19. Let's Start Our Part(y)
DISCLAIMER TADATOSHI FUJIMAKI
(Karakter lelaki hanya milik Tadatoshi Fujimaki. Untuk OC, kembali kepada pemilik nama masing-masing. Dan alur cerita, sepenuhnya milik saya.)
Warning : Ini hanyalah sebuah fanfiction gaje, kemungkinan (semuanya) OOC, typo bertebaran, bahasa planet, dan merupakan sebuah 'permainan". Dan, arigatou gozaimasu untuk para sukarelawan yang bersedia menjadi OC di fanfict ini.
.
.
.
Hanya bunga liar yang memekarkan diri. Mencoba menjadi bunga sejati. Walaupun demikian, masih ada yang perlu diuji. Pantaskah ia memantaskan diri?
Bukan berarti semuanya akan berakhir begitu saja. Bukan pula akan bermula seperti keinginan jiwa. Namun, tetap saja adanya. Perjalanan hidup masih membutuhkan bukti untuk semuanya.
.
.
.
SMA Yobushina. Osaka.
"Kau yakin akan menggunakannya?"
"Mengapa tidak? Hanya ini yang bisa membuat mereka seimbang."
"Dan aku masih tidak percaya kalau kau masih menyimpannya."
"Untuk apa kau tidak mempercayai apa yang kau lihat? Seharusnya, kau sudah bisa memprediksi. Kalau aku tentu tidak akan membiarkan para keponakanku menjadi lemah."
"Namun, memikirkanmu yang menggunakan ini masih sedikit aneh menurutku. Padahal, kau sendiri yang dulu menentang pembuatannya kan? Terutama ketika aku akan mengujikannya kepada mereka. Kau mengatakan, sebaiknya semua mengalir sesuai apa adanya."
"Itu dulu. Masa kini menuntutku untuk tidak kalah darimu."
"Ya ya ya. Aku bisa mengerti apa maksudmu. Dan ingat, kau tidak akan bisa mengalahkanku sekarang, maupun selanjutnya."
"Hm ... biarkan waktu yang menjadi penentu."
"Ya sudah. Mengapa kau tidak segera melakukannya?"
Kepala itu mengangguk. Seiring dengan sebuah cairan bening yang membaurkan diri dengan tempat yang ditujunya. Sementara kepala satunya menyunggingkan seringai. Permainan mereka akan semakin menarik setelah ini.
*****
Gym belakang SMA Yobushina.
"Kise, gerakanmu itu masih menyimpang!" bentak Aruka begitu melihat gerakan Kise yang melenceng dari target di depannya.
"Aku sudah mencobanya-ssu! Pedang kayu ini terlalu berat-ssu!" racau Kise seraya mengambil napas. Sungguh. Dia lebih memilih bermain basket daripada berlatih menggunakan alat yang berbahaya ini.
Aruka tersenyum kecil melihat pemuda pirang itu. Ia pun mendekat. Lalu segera menepuk pelan bahu pemuda itu. "Percayalah. Kau pasti bisa," bisik Aruka.
Seolah menjadi penyemangat, Kise bisa merasakan tubuhnya mulai berbeda. Fokusnya pun meningkat. Aruka menyeringai melihat tatapan Kise yang menajam. Sebelum akhirnya target berupa boneka orang-orangan itu jatuh, terpental lumayan jauh akibat terkena hantaman dari pedang kayu milik Kise.
"Su ... goii-ssu," lirih Kise seolah tak percaya dengan apa yang ia lakukan. Iris madunya berulang kali mengganti tatap antara boneka kayu dan pedang kayunya.
"Bagus. Setidaknya kau berhasil membuat target jatuh. Pertahankan itu," ucap Aruka seraya membangungkan boneka itu. Menaruhnya di tempat semula, sebelum akhirnya berteriak keras. "Baiklah! Sekarang giliran Kagami!"
