12. A Spring's Leaf

DISCLAIMER TADATOSHI FUJIMAKI

(Karakter lelaki hanya milik Tadatoshi Fujimaki. Untuk OC, kembali kepada pemilik nama masing-masing. Dan alur cerita, sepenuhnya milik saya.)

Warning : Ini hanyalah sebuah fanfiction gaje, kemungkinan (semuanya) OOC, typo bertebaran, bahasa planet, dan merupakan sebuah 'permainan". Dan, arigatou gozaimasu untuk para sukarelawan yang bersedia menjadi OC di fanfict ini.

.

.

.

Sepercik rasa terasa hambar bila ego termasuk. Mampu mengubah Siang menjadi sejuk. Atau menjadikan panas dalam Malam mengamuk.

Ada kalanya sesuatu harus meninggalkan semestinya. Laiknya daun yang meluruhkan diri dalam gugurnya musim bunga. Mengentaskan keraguan demi secuil kepastian.

Lantas, apakah Semesta akan mempertemukan mereka? Dua keheningan beda warna bernama Surya dan Purnama.

.

.

.

SMA Shuutoku. 10:30.

"Hoaam ..." Takao menguap lebar kala Sensei yang mengajar meminta izin untuk keluar sebentar. Membuat Midorima segera menegur sang Partner.

"Jangan menguap tanpa menutup mulutmu, nanodayo." Midorima berbalik dan menatap masam pada Takao yang mengancungkan tanda peace.

"Gomen ne, Shin-chan. Aku terlalu mengantuk karena semalam begadang menemani adikku membuat PR-nya," jawab Takao. Midorima mengembuskan napas. Kemudian kembali menghadap depan.

"Nee, Asakura-san ... kau sendiri bagaimana? Apakah kau punya adik?" Takao menggunakan lengan kirinya untuk menyangga kepala. Menatap Asakura yang tampak terkejut karena pertanyaan spontannya itu.

"Etto ... jika adik kandung, aku tidak punya. Tapi adik sepupu ada banyak," jawab Asakura. Penampakan wajah para Straight yang lebih muda darinya muncul begitu saja kala menjawab pertanyaan itu. Takao pun ber-oh ria menanggapinya.

"Kau yakin jika mereka adalah adik-adikmu? Bukan kakakmu, nanodayo?" ujar Midorima yang tiba-tiba nimbrung pada percakapan mereka. Menatap sinis pada Asakura yang mengernyit heran.

"Pertanyaanmu aneh, Shin-chan," ucap Takao terlebih dahulu menimpali pertanyaan itu. Sementara di satu sisi, Asakura memiliki firasat aneh akan lelaki bersurai lumut di depannya ini.

"Apa kau tidak menyadarinya, Takao? Dengan tubuh seperti itu, dia lebih cocok menjadi adik daripada kakak, nanodayo." Midorima menggerakkan kacamatanya yang bahkan tak bergeser sedikit pun.

Kontan saja Asakura membelalakkan mata. Katakan ia harus mendekati Midorima untuk misi. Namun jika perilakunya saja seperti ini, tentu Asakura boleh menimpuk surai aneh itu menggunakan kamus kan?

Sementara di belakang, Takao mati-matian menahan tawa. Di satu sisi membenarkan ucapan Midorima, namun satunya lagi menyayangkan cara sahabatnya itu mengatakannya. Bagaimanapun, dia tidak seharusnya mengungkit fisik seseorang. Apalagi ini perempuan.

"Memangnya mengapa? Apa aku harus memiliki tinggi seperti tiang listrik berjalan baru boleh menyandang gelar kakak?" balas Asakura dengan tenang.

Takao yang sedari tadi menahan tawa, refleks melepaskan semuanya dengan suara yang besar. Sampai dirinya terjengkang ke belakang akibat perbuatannya itu. Tak pernah ia sangka jika Asakura akan membalas ucapan Midorima dengan telak.

"Tentu saja. Tidak lucu jika seorang kakak lebih pendek dari adiknya, nanodayo," tukas Midorima.

Zamrud bertemu cokelat bening. Sama-sama menyipit menunjukkan ketidaksukaan terhadap lawan. Di mana itu berakhir dengan Midorima yang terlebih dahulu menarik diri.

"Sudahlah, nanodayo. Tak ada gunanya aku meladeni hal konyol seperti ini."

