24.Epilog: Flutter(by)
DISCLAIMER TADATOSHI FUJIMAKI
(Karakter lelaki hanya milik Tadatoshi Fujimaki. Untuk OC, kembali kepada pemilik nama masing-masing. Dan alur cerita, sepenuhnya milik saya.)
Warning : Ini hanyalah sebuah fanfiction gaje, kemungkinan (semuanya) OOC, typo bertebaran, bahasa planet, dan merupakan sebuah "permainan". Dan, arigatou gozaimasu untuk para sukarelawan yang bersedia menjadi OC di fanfict ini.
.
.
.
Sebuah kisah akan sepasang anak Adam. Yang menjelma menjadi akar kehidupan. Namun, tidak bisa dipungkiri bahwa alurnya akan seperti siang dan malam. Kesenangan dan kesedihan meratapi nasib menjadi satu kesatuan.
Yah. Itu tinggal sisanya saja. Selebihnya, mereka yang harus menentukan. Mengambil jalan sendiri yang bisa direncanakan. Atau memasrahkan semuanya kepada Semesta Alam.
.
.
.
Kyoto.
Purnama masih bersinar ketika Aruka melangkahkan kakinya keluar dari Mezzaluna. Deru napasnya memburu dalam rupa uap tipis yang diterbangkan angin. Sesekali, ia melirik jam tangannya. Masih dengan tampilan peta sebuah daerah, di mana titik merah yang berkedip membuatnya mendecak kesal.
Setelah sampai di kamarnya, ia tidak langsung istirahat. Melainkan membongkar sebuah lemari dengan rak banyak yang sama dengan miliknya di Yobushina. Menggerakkan jari naik dan turun, lalu segera mengait salah satu pegangan rak itu. Ia tersenyum melihat sebuah botol kaca kecil yang tergenggam olehnya.
"Kugori-sama, apakah Anda ada—"
Lidah Yufaruto mendadak kelu ketika melihat apa yang ada di depannya. Sementara Aruka hanya tersenyum samar, sebelum melanjutkan tenggakannya atas cairan di dalam botol itu. Setelah itu, tatapan setajam silet ia hunuskan kepada pemuda jingga itu.
"Aku harap aku tidak melakukan sesuatu untuk membuatmu buta atau bisu atas apa yang tadi kau lihat, Kei," ujarnya kecil. Diletakkannya botol yang telah ditutup itu ke tempat semula, lalu berjalan mendekati Yufaruto.
"Kau mengerti maksudku, bukan?" desisnya. Yufaruto mengangguk samar di bawah kilatan netra kemerahan itu.
*****
"Ohayou gozaimasu, Ouji-sama, Ojou-sama," sapa Yufaruto ketika ia tak sengaja melintas di depan kamar Kiseki no Sedai dan Straight tepat di saat penghuninya keluar. Yuka, Momoi, Midorima, juga Akashi membalas kecil sapaan itu.
"Apakah yang lain sudah bangun juga?" tanya Yufaruto lagi.
"Sudah. Mereka tengah mempersiapkan diri untuk sarapan," jawab Yuka. Yufaruto mengangguk paham.
"Kei-san, bagaimana dengan Kugori-jisama dan Shiiya-basama? Di mana mereka?" tanya Akashi.
"Shiiya-sama masih ada di kamarnya. Sementara Kugori-sama ada di Mezzaluna."
"Sepertinya itu adalah tempat favoritnya, nanodayo." Netra zamrud milik Midorima bertemu dengan iris jingga milik Yufaruto.
"Benar, Shintarou-oujisama. Mezzaluna adalah tempat di mana Kugori-sama banyak menghabiskan waktunya jika berkunjung ke sini. Selain mengurus pekerjaan, beliau sendiri yang merawat semua tanaman di sana. Tak ada yang boleh masuk ke dalam Mezzaluna tanpa izinnya," jelas Yufaruto tanpa diminta.
"Ah ya. Jika kalian semua telah siap, silakan datang ke meja makan. Kebetulan Mabuya-san sendiri yang memasak hari ini," lanjutnya.
