18. Preparation

DISCLAIMER TADATOSHI FUJIMAKI

(Karakter lelaki hanya milik Tadatoshi Fujimaki. Untuk OC, kembali kepada pemilik nama masing-masing. Dan alur cerita, sepenuhnya milik saya.)

Warning : Ini hanyalah sebuah fanfiction gaje, kemungkinan (semuanya) OOC, typo bertebaran, bahasa planet, dan merupakan sebuah 'permainan". Dan, arigatou gozaimasu untuk para sukarelawan yang bersedia menjadi OC di fanfict ini.

.

.

.

Sekarang, kita akan menyaksikannya. Laga perdana atas keegoisan umat manusia. Yang meraja, kalahkan fakta di mana seharusnya mereka itu bersama.

Bukan berarti semudah itu mereka melaksanakan. Dan tidak mungkin mudah untuk menyelesaikan. Namun, sekali lagi keegoisan menguasai bersama kecongkakan. Hilangkan sesuatu murni bernama perasaan.

Yang kan muncul untuk membalas dendam.

.

.

Osaka. 17:20

Slurp.

Serapan atas cairan berwarna emas kecokelatan itu terdengar samar di sebuah ruang besar. Berisikan 21 jiwa yang masih menuntut penjelasan kepada seorang lelaki yang memejamkan mata, menikmati tehnya yang masih mengepulkan asap di ujung meja.

"Apakah tehnya kurang nikmat sehingga tidak ada yang mau mengikuti jejakku?" tanya lelaki itu, ramah. Ia edarkan ruby-nya menyusuri sisi kiri dan kanan yang dipenuhi oleh remaja berusia setengah umurnya. Lalu terantuk pada ujung lainnya yang dihuni oleh seorang wanita muda.

"Ah, kurasa kau harus memulainya terlebih dahulu, Shiiya. Mereka –Kiseki no Sedai– tentu tidak ingin mendahului tuannya. Dan mereka –Straight– tentu tahu bahwa tak sopan bila tamu tak kunjung menikmati kudapan yang disajikan tuan rumah."

Serentak manusia pelangi itu menoleh kepada bibi sang Emperor. Tak ketinggalan juga para Straight yang penasaran akan reaksi wanita itu atas sindiran halus dari paman mereka. Merasa diperhatikan, Seizouru pun memajukan badan. Memangku wajah pualamnya menggunakan kaitan tangan.

"Tak kusangka sambutan tuan rumah begitu ramah. Apakah kau salah makan hari ini, Kugori?" ujarnya lamat-lamat. Seringai tipis terukir kepada pemuda pirang itu.

Straight yang melihat itu sedikit tercekat. Selama ini, yang berani untuk membalas ucapan Aruka di wilayah Yobushina hanyalah mereka –terutama Yousuka–. Tentunya dengan ujung kalimat pedas ditambah hukuman mereka terima.

"Jika aku salah makan, tentu kepala Sakabuya sudah lama terpisah dari badannya. Bukankah begitu, para keponakanku?" ujar Aruka. Dapat dilihat jelas sebuah evil smirk terpahat pada wajahnya kala menyebut nama kepala koki di situ. Sekaligus ketika ia meminta tanggapan dari para hawa di samping kanannya.

"Jadi, bagaimana kabar kalian selama di bawah bimbingan Shiiya? Apakah baik-baik saja?" Kali ini, netra ruby itu menyisiri sisi kiri meja di hadapannya. Menatap mantap para pemuda yang menyusun deretan warna abstrak itu.

Tak ada jawaban membuatnya tersenyum kecil. Sampai akhirnya ia terfokuskan pada pemuda bersurai baby blue yang menatapnya dalam diam.

"Apa ada yang salah sehingga tatapanmu begitu dingin padaku, Kuroko?" tanyanya. Kuroko hanya menghela napas pelan.

"Ano ... sebenarnya ada yang ingin kutanyakan padamu, Kugori-san."