"Kau yang lebih dulu memulainya, Midorima-kun!"

"Aku hanya mengatakan yang sebenarnya, nanodayo."

"Tetap saja. Kau tahu? Kau sangat menyebalkan."

"Aku seperti melihat sepasang suami istri sedang bertengkar. Hehe ..."

Kekehan Takao yang terdengar segera terhenti begitu Midorima menjitaknya dengan telak tepat di bagian ubun-ubun. Terlebih ketika tatapan tajam Asakura juga menghunus. Membuat si Surai Raven segera membuat bungkam seribu bahasa.

"Gomen na—"

"Diam, Takao-kun!"

"Diam, nanodayo!"

Asakura dan Midorima mendelik begitu kejadian itu terjadi. Alhasil, kali ini Takao benar-benar lupa konsenkuensinya. Membuat tawanya kembali menggelegar karena sepasang manusia di sekitarnya. Yah ... itu sebelum ia jatuh pingsan karena timpukan beruntun dari Midorima. Plus Asakura.

*****

Pelajaran terakhir hari ini dimulaikan. Dengan mata pelajaran IPA, kedua iris beda warna itu harus kembali saling mendelik tajam begitu ternyata mereka berada dalam kelompok yang sama. Di mana Takao sebagai orang ketiga.

Tak berjalan seperti perkiraan. Takao berkali-kali harus meredam ketegangan di antara mereka karena perseteruan keduanya. Walau aslinya Takao ingin hal itu terus berlanjut. Entah apa yang ada pada diri Asakura sehingga sahabat Meganenya itu selalu ingin membuat gadis itu mendecak sebal.

Tentu saja ia tak tahu. Itu semua hanyalah akal-akalan Midorima untuk membuat Asakura membuka mulut akan misinya. Pun demikian Asakura. Jika saja ia hanya perlu mengawasi tingkah Midorima tanpa perlu berinteraksi, tentu berdebat dengan lelaki Tsundere itu tak akan pernah ia lakukan selamanya.

"Nah, Asakura-san ... sekarang kita tinggal mengisi biodata kelompok. Baru kita akan mengumpulkannya pada Sensei," ujar Takao.

"Kau juga, Shin-chan," lanjutnya. Midorima mengangguk dan segera menulis apa yang diminta.

"Nee, Takao-kun ... apa ada yang harus kutulis selain nama dan nomor absen?" Asakura menginterupsi perintah itu setelah namanya terjejak rapi pada lembaran di meja.

"Ano ... di lembar panduan yang Sensei berikan, selain nama dan nomor absen, ia juga menginginkan tanggal lahir serta hobi." Takao membaca sebuah lembaran sebelum menjawab pertanyaan Asakura.

Asakura mengangguk. Paham akan hal itu. Lantas, ia pun melanjutkan kegiatan menulisnya. Walau agak tersendat di bagian hobi. Dan itu karena ia tak tahu hobi apa yang pantas ia masukkan mengingat banyaknya "hobi" yang ia lakukan selama di Yobushina.

Takao pun menerima lembaran Asakura berselang beberapa detik dari milik Midorima. Seraya membaca apa yang ada, mati-matian ia menahan senyum simpul melihat kebetulan yang terus terjadi di antara keduanya. Walau dalam pandangan orang lain, keduanya tidak melakukan apapun selain beradu kata.

"Asakura-san?"

Asakura menoleh. Mengalihkannya sejenak dari perdebatannya dengan Midorima mengenai tanaman endemik Jepang. "Ya? Ada apa, Takao-kun?"

"Kau ... setahun lebih tua dari ... kami? Tapi, mengapa kita sekelas?"

Oh shit! Mengapa aku menulis tanggal lahir asli di sana?! Ini kesalahan fatal! Rutuk Asakura yang bersusah payah untuk mengangguki hal itu. "Ada kesalahan penulisan tanggal lahir ketika aku masuk SD. Jadi, aku tidak bisa bergabung dengan angkatanku yang seharusnya," ujarnya beralasan.

Ini semua karena Wortel Tsundere Megane sahabatmu! Seharusnya sekarang aku sedang mendengarkan penjelasan dari Yoona-sensei. Bukan berdebat tak ada habisnya dengan si Nanodayo ini! Batin Asakura mengamuk. Sehingga membuat dirinya sedikit melenceng dengan merindukan sosok guru matematika tersangar se-Yobushina.