"Are? Bahkan Reikoruchi-san ikut ke sini juga?" ucap Fukuda yang tiba-tiba ada di antara mereka.
"Benar. Mabuya-san diminta untuk tetap melayani kalian hingga akhir sebagai penghormatan karena telah datang ke Yobushina," jawabnya. Setelah itu, ia pun pamit untuk mengerjakan urusan yang lain.
*****
"Kei, apakah kali ini dia juga tidak ikut bergabung dengan kami?" tanya Seizouru begitu melihat kursi utama di ruangan itu masih kosong. Padahal, mereka semua sudah datang untuk sarapan bersama.
"Ano ... sumimasen, Shiiya-sama. Saya sudah memberitahu Kugori-sama tentang hal ini. Namun, ia mengatakan kalau ada urusan yang harus ia selesaikan dengan segera di Mezzaluna." Yufaruto membungkuk singkat di samping Seizouru yang mengembuskan napas dengan pelan.
"Baiklah jika begitu. Kau bisa menghidangkan makanannya sekarang."
Mendengar perintah itu, Yufaruto segera memberi kode kepada Reikoruchi yang berada di pintu masuk. Pria berkumis itu pun tanggap dan segera menepukkan tangannya. Setelah itu, para pelayan pun bergiliran masuk untuk membawakan makanan bagi mereka.
Mereka menyantapnya dalam keheningan. Di saat sarapan baru berlangsung beberapa saat, seseorang pun menginterupsi. Yang ternyata adalah Aruka. "Makan tanpa kehadiran tuan rumah? Betapa kasarnya itu."
Sontak celetukan itu membuat semua pergerakan terhenti. Mereka serempak menahan gerakan sumpit masing-masing, sampai akhirnya Aruka duduk di kursinya dan berkata, "hm? Mengapa kalian terdiam? Lanjutkan saja sarapan kalian. Lagipula aku sudah melakukannya terlebih dahulu."
Lalu untuk apa kau mengatakan hal itu?! Seolah satu, semuanya membatinkan hal yang sama. Tentu saja dongkol karena hal itu. Terlebih ekpresi tanpa rasa bersalah yang Aruka pasang. Membuat mereka ingin melempari sesuatu kepadanya.
"Oh ya, kalian punya waktu sampai sore sebelum pulang ke rumah masing-masing. Untuk Straight kembali ke Yobushina. Jika kalian mau, kalian bisa jalan-jalan sebentar di luar sana. Tentunya harus di bawah pengawasan Kei dan Hakanatsu. Paham?" ujar Aruka begitu melihat satu persatu keponakannya sudah selesai dengan piring mereka.
"Wakarimashita!"
*****
"Eh? Apakah Aru-jisama akan keluar juga?" tanya Yousuka begitu melihat Aruka yang menuju mobil sendirian. Yufaruto yang tengah mempersiapkan bus mereka hanya melongokkan kepala sedikit.
"Mungkin Kugori-sama ingin ke tempat itu," gumamnya.
"Kali ini, tempat apalagi yang akan ia kunjungi? Apakah itu seperti Mezzaluna?" tanya Haizaki penasaran. Yufaruto pun menggeleng pelan.
"Iie. Bukan seperti Mezzaluna. Lagipula, ia ke tempat itu hanya untuk menyapa seorang kawan lama," jawab Yufaruto. Sekilas, ia menyunggingkan senyum kecil ketika mengatakan itu.
"Kawan lama?"
*****
"Yo! Hisashiburi dana..." Aruka tersenyum kecil di depan sebuah benda menyerupai monumen berukuran kecil. Tulisan "Honno-ji" yang terbaca membuatnya mendesis kecil. "... Nobunaga."
Ia pun berjongkok, lalu menaruh sebatang mawar putih yang sempat ia ambil dari rumah kacanya. "Masih dengan posisi yang sama, huh? Sayangnya aku tidak lagi seperti itu." Ia berbicara sendiri, seolah batu itu mendengarkan setiap rangkaian kata yang ia utarakan.
