22. A Break Event

DISCLAIMER TADATOSHI FUJIMAKI

(Karakter lelaki hanya milik Tadatoshi Fujimaki. Untuk OC, kembali kepada pemilik nama masing-masing. Dan alur cerita, sepenuhnya milik saya.)

Warning : Ini hanyalah sebuah fanfiction gaje, kemungkinan (semuanya) OOC, typo bertebaran, bahasa planet, dan merupakan sebuah 'permainan". Dan, arigatou gozaimasu untuk para sukarelawan yang bersedia menjadi OC di fanfict ini.

.

.

.

Sekarang, semuanya akan menemui puncak walau hanya sejenak. Mengistirahatkan jiwa yang terlampau penat. Sebelum akhirnya menuai apa yang mereka impikan secara lambat.

Seharusnya, mereka juga mengetahui. Bahwa ada sebuah kisah, yang meminta untuk diberi nyawa kembali.

.

.

.

Yobushina. Osaka.

"Jadi, bagaimana sekarang?"

"Bagaimana apanya?"

"Jangan berpura-pura bodoh."

"Ini bukan drama di mana aku harus berpura-pura. Kau yang seharusnya memberikan keterangan lebih rinci pada pertanyaanmu itu."

"Baiklah. Aku perjelas. Jadi, bagaimana caramu untuk menjelaskan semua kekacauan ini kepada mereka?"

"Apakah mereka berhak mendapatkannya?"

"Mengapa kau bertanya demikian? Tentu saja jawabannya adalah iya! Mereka korban di sini. Tentu mereka berhak mendapatkan titik terang dari apa yang telah mereka lalui!"

"Ah, aku kira itu tidak perlu."

"Tidak perlu?! Apa alasanmu hingga ingin membiarkan semuanya tetap menjadi kelabu?!"

"Kelabu atau tidak, hitam atau putih, itu semua aku yang mengaturnya selaku penguasa di sini. Termasuk dengan memberikan keterangan kepada mereka. Dan aku sepertinya memilih untuk tidak melakukannya."

"Kalau begitu aku saja yang menjelaskan semuanya!"

"Silakan saja. Maka semuanya akan mengira kau mengarang cerita. Masalah seperti ini hanya akan bisa dipercaya jika ada bukti dari pihak ketiga, dan kau sangat mengetahui hal itu."

"Aku bisa membujuk Masaomi untuk turut memberikan saksi! Dia juga ada kala peristiwa itu, bukan?"

"Oh ya? Mengapa tidak sekalian Shiori saja selaku kunci utama? Tentunya Seijuurou pun akan senang jika bertemu dengan ibu kandungnya itu."

"Di mana tata kramamu sebagai makhluk bermoral?! Sudah berapa kali aku katakan, jangan pernah mengungkit orang yang sudah berada di Nirwana!"

"Kau yakin dia ada di Nirwana? Bukannya di neraka?"

"Whatever you said, Kugori! I don't care!"

"Kalau begitu, kau bisa meninggalkan ruanganku, Shiiya."

"Tidak sebelum kau berjanji akan memberitahu mereka!"

"Akan kulaksanakan itu jika kau mampu mengajak Shiori ke Yobushina."

"Damn it!"

*****

Masih di ruangan bawah tanah yang dimodifikasi selayaknya laboratorium, semuanya terdiam. Tidak ada yang ingin mengurai kata terlebih dahulu kali ini. Hanya ada erangan, ringisan, atau rintihan tertahan kala luka yang dibalut perban itu terganggu. Pun hanya lirikan mata yang mereka lakukan antara satu sama lainnya.

Kondisi mereka tak ubahnya seperti korban sehabis perang. Terbalut di perban sana sini, menutupi jejak atas keberingasan mereka kala itu. Di saat itu mereka menyadari. Bahwa kegiatan yang mereka sebut sebagai pesta itu bukanlah keinginan mereka sendiri.

