14. The Indigo of Winter
DISCLAIMER TADATOSHI FUJIMAKI
(Karakter lelaki hanya milik Tadatoshi Fujimaki. Untuk OC, kembali kepada pemilik nama masing-masing. Dan alur cerita, sepenuhnya milik saya.)
Warning : Ini hanyalah sebuah fanfiction gaje, kemungkinan (semuanya) OOC, typo bertebaran, bahasa planet, dan merupakan sebuah 'permainan". Dan, arigatou gozaimasu untuk para sukarelawan yang bersedia menjadi OC di fanfict ini.
.
.
.
Terkadang, mereka salah menafsirkan. Ego memilih tanpa keraguan, namun membawa pada ketidakpastian. Asa menunutut kesempurnaan, berujung pada dilema kehancuran. Sebuah lelucon murahan. Yang sayangnya mereka meremehkan.
Semesta menggigil dalam lembayung yang mendingin. Merasa kesusahan karena takdir yang dipermainkan oleh angin. Membuatnya berakhir memilih waktu yang menyendiri. Melepaskannya pada sang Pengalir masa yang siap untuk ini.
Karenanya, waktu yang akan membuktikannya.
.
.
.
SMA Yosen. 10:15.
"Muro-chin ..."
Lelaki dengan poni yang menutupi mata kanannya segera berbalik karena panggilan itu. Ia pun mendapati ada sesosok tinggi menjulang dengan ujung berwarna keunguan. Senyum ia berikan kepada sosok itu.
"Ada apa, Atsushi?" tanyanya.
Murasakibara Atsushi, sosok tinggi itu, hanya memasang wajah datar-malas miliknya. Tangan besarnya segera menggaruk tengkuk perlahan.
"Apa kau punya snack?"
Himuro Tatsuya tersenyum kecil. Tak mempertanyakan alasan di balik pertanyaan itu. Karena ia sudah mengenal dengan baik sang Kawan Raksasa.
"Aku tak punya, Atsushi. Ini di tengah latihan. Mana mungkin aku bisa membawa snack di saat ini?" tanya Himuro balik.
Murasakibara mendengus kecil. Membuatnya kembali ke fakta bahwa mereka sedang istirahat untuk latihan. Sementara dirinya –entah bagaimana– lupa membawa snack yang notabene adalah kebiasaannya.
"Tapi aku lapar," ujar Murasakibara. Ia segera mendudukan diri di bench terdekat. Lalu menekuk muka masam.
Himuro hanya sweatdrop melihat kelakuan Murasakibara yang kadang merepotkan seperti itu. Akan susah menyuruhnya jika sudah seperti ini. Sebelum mendapatkan apa yang ia mau, maka ia tidak akan berhenti dengan sikapnya tersebut.
"Atsushi, kau tahanlah sebentar lagi. Tinggal kuarter keempat yang harus kita mainkan sebelum bisa keluar dari gym. Setelah ini, aku akan meneraktirmu makanan. Bagaimana?" tawar Himuro.
Murasakibara hanya menatap Himuro sekilas. Mendapati keseriusan pada netra hitam itu, ia pun mengangguk kecil. Lalu dengan malasnya segera memaksa tubuh titannya itu untuk bermain lagi.
Sementara di lantai dua, sesosok bersurai violet yang diikat twintail tampak mengulum lolipop dengan santai. Sweater soft purple yang ia gunakan tampak begitu mencolok di antara murid dengan seragam berwarna gelap. Sebelah netra yang terlihat memfokuskan diri pada permainan babak terakhir yang terjadi di bawah sana.
Pandangannya tertumbuk pada Murasakibara yang berada di bawah ring. Yang menanti dengan malas pemain lawan yang mencoba menerobos pertahanannya.
Dan surai violet itu mengangguk-ngangguk tepat ketika Murasakibara mampu mem-block lay-up yang dilakukan tepat di depannya. Gemuruh tepuk tangan pun terdengar dari para penonton yang ada.