"Panggil aku Aru-jisama seperti yang Straight lakukan, Kuroko. Begitu pula dengan kalian," perintahnya tegas kepada semua yang ada. Walaupun tampang Kuroko tetap datar, ada sebuah rasa penasaran yang terlihat jelas di sana.

"Aru-jisama? Maaf saja. Kami bahkan baru mengenalmu beberapa bulan terakhir ini. Dan ini adalah kali pertama kita bertemu. Mengapa kau tiba-tiba saja menjadi sok akrab dengan kami, huh?"

Sontak semua menoleh ke arah Haizaki yang memasang tampang tak peduli kepada mereka. Tentu kaget mengingat tindakannya itu bisa dibilang tak sopan. Juga nekat. Sementara Aruka hanya diam. Tak menginterupsi ataupun meluruskan apa yang terjadi.

Wush.

Tak.

Sekali lagi, semua tercekat begitu sebuah garpu sewarna perak menancap tepat di depan pemuda bersurai aneh itu. Nyaris mengenai tangan Haizaki yang semula berada di tempat itu.

"Tch ... kurang sedikit lagi," desis Narahashi yang kebetulan duduk di depan pemuda itu. Membuat Haizaki menatapnya nyalang.

"Ada apa? Apa kau ingin melihatku melempar garpu kedua dengan target bola matamu itu, ha?" Jemari Narahashi pun segera mengambil garpu milik Yousuka yang kebetulan ada di dekatnya saat Haizaki segera membuka suara.

"Apa alasanmu melemparnya, Baka?!"

"Tentu saja memberi pelajaran atas tindakanmu yang kurang ajar itu! Bertindak seenaknya saja tanpa persetujuan Aru-jisama!"

Lepas dari itu, Narahashi segera melempar garpu itu lurus dengan Haizaki. Namun, belum saja garpu itu mengenai target, itu sudah terlebih dahulu jatuh di tengah meja ketika sebuah pisau makan menabraknya telak. Di mana arah pisau itu tegak lurus dengan jalannya garpu Narahashi.

"Well, refleksmu masih bagus juga, Shiiya," ujar Aruka berkomentar. Tatapannya terarah ke depan. Langsung menusuk kepada Seizouru yang berdiam diri di ujung sana.

"Aku tak butuh ucapan semacam itu dari dirimu, Kugori," balas Seizouru dingin. Aruka pun mengendikkan bahunya.

Sementara yang lain, sama sekali tidak berani mengungkapkan pemikiran mereka. Entah mengapa suasana di ruangan ini semakin berat setiap detiknya. Membuat mereka memilih berdiam seribu kata daripada harus menanggung resiko tak terduga.

"Kugori-jisama ..."

Fokus netra semua orang berada pada seorang Akashi Seijuurou yang duduk di dekat Momoi. Heran karena kosakata itu terucap begitu ringan dari dirinya.

"Ah, apakah kau sudah mengetahui kebenaran hubunganku dengan bibimu itu, Akashi?" tanya Aruka. Akashi pun mengangguk mantap.

"Kami semua sudah mengetahuinya dari Otou-sama. Dan anehnya, ia bilang kalau kau adalah paman kami semua. Bukan hanya aku saja," ujar Akashi. Heterokromnya menatap tajam pada Aruka yang menatapnya sama.

"Apa maksudnya itu?" lanjutnya. Kali ini, seluruh perhatian kembali kepada seorang Aruka. Ia benar-benar menikmati hal itu walau berbagai tatapan menghunjam dirinya.

"Seperti yang Masaomi katakan. Aku adalah paman kalian semua. Baik itu Kiseki no Sedai ataupun Straight. Demikian juga Shiiya. Ia adalah istriku. Yang berarti adalah bibi kalian. Jadi, apa ada yang ingin kalian tanyakan lagi?"

Semuanya saling pandang mendengar hal itu. Terutama Seizouru yang merasa diremehkan karena Aruka menyebutkan status dirinya. Yang semula ingin ia kubur bersama kematian Shiori.