Pintu di ujung utara terbuka. Memberikan akses pada seorang sosok yang kini semakin dibenci oleh yang lainnya. Walau sosok itu tersenyum ramah, tapi apalah daya tidak ada yang berkenan membalasnya.

"Bagaimana keadaan kalian saat ini?" tanya Aruka. Dipandanginya dua puluh remaja yang terdiam itu. Mereka hanya memberi tatapan antara satu sama lain. Tak ada tanda-tanda bahwa pertanyaan itu akan dijawab. Pun sepertinya yang bertanya tidak peduli akan hal itu.

"Kalau begitu, lebih baik aku memastikan keadaan kalian terlebih dahulu." Mendengar itu, Yufaruto yang sedari tadi berada di belakang lelaki itu segera mengangsurkan lembaran kertas yang dijilid tebal. Kemudian kembali ke posisi kala Aruka sudah menerimanya.

"Pertama, Akashi Seijuurou, Asakura Haruka, Murasakibara Atsushi, dan Narahashi Akemi, kalian mendapatkan luka dengan persentase paling lama sembuh berada di sistem gerak bagian bawah."

"Pada Akio Karaniya, Fukuda Mika, Midorima Shintarou, dan Yuka Yoshioka yang mendapatkan luka serius di bagian anggota gerak atas. Lalu Aomine Daiki, Hoshitsuki Icha, Kuroko Tetsuya, dan Naimiya Hanaru harus mendapatkan perawatan untuk organ dalam bagian pernapasan dan pencernaan."

"Lantas, luka dalam di sekitar punggung dialami paling parah oleh Haizaki Shougo, Kise Ryouta, Yousuka Ainawa, dan Yuuki Arisa. Terakhir, Kuruka Akari, Momoi Satsuki, dan Nijimura Shuuzou yang mendapatkan perawatan intensif untuk area sekitar leher hingga telinga. Apakah ada yang salah?"

Yufaruto meringis mendengar semua itu yang disampaikan secara santai bak pembacaan nilai sehabis ulangan. Terlebih melihat ekspresi pada yang bersangkutan. Lengkap sudah alasannya untuk memperingatkan Aruka agar lebih baik dalam berbicara.

"Namun, kalian tidak perlu khawatir. Kami sudah menyiapkan obat untuk itu semua. Jadi, yang perlu kalian lakukan hanyalah beristirahat serta jangan membantah bila kalian harus mengikuti latihan ringan untuk mengembalikan fungsi organ yang sudah rusak. Bila kalian semua patuh dalam melakukan apa yang kami katakan, maka kami bisa menjamin kesembuhan kalian dalam dua hari ke depan. Bagaimana? Apakah ada yang ingin kalian tanyakan?" Aruka tersenyum ramah ketika ia telah menyelesaikan semua penjelasan itu. Segera ia mengembalikan tumpukan lembaran itu kepada sang asisten.

"Oh ya, Kei. Di mana Shiiya?" tanya Aruka tiba-tiba. Ekor matanya menangkap pergerakan Yufaruto yang membungkuk di samping belakangnya.

"Tadi saya melihat Shiiya-sama keluar bersama asistennya yang bernama Akeri Hakanatsu. Berdasarkan pelacak yang saya pasang di mobil mereka, sepertinya mereka pergi ke Tokyo," jelas Yufaruto.

"Bersama Hakanatsu ke Tokyo? Ah, sepertinya Masaomi benar-benar akan mengambil bagian setelah ini," timpal Aruka. Senyum tipis pun dapat Yufaruto lihat dari posisinya.

"Yakin jika tidak ada yang ingin kalian tanyakan saat ini?" Aruka mengembalikan fokusnya ke arah para remaja itu. Sekali lagi, ia tidak mendapatkan respon yang ia harapkan.

"Ya sudah. Sepertinya kalian memang membutuhkan istirahat yang lebih karena kalian baru saja siuman setengah hari lalu. Kei akan ke sini setiap dua jam sekali untuk memeriksa perkembangan kalian. Jika perkembangan kalian cukup bagus, aku yang akan ke sini untuk mengontrol semuanya."