"Souka. Kalau begitu, Shin-chan ..." panggil Takao.

"Ada apa, nanodayo?" timpal Midorima. Matanya menyipit melihat alis Takao yang bergerak aneh. "Alismu aneh, nanodayo," imbuhnya.

"Astaga, Shin-chan! Apa kau tak mengerti juga?"

Perempatan siku-siku muncul dengan jelas di wajah tegas dingin itu. Pun demikian pada Asakura yang tertarik akan pembicaraan mereka.

"Bukankah tipe wanita yang kau sukai itu adalah yang lebih tua setahun darimu? Kau pernah mengatakannya padaku dulu~"

Oh ya, Shintarou. Haruka itu tipemu lho. Dia setahun lebih tua daripada dirimu.

Sontak Midorima terbatuk, tersedak oleh saliva yang ia telan basah. Apalagi ingatan sekilas akan ucapan bibi sang Emperor. Membuat wajahnya secara tak sengaja menghangat.

Lain lagi pada Asakura. Ia tersentak mendengar hal itu. Walau di saat yang sama ia tahu kalau ucapan Takao hanya sebatas guyonan saja. Tapi, ayolah ... disandingkan dengan mangsa itu tidak lucu bukan?

"A-apa maksudmu, nanodayo? Bukan berarti aku mengiyakan hal tersebut. Tapi yang aku maksud ialah kedewasaan yang tak akan merepotkanku kelak. Sedangkan orang yang kau maksud itu tak ubahnya gadis SMP, nanodayo. Dia sangat childish," bantah Midorima terhadap tuduhan itu.

"Kau kira aku juga mau dekat dengan orang sepertimu? Jika bukan karena—" Asakura segera terhenti begitu melihat sekilas seringai tipis di bawah kaca bergagang itu. Tampak sekali Midorima benar-benar menantikan saat ini.

"Jika bukan karena apa, nanodayo?" pancing Midorima.

Asakura mendengus kesal. Sebelum akhirnya menjawab, "tentu saja jika bukan karena pamanku yang membuka cabang perusahaannya di daerah ini, aku mana mungkin akan masuk di sekolah ini!"

Takao mengernyit heran karena reaksi Asakura yang menurutnya sedikit berlebihan. Membuatnya merasa aneh, sebelum akhirnya menganggap hal itu wajar. "Souka. Wajar jika kau sepertinya belum terlalu terbiasa di sini," ujar Takao.

Asakura mengangguk. Kemudian menatap Midorima yang tetap memasang wajah dingin padanya. Gadis itu tak peduli walau zamrud itu semakin mengulitinya setiap saat.

Takao lalu permisi. Izin untuk mengumpulkan tugas, walau aslinya ingin mereka berinteraksi bebas. Bahkan ia sengaja izin keluar ke kamar mandi.

Suasana kelas masih hidup karena siswa-siswi yang lain. Masih berkasak-kusuk tentang tugas mereka. Membuat Asakura sadar. Ternyata mereka lah yang pertama kali mengumpulkan.

Ia akan beranjak begitu jemari Midorima telak menahan tangannya. Membuatnya mendecih kesal karena ternyata cengkraman lelaki itu cukup kuat.

"Jelas sekali jika apa yang kau katakan tadi itu adalah kebohongan, nanodayo," ucapnya datar.

"Aku hanya berkewajiban untuk menjawab pertanyaan itu. Bukan memberitahu tentang kebenarannya, Ahou!" balas Asakura. Ia pun segera melepaskan diri dalam satu kali hentakan.

"Keras kepala." Midorima menaikkan kacamatanya. Kemudian beralih mengambil buku tugas di dekat Asakura.

"Asal kau tahu saja. Walau aku benar-benar tidak mengerti tentang semua ini, namun aku tidak akan membiarkanmu mengganggu kami, nanodayo," lanjutnya.

"Memangnya kau kira kami sudi untuk mengganggu kalian? Well, sepertinya lain kali aku harus berkonsultasi masalah seperti ini agar tidak mendapatkan target yang meneyebalkan seperti dirimu, Midorima-kun." Asakura pun mengangkat diri. Meninggalkan kursi di dekat Midorima demi benda yang sama di belakangnya.

