21. The He(a)ll(er) Side
DISCLAIMER TADATOSHI FUJIMAKI
(Karakter lelaki hanya milik Tadatoshi Fujimaki. Untuk OC, kembali kepada pemilik nama masing-masing. Dan alur cerita, sepenuhnya milik saya.)
Warning : Ini hanyalah sebuah fanfiction gaje, kemungkinan (semuanya) OOC, typo bertebaran, bahasa planet, dan merupakan sebuah 'permainan". Dan, arigatou gozaimasu untuk para sukarelawan yang bersedia menjadi OC di fanfict ini.
.
.
.
Mereka mengira bahwa akhir akan menuntaskan segalanya. Namun, mereka lupa jika ada yang lebih bermakna. Seperti yang dikata pada awal mula. Akhir hanya ada untuk memberikan Awal kesempatan kedua.
Begitulah seterusnya. Berputar dalam tatanan semesta. Tak ada yang bisa melawan kehendak-Nya. Kecuali jika memang mereka ingin merasakan karma.
.
.
.
Yobushina. Osaka.
"Bagaimana keadaan mereka?"
"Membaik sepuluh persen dari kemarin. Aku hanya harus menghilangkan efek dari itu terlebih dahulu."
"Sudah kubilang bahwa itu akan berbahaya! Walaupun itu juga berguna untuk menyembuhkan luka mereka, tetapi jika digunakan dalam dosis melebihi kapasitas, justru itu akan menjadi racun bagi mereka semua!"
"Harus berapa lagi kukatakan. Jangan pernah berteriak kepadaku karena kau sudah kehilangan hak untuk itu!"
"Kau?! Masih saja lebih mementingkan hal itu daripada hal yang seharusnya!"
"Karena aku memiliki prioritas tersendiri daripada hanya sekadar nyawa mereka."
"Kau bilang "hanya sekadar nyawa"?! Kau memang iblis!"
"Walau kau meneriakkan itu ke seluruh penjuru dunia, aku tidak peduli karena itu adalah fakta."
"Sialan!"
"Meraunglah sepuasmu. Teruslah meraung daripada kau membantuku membuatkan serum baru untuk mereka. Maka selepas ini, kita akan tahu siapa iblis yang sebenarnya."
"..."
"Jadi, bagaimana, Nyonya Aruka?"
"Terserah kau saja!"
"Memang terserah diriku."
*****
Masih satu tempat dengan aula dansa bawah tanah yang berubah kacau, terdapat sebuah ruangan berukuran super besar. Di sanalah kedua puluh tubuh yang kemarin menunjukkan bakat, terbaring tak sadarkan diri selama 2 hari. Pada tubuh mereka terpasang berbagai alat guna menunjang keadaan mereka sendiri.
Sementara di sisi ruangan, seorang pria mengembuskan napas di balik masker yang menutupi separuh wajahnya. Iris sewarna senjanya memberikan tatapan prihatin kepada para remaja yang seolah tertidur nyenyak itu. Menyayangkan mengapa semuanya terjadi kepada umur yang bahkan tidak mencapai 20 tahun itu.
"Sungguh. Aku tidak menyangka bahwa kalian akan menjadi seperti ini lagi setelah tiga belas tahun berlalu," gumamnya pelan.
Yufaruto Kei segera mengalihkan tatapan nanarnya dari fokusnya sejak awal. Netranya yang terang itu segera menundukkan diri kala mendapati sepasang iris ruby yang menatapnya tajam. Tubuhnya pun sedikit membungkuk kala raga tinggi itu melewatinya.
"Bagaimana keadaan mereka, Kei? Masih belum sadar juga?" tanyanya.
"Sama sekali belum, Kugori-sama. Hanya saja, fungsi organ-organ dalam mereka sudah mulai membaik setiap beberapa jam," jawab Yufaruto seraya mengangsurkan berkas yang dibawanya sedari tadi. Aruka pun segera memeriksa hal itu dengan seksama.
"Kugori-sama..."
"Hm? Ada apa?"
"Saya hanya ingin menanyakan sesuatu kepada Anda," ujar Yufaruto. Diam-diam, ia menelan salivanya sendiri kala melihat reaksi Aruka yang memperbolehkannya.
"Cairan yang kemarin Anda perintahkan kepada saya untuk menambahkannya pada makan malam mereka, itu termasuk kategori biasa saja kan?" tanyanya sedikit takut.
"Mengapa kau menanyakan hal semacam itu?" Tatapan Aruka pun dengan tajamnya menghunus iris jingga itu.
"Karena saya merasa janggal dengan kondisi para Nona dan Kiseki no Sedai yang sampai sekarang belum sadar. Jika itu kategori biasa, seharusnya mereka sudah sadar sedari kemarin," ujar Yufaruto beralasan. Aruka pun memegang dagunya sendiri seraya mengerutkan dahi. Seolah tengah memikirkan itu.
