15. A Rain(has)Bow

DISCLAIMER TADATOSHI FUJIMAKI

(Karakter lelaki hanya milik Tadatoshi Fujimaki. Untuk OC, kembali kepada pemilik nama masing-masing. Dan alur cerita, sepenuhnya milik saya.)

Warning : Ini hanyalah sebuah fanfiction gaje, kemungkinan (semuanya) OOC, typo bertebaran, bahasa planet, dan merupakan sebuah 'permainan". Dan, arigatou gozaimasu untuk para sukarelawan yang bersedia menjadi OC di fanfict ini.

.

.

.

Di pengujung kala, mereka mencoba memastikan. Bukan untuk menampik kenyataan. Namun lebih kepada sebuah ketakutan, yang tak diharapkan untuk menjadi kenyataan.

Terlepas dari semua itu, seharusnya mereka menyadari sesuatu. Harusnya bukan ego yang menjadi nomor satu. Melainkan nasib Semesta yang tak akan menentu.

Jadi, apa yang akan mereka lakukan saat itu?

.

.

.

New York. 16:05

Alunan nada yang merangkai diri menjadi sebuah simfoni terdengar samar dari sebuah kamar di apartemen di dekat sebuah rumah sakit. Menjadi penghidup suasana kala sang penghuni kamar tengah kelimpungan di depan layar persegi panjang.

Sialan. Seharusnya aku meletakkan data yang ini sebelum yang itu! Argh! Si Pirang menyebalkan itu pasti akan memarahiku nanti. Batinnya. Tanpa sadar, ia pun menggigit bibir bawah.

Yousuka merenggut sendiri di depan layar laptop. Demi apapun. Ia sungguh lebih menyukai menghabiskan waktu pada ruangan bernama kelas daripada harus terasingkan beribu kilometer dari yang lainnya. Namun, ia juga tidak bisa menolak hal ini. Sulit baginya untuk mematahkan argument sang Paman.

Tatapan di balik kacamata itu terfokus pada apa yang ditampilkan oleh layar laptopnya. Berbagai foto terbuka, bertumpang tindih dengan saudaranya. Juga beberapa dokumen yang terselip meminta perhatian lebih.

"Akashi-kun, Aomine-kun, Haizaki-kun, Kagami-kun, Kise-kun, Kuroko-kun, Midorima-kun, Momoi-san, Murasakibara-kun ..."

Gumaman itu terhenti di saat sebuah foto berlatar rumah sakit terpampang. Tampak seorang pemuda bersurai kelam tengah berjalan memasuki bangunan tersebut. Membuat Yousuka mengembuskan napas. Kesal.

" ... dan si Biang Keroknya, Nijimura-san ..." dengusnya.

Sampai sekarang, gadis itu masih tidak terima akan pembagian target yang dilakukan oleh Aruka waktu itu. Entah mengapa si Pirang tua itu benar-benar menginginkannya untuk menyelidiki lelaki bermulut monyong di depan kamarnya. Lebih tepatnya, mengamati.

Padahal yang dilakukan oleh Nijimura sejauh ini biasa-biasa saja menurut Yousuka. Sebagian besar waktu pemuda itu dihabiskan untuk menjenguk ayahnya yang masih sakit. Sisanya, Yousuka malas mengurusi. Ia hanya pernah melihat Nijimura masuk ke sebuah tempat les. Sepertinya ia menjadi anggota di sana.

Memutar lagu baru, gadis bersurai sepinggang itu mulai menuliskan rangkuman dari seluruh data yang masuk ke email-nya. Bibirnya sesekali ikut bersenandung. Terkadang jemarinya melepaskan keyboard hanya untuk ikut menari.

Sebuah nada serupa bel menyentak pendengaran. Manik kecokelatan itu mengerjap melihat layar laptopnya yang berubah hitam. Kemudian sebuah dialog box pun muncul untuk memenuhi ruang.

Fyuh ... kukira apa. Ternyata ini alarm yang kupasang. Yousuka meringis kecil karena melupakan aplikasi yang ia pasang sendiri. Ia sengaja memasang alarm yang sesuai dengan jadwal keluar Nijimura dari kamarnya. Tentu saja agar ia lebih mudah mengamati lelaki itu.

Segera ia menyiapkan diri. Sebuah celana training hitam menjadi pelengkap dari jaket kelam yang ia gunakan untuk menutupi tubuhnya yang hanya menggunakan pakaian pendek. Tak lupa juga, sebuah sepatu kets dengan warna senada ia ambil cepat.