Ini benar-benar di luar ekspetasiku! Batin gadis bernama kecil Haruka itu sebelum melesakkan diri di kursinya.

*****

"Nee, Shin-chan. Hari ini latihan diliburkan. Mau makan takoyaki dulu di jalan ketika pulang nanti?" tawar Takao yang segera membereskan buku-bukunya begitu bel berakhir.

"Maaf, Takao. Tapi aku harus pergi ke toko mainan," jawab Midorima. Sekilas, matanya melirik ke arah meja Asakura yang sudah ditinggalkan pemiliknya. Terlalu cepat.

"Toko mainan?" Takao mengeryit heran pada sahabat enggrangnya itu.

"Boneka Keropi milikku hilang, nanodayo. Padahal itu adalah benda keberuntunganku hari ini."

Takao meringis. Seharusnya ia tidak mempertanyakan tujuan Midorima yang aneh mengingat kebiasaan si Lumut itu yang juga aneh.

"Kutemani kalau begitu," ujar Takao.

"Iie. Kau tak perlu Takao. Aku juga ingin mengunjungi suatu tempat setelah ini," tolak Midorima.

"Hee? Kau mau kencan dengan Asakura-san ya? Patut dia pulang tergesa-gesa tadi," ucap Takao yang menggigit bibir bawahnya diam-diam. Tentunya agar tawanya tak menguar.

"A-apa maksudmu, nanodayo?! Tak mungkin aku akan melakukan itu bersamanya!" Midorima membentak keras Takao yang langsung menutup telinga.

"Ara ara ... aku meragukan ucapan seorang tsundere sepertimu, Kawan."

Tak memedulikan Takao yang menggodanya, Midorima segera mengambil langkah. Menjauh dari Takao yang tertawa kecil di belakangnya.

Sial. Mengapa semuanya menjadi seperti ini, nanodayo?! Rutuk Midorima. Sekilas ia menatap kelas-kelas yang ia lewati. Namun segera melengos begitu mendapati salah satu kaca mencerminkan wajahnya yang bersemu merah.

*****

Toko Mainan Futaba.

Midorima melirik papan nama toko yang akan ia masuki. Toko yang memang sudah menjadi langganannya jika mencari barang-barang berkaitan dengan Oha Asa.

Tring.

Bel yang terpasang di atas pintu masuk berdenting nyaring ketika Midorima membukanya. Seraut wajah renta menyambut kedatangan pemuda itu. Futaba Chiyo, pemilik toko itu, tersenyum ramah pada sang pelanggan setia. Menanyakan bagaimana kehidupan yang sudah dilalui selama remaja.

"Kabarku baik, Futaba-san. Hanya saja ada beberapa masalah akhir-akhir ini, nanodayo," jawab Midorima.

"Begitu ya? Apakah peruntunganmu kurang baik?"

"Entahlah, nanodayo. Oh ya, apakah persedian boneka Keropi-mu masih ada? Aku membutuhkannya."

"Boneka kodok hijau itu? Ah, seingatku tinggal beberapa. Sebaiknya kau bergegas mengambilnya. Tadi ada seorang gadis yang juga mencari boneka itu," ujar Futaba.

Seorang gadis?

Midorima mengangguk seraya berterima kasih. Setelah itu, ia pun segera melangkahkan kakinya menuju tempat boneka itu berada.

Seperti perkiraan sang pemilik toko. Boneka dengan mata besar itu terlihat hanya seorang diri yang berbeda dari sekitarnya. Bertekuk diri di dalam keranjang menanti pembeli.

Syukurlah masih ada, nanodayo. Batin Midorima senang.

Namun ketika ia akan mengambil benda tersebut, boneka itu sudah terangkat oleh pergerakan halus dari jemari lentik yang mengambilnya. Berseragam sama, gadis yang mengambil itu membelakangi Midorima yang merutuki ketidakberuntungannya.

"Asakura?"

Rambut hitam kemerahan itu pun mengibaskan diri mengikuti pergerakan pemiliknya yang memutarkan tubuh. Selanjutnya terkejut karena mendapati sosok jangkung itu.

"Midorima?!"

Midorima mengernyit mendengar sapaan yang berubah itu. Namun ia tak acuh akan itu. "Kau akan membeli boneka itu?" tanyanya mengalihkan pembicaraan.