"Kau mengambil cairan itu dari tempat dengan kode yang kuberikan bukan?"
"Benar, Kugori-sama. Cairan yang saya ambil berasal dari laci baris kesembilan, kolom kesebelas di rak ketiga di dalam ruangan Anda." Yufaruto mengernyit heran kala Aruka berbalik dan memberikan tatapan yang aneh kepadanya.
"Kau melupakan sesuatu mengenai kode itu, Yufaruto Kei?" Senyum yang semula samar, berubah menjadi seringai pada wajah itu.
Yufaruto terdiam sebentar, sebelum akhirnya membelalakkan matanya selebar yang ia bisa. Perasaannya seketika menentang apa yang pikirannya temukan sebagai jawaban dari pertanyaan itu. "Kugori-sama, saya berharap Anda tidak melakukan itu kepada mereka!" Yufaruto yang meninggikan suaranya seketika membuat Aruka terkekeh geli.
"Sepertinya harapanmu hanyalah tinggal harapan saja, Kei. Karena apa yang kau pikirkan telah terjadi."
"Kugori-sama! Bukankah cairan dengan kode itu tidak pernah kita ujikan sebelumnya? Bagaimana bisa kau memberikannya kepada mereka?"
"Tidakkah kau menyadari kebodohanmu, Kei? Sudah jelas jika aku pernah menjelaskan arti dari kode-kode untuk hasil eksperimen yang kutaruh di ruanganku. Jadi, seharusnya kau sudah menyadari dari awal jika cairan yang berada di rak itu adalah cairan yang tidak pernah kita ujikan sebelum ini."
Aruka mengembalikan berkas yang sempat ia pegang kepada orang kepercayaannya itu. Lantas berjalan perlahan melewati tubuh-tubuh yang ditaruh dalam sebuah tempat berbentuk mirip kapsul tanpa tutup itu.
Mereka hebat. Padahal, seharusnya mereka tidak mampu menahan efek dari serum itu lebih lama. Namun nyatanya, kemarin mereka dapat menuntaskan dua lagu dan dua duel sebelum Shiiya meminta mereka berhenti. Ternyata, serum ini masih belum sempurna mengingat mereka langsung tumbang hanya karena teguran semata.
Aruka menyembunyikan senyum kegetiran yang tiba-tiba muncul tanpa bisa ia cegah. Ah, mau tak mau memorinya terlempar ke masa dahulu kala semua tubuh ini tak lebih dari lututnya semata.
Sialan. Ternyata aku mendapatkan karma dari semua perbuatanku ini. Pikirnya seraya memijit kening. Mencoba menghilangkan desakan ingatan yang seolah ingin meluap itu. Ia pun memilih untuk terus berjalan, hingga hilang di pintu keluar yang berada di seberang.
*****
"Maaf, Shiiya-sama. Kugori-sama tidak ingin diganggu untuk sementara ini," cegah Yufaruto kala mendapati Seizouru yang ingin memasuki ruangan sang majikan.
"Oh ya? Apa alasannya?" tanya Seizouru bingung. Karena setahunya, Aruka jarang sekali membuat dirinya sibuk di waktu menjelang makan malam. Lelaki itu biasanya sudah menyelesaikan semua pekerjaannya kala mendapatkannya.
"Saya tidak tahu, Shiiya-sama. Beliau hanya berpesan kepada saya untuk menjaga ruangannya agar tidak ada yang masuk." Yufaruto membungkukkan badan sedikit. Seolah meminta maaf karena tidak bisa menjawab pertanyaan itu sesuai harapan.
"Baiklah, Kei. Kau bisa memberitahunya nanti jika aku pernah berkunjung. Selamat malam," ucap wanita itu sebelum meninggalkan Yufaruto yang kembali membungkukkan badannya dalam.
*****
"Kugori-sama, Shiiya-sama mengunjungimu beberapa waktu lalu."
"Lantas, apa yang kau beritahu kepadanya?"
"Anda tidak mau diganggu untuk sementara waktu ini."
"Baguslah jika kau mengatakan hal seperti itu. Aku tahu kalau kau bisa diandalkan, Kei."
"Terima kasih atas pujiannya, Kugori-sama."
"Kalau begitu, kau ambil alih dari sini. Aku akan menemui Shiiya terlebih dahulu," ujar Aruka. Ia segera memberikan papan datanya kepada Yufaruto, melepas jaket putih yang membungkus badan kekarnya, lalu segera melangkah menuju pintu bertanda "Exit".
Yufaruto hanya mengembuskan napas melihat interaksi dua majikannya yang sama sekali tidak berubah sedari dulu. Padahal, ia sendiri mengakui bahwa kedua orang itu adalah pasangan yang bagus di bidangnya. Membuatnya hanya bisa diam-diam mendoakan yang terbaik bagi mereka.