"Kau tahu? Kini aku sudah berhasil mempersatukan mereka semuanya. Tinggal selangkah lagi, maka aku akan menang dari Shiiya. Ironis sekali, bukan? Bersaing dengan istri sendiri untuk memperebutkan sesuatu yang bukan hak kami. Namun, tak apa. Aku sudah memastikan hal itu dengan mutlak. Sama sepertimu yang begitu yakin bisa mempersatukan Jepang di bawah aturanmu."
Aruka terdiam sebentar begitu merasakan ada yang mengganjal indranya. Seperti ada yang berusaha untuk menguliti punggungnya hidup-hidup. Tak salah lagi, ada yang sedang mengikutinya.
"Baiklah. Sepertinya reuni kali ini kita cukupkan sampai di sini saja, Nobunaga. Lain kali, aku akan mengunjungimu lagi. Akan kuceritakan apa yang seharusnya kau pegang saat ini," ujarnya. Ia pun bangkit, membungkuk hormat, lalu segera berbalik menuju mobilnya.
Seraya menghidupkan mesin mobil, tak sengaja Aruka menatap kaca spion di sampingnya. Walau keramaian memantul di sana, tapi terlihat jelas ada sosok yang begitu berbeda di matanya. Setelah berhasil menengangkan diri, ia pun segera pergi dari tempat itu.
Damn shit! Dia kembali lagi!
*****
Tak terasa, senja pun tiba dengan cepat. Secepat Kiseki no Sedai dan Straight yang mengemasi barang mereka. Pun beberapa souvenir khas daerah wisata budaya itu terkantongi dalam jumlah yang banyak.
"Minna-san! Apakah kalian mau berfoto bersama?" tawar Yuka. Ia mengancungkan sebuah kamera DSLR yang kebetulan ia bawa. Sementara tangan satunya memberikan kode agar yang lain mendekat.
"Hei, kalian juga! Jangan malu-malu seperti itu!" ucapnya lagi ketika melihat hanya Straight yang memenuhi panggilannya. Sementara Kiseki no Sedai acuh tak acuh akan hal itu.
"Momoi-san! Ayo ajak mereka untuk berfoto bersama!" ujar Yuka sedikit keras karena perempuan yang ia panggil seolah tak diberi izin untuk mendekati dirinya.
"Akashi-kun, kurasa jika hanya beberapa take tak masalah," cicit Momoi gugup. Ia semakin menunduk begitu heterokrom Akashi menyedot kepercayaan dirinya. Namun, kembali bersinar ketika lelaki bersurai darah itu meluluskan.
"Hakanatsu-san, Kei-san, bisa kalian membantu kami?" ucap Akashi seraya mengambil alih kamera itu dari Yuka lalu menyodorkannya pada Yufaruto.
"Tentu saja, Seijuurou-oujisama," ujar Yufaruto. Dengan sopan, ia pun meminta kepada mereka untuk mengatur posisi yang tepat agar semuanya bisa kena.
"Untuk apa kita melakukan hal semacam ini, huh?" ujar Haizaki. Narahashi yang ada di sampingnya segera menoleh. "Jika kau tidak suka, jangan ikut!" Sehabis itu, Narahashi pun menginjak kaki Haizaki dengan kuat.
"Sakit, Aho!" teriak Haizaki. Ia pun membalas dengan tinjuan, yang sayangnya malah kena Aomine karena Narahashi menghindar.
"Kau mengajak ribut, ya?!" ujar Aomine dengan tajam. Tatapannya yang dingin itu pun tak membuat lawan gentar. "Menurutmu?" tantang Haizaki balik. Aomine pun mendecak sebal karenanya.
"Daiki, Shougo, jika kalian ingin mencium ujung guntingku, maka lanjutkan pertengkaran itu. Maka kupastikan ini akan menjadi terakhir kali kalian melakukannya."
