Day 16
During Their Morning Ritual(s)
All pair from Furutarubi dorm
*
Subuh menjelang di hari Minggu kedua bulan Oktober itu. Beberapa bintang masih mencoba mengintip bumi, walau tahu mentari kan datang sebentar lagi.
Di kamar kedua di lantai pertama, suara keributan terdengar lamat. Di dalamnya, terlihat Naosu yang sudah memakai pakaian ala Samurai zaman dulu. Sebuah kimono yang berpadu dengan hakama hitam. Cukup untuk menambah kesan misterius lelaki itu.
Sebuah pedang kayu disarungkan di pinggang kanan. Sementara sebuah busur sudah bertengger manis di belakang punggung. Merasa siap, ia pun segera keluar, tepatnya ke halaman belakang.
Mendengar sepagi itu ada derit pintu, Mizuya yang kebetulan begadang demi mencicil tugas segera memeriksa. Begitu melihat punggung Naosu yang membelakanginya, ia pun tersenyum paham. Tak berniat menegur, ia pun kembali ke kamarnya.
Sementara Naosu yang tengah berlatih di luar sana, adik kembarnya malah berdiam diri di kamar. Mengambil pose meditasi, Naoru pun menenangkan diri menghadap matahari terbit.
Belum sepuluh menit ia melakukan itu, pintu kamarnya terketuk. Begitu dibuka, tampak Aisozou yang menyengir kepadanya.
"Pagi ini latihan kan?" tanya putra tunggal dari marga Rai itu. Naoru mengangguk dan segera mengambil perlengkapannya.
Mereka berdua menyempatkan diri melihat ke kamar Naosu yang kosong. Mengetahui itu, keduanya hanya ber-oh ria. Mengingat betapa disiplinnya si Ketua dalam latihan, keduanya pun menyusul ke halaman belakang.
"Yo, Naosu-senpai!"
Naosu yang tengah menargetkan batang pohon di depannya menoleh. Memberi senyum tipis, ia kembali fokus.
"Latihan, hm?" desisnya. Sebuah panah terlontar. Tepat sasaran.
"Ya begitulah. Kami ingin bergabung dengan dirimu. Boleh kan, Onii-sama?" Naoru meminta dengan harap. Sementara di sampingnya Aisozou menahan tawa karena ekspresi kakak kelasnya itu.
"Baiklah. Ambil posisi kalian dan bersiaplah. Aku tidak suka memberikan peringatan dalam penyeranganku."
Naoru dan Aisozou bersorak girang. Di antara mereka semua yang mengikuti ekskul bela diri di sekolah, kemampuan Naosu memang yang terbaik. Bahkan kadang Mizuya pun kewalahan menghadapinya.
Belum semenit Naoru dan Aisozou mengambil tempat, membentuk segitiga dengan ujung Naosu, lelaki itu sudah melayangkan sabetan panjang menggunakan pedang kayunya.
Naoru dan Aisozou segera menghindar ke samping. Naoru melihat bagian pinggang kakaknya terbuka, segera mengarahkan pedangnya ke sana. Sayang berhasil ditepis dengan mudah karena Naosu segera berkelit.
Lelaki bermata ruby itu segera meloncat kala Aisozou menyapu kakinya. Tak berhasil, justru Aisozou menyunggingkan senyum kecil.
"Sassuga. Sang Bintang memang beda ya?" pujinya.
"Jangan berharap itu mempan." Naosu mengambil ranting kecil di bawahnya, mundur beberapa langkah, sebelum akhirnya menggunakan busurnya pada jarak seperti itu. Dengan Aisozou sebagai targetnya.
"Sebentar! Kau serius mau memanahi Aisozou menggunakan ranting?!" seru Naoru.
"Atau aku harus menggunakan panah aslinya, hm?" sambung Naosu. Matanya menatap dingin kepada ranting yang ia luncurkan.
Whuss
Trakk
Aisozou menutup mata kala ranting itu terlepas sebagai panah. Untungnya tangannya refleks menaikkan pedang. Sehingga panah alam itu tidak mengenai dahinya.
"Refleks yang bagus. Dan itu memang kelebihanmu, Aisozou." Naosu menyeringai kecil. Lalu segera melancarkan serangan kedua berupa sabetan pedang yang terus menerus kepada adiknya.
Naoru terkejut. Padahal fokus kakaknya itu mengarah kepada si adik tingkat. Namun, gerakannya malah menghunjam dirinya.
Onii-sama memang tidak bisa diremehkan.
Sementara di luar ribut karena latihan ketiganya, di dalam asrama justru ribut berasal dari dapur. Tepatnya dari Aiko, Shuuna, dan Shizuna yang sedang meributkan sesuatu.
"Hari ini adalah giliranku dan Naoru-san yang memasak. Seharusnya kalian berdua tidak di sini," ucap Shizuna yang sudah menggunakan apron. Kedua yang dimaksud tidak menggubrisnya.