Setelah memasukkan ponsel berikut earphone, Yousuka pun keluar kamar. Bunyi klik pada pintunya membuatnya berbalik arah. Tepat di saat itu ia tersentak kaget melihat sosok di belakangnya.

"Yousuka-san?" sapa Nijimura. Tatapan matanya tak bersambut karena Yousuka hanya mengangguk singkat lalu berpaling. Gugup.

Shimatta! Timing-nya terlalu tepat! Batin Yousuka.

"Kau mau ke mana dengan pakaian seperti itu?"

"Aku hendak jogging di taman kompleks depan. Apa kau mau ikut?"

Hey! Demi musnahnya benda pink di dunia! Mengapa harus kalimat itu yang keluar, Baka?!! Inner gadis itu merutuk hebat melihat bagaimana cara Yousuka menanggapi pertanyaan Nijimura. Ini bukan seperti Yousuka Ainawa yang biasa.

"Ah, terima kasih. Namun sayangnya aku harus menggantikan adikku untuk menjaga ayah kami," jawab Nijimura.

"Wakatta. Aku tahu ayahmu sedang sakit keras."

Ujaran Yousuka mengundang senyum tipis di wajah lelaki itu. Padahal ia tidak pernah memberitahu gadis di depannya ini tentang kondisi keluarganya. Sepertinya ia harus menuntaskan semuanya secepat mungkin.

"Apakah tawaran itu masih berlaku lain kali?" Nijimura menahan tawa melihat Yousuka yang sedikit kaget karena pertanyaannya.

"Tergantung saja. Sepertinya itu masih lama, bukan?"

Atau tidak sama sekali.

Yousuka segera mengalihkan pandangan kala Nijimura menatapnya sedikit tajam. Ada yang salah dengan mata lelaki itu. Namun ia segera kembali menghadap Nijimura, lalu mengangguk singkat ketika ia berpamitan pada gadis itu.

Yousuka menunggu hingga lelaki itu menghilang di balik belokan. Setelah dirasa aman, ia pun memulaikan langkah.

Aku harus secepatnya kembali ke Jepang!

*****

Nijimura mengangguk singkat ketika sebuah perintah memasuki pendengarannya dari benda persegi empat di genggaman. Lelaki itu pun memasukkan benda itu ke saku kala pembicaraan selesai.

"Jadi, begitu bagianmu selesai, datanglah ke Jepang. Kami semua menunggumu di sini."

Suara Seizouru masih terngiang di kepalanya. Kepulangan ke Jepang kali ini pasti ada maksud tertentu. Tak mungkin wanita itu akan menyuruhnya tanpa alasan. Terlebih kalimat terakhir. Apa maksudnya dengan mereka yang menunggu dirinya?

Nijimura akan keluar rumah sakit ketika ia tak sengaja melihat seorang gadis berpakaian hitam yang memasuki apotek rumah sakit. Sepertinya gadis itu tengah membeli sesuatu. Namun ia tidak segera pergi setelah menerima bungkusan. Malah mengajak apoteker wanita itu berbicara dan beberapa saat kemudian, keduanya malah pergi bersama.

Memutuskan untuk mengikuti, lelaki itu pun memasang jarak aman dengan kedua perempuan di depannya. Terlihat olehnya, mereka memasuki sebuah restoran cepat saji. Ia pun melirik jam. Ah, ternyata memang sudah waktunya makan malam.

Dengan sedikit menunduk, ia pun akhirnya memutuskan untuk ikut makan malam di tempat yang sama.

*****

Yousuka memijit keningnya seiring dengan sakit kepalanya yang menjadi. Sepertinya anemianya kambuh mengingat ia sering tidur terlalu larut akhir-akhir ini. Salahkan dirinya yang lalai mengatur jadwal harian sehingga tugasnya menumpuk bak air bah di pengujung hari.

Setelah berkemas, ia pun menuju apotek rumah sakit untuk membeli obat. Selain itu, ada yang ingin ia tanyakan kepada apoteker yang kebetulan menjadi temannya semenjak kedatangannya ke Amerika.

"Selamat malam, Mrs. Elevea," sapanya kepada apoteker bersurai cokelat muda itu.

"Ah, selamat malam juga, Aine. Ada yang bisa kubantu?" tanya Elevea ramah.