Kise keluar dari arena latihan yang berbentuk persegi panjang itu. Ia pun segera menangkap handuk kecil yang dilemparkan oleh Aomine kepadanya. Lantas bergabung dengan yang lain. Penasaran dengan bagaimana kinerja seorang Kagami Taiga.
"Itu tadi hantaman yang lumayan keras, Kise-kun," ucap Kuroko begitu pemuda pirang itu memilih tempat duduk di dekatnya.
"Arigatou, Kurokocchi. Tapi gerakanmu juga sangatlah bagus-ssu." Kise tersenyum riang. Ia tak bohong. Ia masih tak menyangka bahwa Kuroko yang maju sebelum dirinya juga begitu tangkas. Kuroko mengangguk kecil.
Tak!
Bugh!
Keduanya segera menoleh. Sama seperti yang sebelumnya, boneka itu kini terlempar begitu jauh dari Kagami yang ngos-ngosan. Sementara Aruka hanya menyeringai melihat Kagami yang mengeluarkan tenaga lebihnya kali ini.
"Ini yang terakhir, bukan? Kalau begitu, kalian bisa beristirahat lima belas menit sebelum kita memulai latihan tandingnya." Aruka berbalik. Lalu pergi meninggalkan pasukan pelangi yang kebingungan di belakangnya.
"Ini gila! Sungguh gila!" ucap Kagami yang baru kembali.
"Apa hanya aku saja yang merasakannya jika latihan ini sedikit aneh?" ucap Akashi.
"Aneh bagaimana, Akashi-kun?" Nijimura melemparkan pertanyaan balik. Sejujurnya, ia merasakan hal yang sama.
"Maksudku, ini adalah kali pertama kita menggunakan pedang –walaupun itu dari kayu–. Namun, entah mengapa kita langsung terbiasa walau di awalnya sedikit kesusahan karena beratnya," jelas Akashi. Yang lain pun saling pandang.
"Seperti kita sudah lama tidak memainkannya, bukan?" ucap Haizaki. Akashi pun menganggukinya.
"Bahkan Satchin pun bisa menggerakkannya dengan baik," imbuh Murasakibara. Mendengar itu, Aomine pun mengerjap. "Oh ya. Bagaimana keadaan Satsuki, Midorima?" ucapnya.
"Syukurlah sudah lebih baik. Aku sudah men-tapping-nya, nanodayo," jelas Midorima yang berada agak terpisah dari mereka. Ia pun segera membantu Momoi untuk bangun dari tempatnya.
"Apakah tanganmu masih sakit, Momoi-san?" tanya Kuroko. Iris biru langitnya mengarah pada kaki pergelangan tangan gadis itu yang diperban.
"Iie. Ini sudah tidak terlalu sakit, Tetsu-kun," jawab Momoi. Ia pun tersenyum ketika Kuroko memintanya duduk di dekatnya.
Semua tersenyum kecil. Masih mereka ingat bagaimana Momoi yang berteriak kencang begitu pedangnya ikut terlempar ketika berhasil mengenai target. Ternyata, ada yang salah dengan cara gadis itu memegang pedang. Membuat kedua tangannya terkilir di bagian pergelangan.
"Baiklah. Kembali ke permasalahan sebelumnya." Akashi kembali mendapatkan perhatian dari mereka semua. Ia pun segera menyambung ucapannya. "Setelah melihat hasil latihan kali ini, aku merasa ada yang berbeda dengan diri kita. Seolah-olah kita mendapatkan kekuatan aneh yang membuat kita mampu mengikuti latihan Kugori-jisama yang lumayan keras."
"Itu benar, nanodayo. Bahkan ia langsung mengajakmu untuk adu pedang setelah kau berhasil dengan target. Seperti ia tahu kalau kau memang mampu melawannya, nanodayo," timpal Midorima.
"Bahkan Kuroko yang paling lemah di antara kita mampu untuk melakukannya."
"Jaga ucapanmu itu, Berengsek!"