"Bagaimana mungkin itu terjadi-ssu? Tidak mungkin seluruh orang tua kami dengan kalian bersaudara kan-ssu?" Kali ini, pemuda pirang yang berlawanan tipe dengan Aruka menyahut. Namun segera diam begitu deathglare dari hawa di depannya mengancam.

Aruka seolah tak berminat untuk menjawab pertanyaan itu. Ia justru memberikan kode kepada Seizouru dengan gerakan tangannya. Mempersilakan wanita itu yang menjelaskan semuanya.

"Kau yakin ini tak apa? Maksudku, apakah ini saatnya?" tanya Seizouru dengan nada suara yang semakin merendah.

"Aku sudah mempersilakanmu, bukan? Jadi, apa lagi yang kau ragukan, Shiiya?" Aruka melemparkan pertanyaan balik. Membuat Seizouru mendengus kesal. Sekilas, netra hazel-nya melirik ke arah seluruh remaja yang bingung akan tingkah aneh mereka berdua.

"Baiklah. Apakah kalian ingin mengetahui kebenarannya?" Tanya yang dilontarkan Seizouru otomatis diangguki oleh semuanya. Ia pun menarik napas sebelum kembali melanjutkan ucapannya.

"Kami akan memberitahu kalian. Namun, kalian harus melalui suatu kegiatan dulu baru boleh mengetahuinya."

"Kegiatan apa?" ujar Fukuda tiba-tiba. Ia pun menelan saliva begitu menyadari tatapan Aruka yang menusuk dirinya.

"Hei, Straight. Apakah kalian ingat bahwa aku pernah mengatakan bahwa ada pesta setelah kepulangan kalian dari tugas?" tanyanya. Straight berpandangan satu sama lain, sebelum akhirnya membenarkan hal itu.

"Maka kegiatan yang dimaksud oleh Shiiya adalah pesta itu."

Sebuah pesta?

"Tapi, apa hubungan antara pesta dengan kebenaran tentang semua hal yang memusingkan ini?" Asakura pun bertanya. Disusul oleh yang lainnya menanyakan hal serupa.

"Hal itu akan terjawab ketika pesta berlangsung. Atau malah sesudahnya, Haruka," jawab Seizouru. Asakura pun mengangguk kecil.

"So, how, Shiiya? Should we change the shift?"

"Of course yes. We should change our shift." Kali ini, nada suara Seizouru terdengar begitu tegas. Hingga Aruka pun menyeringai lebar karenanya.

"Berganti shift?" Satu pertanyaan itu terlontar dari semua bibir yang ada. Tentunya dua orang itu adalah pengecualian.

"Mulai saat ini hingga pesta esok lusa, Shiiya yang akan memegang komando untuk kalian, Straight. Ah, ditambah Momoi tentunya. Yang berarti, akulah pengurus Kiseki no Sedai saat ini."

Baiklah. Sepertinya hal itu adalah sesuatu yang buruk. Mengingat Aruka yang kini meminta mereka untuk kembali ke kamar masing-masing. Tanpa memberi mereka kesempatan untuk mengurai pertanyaan. Sementara kepala pelayan di sana bertugas untuk menunjukkan kamar bagi Kiseki no Sedai yang tak kalah luas dari milik Straight.

"Ah ya, Shiiya. Apakah kau akan tidur bersama Straight ..." Bisikan itu menjalar begitu halus dari samping kiri Seizouru. Namun, tak diindahkan oleh target bicara.

"... atau kau ingin mengulang memori lama di kamarku?"

"Damare, Kugori!!"

Para remaja yang mengekor di belakang mereka tersentak mendengar teriakan dari Seizouru. Sementara Aruka hanya terkekeh kecil di sampingnya, lalu memutuskan untuk berjalan seorang diri. Meninggalkan mereka semua di belakangnya.