Yousuka hanya tersenyum kecil mendengar sapaan Elevea padanya. Dari awal pertemuan, wanita berusia 21 tahun itu memang menyingkat nama kecilnya menjadi Aine yang menurutnya lucu. Dan pemilik nama pun tak terlalu mempermasalahkan hal itu.

"Seperti biasa, Mrs."

"Harus berapa kali kukatakan, Aine. Panggil saja aku Eleve. Jangan memanggilku dengan panggilan itu. Itu membuatku terasa lebih tua," ujar Elevea seraya membungkus pesanan Yousuka.

"Baiklah, Eleve. Terima kasih atas obatnya," ujar Yousuka setelah menerima bungkusan itu. Ia akan mengambil uang ketika apoteker itu tiba-tiba berujar, "apa kau selalu tidur larut malam sehingga kau selalu membeli obat anemia, Aine?"

Yousuka tersenyum kecil menanggapinya. Seraya menyerahkan uang, gadis berkacamata itu pun menjawab, "ada banyak tugas yang harus kuselesaikan saat itu, Eleve."

Elevea tersenyum kecil. Ia pun segera memasukkan uang tersebut lantas mendongak begitu Yousuka memanggilnya.

"Eleve, apa kau bisa keluar bersamaku? Ada yang ingin kubicarakan," ujar Yousuka.

"Tentu saja. Kebetulan juga shift-ku sudah selesai. Tunggulah sebentar," timpal Elevea. Lawan bicaranya pun mengangguk singkat.

Beberapa saat kemudian, Elevea pun keluar dan Yousuka pun segera mengajaknya pergi dari situ. Tanpa menyadari bahwa ada yang tengah mengikuti mereka.

*****

"Jadi, kau akan pulang ke Jepang tak lama lagi?" Elevea menatap tak percaya atas apa yang Yousuka ucapkan barusan. Sementara perempuan di depannya hanya menyeruput orange punch miliknya pelan.

"Ya begitulah. Pamanku mendadak meminta kami semua berkumpul di Osaka. Sepertinya ada masalah keluarga yang harus dibicarakan," jawab Yousuka menimpali keterkejutan kawannya itu.

"Ah, begitu rupanya. Padahal aku senang berkawan denganmu, Aine. Walau kau jauh lebih muda, tapi aku merasa nyaman bertukar cerita denganmu. Tak bisakah kau tinggal lebih lama lagi? Seminggu atau dua minggu lagi mungkin?" Elevea memasang puppy eyes di depan gadis itu. Berharap Yousuka akan luluh.

Yousuka meringis dalam hati. Seharusnya ia tidak bertemu dengan hal seperti ini. Karena tentu hal yang akan dilakukannya adalah ...

"Baiklah. Aku tidak mungkin tinggal lebih lama lagi. Namun, kurasa aku bisa mengundur penerbanganku yang semula pagi menjadi malam. Jadi kita bisa menghabiskan waktu bersama. Bagaimana?" tawar Yousuka. Berharap Elevea akan menerimanya.

Perempuan itu pun mengangguk singkat. Menerima tawaran Yousuka dengan setengah hati karena merasa waktu itu terlalu sedikit bagi mereka.

Sementara itu, mereka tidak menyadari kalau ada yang tengah memasang telinga atas pembicaraan mereka. Terutama Yousuka. Gadis dengan nama kecil Ainawa itu sama sekali tidak menyadari bahwa sosok tinggi bersurai kelam tengah terfokus di belakangnya.

Jadi ia juga akan pulang esok? Pasti ini salah satu alasan Seizouru-sama memberi perintah seperti itu. Batin lelaki itu. Ia akan menyeruput coffe ice miliknya ketika sosok di balik punggungnya mulai berucap kembali.

"Oh ya, Eleve. Hmm ... sebenarnya ada yang ingin kutanyakan padamu." Yousuka terlihat meragu ketika mengucapkan itu. Hingga Elevea terus membujuknya, meyakinkannya akan hal itu.

"Apa kau mengenal penghuni apartemen di dekat rumah sakit yang bernama Shuuzou Nijimura? Ayahnya dirawat di kamar Sakura nomor 107 karena penyakit dalam. Dan itu sudah tiga tahun."

Refleks Nijimura terbatuk, tersedak oleh minumannya karena mendengar pertanyaan yang tak disangkanya itu. Namun ia dengan cepat memulihkan diri. Kembali memfokuskan pikiran akan perbincangan keduanya.