Setelah berkata demikian, Aruka pun berbalik diikuti oleh lelaki bersurai jingga itu. Sekilas, ia menoleh ke belakang di mana para keponakannya itu sama sekali tidak mempedulikan kepergiannya.

Yah. Memang sudah ini yang seharusnya aku dapatkan sebagai balasan. Walau hatinya berkata demikian, tapi tak ayal seringai tajam muncul di wajah lelaki berumur itu.

*****

Sehari kemudian, mereka sudah mulai beraktifitas walau masih tersendat-sendat akibat kondisi mereka yang belum pulih sepenuhnya. Pun Aruka masih mengurung mereka di laboratorium bawah tanah itu. Tak lupa juga ia menempatkan Yufaruto untuk menjaga ruangan itu selama ia tidak ada.

Dan ada sesuatu yang sedikit aneh terjadi pada mereka. Seolah saling mengerti satu sama lain, status lawan dan kawan seolah ditiadakan. Antar Straight dan Kiseki no Sedai mulai berani untuk berinteraksi secara bebas. Walau terkadang, mereka masih canggung jika mengingat kejadian di masa lampau.

"Hah... sudah kuduga sedari awal jika pesta yang dimaksud oleh Pirang sialan itu akan berakhir buruk bagi kita," dengus Yousuka. Ia menoleh ketika mendapati pergerakan Kise yang menatap dirinya.

"Gomen ne. Pirang yang kumaksud itu bukan dirimu, Kise-kun," lanjutnya seraya mengangguk ketika Kise memberikan respons positif.

"Akashi-kun, apa kau ingat tentang teorimu yang mengatakan kita adalah bahan percobaan itu?" tanya Kuroko tiba-tiba. Sontak semuanya menoleh kepada lelaki bersurai langit itu. Sementara yang ditanya mengiyakannya.

"Percobaan apa yang kau maksud, Kuroko-kun?" timpal Asakura.

"Aka-chin pernah mengira jika kita adalah bahan percobaan dari Aruka-san ketika kami bertemu dengan Seizouru-san pertama kali," imbuh Murasakibara.

"Kami belum mengerti apa yang kau maksudkan." Kali ini, Narahashi yang mengungkapkan isi otaknya. Mendengar itu, Akashi pun mengulang lagi teorinya tersebut. Ditambah dengan beberapa fakta yang ia temukan selama berada di Yobushina.

"Dengan kata lain, Aru-jisama dan Aru-basama dulu pernah menjadi semacam ilmuwan lalu membuat sesuatu yang membutuhkan pembuktian dan kita adalah kelinci yang beruntung untuk menjadi sampel percobaan tersebut?" Naimiya mengemukakan kesimpulan yang ia dapat setelah mendengar cerita itu.

"Sepertinya begitu, nanodayo. Terlebih, aku pernah mendengar jika dia memasukkan semacam obat ke dalam sarapan kita di hari H-1 dari pesta itu." Midorima menaikkan gagang kacamatanya. Sementara Asakura yang tidak sengaja melihat itu mengeryit heran karena tidak mendapati masalah apapun pada megane lelaki itu.

"Dan aku rasanya ingin menghajarnya begitu ia menyangkal hal yang jelas-jelas ia ucapkan sendiri," timpal Aomine.

"Yah ... bagaimanapun juga, yang kita hadapi ini adalah Aru-jisama dan semua keanehannya. Kalian sudah tahu kan walau hanya sehari dilatih oleh lelaki itu?" tanya Yuuki. Kiseki no Sedai pun mengangguk.

"Jangan bilang jika kalian selalu melakukan latihan gila semacam itu selama berada di asrama ini," ucap Kagami. Seluruh anggota Straight pun kompak mengendikkan bahu.

"Well, itu semua sudah menjadi makanan sehari-hari semenjak kami diadopsi oleh Aru-jisama," sambung Yuka.

