keian terdiam mendapati nada kesedihan yang terdapat di sana. Ia pun segera memikirkan cara untuk membuat Annaya membali ceria.
Iris delima miliknya menatap sekitar. Kemudian terfokus pada sebuah toko boneka dmyang tak jauh dari mereka. Segera ia menarik Annaya yang kebingungan ke sana.
Sesampainya di sana, Annaya semakin bingung begitu Keian menyuruhnya untuk memilih sebuah. Dan lelaki itu harus menahan kesal karena ditolak.
"Baiklah. Kalau begitu aku yang memilihkannya untukmu."
Keian menghilang di antara tumpukan boneka itu. Annaya hanya menggelengkan kepala. Tingkah sahabat kakak sepupunya itu memang aneh.
Beberapa saat kemudian, Annaya yang sedang memperhatikan boneka khusus gantungan kunci dibuat terkejut begitu melihat Keian yang datang. Dengan sebuah boneka kelinci berukuran tiga kali lipat dari kelinci dewasa yang asli berada di gendongannya.
"Jangan bilang kau juga tidak cakap merawat benda mati, hm?" ucap Keian seraya mengalihkan boneka itu kepada Annaya.
"Astaga, Keian! Kau tidak perlu seperti ini!" protesnya. Ia akan mengembalikan benda itu, tapi Keian sontak menjauh.
"Kali ini jangan ditolak. Aku tulus memberikan ini untukmu, Annaya."
Keian tersenyum kecil dan mengangguk melihat Annaya yang merona karena ucapannya. Dan senyum kecil itu berubah menjadi seringai jail begitu gadis di depannya memalingkan muka.
"Thanks," ucap Annaya kecil. Ia berusaha menyembunyikan raut wajahnya menggunakan boneka itu.
"Sekarang, sebaiknya kita mencari makan. Andai tadi kita membungkus popcorn-mu itu lalu membawanya," ucap Keian. Ia berkelit ketika Annaya akan meninju bahunya.
"Jangan mengada-ngada, You dumb!" celetuk Annaya. Detik kemudian, ia tertawa kecil karena sadar akan guyonan kakak kelasnya itu. Membuat Keian tertular tawanya.
Untuk kali ini saja Annaya membiarkan Keian menggandeng tangannya selama sisa perjalanan mereka.
*
1105 Words
Day 6, end.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top