Nyaris saja Aomine akan meninju Haizaki yang mengatakan itu ketika Aruka datang. Tatapan tajam dari iris ruby itu mampu membuat mereka semua kembali ke posisi masing-masing. Kemudian, ia pun mengarah pada Momoi.
"Bagaimana keadaan tanganmu?" tanyanya.
"S-sudah lebih baik, Aru ...-jisama," jawab Momoi gugup. Aruka menyeringai. Lantas mengambil pedang yang ia kaitkan di pinggangnya. "Kalau begitu, tangkap ini!" perintahnya seraya melempar pedang itu ke arah mereka.
Tentu saja semuanya kaget melihat pedang yang datang dari kejauhan itu. Aomine dan Murasakibara hendak menangkap itu untuk Momoi. Namun, gerakan mereka terhenti begitu melihat Momoi yang dengan lincahnya bersalto, lalu menangkap pedang itu. Walau akhirnya benda bergagang itu jatuh dari genggamannya. Momoi pun meringis kecil di tengah keterkejutannya.
"Mengapa ini bisa terjadi?" ucapnya memandang Aruka. Yang lain pun mengikuti.
"Baguslah kalau ternyata kau masih lincah," ujar Aruka tak menggubris pertanyaan itu. Ia pun berbalik di saat Nijimura memanggilnya.
"Kugori-s—"
"Haruskah aku mengulang perintahku untuk panggilan itu?"
Nijimura hanya terdiam begitu Aruka menatapnya tajam. Setelah mengambil napas sebentar, ia pun berkata, "maafkan aku, Aru-jisama. Aku hanya ingin menanyakan sesuatu."
"Apa itu?"
"Sebenarnya, ada yang ingin kami tanyakan. Mengapa kami seolah-olah bisa menjalani latihan yang tidak pernah kami lakukan dengan begitu baik? Juga, rasanya tubuh kami sedikit berbeda," ujarnya.
"Sejak kapan kau merasakannya?" tanya Aruka datar.
Nijimura memandang yang lainnya. Kemudian segera berbalik begitu Akashi mengangguki. "Semenjak usai sarapan hingga selesai latihan tadi."
Semuanya bergidik begitu melihat mata Aruka yang menyipit karena sebuah seringai lebar, sebelum akhirnya tawa lelaki tua itu menguar kecil. Semakin menambah suasana menjadi lebih mencekam.
"Begitukah? Ah, ternyata obatnya bereaksi dengan begitu cepat. Tak kusangka," ucapnya ringan setelah berhasil menguasai tawanya itu. Tak peduli bahwa para keponakannya itu membelalakkan mata. Benar-benar terkejut atas semua itu.
"Apa maksudmu dengan obat yang bereaksi itu?!" sambar Aomine. Entah mengapa amarahnya terasa tersulut.
"Obat apa yang kalian bicarakan? Apa aku pernah membicarakannya?" Seringai Aruka kembali pada wajahnya. Berpura-pura tak tahu apa-apa di saat seperti ini tentu akan membuat semuanya menjadi menarik.
"Sialan kau, Pak Tua!"
Semuanya memanggil nama Aomine begitu lelaki bersurai navy itu mengambil pedang kayunya seiring dengan langkah lebarnya yang mendekati Aruka. Sementara lelaki itu pun tak bergerak dari tempatnya.
Wush.
Sabetan panjang Aomine lakukan secara menyilang, tapi Aruka mampu mengelak dengan tetap mempertahankan wajah datarnya. Begitu seterusnya walau Aomine terus menerus mengarahkan pedang itu menuju tubuhnya yang selalu berkelit. Hingga...
Tak.
Suara itu terdengar cukup keras ketika Aruka menggunakan lengannya untuk menangkis serangan Aomine yang telak menuju kepala bersurai pirang itu. Keduanya terdiam. Sebelum akhirnya dengan cepat Aruka menghentak tangannya, memutar badan, lantas memberikan sebuah tendangan belakang yang mengenai perut Aomine.
