11. The Windy Sky
DISCLAIMER TADATOSHI FUJIMAKI
(Karakter lelaki hanya milik Tadatoshi Fujimaki. Untuk OC, kembali kepada pemilik nama masing-masing. Dan alur cerita, sepenuhnya milik saya.)
Warning : Ini hanyalah sebuah fanfiction gaje, kemungkinan (semuanya) OOC, typo bertebaran, bahasa planet, dan merupakan sebuah 'permainan". Dan, arigatou gozaimasu untuk para sukarelawan yang bersedia menjadi OC di fanfict ini.
.
.
.
Siang dan malam hanyalah sebuah rangkaian peristiwa. Sama namun berbeda. Yang terangkai menjadi sebuah fatamorgana.
Kadang mereka tidak mengetahui. Bahwa ada sedetik kala yang belum terjamahi. Hanya terfokus pada eksistensi kepuasan yang tak abadi.
Jadi, apakah kali ini mereka akan mengerti?
.
.
.
SMA Seirin. 11:50.
Mendung menggantung santai. Namun membuat orang mulai gelisah akannya. Sama seperti ratusan siswa yang tengah menuntut ilmu. Berharap tidak terjatuhi oleh tangisan awan sepulang sekolah nanti.
Kuruka salah satu di antaranya. Matanya terus menatap gelisah pada eksistensi awan yang menggumpal. Serupa bunga kol, namun tak berasa sama. Tangannya menjejakkan tinta pada buku, namun matanya tak memberi perhatian. Terlalu fokus pada cuaca yang tengah bermain di luar sana.
"Kuruka-san ..."
Suatu panggilan membuatnya menoleh. Lalu tersenyum kecil pada Naimiya yang berada di depannya. "Ada apa, Naimiya-san?"
"Kurasa hari ini kau harus pulang sendiri."
"Eh? Nan desu ka?"
"Kara-Sensei meminta bantuanku sepulang sekolah."
Kuruka mengangguki hal itu. Walau sedikit aneh mengingat Naimiya yang tak memberitahunya lebih detil tentang kegiatan tersebut. Yang penting informasi pokok tersampaikan.
Naimiya kembali memberikan perhatian ke depan. Sementara Kuruka kembali memandangi luar. Seperti tak pernah bosan walau kali ini yang berbeda hanyalah deru angin yang semakin kencang.
Teringat sesuatu, iris merah gelap itu membola. Lalu segera membongkar buku catatan. Memeriksa sesuatu yang membuatnya nyaris memekik di dalam kelas.
Astaga ... Aku lupa memberikan informasi ini kepada Aina-san. Padahal kuyakin saat ini dia tengah membuat laporannya. Shimatta!
Kuruka membongkar buku yang tercoret rapi oleh berbagai macam stabilo berwarna. Memeriksa simbol yang ia buat sendiri. Sampai ia yakin bahwa apa yang ia punya sudah lengkap.
Huft ... Berarti hari ini tinggal mencari waktu untuk mengirimnya saja. Batinnya seraya kembali memasukkan buku itu. Kemudian menatap depan dengan perasaan tenang yang entah datang darimana.
Sementara di samping kirinya, sepasang netra langit terlihat biasa. Namun aslinya tengah merangkai makna. Menganalisa tindakan Kuruka yang baginya mencurigakan.
Terlebih kala melihat gadis itu tersenyum lega karena berhasil menemukan buku bersampul merah muda dari tasnya. Bukan hal yang wajar. Mengingat gadis itu sampai menahan pekikannya.
Kurasa, Seizouru-san juga mempunyai rencana yang sama seperti pengirim mereka. Kesimpulan antah berantah itu datang tiba-tiba saja. Seiring dengan Kuroko yang memandang langit di luar sana. Kontras dengan dirinya.
Jadi, apa yang sebenarnya terjadi antara mereka? Dan juga ... kami semua?
*****
"Oy Kuroko! Sebaiknya kita langsung ke kantin sekarang. Kalau tidak, antriannya akan semakin panjang," ajak Kagami begitu Sensei keluar ruangan.
Kuroko menatap iris kontras itu. Lalu mengembuskan napas pelan seraya berkata, "gomen nasai, Kagami-kun. Tapi aku tidak bisa."
"Hee?? Kenapa?"
"Hari ini adalah shift-ku di perpustakaan. Kebetulan tugasku adalah menjaga di bagian resepsionis." Kuroko membereskan buku-buku yang baru ia pakai. Memasukkannya ke dalam tas, sebelum kembali menatap Kagami.