"Hoshitsuki-san, ayo kita kembali ke kelas," ujar seorang perempuan dengan rambut terkepang.
Gadis yang sedari tadi menonton itu menoleh. Kemudian mengangguk singkat setelah secara tak sengaja tatapannya bertemu dengan iris ungu di bawah sana.
Huh ... jadi aku harus mengorek sesuatu dari makhluk ungu itu? Tampangnya tidak meyakinkan. Batinnya lalu.
*****
Di kantin ...
"Ari ... ga ... tou ... Muro ... -chin."
Suara terbata-bata itu keluar dari mulut Murasakibara yang sedang sibuk mengunyah. Ia terlalu senang begitu mengetahui Himuro ternyata menepati janjinya untuk membelikannya makanan sehabis bertanding. Membuatnya lepas kendali ketika Himuro memintanya untuk memilih makanan yang ia suka.
Sementara Himuro hanya tersenyum maklum kepada partner-nya itu. Mensyukuri bahwa mood Murasakibara sudah kembali dengan baik. Walau untuk itu, ia harus merelakan belanja bulanannya berubah bentuk menjadi segunung makanan yang kini tinggal ampasnya saja.
"Oh ya, Atsushi. Bagaimana keadaan teman kelasmu yang bernama Hoshitsuki Icha itu?"
Murasakibara yang akan mengambil puding berhenti. Menatap heran pada Himuro yang mempertanyakan hal tersebut.
"Icchin? Darimana Muro-chin mengenal Icchin?" tanya Murasakibara penuh selidik.
"Kebetulan aku dan dia sama-sama anggota pengurus perpustakaan. Jadi kami sering berjaga bersama." Ujaran singkat itu ditanggapi oleh mulut Murasakibara yang berbentuk huruf O.
"Ia baik-baik saja. Mengapa Muro-chin menanyakannya?" Sebuah sendokan besar ia lakukan pada pinggiran puding itu.
"Ah, tidak ada apa-apa. Aku hanya khawatir saja. Melihat tingginya yang seperti dirimu untuk ukuran perempuan membuatku sempat berpikir ia akan kesulitan untuk mendapatkan teman. Jadi, aku menanyakannya." Himuro meminum segelas ice tea-nya yang tinggal setengah. Lalu menunggu reaksi si titan.
"Tidak Muro-chin. Teman-temanku di kelas tidak seperti itu. Justru mereka tertarik dengan Icchin yang pintar menggambar," cerita Murasakibara.
"Apakah kau juga? Maksudku, kau berteman dengannya bukan?"
Murasakibara mengangguk. "Ha'i. Kami sangat akrab karena dia juga pintar memasak. Ia pun sering memberiku masakannya. Ia bahkan membolehkanku memanggilnya dengan nama kecil."
"Oh ya?" ujar Himuro tak percaya.
"Aku memanggilnya Icchin dan ia memanggilku Atsu."
Himuro mengangguk-ngangguk paham. Kemudian akan menyesap kembali minumannya kala sekelebat sosok ia lihat memasuki kantin.
"Hoshitsuki-san!" Himuro melambaikan tangannya pada sosok bersurai violet itu.
Yang diberi kode segera menoleh. Kemudian bergegas mendekati sepasang sahabat itu. Setelah mengucap permisi, ia pun duduk di antaranya.
"Apakah kalian di sini sedari tadi?" tanya Hoshitsuki pada Himuro dan Murasakibara. Himuro pun mengangguki.
"Kau bisa melihatnya dari sisa makanan Atsushi," canda Himuro. Namun, Hoshitsuki pun mengikuti perkataan itu. mMnggelengkan kepala lah yang pertama kali ia lakukan ketika melihat sampah anorganik yang dihasilkan oleh Murasakibara.