Semuanya berteriak kaget melihat Aomine yang langsung terduduk di atas lantai. Kuroko dan Momoi segera membantunya bangun. Itu akan terjadi jika seandainya sebuah mata pedang tidak mengacung tepat di depan mereka bertiga.
Aruka hanya menatap dingin pada Aomine dari ujung pedang yang ia genggam. Sementara yang lain berusaha untuk diam di tempat mereka masing-masing. Lagi, mereka pun menunjukkan ekspresi tak percaya begitu melihat Aruka yang tersenyum hangat ...
"Bangunlah, Aomine."
... dan lelaki itu segera mengganti pedangnya dengan uluran tangannya sendiri. Aomine yang melihat itu hanya mengernyit heran. Membuatnya secara tidak sadar menyambut jemari Aruka.
Keadaan pun kembali sedikit tenang setelah mereka semua duduk di tempat masing-masing. Sementara Aruka hanya memandangi mereka seraya bersedekap ala guru yang mengetahui muridnya berbuat salah.
"Kalian melihat adegan tadi, bukan? Seperti itulah caraku akan mengadu kalian satu sama lain sebelum latihan dansa nanti sore. Kalian masih punya waktu delapan menit untuk beristirahat. Nikmatilah," ucap Aruka dingin. Setelah itu, ia pun meninggalkan mereka yang masih perlu menenangkan diri.
*****
Ballroom utama SMA Yobushina.
"Gerakan kalian harus lebih lembut lagi, Arisa, Yoshioka!"
"Karaniya, Akemi, Mika, dan Akari! Berhentilah membuat gerakan abnormal seperti itu!"
"Hanaru, Icha, kalian harus bisa menyejajarkan tangan dan kaki kalian yang panjang itu!"
"Tangan kalian belum menekuk dengan sempurna, Haruka, Ainawa!"
Seizouru mengembuskan napas dengan keras melihat latihan dansa kali ini yang menurutnya gagal total. Bagaimana mungkin para gadis di depannya ini tidak memiliki keanggunan layaknya gadis tulen pada umumnya? Sepertinya Aruka memperlakukan mereka seperti lelaki sehingga mengenyampingkan fakta bahwa mereka adalah gadis remaja.
Ia yang diam-diam memiliki minat lebih pada bidang seni gerak seperti tarian segera memberikan contoh kepada mereka. Entah itu dari cara memberi hormat, menekuk setiap anggota tubuh, mengatur keselarasan antara pergerakan dan irama musik, sampai cara mengatur tatapan yang menggoda.
"Ayolah. Kalian tidak akan bisa berdansa dengan baik bila tatapan kalian seperti shinigami melihat mangsa!" rutuk wanita itu. Straight hanya saling pandang satu sama lain.
"Kami memang shinigami khusus milik Aru-jisama. Jadi wajar jika kami memiliki tatapan seperti itu," ucap Kuruka.
"Apalagi kau bilang jika dansa nanti ada adegan berpedangnya, kan? Tentu tatapan itu dibutuhkan untuk membuat nyali mereka ciut." Kali ini, Yuuki memberikan pendapatnya.
Mendengar protesan itu membuat Seizouru mengembuskan napas dengan berat. Sungguh. Ia tidak bisa memikirkan bagaimana cara lelaki tua itu mengajari para gadis di depannya ini. Mereka terlihat seperti kucing jinak yang di satu sisi bisa berubah menjadi singa betina.
Sepertinya Kugori masih sering menggunakan "itu" pada mereka. Cih ... dasar srigala licik! Batinnya kesal.
"Baiklah. Istirahatlah sepuluh menit," ucap Seizouru akhirnya. Ia pun menuju kursi yang sudah disediakan. Lalu memeriksa beberapa berkas yang sudah ada di sana. Sebelum akhirnya membawa berkas itu keluar ruangan.
Sementara sepuluh remaja itu segera mengambil posisi beristirahat. Walau wajar mereka mengikuti kegiatan seperti ini, tapi tetap saja. Jika bisa memilih, mereka sebaiknya berlatih fisik ala tentara bersama paman mereka yang gila itu.