"Etto ... sebenarnya ada yang ingin aku bicarakan dengan kalian semuanya di sini," ujar Momoi yang mengangkat tangannya perlahan.

"Katakan saja apa yang kau pikirkan itu, Satsuki," ujar Akashi. Yang lain pun segera memberikan izin serupa.

"Pertama, ada yang kubingungkan dengan hubungan kita dengan mereka. Aru-jisama mengakui Straight sebagai keponakannya, demikian pula Aru-basama yang mengakui hal serupa kepada Kiseki no Sedai. Padahal, kita semua tahu jika hanya Akashi-kun yang berhak diakui dalam status itu secara sah," ucap Momoi. Ia edarkan iris sakuranya ke sekeliling. Menelisik raut wajah yang kini sama-sama penasaran.

"Kau benar juga. Berdasarkan data yang kudapatkan dari Aru-jisama, ibundanya Akashi-kun memiliki seorang kakak perempuan. Dan baru kali ini aku mengetahui jika itu adalah Aru-basama," timpal Yuuki.

"Lanjutkan analisismu, Satsuki."

Momoi mengangguk sebentar ke arah Akashi yang memberikannya perintah itu. Ia pun terdiam sebentar, lalu berkata, "kedua, masih berkaitan dengan status tersebut. Jika benar kita semua adalah keponakan mereka, itu artinya seluruh orang tua kita ada yang bersaudara dengan mereka, kan? Maksudku, semacam keluarga besar seperti itu."

"Kurasa itu kemungkinannya adalah lima puluh berbanding lima puluh. Artinya, bisa iya bisa tidak. Bisa iya karena mungkin saja mereka semua benar memiliki hubungan darah walau jauh. Bisa tidak karena sepengatahuanku, tidak ada keluarga di Jepang yang memiliki rantai keluarga yang memiliki lebih dari sepuluh anak untuk satu generasi selama beberapa puluh terakhir ini," jelas Yuka yang menimpali hal itu.

"Ah ya! Kalian berdua ada benarnya! Apakah kalian tidak ingat apa yang mereka katakan di akhir pesta?" ujar Fukuda.

"Bahwa kita semua adalah saudara-ssu?" timpal Kise. Perlahan, suasana pun hidup karena mereka mulai berkicau sendiri tentang pendapat masing-masing.

"Bagaimana mungkin kita bersaudara jika kita berbeda marga?" Haizaki pun segera meringis begitu sebuah tutup bolpoin melayang, mengenai kepalanya.

"Bisa saja yang mereka maksud itu saudara sepupu!" seru Narahashi dari tempatnya. Ia segera memeletkan lidah, mengejek Haizaki yang seketika naik darah.

"Tenangkan dirimu, Aho. Kau tidak akan sembuh dengan cepat jika kau marah-marah seperti itu," timpal Kuruka yang mengembuskan napas dengan keras karena lelah melihat perkelahian keduanya.

Yang dimaksud segera bungkam. Setelah itu, tidak ada lagi yang mau membicarakan hal tersebut. Selain semuanya belum jelas, mereka kedatangan tamu yang membuat suara mereka hanya tertahan di ujung lidah.

"Apakah aku melewatkan sesuatu yang seru di ruangan ini?" ujar Aruka yang kini mengambil tempat duduk di tak jauh dari mereka. Tentu saja mereka bingung.

"Tidak ada sesuatu yang menarik dari sini," sungut Yousuka, tentunya berbohong. Aruka pun hanya tersenyum simpul menanggapinya.

"Benarkah? Ah. Sepertinya kamera pengintai dan penyadap yang kupasang di sini sudah rusak. Kei, sepertinya kita harus memperbarui semua sistem di asrama ini." Aruka mengeluarkan seringai andalannya. Mendengar itu, Straight seketika merutuki kelupaan mereka terhadap hobi sang paman yang tidak mengenal batasan privasi di Yobushina.