"Ada apa, Shiiya-basama? Apakah ia menyakitimu?" ujar Akashi yang langsung menggantikan posisi Aruka di sebelah wanita itu.

"Tidak ada apa-apa, Seijuurou. Hanya saja, si Berengsek itu kembali membuat ulah dengan ucapan mesumnya," ucap Seizouru datar. Akashi pun mengangguk-ngangguk.

"Oh ya, di mana kamar kalian?" lanjutnya seraya berbalik arah. Ditatapinya satu persatu keponakannya yang selama ini diasuh oleh Aruka. Mereka saling pandang. Sebelum akhirnya Yuka menunjukkan sebuah pintu besar yang kebetulan mereka lewati.

"Arigatou, Yoshioka. Kau memang yang paling cepat merespon dalam hal seperti ini sedari dulu." Senyum pun mengembang ke arah Yuka yang membalasnya kikuk.

"Ini kamar kosong, bukan?" Jemari Seizouru menunjuk pintu yang tak kalah besarnya. Tepat di depan kamar mereka.

"Benar, Nyonya. Ini adalah kamar kosong khusus seperti kamar para Nona," ujar kepala pelayan yang sedari tadi berada di paling belakang, Reikoruchi Mabuya. Ia dengan sigap maju lalu membukakan pintu kamar itu menggunakan kunci yang berada di sakunya.

Begitu pintu terbuka, terlihatlah sepuluh ranjang yang tersusun begitu rapi menjadi dua deret. Lengkap dengan meja kecil di sampingnya. Pun sebuah pintu yang di baliknya ada kamar mandi pribadi terlihat sekilas. Namun, berbeda dengan kamar Straight yang didominasi warna terang. Kamar ini terlihat sedikit gelap dengan interior bak istana zaman dulu.

"Wah ... kamar ini persis seperti kamar kita," ujar Narahashi yang ikut melongokkan kepalanya ke dalam sana.

"Ya! Hanya saja, interiornya begitu manly. Berbanding terbalik dengan kamar kita yang memang cocok untuk perempuan," ucap Yuuki membenarkan hal itu. Matanya tak berhenti menatap ruangan yang didesain agak gelap itu.

"Hee ... memangnya kalian tidak pernah melihat isi kamar ini sebelumnya?" ujar Aomine menimpali perkataan itu. Narahashi dan Yuuki hanya mengangguk kecil.

"Walau berada di depan kamar kami, tapi ini adalah kali pertamanya kami melihat ke ruangan ini dibuka. Aru-jisama bilang, isinya akan membuat kami muntah bila melihatnya." Kali ini, Akio yang menjawab.

Para lelaki itu saling melirik satu sama lain. Bagian mana di dalam ruangan ini yang akan membuat mereka muntah? Ayolah. Ruangan ini tak kalah mewahnya dari hotel bintang lima. Malah kamar ini membuat orang akan menetap terus di dalamnya.

"Tentu saja kalian akan muntah, Ladies. Karena kamar ini memang sangat-sangat dikhususkan untuk para lelaki saja."

Suara itu membuat mereka semua menoleh. Mendapati Aruka yang memasang evil smirk begitu jelas. Dan itu membuat sebagian besar mereka merasakan firasat yang semakin buruk.

"Oh ya. Karena Shiiya dan Momoi akan menginap di kamar kalian, aku sudah menyiapkan ranjang tambahan di dalam. Beruntung saja masih ada ruang di sela-sela barang kalian yang menumpuk itu," lanjutnya seraya membuka kamar sang keponakan.

"Baiklah. Sekarang kalian bisa beristirahat seraya menunggu makan malam. Kiseki no Sedai, kalian bisa menggunakan ruangan ini sepuasnya. Straight, kuharap kalian tidak akan mengintimidasi Momoi nantinya karena aku ada urusan dengan Shiiya sementara waktu mengenai pesta itu."