"Biarkan kami membantumu, Shizuna-chan. Toh Naoru-senpai sedang berlatih bersama yang lainnya." Shuuna terlihat memelas meminta izin agar diperbolehkan ikut memasak.
"Tidak. Biar aku yang memasak sendiri. Aiko-san, sekarang giliranmu menyapu halaman depan kan? Dan Shuuna-san, kau pergilah mengurus taman." Shizuna tetap bersikeras tidak memberi keduanya ikut serta di kegiatan rutinitasnya itu.
"Aiko tadi melihat Mizuya-senpai sudah mengurus halaman depan. Jadi, biarkan Aiko ikut memasak ya?"
"Kalau begitu, kau pergilah menonton televisi, Aiko-san. Atau kembali tidur. Akan kubangunkan begitu sarapan sudah siap."
"Mou ... Shizuna-nee hidoii desu!"
"Hei, ada apa ini?"
Ketiga gadis itu menoleh. Mendapati Mizuya dengan pakaian agak berdebu. Sepertinya yang Aiko katakan benar.
"Ini. Shizuna-chan tidak memperbolehkan kami ikut memasak," lapor Shuuna.
"Dan ia menyuruh Aiko untuk tidur lagi." Aiko menambahi.
"Aku tidak bermaksud seperti itu, Mizuya-san. Namun, bukannya lebih baik jika kita membagi tugas? Masih ada banyak kegiatan lain yang bisa mereka lakukan daripada memasak, yang aku sendiri bisa menanganinya."
Mizuya tersenyum kecil mendengar alasan mereka semua. Terutama Shizuna. Gadis itu memang tidak senang jika urusannya dicampuri, walau itu orang terdekatnya.
"Baiklah. Kalau begitu, biarkan Shizuna yang mengurus dapur. Aku yang akan menolongnya." Mizuya menatap Shizuna dan gadis itu tak protes.
"Shuuna, kau mengurus taman belakang saja. Kebetulan bunga yang kau tanam minggu kemarin terlihat agak layu."
"Eh?! Benarkah?!" Tentu saja Shuuna kaget mendengar hal seperti itu.
"Dan terakhir, Aiko. Kau pergilah ke kamar Ainawa-nee. Sepertinya ia kurang sehat karena tengah malam tadi ia muntah-muntah. Rawat ia dengan baik."
"Astaga—" Ketiga gadis itu serempak menahan kaget. Walau tahu bahwa pemimpin asrama mereka memang memiliki fisik yang lemah, tetap saja mendengar hal itu terjadi rasanya mengejutkan.
Shuuna dan Aiko segera melaksanakan perintah itu. Shuuna berlari ke gudang untuk mengambil peralatan tanam, sementara Aiko segera menuju tempat obat-obatan. Mengambil peralatan P3K, lalu naik ke lantai dua di mana kamar Ainawa berada.
"Apa kau benar-benar tidak ingin mereka membantumu memasak?" Mizuya mengatakan itu ketika ia mempersiapkan bumbu-bumbu yang akan dipakai
Shizuna menghela napas. Lalu menjawab lirih, "sebenarnya aku tidak terbiasa bersama orang lain kalau memasak. Di rumah, ibundaku selalu memberikan kebebasan kepadaku. Sehingga area dapur benar-benar menjadi daerah pribadi ketika aku sudah ada di sana."
"Orang yang kuizinkan untuk menemaniku memasak hanya Ibunda, Naoru-san, dan sekarang kau, Mizuya-san."
Mizuya manggut-manggut mendengarnya. Membersihkan tangan, ia pun berkata, "benar kau bisa menangani semua ini?"
Shizuna mengangguk yakin. "Aku terbiasa menyajikan sarapan untuk orang banyak seorang diri."
"Baguslah. Namun, jangan khawatir. Akan kupanggilkan Naoru sekaligus memberhentikan latihan mereka. Ini sudah lumayan lama untuk latihan dasar bela diri."
Mizuya pun segera keluar ke halaman belakang. Yang ia lihat di sana, Naoru dan Aisozou sedang diadu oleh Naosu. Sementara Shuuna ikut-ikutan menonton.
"Hei kalian!"
Keempatnya menoleh.
"Sudahi latihan kalian. Naoru, segera bantu Shizuna di dapur. Aisozou, kau bantu Shuuna mengurus taman, lalu masuklah. Dan Naosu, kau tolong Aiko untuk merawat Ainawa-nee."
"Ha? Apakah Aneki sakit?" tanya Naosu. Ia segera berlari secepat kilat begitu Mizuya menganggukinya. Tentu ia tidak bisa melihat orang yang ia hormati jatuh sakit begitu saja.
"Kalian juga, segerakan tugas kalian. Lalu kita sarapan bersama. Oke?" pesan Mizuya ketika akan masuk ke dalam bersama Naoru.
"Oke!" sahut Aisozou dan Shuuna. Walau setelah itu, suara pertengkaran mereka terdengar samar.
*
1100 words
Day 16, end.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top