"Atsu, apa kau akan selalu menghabiskan makanan sebanyak itu?" tanyanya. Murasakibara pun hanya mengangguk kecil.
"Mhemangnya mhengapah?" Suara tak jelas dari Murasakibara hanya ditanggapi oleh senyuman para pendengarnya.
"Iie. Hanya saja, aku tidak bisa membayangkan bagaimana porsi makanmu di rumah," ujar Hoshitsuki. Murasakibara tidak memedulikan pertanyaan itu.
"Oh ya, aku permisi dulu. Aku baru ingat bahwa kelasku akan mengadakan rapat berkaitan dengan festival sekolah. Aku harus hadir mengingat aku adalah ketua kelas," ujar Himuro.
Hoshitsuki dan Murasakibara pun mempersilakan Himuro untuk meninggalkan mereka. Lambaian tangan lelaki itu terlihat di depan pintu kantin.
Suasana kembali sepi. Bahkan Murasakibara pun sepertinya melupakan kehadiran Hoshitsuki melihat ia bahkan tidak memandang ke arahnya. Fokus dan pergerakan Murasakibara hanya tertuju pada setumpukan snack yang belum ia jamah.
Dalam diam, Hoshitsuki pun merutuki hal itu. Padahal ia yakin bahwa lelaki itu akan lebih mudah didekati mengingat mereka sudah menjadi teman baik sedari awal kedatangannya ke sini. Bahkan ia rela membuatkan berbagai kudapan agar Murasakibara betah bersamanya.
Namun lihatlah. Perlakuan Murasakibara sama sekali seperti tidak ada kedekatannya dengan Hoshitsuki. Ia tetap tidak acuh pada gadis itu. Tidak tahu bahwa hal yang paling dibenci oleh Hoshitsuki adalah terabaikan seperti ini.
Pun ia tidak tahu bahwa perbuatannya itu akan segera mendapatkan akibat.
*****
Rain. 11:00
Minna-san ... kalian belum mengumpulkan hasil untuk minggu ini. Kuharap kalian secepatnya mengirimiku sebelum sore.
Night. 11:05
Sehabis memberi pelajaran pada si Berisik dengan mengajaknya bermain dengan Doggy, Aina-san.
Auntumn. 11:05
Tunggu sebentar. Aku tengah membuat ringkasannya.
Snow. 11:06
Akan kukirimkan sekarang ini. Apakah harus dilengkapi dengan data yang menurutku kurang penting?
Fire. 11:07
Aku sudah mengirimimu dua puluh menit yang lalu, Aina-san. Kurasa kau terlalu ceroboh untuk melewati email yang kukirimkan.
Spring. 11:08
Ainawa, apakah aku bisa meminta waktu sedikit lebih banyak? Ada sesuatu di sini yang harus kuselesaikan terlebih dahulu.
Wind. 11:09
Hmm ... Tapi kurasa aku akan mengirimnya dalam bentuk doujin karena lebih mudah untuk kupahami. Boleh ya?
Day. 11:09
Akan kukumpulkan setelah "bento"-ku habis. Lagi-lagi roti cokelatnya terlihat berminyak.
Summer. 11:10
Pasti kukirimkan sehabis adu tojosku dengan si Berengsek ini selesai.
Winter. 11:11
Aku ada kelas memasak hari ini. Jadi, maklumi jika aku telat mengirimimu.
"Hoshitsuki-san, ayo kita ke dapur sekolah. Hari ini kita akan membuat sushi lho~" ajak seorang temannya yang bernama Furana Futaba.
"Ha'i! Akan kususul segera," jawab Hoshitsuki segera setelah menyelesaikan ketikannya. Ketika ia akan mengirim pesan itu, seseorang mengagetkannya dari belakang.
"Are? Icchin? Kau belum ke dapur sekolah?" tanya Murasakibara.
Hoshitsuki menoleh sebentar, lalu melengos sama cepatnya. Bayangan ketika titan itu tidak memedulikannya masih membayang. Oleh karenanya, ia pun melakukan hal yang sama.