"Aku hanya ingin melihatnya saja. Aku tidak terlalu suka pada boneka," jawab Asakura. Tubuhnya pun bergerak mundur begitu melihat gelagat Midorima yang mendekatinya.

"Kalau begitu, berikan itu padaku, nanodayo. Aku membutuhkannya," ujar Midorima.

"Ha? Untuk apa lelaki sepertimu membeli boneka ini?"

"Bukan urusanmu, nanodayo."

"Apa kau ingin membelikan kekasihmu? Tak kusangka lelaki tsundere sepertimu melakukannya." Asakura bersedekap. Memilih memiting boneka itu daripada menuruti permintaan Midorima.

"A-aku tidak punya pacar, nanodayo! Lagipula itu kugunakan sebagai lucky item. Bukan untuk hal yang lain." Midorima mengambil ponselnya. Mengecek sesuatu sebelum akhirnya memasukkannya kembali.

Asakura terdiam sebentar. Ingatannya terhubung otomatis pada data Midorima yang ada padanya. Memilah dan menyaring, hingga sampai pada kebiasaan lelaki itu yang memang menyukai acara ramalan Oha Asa.

Mengingat itu membuat Asakura menyeringai. Dengan gerakan yang anggun, ia pun menaruh boneka itu di belakang dirinya.

"Ah, gomen nasai. Setelah mendengar alasanmu, entah mengapa aku jadi tertarik untuk membelinya," ujar Asakura dengan senyum kecil. Tentu saja itu membuat Midorima tersentak. Bayangan akan kesialan yang mengikuti jika ia tidak memiliki benda itu mulai menghantui dirinya.

"H-hei ... Bukankah kau tadi bilang kalau kau tidak memerlukannya? Jadi untuk apa kau membelinya, nanodayo?!"

"Hm? Kurasa ini bisa menjadi pajangan di apartemenku," jawab Asakura. Tangannya menimang-nimang boneka itu. Sengaja mengolok Midorima.

Dari lirikan matanya, Asakura dapat melihat tangan yang di-tapping itu mengepal. Ada kepuasan di dalam dirinya ketika berhasil membuat lelaki itu kesal.

"Ada apa, Midorima? Apakah kau benar-benar percaya akan ramalan itu?"

"Manusia yang merencanakan, Tuhan yang menentukan, nanodayo," desisnya pelan.

"Dari awal aku sudah heran melihat dirimu, Midorima. Tampangmu saja yang pintar, namun siapa sangka kau akan memiliki kebiasaan anak kecil seperti itu?"

"..."

"Sudahlah. Aku akan membayar boneka ini. Jaa!"Asakura berbalik. Meninggalkan Midorima yang hanya terdiam melihat dirinya. Termasuk ketika gadis itu dengan riangnya meninggalkan toko.

Setelah menimbang-nimbang, akhirnya Midorima memutuskan untuk mengikutinya dari belakang. Bukan kebiasaannya memang. Namun entah mengapa ia sedikit penasaran dengan apa yang akan Asakura lakukan.

Ternyata, gadis itu berbelok ke dalam sebuah gang yang berada di sekitar perumahan padat, dekat dari lokasi mereka saat ini. Sedikit heran, Midorima tetap membuntuti. Hingga langkah gadis itu terhenti beberapa kaki di depannya.

"Ah, ternyata memang benar ya? Antara jenius dan gila itu tipis," lirih Asakura. Ia pun berbalik. Menatap tenang pada Midorima yang berbanding 180 derajat dengannya.

"Nee, Midorima ... Apa yang kau lakukan di sini?" tanyanya pelan.

"Seharusnya aku yang menanyakan itu padamu, Asakura."

"Bukan urusanmu."

"Berarti itu juga bukan urusanmu, nanodayo."

Jarak diperpendek. Terhenti ketika mereka hanya berjarak kurang dari lima meter. Suasana yang sepi ditambah waktu yang semakin meninggi semakin membuat mati hubungan keduanya. Dan hidup kembali ketika Midorima memutuskan untuk bertanya.

"Sebenarnya, apa yang kau incar dari kami, nanodayo?"

"Hm? Entahlah. Kami tidak diberi hak untuk mengetahui hal itu."

"Apa maksudmu?"