Ujaran dingin dari lelaki yang berada di tengah-tengah itu membuat keduanya segera membeku. Mereka masih terlalu muda untuk bertemu dengan benda keramat yang mengerikan itu.
"Baiklah. Apa kalian semua sudah siap?" tanya Yufaruto yang berdiri agak jauh di depan mereka. Ia tersenyum kecil melihat para nona dan tuan muda yang berada dalam posisi berfoto itu. Anggukan dari masing-masing leader membuatnya segera membuat isyarat menggunakan jari. Sebagai timer mundur untuk mengabadikan kejadian langka itu.
1.
2.
3.
Ckrek!
*****
Sementara di di balik jendela yang terletak agak jauh dari posisi para remaja itu, Seizouru tersenyum haru melihatnya. Apa yang ia bayangkan selama ini seolah menjadi nyata. Rahasia yang mereka pendam selama ini perlahan terkuak. Membuat beban batinnya menjadi lebih ringan.
Sayangnya perasaan bahagia itu sedikit terganggu oleh kedatangan Aruka yang seenaknya saja masuk tanpa permisi ke dalam ruangan itu. Segera saja Seizouru memberikan tampang datar khas miliknya.
"Apakah kau ke sini ingin mengucapkan selamat tinggal?" ujarnya dengan sinis. Aruka pun menggeleng pelan.
"Aku lelah menasihatimu agar tidak terlalu percaya diri jika di depanku, Shiiya. Karena apa yang kau harapkan belum tentu menjadi kenyataan di saat kau menginginkannya," timpal Aruka.
"Lalu, untuk apa kau ke sini?"
"Aku ada suatu penawaran yang menarik untukmu."
"Penawaran? Kali ini, rencana licik apa yang akan kau jalankan, hm?"
"Bukan akan, tetapi memang sudah kujalankan." Smirk yang muncul membuat Seizouru memasang alarm siaga.
"Apa maksudmu, Berengsek?!"
"Berikan Kiseki no Sedai kepadaku."
"Apa?!" Hazel itu membulat sempurna mendengar kalimat tanpa basa basi itu. Sesuatu menohoknya. Ingatannya mengatakan ini adalah rencananya. Namun nyatanya, malah Aruka yang menjalankannya.
"Bukankah itu juga yang kau inginkan? Mempersatukan mereka kembali seperti tiga belas tahun lalu sebelum semuanya hancur. Jadi, biarkan Kiseki no Sedai tinggal di Yobushina beberapa lama," ujar Aruka memperjelas maksudnya. Sontak saja Seizouru menggeleng.
"Iie. Aku sudah berubah pikiran, Kugori. Aku sekarang menyadari bahwa mereka semua akan baik-baik saja walau tidak sesuai dengan rencana awal kita," jawabnya sedikit sendu. Mendengar itu, Aruka malah terkekeh kecil.
"Sayangnya kau akan tetap melakukan itu, Shiiya. Kau akan memberikan potongan permata itu kepadaku," ucap Aruka percaya diri.
"Atas dasar apa aku mau melakukannya?" Seizouru memberikan jawaban ketus. Ia benar-benar sudah lelah dengan permainan yang lelaki itu berikan.
"Karena jika Kiseki no Sedai jauh dariku, maka aku hanya tinggal menunggu reaksi dari obat yang mengendap dalam darah mereka."
Bagai tersambar petir, Seizouru membelalak tak percaya. Belum ia bisa menerima penyebab kacaunya pesta dan penjelasan Aruka tadi malam, kini ia dihadapkan lagi dengan sesuatu yang benar-benar ingin ia jauhi.
"Jangan bercanda!"
"Untuk apa aku bercanda? Sedangkan di satu sisi, kau tahu dengan sangat bahwa aku tidak pernah bermain-main dengan segala ucapanku," ujar Aruka. Ia mengambil posisi Seizouru di dekat jendela. Memandangi pemandangan yang sama dengan wanita itu lihat beberapa waktu lalu.