"Intinya, kalia tidak memiliki kesempatan untuk berbohong selama kalian berada di wilayah Yobushina. Ingatlah kalau setiap langkah kalian akan terekam oleh kamera yang tak terhitung jumlahnya. Pun suara sekecil apapun yang kalian buat akan mudah untukku sadap," lanjutnya dengan nada yang dalam.

"Bahkan walau itu di kamar tidur ataupun kamar mandi?" Suara Aomine yang memecah keheningan itu membuat semuanya menoleh ke arahnya.

"Aku tidak menyukai adanya sesuatu yang ditutupi. Tentu saja hal itu juga termasuk ke dalam daerah di bawah pengawasanku. Bersyukurlah karena aku memberikan kewenangan untuk memantau kedua tempat itu selama dua puluh empat jam kepada staf wanita."

Tentu saja semua anggota Straight merasa ini sudah kelewatan. Jadi, selama dua puluh jam dalam beberapa tahun ini, mereka semua bahkan dipantau di kamar mandi? Yang benar saja!

"Lupakan hal itu. Mendengar dari topik pembicaraan kalian, kuyakin kalian saat ini pasti memiliki segudang pertanyaan bukan?" lanjut Aruka. Semuanya pun menganggukkan kepala.

"Karena saat ini aku hanya memiliki sedikit waktu, jadi aku hanya akan menjawab tiga pertanyaan saja."

Keduapuluh remaja itu saling menoleh satu sama lain. Berusaha mencari seseorang yang sekiranya tepat dalam memberikan pertanyaan yang juga benar. Sungguh. Mereka semua sudah tidak tahan dengan segala keanehan yang terjadi belakangan ini.

Setelah berunding melalu tatapan, Aomine, Akashi, dan Yuka pun mengangkat tangan mereka bersamaan. Segera Aruka memerintahkan Yufaruto untuk bersiap mencatatnya.

"Obat apa yang kau masukkan ke dalam sarapan kami sebelum kami berlatih pedang di H-1 pesta sialan itu?" tanya Aomine.

"Apa hubungan antara kami, Shiiya-basama, dan kau yang sebenarnya?" ucap Akashi menyambung pertanyaan Aomine.

"Dan apa yang kalian maksudkan dengan mengatakan bahwa kami adalah saudara?" Yuka memberikan tatapan khas miliknya yang lembut dan tajam di saat yang bersamaan.

Tak ada lagi suara membuat Yufaruto segera memberikan kertas yang berisi pertanyaan itu kepada Aruka. Hanya perlu beberapa detik baginya sebelum menggerakkan kepala naik turun ketika selesai membacanya.

"Apakah kalian benar-benar ingin mengetahui semua ini?" Aruka berusaha memastikan. Yang bertanya pun mengangguk tanpa ragu.

"Pertama, obat yang aku masukkan ke dalam sarapan kalian kala itu adalah suplemen penambah tenaga sekaligus peningkat daya tahan tubuh kalian sendiri. Kedua, hubungan kita adalah antara paman-bibi dan keponakan. Ketiga, setiap pasang adalah saudara yang terikat oleh ikatan darah alias kandung. Apakah sudah jelas?"

"Uso darou!"

Entah siapa yang berani mempertaruhkan nyawanya untuk menampik jawaban dari Aruka. Namun, setelah itu tidak ada yang berani membuka suara karena takut terkena akibatnya. Walau dalam hati mereka semua serempak mengutuki lelaki pirang itu.

"Keteranganmu belum jelas, Aru-jisama," ucap Yousuka akhirnya.

"Belum jelas di bagian mananya?"

"Semuanya. Itu masih dalam penjelasan umum. Sedangkan yang kami inginkan adalah penjelasan yang lebih detail daripada itu," jawab gadis berkacamata itu dengan dingin. Tak peduli jika ia akan mendapatkan masalah ke depannya karena telah membuat lelaki itu menyeringai tipis kepadanya dari seberang sana.

"Kau ternyata berbakat di bidang Sastra. Bukankah begitu, Yousuka?" Aruka tetap mempertahankan mimik wajahnya kala mengatakan itu.