Aruka lantas membentuk kode dengan matanya. Meminta Seizouru untuk mengikuti dirinya menghilang di balik belokan. Wanita itu pun setuju. Karena setelah itu mereka pun meninggalkan para keponakan mereka yang masing-masing mengeluarkan aura berat.

"Yah ... awalnya kukira ini akan buruk, nanodayo. Ternyata tidak terlalu."

"Ini hanya awalnya, Midorima-kun. Tapi maaf saja. Yang akan mengawasi kalian selama di sini adalah Aru-jisama langsung. Jadi, semoga kalian mendapatkan nasib yang bagus," dengus Asakura begitu mendapati celetukan Midorima tersebut.

"Apapun itu, intinya aku hanya ingin meminta penjelasan dari semua kejadian aneh ini." Akashi melirik sebentar ke arah Yuuki yang langsung membuang muka. Setelah itu, ia pun memimpin kawan-kawannya untuk masuk ke kamar mereka. Terdengar di belakangnya Yuka melakukan hal yang sama.

"Aku di sebelah sini-ssu!!" teriak Kise seraya berlari menuju ranjang yang berada di barisan tengah. Disusul oleh Aomine dan Kagami yang mengambil tempat di sisi kanan dan kiri Kise.

Kuroko pun mengambil tempat di dekat Kagami. Sementara lima sisanya mengisi penuh deretan di depan keempat ikemen itu.

"Are ... Sat-chin ikut juga di sini?" ujar Murasakibara begitu mendapati ranjang terdekat dari pintu, di sisi Aomine, terdapat sesosok bersurai sakura yang memandang kikuk ke arah mereka.

"Uhm ... tak apa kan bila aku sekamar dengan kalian?" lirih Momoi. Semuanya pun saling menatap satu sama lain.

"Bukankah Aru-jisama memintamu untuk sekamar dengan keponakannya itu, Momoi-san?" ujar Kuroko yang berada di ujung yang berlawanan.

"Walaupun begitu. Apa kalian lupa bagaimana hubungan kita dengan mereka? Bagaimana mungkin aku bisa berada dalam satu ruangan bersama mereka yang mengatakan akan membunuh kita?" ujar Momoi. Suaranya yang sedikit parau membuat kawanan pelanginya itu merasa iba.

"Tak apa, Satsuki. Lagipula tidak akan ada juga yang berani menyerangmu walau kau ada di sini. Aku yang menjamin hal itu," ujar Akashi. Yang lain pun mengangguk, membenarkan.

"Arigatou!"

Sementara di kamar sebelah...

"Eh? Di mana Momoi-san?" ujar Yuka yang mendapati ranjang tambahan di kamar mereka tak berpenghuni.

"Mungkin ia berada di kamar sebelah," sahut Naimiya.

"Tapi itu kan kamar lelaki?" Yuka menggaruk tengkuknya yang tak gatal.

"Lagipula mereka adalah kawan-kawannya. Sudah pasti ia akan bersama mereka. Justru aneh jika Momoi-san berada di kamar ini. Apalagi dengan orang-orang yang jelas-jelas merupakan musuhnya," imbuh Hoshitsuki. Gumaman singkat pun menguar dari mereka semua.

"Walaupun demikian. Jika Aru-jisama mengetahuinya, tentu kita akan dihukum, kan?" Kuruka pun menaruh wajahnya pada guling yang sudah ia tekuk di pangkuan.

"Lantas, apa yang akan kita lakukan? Menjemputnya seraya mengatakan "Momoi-san, ayo sekamar dengan kami. Kami tidak akan membunuhmu, kok." Begitu?"

Semuanya pun mendelik ke arah Naimiya yang justru mengendikkan bahu. Tak merasa aneh dengan ucapannya yang terdengar sedikit kejam itu. Setelah itu, mereka pun mengembuskan napas. Bingung.

Dan keterbingungan mereka bertambah ketika selesai makan malam. Mereka yang disibukkan oleh aktifitas pribadi di ranjang masing-masing kaget melihat Seizouru yang tiba-tiba datang bersama Momoi. Juga ada beberapa pelayan yang mengikuti mereka seraya membawakan sesuatu.