Lepas daripada itu, Yufaruto mulai mengecek kondisi Straight dan Kiseki no Sedai satu persatu seraya mencatat perkembangannya. Memeriksa dengan teliti tubuh-tubuh yang terbujur kaku itu seraya berharap yag terbaik bagi mereka. Semoga saja ini kali terakhir mereka mengalami hal semacam ini. Batinnya lalu.
Beep. Beep.
Yufaruto segera menoleh mendengar suara itu. Tatapannya tertuju pada monitor berukuran sedang yang berfungsi sebagai induk kontrol dari semua monitor pengecek yang terpasang secara individual pada setiap tempat. Bola matanya membesar begitu melihat garis biru yang perlahan mulai bergelombang. Pun keterangan angka yang di sampingnya terus naik. Hingga berhenti di angka 20.
Akhirnya kehidupan baru dimulai.
*****
Sementara di waktu yang sama, Seizouru terdiam di atas ranjang berukuran besar. Setelah pesta itu, Aruka memberikannya kamar terpisah dari Straight dan Momoi. Walaupun lelaki itu sempat melontarkan guyonan mesum yang membujuknya untuk berada dalam satu kamar. Maka dengan tegas Seizouru menolak. Dan aneh baginya ketika mendapati lelaki itu yang hanya tersenyum simpul mendengar teriakan kekesalan darinya.
"Aku harus membujuknya agar mau mengobati mereka hingga sembuh. Ini bukan waktu yang tepat untuk melaksanakan pemakaman massal hanya karena sebuah pesta konyol semacam itu," gumam Seizouru ketika dirinya kembali mengingat kejadian di mana dirinya berdebat dengan Aruka. Di satu sisi, ia yakin bahwa hal itu akan terjadi.
Ia akan bangkit dari ranjangnya kala mendengar suara pintu yang terbuka dan menampilkan sesosok tinggi bersurai pirang yang menatapnya dalam. Seizouru pun hanya merenggut diam. "Ada apa kau kemari?" tanyanya.
"Kei memberitahuku bahwa kau tadi berkunjung ke ruang kerjaku. Maka, seharusnya aku yang menanyakan hal itu. Ada urusan apa kau ke sana, hm?" Aruka mendekatkan dirinya. Lantas menyeringai seraya membawa wajah Seizouru mendongak.
"Ada yang ingin kubicarakan denganmu mengenai kondisi mereka." Netra cokelat mudanya menantang telak ke arah ruby yang menyipit itu. Ia segera menarik napas lega kala Aruka melepaskan dirinya.
"Apa itu? Bukankah aku sudah memberikan laporan mengenai data perkembangan mereka?"
"Justru itu yang aku ingin tanyakan! Ada yang janggal dengan hal itu!"
"Janggal? Di bagian apa?"
"Di bagian keterangan. Di sana tertulis bahwa fungsi organ dalam mereka sudah mulai pulih, tapi tidak dengan kesadaran mereka. Mereka seharusnya sudah bisa menjalani rehabilitasi sekarang ini!"
"Cih. Lagi-lagi aku mendengar pertanyaan yang sama dengan milik Kei. Dengar Shiiya. Asal kau tahu saja. Aku tidak memberikan mereka serum yang dahulu pernah kita buat bersama. Ini adalah murni serum buatanku sendiri, dan ini tidak pernah diujicobakan kepada makhluk hidup sebelumnya," ujar Aruka. Diabaikannya wajah Seizouru yang sama seperti Yufaruto; kaget luar biasa.
"Apa maksudmu, Aho?!" bentak Seizouru tak dapat menahan dirinya.
"Setelah insiden tiga belas tahun lalu, aku semakin mengembangkan penelitian yang telah kita buat bersama dengan bantuan Kei. Hanya saja, aku iseng-iseng membuat sesuatu yang sedikit berbeda tanpa sepengetahuan asistenku yang cerewet itu," ucap Aruka mulai membuka rahasianya.
"Serum yang kita buat hanyalah berfungsi sebagai peningkat daya tahan tubuh terhadap mutasi yang kita lakukan kepada mereka, Shiiya. Efek sampingnya, itu bisa menjadi penyembuh yang cepat jika terjadi luka kepada mereka," sambungnya. Aruka hanya mengangkat sebelah sudut bibir melihat Seizouru yang masih memberikan tatapan tidak percaya kepadanya.
"L-lalu...?"
"Lalu, aku mulai mengembangkan riset untuk membuat sesuatu yang lebih daripada itu. Hingga akhirnya, aku bisa menemukan suatu formula yang sekiranya akan memberikan efek yang sama, tapi dengan jangka waktu yang lebih lama juga. Tentunya dengan efek samping yang berbeda."