"Kurasa, kau bisa meninggalkan shift-mu itu sementara. Tidak kah kau lihat bahwa kebanyakan siswa di sini selalu pergi ke kantin? Bisa jadi perpustakaan akan sepi. Nyaris tak ada yang mengunjungi," ujar Kagami.
Perempatan siku-siku menggerayangi dahi Kuroko secara samar. Heran pada jelmaan iblis berkedok sahabatnya itu.
"Tetap saja Kagami-kun." Kuroko beranjak. Kemudian mengikuti Kagami keluar kelas.
"Ini masalah tanggung jawab. Tidak sesepele itu. Walau tidak ada yang berkunjung, pengurus perpustakaan akan tetap memantau kami. Jadi, bisa dipastikan aku tidak akan bisa meninggalkannya."
Keduanya bersitatap di luar kelas. Kuroko pun tersenyum samar melihat Kagami yang mendengus kesal karena alibinya itu.
"Ya sudah. Terserah kau saja. Kalau begitu, aku ke kantin dulu," ucap Kagami tepat ketika mereka saling membelakangi. Kemudian pergi menuju arah yang berlawanan satu sama lain.
Cekrek.
Suara kamera terdengar halus di sebalik tembok tak jauh dari tempat mereka. Mengabadikan momen kebersamaan kedua Duo itu dengan sangat baik. Membuat pelaku terkikik kecil di balik layar.
"Well, siapa sangka aku bisa mendapatkan asupan di tengah misi seperti ini?"
Selanjutnya, rambut merah gelap pun terkibas setelah pemiliknya melangkah dalam semringah kemenangan.
*****
"Arigatou Kuroko. Kau datang di saat yang tepat," ucap Tsuchida begitu melihat rekan satu timnya itu datang ke meja resepsionis.
"Ha'i, Tsuchida-kun. Sekarang giliranku. Jadi, kau bisa beristirahat," balas Kuroko. Tsuchida mengangguk. Lalu segera berpamitan menuju luar.
Kuroko memandang sekeliling. Benar seperti yang dikatakan Kagami. Keadaan perpustakaan sedikit lebih sepi dari biasanya. Jumlah pengunjung yang masih betah bisa dihitung jari. Itupun sudah termasuk dirinya.
Tak ingin berdiam diri, Kuroko pun menuju rak terdekat dari posisinya saat ini. Memeriksa jenis buku yang ada di sana. Lalu menarik sebuah yang dianggapnya menarik.
Tepat ketika Kuroko akan duduk, suara pintu terbuka ia dengar. Ditolehkannya kepala menuju arah itu, menyadari jika yang masuk adalah Kuruka.
Gadis itu bersikap biasa walau ia tahu jika yang berjaga adalah Kuroko. Setelah menandatangani daftar kehadiran, ia melenggang begitu saja. Bahkan tanpa memberikan sebuah sapaan kepada sang mangsa.
Di satu sisi, Kuroko juga melakukan hal yang sama. Terlihat biasa di luar, namun aslinya tengah mencoba menganalisa semuanya di saat itu. Terlebih ketika ia tidak sengaja melihat ada sebuah buku merah muda terayun santai di genggaman gadis itu.
Buku yang sama lagi. Mungkin itu penting baginya. Asumsi Kuroko semakin menguat di pikiran ketika netra langitnya masih memperhatikan kegiatan gadis itu.
Berkeliling sebentar di antara sekian rak buku yang tinggi menjulang, membuka iseng beberapa buku yang sepertinya ia ambil acak, dan berakhir pada sebuah buku berwarna gading yang langsung ia peluk erat.
Dan yang dilakukan terakhir kali adalah duduk di bangku pojokan. Mulai membentengi diri dengan punggung untuk menghindari tatapan Kuroko. Lalu terlihat menggerakkan tangan kanan dengan penuh penghayatan.
Menulis? Dia menulis apa? Seingatku tidak ada tugas dalam rentang seminggu ini dari Sensei yang bahannya dari buku di perpustakaan. Pikir Kuroko.
Dengan hati-hati, ia pun menuju rak yang tadi dikunjungi oleh Kuruka. Dilihatnya label yang tertempel di sana. Khusus tata bahasa dan sastra. Salah satu yang sering dikunjungi oleh Kuroko Tetsuya.
Diperhatikannya buku-buku yang berjejer. Mencoba mengabsen mereka demi mencari yang hilang di antaranya. Dan netra langit itu pun membola ketika menemukan jawabannya.