Ia hanya membereskan perlengkapan sebentar, lalu segera meninggalkan kelas. Tak peduli walau Murasakibara terlihat ingin mengajaknya berbincang di belakang sana.
Di dapur sekolah...
"Hoshitsuki-san, kau sudah bisa membuat sushi?" tanya Furana begitu melihat Hoshitsuki yang langsung bisa mempraktekkan apa yang sensei mereka ajarkan.
"Aku terkadang membuatnya jika bosan dengan makanan di asrama dulu," jawab gadis bersurai violet itu. Netra yang berwarna sama pun tampak fokus pada gulungan sushi yang tengah dipotong satu persatu olehnya.
"Souka ... Apakah di sekolahmu dulu ada hal seperti ini?"
"Tentu saja. Yobushina adalah asrama khusus untuk perempuan. Jadi pelajaran seperti ini wajib adanya."
Mereka terus saja berbincang. Sesekali Furana menanyakan tentang proses pembuatan sushi itu pada Hoshitsuki. Gadis itu pun tampak memerhatikan dengan serius.
Di satu sisi, para perempuan dibuat terkejut begitu dengan mudahnya Murasakibara malah membuat sesuatu yang lain dari bahan yang ada. Setumpukan permen yang entah ia dapat darimana tampak berjejer menyerupai berbagai jenis sushi.
"Ini sushi permen. Aku lebih menyukai yang seperti ini." Itu yang dikatakan jika ada yang menanyakan tindakan di luar perintahnya itu.
Hal itu terdengar oleh Hoshitsuki. Membuatnya menoleh dan mendapati Murasakibara melakukan hal yang sama padanya. Kali ini, entah apa yang ingin disampaikan di balik tatapan Murasakibara yang menurutnya aneh itu.
Hidangan sushi buatan Hoshitsuki pun sudah jadi. Ia segera menata makanan itu di atas piring. Lalu mengantarkannya menuju depan. Tempat di mana sensei yang mengajar mereka tengah menunggu untuk diberi nilai.
Ketika gadis itu telah selesai dengan hidangannya, ia pun kembali ke tempat semula. Sedikit terkejut ketika melihat Murasakibara sudah menunggu di sana.
"Atsu? Ada apa?" tanyanya ramah.
Namun Murasakibara tidak menjawab. Ia hanya menatap dalam kepada iris violet itu. Kemudian mengembuskan napas yang menurut Hoshitsuki adalah sedikit berat daripada biasanya.
"Nee, Icchin ... biasanya kau akan memberiku makanan buatanmu setiap selesai kelas memasak. Jadi kali ini, boleh kan aku merasakan sushi buatanmu?" tanyanya setelah terdiam sekian lama. Masih dengan nada datar biasanya.
Hoshitsuki tersenyum kecil. Tahu kalau itu adalah kebiasaannya semenjak pindahh. Namun di satu sisi, ia memang akan memberikan Murasakibara pelajaran melalui kesukaannya itu. Saat ini, Hoshitsuki benar-benar ingin melihat senjata yang memakan tuannya.
"Boleh saja, Atsu. Kau ingin sushi apa?"
"Apapun yang kau buatkan, Icchin..."
Hoshitsuki segera tanggap. Ia menggulung lengan sweater-nya sedikit. Lalu mulai mengolah bahan yang ada di depannya. Sementara di sampingnya, Murasakibara memilih untuk menonton.
"Icchin..."
"Hum? Ada apa?"
"Yang kuketahui, kau ada niatan tertentu hingga pindah dari sekolahmu ke sini. Apa niatmu itu?"
Gerakan Hoshitsuki yang tengah mencincang ebi pun terhenti. Namun sedetik kemudian suara gesekan pisau dengan papan potong pun terdengar. Walau di kedalaman sana, ia masih menanyakan mengapa Murasakibara tiba-tiba mengajukan pertanyaan seperti itu.