Elevea berpikir sebentar. Lalu dengan gaya sedikit heboh ia pun menjawab, "apa yang kau maksud itu lelaki bertubuh tinggi, wajahnya sedikit lancip, berambut hitam, juga bermata tajam?"

Yousuka mengangguki semua itu. Membenarkan dalam hati sekaligus merutuki hal yang terakhir disebutkan oleh Elevea. Patut aku merasa aneh dengan mata itu. Argh!

"Apakah dia kenalanmu, Aine?"

"Kebetulan dia tetangga di depan kamarku."

"Waah ... Kurasa kalian jodoh!"

Sekarang, giliran Yousuka yang tersentak karena hal itu. Dari sekian kemungkinan, mengapa temannya ini memberikan jawaban yang sama sekali tidak benar?

"A-apa maksudmu, Eleve?"

"Aku baru mengingatnya sekarang. Si Shuuzou itu juga pernah menanyakan tentang dirimu lho." Elevea tersenyum polos melihat wajah Yousuka yang sedikit memanas karena hal itu.

"Dia bertanya, apakah aku dan kau adalah teman? Tentu saja aku menjawab iya. Setelah itu, ia banyak menanyakan tentang hubungan kita. Namun kurasa ia sedang mencari sesuatu tentang dirimu. Sepertinya ia menyukaimu, Aine!" Elevea terus saja mengoceh seraya menghabiskan kentang goreng di piringnya. Tanpa menyadari bahwa kalimatnya itu membuat reaksi berbeda pada dua orang di sekitarnya.

Tentu saja ia melakukan hal itu. Karena itu memang tugasnya. Sial! Batin Yousuka kesal. Ia merasa kecolongan kali ini karena lelaki itu mendahuluinya untuk melakukan hal yang sama.

Tak mau membahas itu lebih lanjut, Yousuka memilih untuk menghabiskan makanannya, membayar, lalu segera mengajak Elevea meninggalkan tempat itu. Sekilas, ia melirik ke arah meja di belakangnya. Kosong.

*****

"Hati-hati di jalan, Aine. Beritahu aku jika kau akan pergi ke bandara. Aku yang akan mengantarmu. Oke?" ujar Elevea seraya merangkul Yousuka di persimpangan jalan yang memisahkan mereka. Gadis itu pun mengangguk dan memberikan lambaian tangan pada Elevea yang menjauh.

Yousuka pun akan berbalik ketika mendapati sesosok bertubuh lebih tinggi darinya tengah menyandar di tembok jalan sempit menuju apartemennya. Ia hanya mengernyit heran. Kemudian segera menunduk dan berjalan cepat melewati sosok itu.

"Makan malam yang menyenangkan. Bukankah begitu, Yousuka-san?"

Tentu saja langkah Yousuka berhenti seketika. Ia pun mengembuskan napas karena merasa dikerjai untuk yang kedua kalinya.

"Memangnya mengapa, Nijimura-san? Apakah hal itu mengganggumu? Padahal kau ikut bersama kami tadi. Seharusnya kau tahu apa jawabannya," ujar Yousuka jengah. Dirapatkannya jaket yang ia pakai ketika lelaki itu mulai mendekati dirinya.

"Jadi, siapa yang menang? Aku atau kau?" Nijimura menghentikan langkahnya tiga meter dari posisi Yousuka yang sudah siaga.

"Itu belum ditentukan. Sebaiknya kau jangan merasa sombong dulu." Yousuka segera berbalik. Kemudian menatap sekilas pada Nijimura.

"Oh ya, tadi kudengar kau juga akan pulang ke Jepang esok hari. Mau pulang bersama?" ujar Nijimura. Seringai kecilnya pun tak luput dari wajah.

"Sepertinya kau juga dipanggil oleh atasanmu itu, bukan? Sayangnya aku tidak akan pernah melakukan hal semenakutkan itu," timpal Yousuka.

"Menakutkan? Apakah aku semengerikan itu untukmu?"

Yousuka segera mundur perlahan seiring dengan Nijimura yang mendekatinya. Lalu dengan sigap menyilangkan tangan ketika lelaki itu mengarahkan tinju ke wajahnya.

"Wah. Refleks yang bagus. Sepertinya kau benar-benar terbiasa untuk diserang, Yousuka-san." Nijimura kembali ke wajah datarnya. Kemudian dengan cepat memasang kuda-kuda.

"Kuharap kau tidak berpikir hanya kau yang bisa menyerang di sini."