"Apa efek sampingnya?"
Aruka terdiam sebentar. Langkahnya mengarah kepada kursi kosong yang ada di ruangan itu. Segera ia duduk di sana lalu memandang Seizouru dengan senyum khas miliknya. "Ternyata kamarmu nyaman juga. Bagaimana jika aku membuatnya lebih nyaman lagi, hm?" Aruka menyeringai kepada wanita itu.
"Jangan mencoba mengalihkan pembicaraan kita dengan topikmu yang sangat melenceng jauh itu. Padahal kau tahu kalau itu tidak akan pernah terjadi lagi selamanya!" Seizouru menatap tajam kepada lelaki itu.
"Hahaha ... sekarang aku sadar kalau ternyata kau lebih agresif dari yang dulu. Ya ya ya. Aku juga suka wanita agresif," jawab Aruka masih dengan bibir yang melengkung tajam.
"Jawab saja pertanyaanku, Baka!"
"Apakah aku harus melakukannya?"
"Tentu saja. Karena itu sudah tanggung jawabmu untuk semua ide gila ini!" jawab Seizoruu. Nada suaranya yang begitu tinggi membuat Aruka menyeringai.
"Tapi hanya satu yang tidak berubah. Kau tetaplah wanita yang berisik luar biasa, Shiiya." Aruka bangkit dari tempat duduknya. Ia berjalan mendekati Seizouru yang bergeming dengan tatapannya yang menusuk.
"Aku memanipulasi otak mereka sehingga mereka dengan mudah melakukan apa yang kuminta." Bisikan itu tak ayal membuat wanita itu mengerjapkan matanya tak percaya.
"Kau ... melakukan hal itu?!" serunya.
"Seharusnya kau sudah menyadarinya sedari awal alasan di balik sikap tenang mereka selama pesta itu berlangsung. Namun, di saat yang bersamaan, mereka semua berubah menjadi haus darah. Begitu liarnya hingga tak segan-segan melukai lawan masing-masing hingga tumbang dengan sendirinya. Sayangnya, efek tersebut masih bisa dipatahkan dengan mudah hanya karena teriakan penuh emosi darimu kemarin itu," jelas Aruka. Ia tersenyum kecil melihat Seizouru yang tak menyangkal penjelasannya itu.
"Kau...!" Seizouru menodongkan telunjuknya tepat di bawah dagu Aruka yang malah tersenyum semakin lebar.
"Ya, istriku?" Seringainya pun muncul dengan sempurna.
Seketika itu juga Aruka mundur selangkah. Tangannya dengan cepat bereaksi untuk menangkap lengan Seizouru yang bergerak, hendak menampar dirinya. Sementara tangan yang lainnya segera merengkuh pinggang itu lalu mendorong tubuh itu mendekati dadanya.
"Menamparku tidak semudah itu, Shiiya," bisiknya lagi seraya menatap ke arah Seizouru yang mendongak di dadanya. Maniknya berkilat ketika melihat tatapan penuh amarah milik wanita itu.
Ketika ia akan mencumbu bibir tipis milik Seizouru, suara pintu yang terbuka menginterupsi mereka. Keduanya segera menoleh dan mendapati Yufaruto yang menatap mereka dengan canggung.
"Ada apa, Kei?" tanya Aruka tenang. Tak peduli bahwa Seizouru berusaha melepaskan diri dari pelukannya. Ia hanya tersenyum kecil mendapati wajah sang istri yang sedikit bersemu.
"Ma-maaf karena saya telah mengganggu waktu kalian berdua. Namun, saya membawakan perkembangan terbaru dari laboratorium!" ujar Yufaruto seraya membungkukkan tubuhnya.
"Tidak apa. Katakan saja perkembangan apa itu," ujar Aruka yang melepaskan rengkuhannya. Segera saja Seizouru menjauh beberapa langkah.
"Kiseki no Sedai dan Straight telah sadar!"
Mendengar itu, Seizouru refleks menutup separuh wajahnya karena kaget. Sementara lelaki bermanik ruby di dekatnya menyeringai lebar.
.
.
.
Hanya akan ada suatu kepastian sebagai sebuah jawaban dari semua kejadian ini. Karena Takdir telah membuatnya.
.
.
.
Hwaaa... ini semakin lama kenapa semakin absurd?! >< Gomen ne kalau kalian benar-benar tidak mengerti alur ceritanya yang terkesan dipaksakan ini.
Sekali lagi, maaf jika ada yang kurang puas atau berkenan dengan cerita buatan Author ini. Tenang saja. Ada kemungkinan minggu depan sudah tamat kok //mumpung besok ada libur, jadi Author mau ngemasoin diri dulu.
Hope you like it!
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top