"Aku tidak paham apa maksudmu, Atsu. Bukankah aku sudah sering bercerita kalau paman selaku waliku memindahkanku ke sini agar lebih dekat dengan kediamannya? Jadi, untuk apa aku menjawab pertanyaanmu itu?" tanya Hoshitsuki tanpa melihat ke arah Murasakibara.
"Aku meragukanmu, Icchin..."
Namun gadis itu menulikan diri. Tangannya sibuk berkoordinasi dengan anggota tubuh yang lainnya. Menghasilkan gerakan per gerakan yang akan merubah semua bahan makanan di depannya itu.
"Sebulan setelah kepindahanmu, bibinya Aka-chin menghubungi kami. Ia bilang, ia tahu tentang kalian."
Hoshitsuki masih tak terpengaruh.
"Lalu ia pun memberitahu kami semua bagaimana cara kalian bekerja. Termasuk tentang seseorang yang kau anggap walimu itu. Ia bernama Kugori-san kan?"
Gadis itu masih tak peduli walau panah yang dilemparkan oleh Murasakibara tepat sasaran.
"Dan kemarin aku teringat akan cerita Aka-chin ketika ia diserang oleh temanmu yang bernama Yuuki Arisa itu. Temanmu bilang, kalian sudah terbiasa melakukan hal seperti ini. Bahkan tak segan membunuh target yang menjengkelkan."
Gerakan Hoshitsuki sedikit melambat. Ingatan akan tugas yang terlebih dahulu membuatnya mengembuskan napas. Diam-diam membenarkan perkataan Murasakibara.
"Jadi yang kutanyakan ... apakah Icchin akan membunuhku juga?"
Pertanyaan itu membuat gadis bernama depan Icha itu membantu. Dari sekian prediksi kemungkinan yang ia analisa, mengapa pertanyaan seperti ini yang menghunjam pendengarannya?
Memberanikan diri, gadis itu menatap Murasakibara dengan tenang. Walau untuk itu ia harus sedikit mendongak mengingat perbedaan tubuh mereka yang mencapai 30 sentimeter. Walau dalam pandangan orang lain, mereka berdua sudah seperti keturunan raksasa.
"Tidak." Jawab pendek Hoshitsuki itu membuat Murasakibara mengernyit.
"Tidak?" Murasakibara berusaha memastikan.
"Ya. Setidaknya itu untuk saat ini. Kecuali jika suatu saat aku menerima atau mendapati sesuatu yang mengharuskanku untuk membunuhmu, maka akan kulakukan dengan senang hati." Tanpa sadar, Hoshitsuki menunjukkan pisau cutter berwarna ungu yang selama ini ia sembunyikan di balik saku roknya.
Murasakibara terdiam. Dalam hati ia benar-benar menyesali mengapa ia harus kembali bertemu dengan orang semacam ini. Padahal ia sudah sempat mensyukuri berpisah dari suara gesekan gunting. Namun siapa sangka itu akan terganti oleh decitan cutter?
"Mengapa kau baru menanyakan hal itu sekarang di saat seluruh teman-temanmu sudah menemukan jawaban, Atsu?" Hoshitsuki meletakkan kedua tangan di depan dada. Menunggu jawaban Murasakibara.
"Kurasa aku melakukannya karena masih tak percaya dengan hal itu. Tak percaya jika ternyata teman yang kuanggap baik melakukan itu, Icchin..."
Jawaban yang tak terduga itu membungkam Hoshitsuki. Namun tetap saja. Ia harus tetap mengutamakan tugas. Jangan sampai terlena dengan hal semacam ini.
"Wakatta. Aku juga merasakan hal yang sama. Mungkin jika situasinya beda, maka yang terjadi akan berbeda juga bukan?"