"Konbanwa, Straight," sapa Seizouru ramah. Beberapa dari mereka menjawab, beberapa pula mengacuhkan.

"Maaf jika suasana yang terjadi karena kedatangan kami. Perkenalkan. Aku Seizouru Shiiya. Atau mungkin selama di sini aku akan dikenal sebagai Aruka Shiiya. Untuk Satsuki, kalian sudah mengenalnya bukan? Terutama Yoshioka," ucap Seizouru yang mengambil tempat di ranjang terdekatnya. Momoi pun mengikuti.

"Ah, kau bisa meletakkannya di situ," lanjutnya lagi kepada para pelayan yang langsung menaruh barang bawaan mereka ke ranjang yang sejatinya merupakan tempat Momoi.

"Ada keperluan apa sehingga Aru-basama datang kemari?" Yuka pun segera menyahut pertama kali. Ia sebagai yang tertua di sana merasa harus mampu mengendalikannya.

"Aru-basama? Kurasa itu tidak terlalu buruk." Seizouru pun tersenyum manis sebelum melanjutkan ucapannya. "Seperti yang Kugori bilang. Mulai saat ini hingga pesta esok lusa, kalian akan berada di bawah bimbinganku. Jadi, aku harap kita semua bisa bekerja sama dengan baik."

"Memangnya pesta seperti apa yang kalian maksudkan sehingga kau yang mengurus kami?" Dari paling ujung, suara Yousuka terdengar samar.

"Tentu saja seperti pesta pada umumnya. Yah ... makan-makan, menari, menyanyi, dan sejenis dengan itu."

Semuanya berpandangan satu sama lain. Jika pestanya hanya seperti itu, mereka sering melakukannya bila ada hari khusus di Yobushina. Terutama hari jadi sekolah khusus perempuan itu. Lantas, apa bedanya kali ini?

Seperti bisa membaca pikiran mereka, Seizouru pun beranjak menuju ranjang Momoi. Membuka bungkusan yang sedari tadi cukup mengusik mereka, mengeluarkan isinya, lalu memilahnya dengan sigap.

"Bedanya ... kali ini yang akan kita adakan adalah pesta dansa. Tentu kalian tidak mungkin melaksanakan pesta semacam itu di tempat yang hanya diisi oleh perempuan ini, bukan?"

"Pesta dansa?!" Koor itu segera menyambut dengan sigap. Tak terkecuali Momoi yang memasang tampang heran di belakang wanita itu.

"Kukira kalian sudah mengetahuinya ketika Kugori menyebutkan tentang pesta di saat acara minum teh tadi sore. Kalian menganggukinya kan?" Seizouru mengambil sebuah bungkusan berwarna cerah. Lantas memberikannya kepada Momoi. "Itu bagianmu. Oh ya. Kalian tidak boleh membuka bungkusan ini sebelum aku mengajari kalian sesuatu," sambungnya.

Ia pun segera mengangkat beberapa bungkusan. Lalu dengan santainya membagikan itu kepada setiap gadis yang berada di sana.

"Kami memang mengiyakannya. Tapi Aru-jisama tidak pernah memberitahu kalau pestanya adalah pesta dansa," ujar Narahashi ketika ia menerima bungkusan dari Seizouru.

"Seharusnya sudah kuduga karena lelaki itu memang sangat hobi membuat semuanya menjadi misteri," timpal Seizouru.

"Jangan lupakan kalau ia juga sedikit gila dan aneh," lanjut Yousuka.

Seizouru menyeringai, sementara yang lain meringis mendengar hal itu. "Sepertinya ada yang sependapat denganku kali ini. Namun, sepertinya juga aku tidak bisa menolongmu jika seandainya nanti ia akan menghukummu dengan perantara Shuuzou, Ainawa," ucap Seizouru ringan.