Buku Sastra Klasik. Tapi, untuk apa? Aku ragu jika dia menggunakan buku itu hanya untuk sekadar membacanya saja. Kuroko terdiam begitu menyadari buku yang diambil Kuruka adalah itu. Mencoba mencari alur dari permAinan yang Kuruka mulaikan.
Lamunannya tersadar begitu melihat sosok orang berdiri di depan meja resepsionis. Kuroko menghela napas begitu ternyata sosok itu adalah gadis itu. Ia kemudian memutuskan untuk mendekatinya.
"Kuruka-san? Ada yang bisa kubantu?" Kuroko bertanya semata-mata demi formalitas pekerjaan. Menjadi bagian resepsionis yang baik.
Kuruka tersentak. Kaget atas kedatangan Kuroko yang di luar prediksi. Tak sadar melakukan gerakan perlindungan. Menyilangkan tangan di dada dengan buku dalam dekapan.
"K-Kuroko-kun?! K-kau di sini juga?" tanyanya heran. Namun segera berganti ketika menemukan sesuatu di balik tatapan datar itu.
"Tugasku," jawab Kuroko pendek. Sebenarnya ia tengah menunggu reaksi dari gadis itu. Mengingat perkataan Seizouru bahwa ia memiliki identitas dirinya. Lengkap.
Kuruka pun sama. Masih memilih jawaban apa yang sekiranya akan memuaskan Kuroko. Hingga akhirnya ia pun memilih yang ambigu. Hanya ber-oh ria. Dengan wajah malas yang direkayasa.
"Ngomong-ngomong, apakah komputer di sekolah ini dapat diakses? Mungkin sekarang atau sepulang sekolah?" tanya Kuruka.
"Ah, tentu bisa. Hanya saja kau tinggal meminta izin pada Sensei yang menjaga," jawab Kuroko.
"Ah, souka. Ya sudah. Arigatou infonya Kuroko. Kalau begitu aku pergi dulu. Jaa!"
Kuruka berbalik. Mengibas ujung rambut dengan gemulai. Dan terhenti ketika tiba-tiba tubuh itu mematung karena resonansi udara sekitar.
"Memangnya ada perlu apa dengan komputer sekolah, Kuruka-san?"
"Tugasku."
Senyum tipis Kuruka yang menghilang di balik pintu membuat Kuroko menghela napas. Pernyataannya memantul dengan mudah. Kembali hanya sepersekian menit setelah dilemparkan.
Kuroko kembali teringat akan respon Kuruka terhadap keberadaannya di ruangan penuh buku ini. Bisa jadi dia menjawab seperti itu karena memang sudah tahu. Atau malah memang sudah sikapnya yang sedikit pendiam. Namun Kuroko menganggapnya hanya sebagai kedok semata.
Lagipula, tugas apa yang mengharuskannya menggunakan komputer sekolah? Sekali lagi, Kuroko merasa dirinya sudah kelewat batas. Penasaran akan sesuatu yang jarang ia tertarik padanya. Dan sebelah dirinya membuat alibi. Jika ini hanya reaksi dari peristiwa yang di luar nalar ini. Di mana ia sebagai salah satu pemainnya.
Kuroko menggeleng. Memilih mengentaskan pemikiran absurd itu daripada mengurainya. Memilih untuk menghilang di balik meja tungga daripada hanya mematung seperti boneka.
*****
"Arigatou gozaimasu, Sensei." Kuruka membungkuk kepada Iono-sensei yang bertugas menjaga laboratorium komputer. Membalas jasa kepada pria tua yang memberikannya izin untuk menggunakan benda di ruangan itu.
Langkahnya terhenti di komputer paling ujung. Segera ia mendudukan diri dengan nyaman. Seraya memulai pengoperasian pada benda itu, ia pun membuka buku merah muda. Berisi data akan targetnya yang bernama Kuroko Tetsuya.
Komputer di depannya sudah siap untuk digunakan. Ia pun langsung membuka website untuk email. Harap-harap cemas melihat buffer yang sedikit lelet berputar.
Laman email miliknya segera terlihat begitu Kuruka memasukkan email beserta password-nya. Sebenarnya, ia bisa saja menggunakan jam tangannya yang multifungsi itu. Namun Kuruka memilih untuk menggunakan komputer mengingat proses pada jam itu sedikit memakan waktu. Dan Kuruka malas untuk repot saat ini.
Aina-san, ini data tentang Kuroko Tetsuya yang kukumpulkan selama satu minggu lebih ini. Maafkan aku karena telat mengirimkannya padamu. Tulisnya di bagian badan pesan.