"Seumur-umur aku di sini, aku belum pernah merasakan bagaimana rasanya menjadi perempuan tulen sebelum Aru-basama mengajar kita," keluh Yousuka. Ia berkata seperti itu mengingat dirinya yang tidak peduli akan identitasnya. Malah ia lebih cenderung tomboy daripada feminin.
"Aku setuju dengan Aina-nee," timpal Narahashi. Ia kemudian berpindah tempat di saat sebuah botol akan menuju dirinya. Ia hanya nyengir kuda melihat Akio yang melakukan itu.
"Kalau kau memang sudah tidak perlu diragukan lagi. Mungkin bagi siswi yang lain, kau adalah lelaki yang sedang menyamar lalu menyusup masuk ke dalam asrama putri," celetuknya.
"Itu bukan salahku, kan? Aku sedari lahir memang sudah begini. Ditakdirkan menjadi perempuan ... tampan." Narahashi pun memasang pose laiknya model lelaki dalam majalah-majalah yang ada. Membuat Straight yang satu tingkat dengannya menyoraki dengan hebat. Setelah itu, mereka semua pun tertawa lepas.
"Nee ... Arisa," panggil Asakura. Gadis itu langsung menoleh ketika namanya lekas terucap. "Ada apa, Haru-nee?" tanyanya.
"Aku tidak sabar untuk melihatmu nanti di pesta dansa."
"Eh? Memangnya mengapa?"
"Tentu saja tidak sabar. Secara, kau dan si Merah Pendek itu kan pasangan putri-pangeran." Naimiya memasang muka cuek andalannya begitu melihat Yuuki yang mencebikkan bibirnya kesal. Lantas ia menyeringai kecil mendapati rona samar di wajah sang kouhai. "Tsun~" ucapnya lagi.
"Apa yang Nai-san katakan itu benar. Kuyakin kalian yang akan menjadi sampel percobaan pertama kali," komentar Akio. Mereka terus saja berbincang. Hingga tak menyadari bahwa pelatih mereka sudah kembali. Namun, dengan seorang teman.
"Akan lebih baik jika seandainya waktu yang kalian ubah menjadi gelak tawa itu tertukar dengan latihan peregangan atau sinergi antara tubuh atas dan tubuh bawah." Sindirian itu langsung menghentikan kicau mereka semua. Tatapan mereka semakin keruh begitu mendapati sesosok bersurai pink yang mengekor Seizouru.
"Oh ya. Kurasa, aku tidak perlu mengasah skill bermain pedang kalian. Karena kalian sudah mendapatkannya dengan cukup baik dari Kugori. Oleh karena itu, hingga sore nanti, kita akan tetap berlatih gerakan-gerakan dansa. Kebetulan saat ini Satsuki akan bergabung dengan kalian," lanjutnya. Straight pun hanya mengangguk paham.
"Aru-basama..."
"Ya? Ada apa, Karaniya?"
"Sebenarnya, apa tujuan asli kalian melakukan semua ini? Sepengetahuan kami semua, kau dan Aru-jisama mempunyai chemistry yang buruk. Bahkan kau sering memanggilnya dengan kata-kata umpatan," ucap Akio.
"Lalu?"
"Lantas, mengapa di saat seperti ini kau malah mendukung dan bekerja sama dengannya? Memang dia adalah suamimu. Tapi, tetap saja aneh. Bahkan kalian mempertemukan kami semua yang kalian akui sebagai keponakan," lanjut Hoshitsuki. Seizouru mengangguk, paham dengan permasalahan yang sedang dipertanyakan.
"Dengar, Straight. Ada kalanya lawan menjadi kawan, ada pula masanya kawan menjadi lawan. Semua itu dilakukan demi mencapai tujuan masing-masing. Entah itu dilakukan untuk saling menolong atau malah menjatuhkan." Seizouru segera memposisikan dirinya di tengah-tengah formasi duduk mereka yang seperti lingkaran. Memusatkan diri menjadi perhatian dari apa yang akan ia ceritakan.