"Bukankah suatu pemandangan yang indah melihat mereka bersama seperti itu, Shiiya? Apalagi jika mereka sampai benar-benar terlibat dalam hubungan sedarah," ujarnya kecil.
"Apakah kau tidak bosan mengucapkan kata-kata laknat semacam itu setiap saat?" dengus Seizouru. Aruka pun menggeleng.
"Jika aku bosan, aku tidak akan mengucapkannya, Shiiya."
"Terserah kau saja." Seizouru menggeram kesal. Lalu berbalik hendak meninggalkan lelaki itu.
"Bagaimana jika aku bilang, kalau seluruh makanan yang telah mereka makan tercampurkan dengan obat buatanku, yang tingkatnya sama dengan obat yang membuat mereka brutal di waktu lalu?"
Kalimat bernada sinis itu membuat Seizouru menghentikan langkah. Seketika itu juga otaknya merutuki keteledorannya dalam tidak menyadari hal semacam itu. Ah sial. Ada sesuatu yang terjadi di sini sehingga membuatnya mengendurkan pertahanan terhadap jalan pikiran Aruka yang begitu licik.
"Kau tahu? Tadi malam ternyata aku menemukan fakta baru bahwa obat itu menimbulkan ketergantungan pasif bila diberikan secara berkala dalam rentang waktu yang singkat. Dan akan menimbulkan ketergantungan aktif jika sudah terlihat efek dari ketergantungan pasifnya. Kau tahu kan apa yang aku maksudkan?" Aruka menyeringai. Didekatinya wanita itu secara perlahan seraya tetap melanjutkan ucapannya.
"Jika kau berpikir bahwa kebrutalan ketika pesta itu adalah jawabannya, maka kau benar sekali. Mereka kini sudah memasuki tahap ketergantungan aktif terhadap obat buatanku itu. Siapa sangka jika ternyata obat yang tidak pernah kuujikan itu memiliki efek seunik ini? Dan yah. Jika kau juga berpikir bahwa kau bisa membuat penangkalnya, maka kau salah besar. Formula obat itu hanya aku yang mengetahuinya, karena akulah pembuatnya."
Seizouru berusaha untuk menahan dirinya agar tidak sampai meledakkan emosi yang semakin mengumpul. Lelaki itu benar-benar tahu bagaimana caranya untuk memprovokasi seorang Seizouru Shiiya.
"Kurasa Straight tidak masalah dengan hal itu karena mereka bisa tetap mendapatkannya setiap saat di Yobushina. Namun, Kiseki no Sedai? Shiiya, kau dan aku tidak tahu withdrawal* apa yang akan terjadi kepada mereka jika obat itu tidak lagi mereka terima dalam jangka waktu tertentu. Hanya satu yang pasti. Efeknya akan berkali-kali lipat lebih parah dari sekadar saling menyerang hingga pingsan tak sadarkan diri karena kehabisan darah."
Sukses. Hal itu membuat Seizouru mendecak sebal. Menyadari jika dirinya tidak bisa melakukan apapun kecuali menuruti permintaan lelaki itu. Sekali lagi, ia merutuki kebodohannya yang terjebak begitu mudah dalam perangkap seperti ini.
Seizouru membalikkan badan. Menatap lelah pada Aruka yang justru menyunggingkan seringai kemenangan bak iblis. Seolah tahu apa yang akan diucapkan oleh wanita itu selanjutnya. Namun, kali ini ia rela untuk mempertanyakan lagi sesuatu yang jawabannya sudah pasti di antara mereka berdua.
"Jadi, apa jawabanmu, istriku sayang?"
.
.
.
Akhirnya, suatu kisah menemukan ujung dari perjalanan. Terantuk sebuah dinding, mereka mengira hanya itulah rupa masa depan. Begitu piciknya hingga mereka tidak menyadari sesuatu yang relevan.
Apa yang akan terjadi jika dinding itu mereka hancurkan?
.
.
.