Selanjutnya, keduanya pun bertanding. Membuat Nijimura menemukan fakta baru tentang gadis itu. Ternyata Yousuka juga memiliki kemampuan bela diri sepertinya.

"Lumayan juga untuk ukuran seorang gadis pendek sepertimu." Nijimura segera berkelit ketika pukulan siku mengarah ke dadanya.

"Katakan itu sekali lagi. Atau kau benar-benar akan kubuat patah!" desis Yousuka. Ia segera melompat begitu melihat sebuah tong sampah yang berguling ke arahnya akibat ditendang oleh lelaki itu.

"Coba saja," tantang Nijimura. Ia pun segera menangkap tangan Yousuka yang melancarkan pukulan, lalu dengan sigap menguncinya di atas rambut sepinggang itu.

"Sekarang, siapa yang sombong, hm?" Seringai Nijimura pun melebar melihat Yousuka yang mencoba untuk memberontak dari pitingannya tersebut.

"Tentu saja kau, Aho!" bentak gadis itu. Dengan cepat ia melompat kecil, lalu menendangkan kakinya tepat ke lutut Nijimura yang langsung melepaskan kunciannya. Yousuka pun menoleh demi melihat lelaki itu yang sedikit terjatuh akibat serangannya.

"Sebenarnya aku tidak pernah menginginkan untuk berseteru denganmu, Nijimura-san. Karena bertemu dengan dirimu saja aku tidak pernah menyetujuinya. Namun semuanya sudah terjadi. Jadi, kali ini aku anggap tidak pernah terjadi apapun," ujar Yousuka.

Ia pun berbalik dengan tenang walau mendengar sedikit derap langkah di belakangnya. Ia pun segera mendongak begitu rambutnya tertarik, membuatnya nyaris terjengkang.

"Kau?!" geramnya melihat Nijimura yang memegangi ujung rambutnya dengan sedikit keras. Tak terima diperlakukan seperti itu, Yousuka pun segera menyerang tanpa ampun. Walau itu sedikit susah mengingat Nijimura juga sangat jago dalam bela diri karate.

Akhirnya, Yousuka berhasil memukul tengkuk lelaki itu dengan telak. Di mana Nijimura langsung terhuyung karena pergerakannya yang tiba-tiba sedikit kaku. Lalu terduduk begitu tangan kirinya mati rasa.

"Aku sudah memperingatimu, Nijimura-san. Sayangnya kau sama sekali tidak mau mendengarkanku. Jadi, aku tidak perlu meminta maaf atas hal ini, bukan?" ujar Yousuka dingin. Kepalanya melengos begitu melihat tatapan tajam dari Nijimura. Lalu segera berlari meninggalkan lelaki itu dalam kegelapan.

Sementara itu, Nijimura hanya terdiam seraya mencoba menyembuhkan tangannya dari dalam. Tangan kanannya pun dengan sigap mengambil ponsel di saku celana. Ditekannya sebuah nomor, lalu menempelkan benda tersebut di telinga.

"Jaga keluargaku. Aku akan pergi ke Jepang esok hari. Sesuai permintaanmu."

Klik.

Ponsel dimatikan. Seiring dengan langkah Nijimura yang tertatih menuju apartemennya. Sepertinya di Jepang ia bisa membalas perlakuan Yousuka kepadanya. Ia akan memastikan hal itu terjadi.

.

.

.

Ternyata, apa yang direncanakan tidak akan pernah berjalan, selalu sesuai keinginan. Tentunya hal itu akan diintai oleh perubahan. Baik itu memang kemauan, atau sebuah keterpaksaan.

Seperti saat ini yang nyata. Hendak kata Purnama mendekati Surya. Apalah daya Waktu belum mengizinkannya. Setidaknya, mereka hanya menunggu beberapa saat sebelum pucak tiba.

Katakan kepada Semesta. Apakah mereka akan menunggu atau menentang keputusannya?

.

.

.

//terus-terusan nyebut

Apa yang sudah aku tulis di sini?! //garuk tembok// S-seharusnya bukan seperti ini kan? Harusnya mereka minim interaksi -_-

Well, daripada itu, ternyata lega juga rasanya lihat ini yang up. Walau ada orang yang ngetawain karena menganggap aku maso di sini.

Dan entah mengapa, aku kepikiran mau ngasih sekuel ke book ini //drafts dan hutang lu masih numpuk

Abaikan impian abal-abal itu. Kalaupun jadi, cuma sebagai asupan pribadi saja. :v

Hope you like it!


Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top