Tanya itu diangguki oleh Murasakibara. Kemudian secara refleks menutup mulut ketika ia menguap lebar. Merasa bosan karena suasan kelas yang terasa hambar.
"Lupakan saja itu. Ngomong-ngomong, aku sudah selesai dengan sushi-nya. Kau masih mau memakannya kan?" tanya Hoshitsuki tenang. Seperti tak pernah mendengar apapn sebelum ini.
"Tentu saja. Aku masih bisa membedakan antara hubungan pertemanan dengan hubungan karena perintah itu. Walau kurasa, kau tidak akan keberatan kan jika ini masuk ke dalam pembicaraan kami nantinya?" tanya Murasakibara seraya mencomot sebuah sushi dengan telur ikan di atasnya.
"Maka aku akan melakukan hal yang sama. Tak perlu kau risaukan." Hoshitsuki tersenyum kecil. Kemudian mengukir seringai kecil melihat Murasakibara yang benar-benar lahap memakan sushi buatannya.
"Oh ya. Kurasa kau harus lebih dulu kembali ke kelas. Selamat makan, Atsu!" lanjutnya. Tubuh gadis itu membungkuk sedikit. Lalu pergi secepatnya meninggalkan Murasakibara.
Tapi kemudian ia kembali lagi. Hati-hati, ia pun berbisik, "perbanyak minum nanti ya, Atsu."
Murasakibara mengernyit sebentar. Kemudian melanjutkan acara santapnya. Tanpa menyadari jika Hoshitsuki kembali menyeringai kecil pada sesuatu berwarna hijau yang terlihat samar di balik sushi itu.
*****
Winter. 13:05
Laporanku sudah selesai. Akan segera kukirimkan, Aina-san.
Hoshitsuki tersenyum kecil melihat tanda terkirim pada jamnya. Kembali teringat akan benda berwarna hijau itu.
Termasuk balas dendam. Itu pun sudah usai.
*****
Sementara di ruang UKS.
"Atsushi, kata sensei kau kebanyakan memakan sesuatu yang pedas. Makanya kau diare seperti ini."
Murasakibara tak mengindahkan perkataan Himuro yang terdengar cemas itu. Yang ia pikirkan hanyalah keadaan perutnya yang bergerak aneh di kedalaman sana.
"Setahuku pelajaran kelas memasakmu hari adalah sushi. Sepertinya kau terlalu banyak mengonsumsi wasabi ketika kau memakan sushi buatanmu atau buatan temanmu ketika kelas itu usai."
"Atsushi, dandere sepertimu sepertinya akan menyenangkan bagi yandere sekelas Hoshitsuki Icha."
Di saat itulah titan bersurai ungu itu teringat sesuatu. Ingatan akan sosok yang tak ia sangka akan membalas dendam seperti ini.
.
.
.
Hanya tinggal beberapa garis yang harus ia tapaki demi mendekati sasaran. Memantapkan diri untuk tidak salah sasaran. Setidaknya itu yang Purnama rasakan di saat seperti ini.
Namun, korelasi akan keduanya membungkam pikiran. Apakah semuanya akan tetap berjalan seperti opera sabun murahan? Ataukah akan berakhir seperti ending drama megah ala bangsawan?
Ah, sudah kukatakan. Biar waktu yang menentukan.
.
.
.
Yokatta ne ><
Akhirnya jadi juga chapter ini. Puas juga rasanya bisa mengerjakan satu chapter selama sehari.
Gomen nasai buat pemilik OC jika ternyata aku membuatnya OOC berlebihan. Juga atas jalan cerita yang kurang memuaskan. Hontou sumimasen.
Oh ya. Setelah ini, author mungkin hiatus sementara di book ini. //ditabok orang// Rencananya mau mengurus beberapa fict hutang. Termasuk di antaranya tradefict, darefict, juga mengisi book yang lain. //padahal grogi gegara chapter selanjutnya :v //tabok
Hope you like it!
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top