[*withdrawal = efek yang timbul setelah penghentian atau pengurangan dosis]
Yosh! Akhirnya sampai juga di akhir >///<
Bagaimana menurut kalian cerita ini dari awal hingga akhir? Absurd sekali kan :'v Apalagi endingnya yang menggantung seperti ini. Hontou sumimasen jika kalian semua kurang suka dengan cerita ini akhirnya. :"
Hope you like it!--
Eh, sebelum itu, arigatou gozaimasu buat yang rela OC-nya diculik terus dinistain kek gini. Perasaanku saja atau aku memang tidak pernah meminta izin pada kalian untuk menggunakan OC-OC ini?? Hwee... Ku benar-benar minta maaf kepada kalian bersepuluh _/\_
Untuk masalah sekuel atau lanjutan dari cerita ini -soalnya ketahuan banget kalau endingnya ngegantung dan banyak masalah yang belum dijelaskan-, author belum tahu dipublish atau tidak. Intinya, sekuelnya akan tetap dibuat. Tinggal masalah publish atau tidaknya saja. //Author sih pengennya unpublish buat jadi asupan pribadi //digeplak
Kalau begitu...
.
.
.
.
.
Omake.
Rocherter. Amerika Serikat.
Alunan Croatian Rhapsody mengalun sempurna dalam ruangan bergaya klasik itu. Menyelimuti pendengaran seseorang dalam balutan jas semi formal sewarna awan. Pun angin yang masuk menyempatkan diri untuk membelai surai sewarna jelaga yang dipadukan dengan iris safir miliknya.
Lelaki itu bergumam kecil. Lalu menggerakkan diri seolah sedang menari berpasangan dalam sebuah pesta dansa. Sampai suara ketukan menginterupsi dirinya.
"Come in." Ia segera mematikan suara musik itu. Berdiri tegak ketika seorang wanita dengan tubuh semampai masuk ke dalam ruangannya.
"Finally, we have found them, Sir," ucap wanita itu seraya membungkuk sedikit. Membuat lelaki itu memberikan senyum lebar miliknya.
"Really? Oh my. Where?"
"The last movement was detected in Kyoto, Japan."
"That's sounds really good. Ah, thanks for your information. You are a great assistant, don't you?"
Wanita itu mengucapkan terima kasih. Ia segera undur diri begitu lelaki di depannya mengizinkan. Setelah pintu tertutup, alunan lagu yang sama kembali terdengar. Pun lelaki itu kembali berdansa dengan angin.
Ketika nada suara mencapai klimaks, ia berhenti tepat di depan sebuah meja kecil. Di mana dua figura kecil berdiri tegak. Satu memperlihatkan sebuah foto di mana dua orang lelaki saling merangkul di bahu. Salah satu lelaki itu adalah dirinya di masa dulu. Sementara lelaki di sebelahnya terlihat begitu hidup karena pancaran netra ruby-nya yang dalam. Sangat padu dengan surainya yang sewarna emas.
Safir itu menjelajahi figura sebelah. Sebuah foto yang diambil secara tak sengaja bila dilihat dari pose orang di dalamnya. Seorang wanita bermanik hazel yang memikat, tersenyum lebar karena angin menerbangkan surai cokelat mudanya. Membuatnya tersenyum, lantas kembali ke tengah ruangan untuk melanjutkan tariannya yang tertunda. Sekilas, bibirnya menyenandungkan sesuatu di antara nada chorus yang terdengar.
"It is time to reunion."
.
.
.
Aku dan kamu, awalnya bukan satu
Cerita hidup tiada pun bertemu
Namun, sekarang ... itu semua berbeda
Aku dan kamu dalam satu cerita
Berbagi kisah dalam sebuah kenangan
Melengkapi cita dalam satu tujuan
Walau kuakui, badai datang menerjang
Hancurkan rima mimpi yang tak kan terulang
Like an ugly caterpillar
Grows into a beautiful butterfly
But since then it flies freely, it has a short life
And then ... go away to die
.
.
.
Flutterby [Kuroko no Basuke Fanfiction]
17 August 2017 - 06 Mei 2018
Fin!
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top