"Huh? Memangnya apa hubungannya ini dengan dia?!" protes Yousuka. Yang lain ikut menyimak. Merasa heran karena ini melibatkan tetangga di depan kamar.

Jawaban yang mereka dapatkan pun hanya sebuah seringai kecil dari wanita itu.

Sementara di kamar sebelah...

"Jadi, kita akan mulaikan latihannya besok," ucap Aruka di depan para remaja lelaki itu. Sama seperti kedatangan Seizouru ke kamar Straight, Aruka pun mendapatkan sambutan yang begitu dingin dari keponakannya itu.

"Namun, kami tidak pernah menyetujui apa yang kau katakan, Kugori-jisama," ujar Akashi begitu dingin di samping lelaki itu. Ia bertukar tempat sementara dengan Haizaki karena kedatangan sang paman.

"Apa ada protes yang lainnya?" tanya Aruka. Ia pun hanya melirik sedikit kepada Akashi yang semakin menatapnya tajam.

"Bukankah kita hanya akan berdansa? Jika latihan yang kau maksud itu berkaitan dengan dansa, kurasa tidak masalah. Tapi, mana ada dansa yang melibatkan memanah dan berpedang?!" ujar Aomine, kesal sekaligus heran.

"Ada lagi?" Aruka mengedarkan pandangan. Kemudian tersenyum tipis begitu tidak ada lagi sahutan.

"Ini memang hanyalah sebuah pesta dansa. Namun, sayangnya aku tidak menyukai pesta dansa seperti umumnya yang hanya menari berpasangan. Shiiya pun sudah setuju. Kalau pesta dansa kali ini akan kami ubah menjadi penilaian terhadap kemampuan kalian," ucap Aruka.

"Penilaian?"

"Benar, Kuroko. Seperti kalian, Straight pun memiliki kemampuan khusus. Namun, entah karena apa atau bagaimana, Shiiya hanya mengembangkan kemampuan kalian pada bidang olahraga basket. Sementara di sini, aku sudah pernah mengirim Straight ke luar negeri untuk membunuh pesaingku di bidang bisnis."

Seringai Aruka mengembang begitu mendapati keterkejutan pada wajah para remaja di depannya. Segera ia pun mengibaskan tangan. "Tapi kalian tidak perlu khawatir. Karena aku punya waktu sehari untuk melatih kalian agar kemampuan kalian dapat meningkat drastis. Tentunya itu tergantung dari bagaimana keseriusan kalian esok."

Mereka semua terdiam. Kemudian menoleh ke arah Aruka yang bangun dari tempatnya. Ketika ia akan membuka pintu, ia pun menoleh sebentar ke Akashi. "Akashi –atau aku harus memanggilmu Seijuurou?–, kau merupakan leader mereka. Tentu sebagai pemimpin, kau tidak akan membiarkan anak buahmu mati kan?"

Heterokrom itu menyorot dengan tajam ke arah ruby yang masih menatapnya meminta jawaban. Ia pun mengembuskan napas, samar. Sebelum akhirnya surai merah darah itu bergoyang karena anggukan.

"Kalau begitu, kutunggu kedatangan kalian di halaman belakang esok seusai sarapan. Dan yah ... jangan lupa untuk mengajak Momoi karena ia termasuk ke dalam kalian." Ucapan dari Aruka itu pun menghilang mengikuti pemiliknya yang sudah berada di balik pintu.

.

.

.

Satu laga, satu arena. Mereka akan segera melaksanakannya. Tidak peduli bahwa itu akan mengungkapkan semuanya. Sebuah rahasia yang selalu dijaga oleh Sang Semesta.

Yang kali ini, bahkan Siang dan Malam tak kuasa untuk menolak takdir berbicara.

.

.

.

//pundung// makin lama fict ini semakin absurd, bukan? Jadi, aku tidak heran jika kalian semakin malas membacanya. Hontou sumimasen _/\_

Hope you like it!

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top