"Sayangnya, saat ini kondisiku dan Kugori adalah yang pertama. Itu semua terjadi karena kami memiliki satu tujuan, tapi diaplikasikan dengan cara yang berbeda. Oleh karena itu, aku masih kontra dengannya walau pada kenyataan ia adalah partner-ku saat ini," sambung Seizouru. Ia akan memberikan praktek singkat saat Kuruka mengangkat tangan.
"Ada apa, Akari?"
"Apa kau tahu mengapa Aru-jisama memberikan nama "Straight" untuk menyebut kami sebagai kesatuan? Juga codename kami yang merupakan perpaduan berbagai cuaca. Aku pernah menanyakannya pada Aru-jisama. Tapi tidak pernah digubris," cerita Kuruka. Seizouru terdiam sebentar. Kemudian tersenyum kecil seraya mengatakan, "apakah itu mengganggumu, Akari?"
Kuruka mengangguk. "Aku –dan mungkin yang lainnya– sangat penasaran karena menurutku itu nama yang cukup aneh untuk sebuah kesatuan."
"Tentu saja aneh. Mengingat yang memberikan kita nama itu juga aneh." Celetukan Yousuka membuat Seizouru menatapnya tajam. Gadis itu pun segera memalingkan muka.
"Yang memberikan kalian nama "Straight" itu adalah aku, atas usulan adik semata wayangku." Suara Seizouru semakin melemah mendekati akhir kalimat. Hingga semua yang ada di sana dapat merasakan kegetiran yang teramat pada hati wanita itu.
"Adikmu itu ... apakah ibunya Akashi-kun?" ujar Momoi hati-hati. Ia segera menggenggam jemari Seizouru kala wanita itu mengangguk.
"Gomen ne," lirih Yousuka atas sikapnya yang sedikit kasar itu. Seizouru pun memaklumi.
"Kalian akan tahu semua apa yang terjadi selama ini sehabis pesta. Itu pun jika Kugori merasa puas dengan apa yang akan kalian lakukan," ucap Seizouru.
"Dan masalahnya adalah, susah sekali untuk membuat Aru-jisama menjadi terkesan. Bahkan tugas-tugas kita selama ini selalu dianggap gagal olehnya, bukan?" keluh Yuka. Yang lain pun beranggapan sama.
"Sudahlah. Apapun yang terjadi, kalian hanya perlu berlatih semampu kalian. Lalu tinggal mengeluarkannya dengan baik esok hari. Kuharap kalian tidak merasa muak karena semua ini."
"Kami sudah sering dibuat muak oleh paman kami itu. Jadi, kau tidak perlu merasa khawatir akan hal ini," ujar Fukuda. Yang lain menyetujui.
"Baiklah jika kalian berkata seperti itu. Berarti kalian hanya tinggal mengikuti arahanku. Jika tidak, kuyakin kalian akan tumbang dengan cepat karena Kugori sedang mengasah permata yang lainnya dengan sangat keras." Sebuah seringai Seizouru menjadi pembuka latihan sesi kedua kala itu.
****
Sesi latihan terakhir sore tadi sukses membuat mereka semua menjadi semakin dongkol. Bagaimana tidak? Dalam latihan yang dicap sebagai geladi bersih oleh sepasang manusia tua berumur itu, mereka diharuskan untuk berpasangan dengan target masing-masing!
Tentu saja yang paling enak adalah Yuka dan Momoi. Bahkan, mereka berdua sesekali berbicara di sela-sela latihan itu. Hanya mereka yang menunjukkan perubahan positif setelah tugas itu berlangsung. Ditambah dengan sifat ramah Yuka dan Momoi yang ceria, mereka berdansa layaknya teman lama.