"It's OK, actually. Suplemen yang aku berikan itu adalah hasil dari pemikiranku setelah sekian lama. Dengan kata lain, itu adalah suplemen buatanku sendiri yang berguna untuk meningkatkan kemampuan motorik dan psikis dari peminumnya. Lalu, kalian tidak perlu terkejut mengetahui kalau kalian semua adalah keponakanku. Di satu sisi, kalian juga adalah saudara kandung dengan pasangan kalian masing-masing. Sekarang, apakah sudah jelas?"

"Untuk yang pertama, mungkin bisa kami terima, Aru-jisama," ujar Hoshitsuki menanggapinya. Tak sengaja ia melirik ke arah Akio yang berada di dekatnya. Segera gadis itu tanggap.

"Namun, seterusnya masih memerlukan bukti yang valid. Atas dasar apa kau mengatakan dua puluh orang dari kami sebagai keponakanmu? Apakah kau juga pernah melakukan tes DNA sehingga mengetahui kalau kami adalah saudara kandung sementara kami saja baru bertemu kurang dari setahun ini?" cecar Akio meluapkan seluruh rasa penasaran yang dirasakan oleh mereka.

Aruka hanya terdiam sebentar. Terlihat beberapa kerutan kulit pada keningnya yang tertutupi rambut pirang itu. Pun matanya menerawang, sebelum akhirnya ia menggeleng pelan dan berkata, "aku belum melihat efek akhir dari semua permainan ini. Jadi, aku menolak untuk menjawab kedua pertanyaan itu."

Sontak semuanya terkejut. Demi apa lelaki itu malah seenaknya mengatakan hal semacam itu di saat mereka seharusnya mendapatkannya? Ah, lelaki itu memang senang melihat mereka menderita dalam ketidakpastian seperti ini.

Aruka pun berdiri, tak memedulikan reaksi yang ia ketahui. Dilihatnya jam tangan hitam yang melingkari pergelangan tangannya, lalu melirik Yufaruto yang seketika mengangguk paham. "Akan saya siapkan mobilnya, Kugori-sama," ujarnya seraya membungkuk hormat. Aruka segera berjalan diikuti oleh lelaki itu. Sebelum ia keluar, ia pun sempat menoleh kepada para remaja itu.

"Oh ya. Sebagai hadiah karena kesembuhan kalian, dua hari dari sekarang aku akan mengajak kalian semua ke sebuah tempat. Mungkin saja kalian bisa melakukan sesuatu untuk membuatku membuka mulut di sana. Jadi, semoga kalian cepat sembuh walau jujur aku tidak terlalu mengharapkannya," ujar Aruka. Senyum ramah yang ia pasang sungguh berbanding terbalik dengan ucapannya yang tajam. Membuat semua yang di sana seketika membasahi kerongkongan mereka masing-masing melihat Aruka yang meninggalkan mereka.

Pintu di belakang tertutup. Menyisakan Aruka yang menatap tajam pada pergelangan tangannya. Di mana sebuah gambar menyerupai peta terpampang jelas. Yufaruto yang melihat reaksi itu bingung sendiri. Tak mengetahui jika Aruka tengah geram, bahkan sampai menggemeretukkan gigi, hanya karena sebuah titik kecil kemerahan yang berkedip di peta itu.

"Fuck it!"

.

.

.

Akhirnya, tinggal selangkah lagi maka aliran benang akan diputuskan. Berusaha mencapai sesuatu yang selama ini mereka angankan. Hingga membuat mereka terlena akan kepuasan.

Tak menyadari jika karma mulai mengintai dari kejauhan.

.

.

.

//tutupin muka// Ya Tuhan ... ini apaan coba? Semakin lama hal ini semakin absurd saja. Gomen ne jika kalian benar-benar tidak paham dengan jalan cerita yang luar biasa parah ini.

Mengenai sekuel, mungkin saja akan Author publish. Tapi, sehabis bulan Ramadhan ya? :v //gaje

Hope you like it!

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top