"Sesuai perkataanku. Kami sudah berusaha untuk menanyakannya. Namun sayangnya hal itu tidak pernah terjadi."

"Jadi, kalian melakukan semua ini tanpa tujuan yang jelas?"

"Kau bisa menganggapnya begitu, Midorima. Tapi sejujurnya, aku juga masih mempertanyakan hal itu sampai sekarang," jawab Asakura. Matanya menerawang pada langit yang menyenja perlahan.

"Aku sudah menjawab pertanyaanmu. Sekarang, giliranmu yang harus menjawab pertanyaanku,"lanjutnya. Midorima terdiam. Namun di balik sorot matanya, ia mempersilakan Asakura untuk melakukan itu.

"Salah seorang dari kami memberitahu. Jika yang mengirimmu bernama Seizoushii-san. Bisa kau jelaskan siapa itu?"

"Tidak," jawab Midorima pendek.

"Tidak? Kau tidak bisa menjelaskannya? Sayang sekali." Asakura maju beberapa langkah. Kemudian mengeluarkan boneka yang tadi ia beli.

"Kau tahu? Jika kau mempercayai sesuatu terlalu dalam, itu akan menghancurkanmu suatu hari nanti. Oleh karenanya, aku sebenarnya tidak terlalu peduli apakah misi ini akan berhasil atau tidak. Terlalu banyak keraguan untuk memercayai sebuah hal yang masih samar akhirnya."

Keduanya terdiam. Midorima menyempatkan diri untuk mendalami iris cokelat bening yang sekarang terlihat sangat serius itu. Lalu mengerjap tepat ketika tangannya refleks menangkap benda yang melayang ke arahnya.

"Untukmu saja. Walau kuakui, itu benar-benar bagus bila menjadi pajangan di apartemenku," ujar Asakura yang baru saja melempar bonekanya kepada Midorima.

Lelaki itu hendak menjawab ketika Asakura berjalan tenang melewatinya. Namun sayangnya terhenti ketika pemilik tubuh itu berkata singkat padanya. "Hei, hati-hati terhadap tempat sampah di dekatmu."

Lagi, Midorima dibuat keheranan atas tingkah Asakura yang sudah menghilang di belokan. Namun, pesan tersirat itu membuat kepalanya menengok ke benda yang dimaksud. Perasaan tak enak menyergap kala tempat sampah itu bergerak aneh.

"Nyaa~"

Sontak Midorima mengambil langkah seribu kala melihat hewan bertelinga runcing nan berbulu keluar dari tempat penuh sampah tersebut. Kali ini, ia benar-benar merasa ragu akan keberuntungannya yang kurang di hari itu.

*****

"Kau sudah mengetahuinya bukan? Nyaris tak ada gunanya."

"Ada apa? Apa sekarang kau ingin menyerah? Lucu sekali. Padahal kau sendiri yang memulainya."

"Tapi itu dulu! Aku belum mengetahui jika ternyata efeknya akan sebesar ini!!"

"Jangan berteriak seperti itu padaku. Kau sudah kehilangan hak untuk itu."

"Dan kau jangan mengungkit hal lama! Itu memuakkan!!"

"Apa kau sudah selesai mengganggu waktu kerjaku? Seharusnya kau dan aku tinggal menunggu. Menunggu untuk melihat siapa yang akan bertekuk lutut."

Telepon dimatikan. Seiring dengan kehidupan melelahkan pada hari itu.

.

.

.

Bukan hal yang mudah untuk melihat betapa salahnya mereka dalam memaknai suatu hal. Namun, Semesta membiarkan. Tugasnya hanya memberikan apresiasi di akhir pertunjukan. Serta bila memang diperlukan.

Dan terkadang, Ia pun harus menurunkan keputusan. Di saat, di tempat, dan di suatu hal yang kadang kurang menyenangkan.

.

.

.

Yak, akhirnya cerita gaje nan absurd ini kembali up //gegulingan

Author mohon maaf jika ceritanya benar-benar absurd sekali. Terutama kepada OC-nya :( Kuharap, ada sesuatu yang bisa kulakukan untuk menebus kesalahan ini.

Sekali lagi, maaf untuk semuanya. Dan terima kasih buat para Reader yang sudah nyempatin diri buat membaca -apalagi yang minta up- cerita gaje seperti ini. Arigatou ^^

Hope you like it. And see you next time!

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top