Seizouru pun berulang kali menahan senyum melihat bagaimana masamnya wajah Aruka melihat latihan gabungan itu. Sepertinya ia ingin sekali ke arena dansa lalu menghukum semua pasangan yang ada di sana. Suasana geladi itu benar-benar chaos.
Dimulai dari Akashi dan Yuuki yang bergerak dengan kaku. Lalu pembicaraan yang perlu disensor terdengar samar dari Aomine dan Fukuda. Sementara di dekatnya, pasangan Murasakibara-Hoshitsuki malah membicarakan menu pesta. Ditambah dengan Kuroko-Kuruka yang terlihat belum memulai gerakan sedikit pun.
Kericuhan semakin menjadi ketika entah darimana Akio malah menyusupkan seekor Chihuahua ke dalam ruangan itu. Membuat Kise segera menjauh darinya. Sebaliknya pada pasangan di sebelah. Naimiya hanya memasang muka kesal karena dengan tidak elitnya Kagami malah berpindah tempat ke belakang punggungnya begitu anjing bertubuh minimalis itu mendekati mereka. Sementara di tempat yang agak terpisah, pasangan Haizaki-Narahashi tidak bisa dibilang berdansa. Lebih tepatnya, mereka tengah mengadu pukulan.
Dan akhirnya Aruka pun menghentikan latihan kacau itu setelah dirinya benar-benar muak mendengar perdebatan dari pasangan Midorima-Haruka juga Nijimura-Yousuka yang kebetulan ada di depannya saat itu. Ia pun segera mengancam dengan memberikan hukuman yang setimpal sehabis pesta. Setelah itu, ia meminta mereka semua kembali ke kamar masing-masing.
Tak sampai di situ. Kericuhan seputar pesta pun masih berlanjut. Di kamar Kiseki no Sedai, mereka berdecak kagum karena ternyata pakaian yang akan mereka kenakan besok begitu mewah. Sebuah tuxedo hitam dengan bunga mawar berlainan warna yang tersemat di bagian dada. Yang menarik, warna bunga mawarnya sesuai dengan surai mereka yang bak pelangi. Entah darimana Aruka bisa menyediakan semua itu.
Sementara di kamar sebelah pun sama. Namun, kericuhan yang terjadi bukan karena kagum atau senang akibat baju mereka. Melainkan sebaliknya. Rata-rata Straight merasa malu akibat melihat gaun pesta yang ternyata merupakan isi dari bungkusan yang diberikan Seizouru tempo hari. Sebuah gaun ber-waistline basque semata kaki dengan halter neckline itu sudah cukup untuk membuat mereka bergidik karena membayangkan diri menggunakan itu. Terlebih hal yang membuat mereka jengkel adalah warna dari gaun yang menyesuaikan dengan target masing-masing.
Aruka dan Seizouru pun menutup telinga atas semua komentar itu. Bagi mereka, para keponakan hanya perlu untuk menuruti kemauan mereka berdua. Tak peduli bahwa yang mereka lakukan itu benar atau salah. Karena mereka memiliki pendapat yang sama; biarkan waktu yang mengungkapkannya!
.
.
.
Seperti inilah cara mereka untuk membuktikan semuanya. Terlalu arogan untuk kategori pemula. Walau mereka percaya semua akan berjalan sempurna, tapi siapa yang tahu jika Tuhan akan membiarkannya begitu saja? Mereka lupa. Kalau Semesta pun suka bercanda.
Namun, seperti yang sebelumnya. Ego yang terlalu meraja membuat mereka hanya tampak sebagai boneka. Digerakkan sesuka hati oleh congkak yang bersemayam di sana. Sehingga, mereka perlu waktu lama untuk menyadarinya.
Bahwa semua itu ada batasannya. Batas pemisah antara maya dan nyata.
.
.
.
Gyaah... Maafkan atas semua ke-absurd-an ini. Makin lama fict ini makin ngawur. Author benar-benar minta maaf sebesar-besarnya jika kalian semakin gak suka dengan fict ini. Author memaklumi.
Hope you like it!
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top