Kuruka segera meng-attach file yang sempat ia buat sebentar tadi berdasarkan catatannya. Juga memasukkan beberapa tulisan sastra di sana. Berharap dengan itu, Yousuka mau memaafkan keterlambatannya dalam mengirim data. Mengingat gadis itu menyukai sastra sedikit dominan dari yang lainnya.
Kemudian tanda send pun tertekan ketika semua persiapan selesai ia lakukan.
"Huh... Yokatta ne. Akhirnya aku bisa mengirimnya," gumam Kuruka begitu melihat kalimat your message have been sent terlihat membayang pada layar di depannya.
Kemudian, gadis berambut merah sepinggang itu segera mematikan komputer beserta perangkatnya. Ia pun bangkit. Mengajak tubuh itu meninggalkan ruangan yang semakin sepi dari kehidupan.
*****
Ternyata awan tak berbohong mengenai kondisinya. Sepulang sekolah, anakan awan pun dengan deras menghunjam bumi. Menciptakan riak-riak kecil pada setiap benda yang ia tubruk. Tak peduli jika kedatangannya dikutuk oleh sebagian besar dari makhluk paling sempurna di bumi ini.
Hujan yang menderas membuat banyak dari siswa sekolah itu harus menepi. Melindungi diri dari tembakan air yang seolah tiada henti itu.
Salah satunya Kuruka. Di depan kelas, ia menanti seorang diri. Ketidakhadiran Naimiya pada saat ini membuatnya sedikit resah. Gadis jangkung itu, walau sedikit dingin untuk diajak bicara, setidaknya memberikan impuls bahwa Kuruka tidak sendiri.
"Kukira kau sudah pulang duluan."
Kuruka menoleh mendapati eksistensi suara yang sekarang baginya familiar itu. Membolakan mata begitu menyadari sang Mangsa yang menyapanya.
"Apakah kau membawa payung?" lanjut Kuroko begitu tidak mendapatkan respon dari lawan. Kuruka menggeleng. Menidakkan pertanyaan Kuroko tanpa bicara.
"Mau pulang bersama?" tanyanya lagi.
Kuruka mengernyit heran. Tidak biasanya Kuroko bersikap seperti ini kepada orang lain. Maksudnya, selama ini manusia berwajah patung itu hanya peduli pada apa yang ia ketahui. Lagipula, data dan kenyataan sepihak. Lelaki bersurai baby blue itu harusnya cenderung tak banyak cakap.
"Iie. Terima kasih, Kuroko-kun. Tapi mungkin aku akan menunggu hujan reda saja," jawab Kuruka setelah terdiam beberapa saat.
"Menunggu seraya mengumpulkan info?"
Kalimat itu langsung membuat Kuruka menoleh. Tak ada yang ia temukan kecuali wajah datar Kuroko yang tengah menengadah memandang hujan.
"Maaf. Apa maksudmu?"
"Kau mengerti maksudku, Kuruka-san."
Iris kontras itu bertemu. Menelisik kedalaman demi menemukan kepingan kejujuran. Terhenti ketika iris gelap menarik diri.
"Jangan mengajakku berbicara hal yang tidak kuketahui." Kuruka mengambil jarak. Sedikit menjauhi Kuroko begitu menyadari jika lelaki itu ada niatan tersembunyi.
"Memangnya apa yang tidak kau ketahui? Kau bahkan sudah tahu lengkap tentang diriku bukan? Jadi, mengapa tidak giliranmu untuk berbagi cerita, hm?" tanya Kuroko beruntun. Sedikit menambah penekanan pada tanya ketiga.
"Huh ... Kukira semua pesan itu hanyalah bualan semata. Mengingat kau terlalu datar untuk mengungkit tentang kami. Tapi, siapa sangka jika kau juga ternyata penasaran?" balas Kuruka.
Kuroko tersenyum samar. Diulurkannya tangan menerobos barikade air itu. Kemudian menariknya begitu genangan air tercipta.
"Begitulah. Tenang saja. Aku tidak akan melakukan hal aneh seperti yang kawan-kawanku lakukan pada rekanmu. Namun aku hanya ingin menanyakan sesuatu. Dan kau harus menjawab jujur, Kuruka-san."
Lagi, Kuroko menoleh. Mencoba mempelajari pesan yang disampaikan tersirat oleh gurat wajah lawan.
"Memangnya apa hakmu untuk memerintahku seperti itu? Asal kau tahu saja. Ini juga bukan keinginan kami untuk mengintai kalian dengan kedok seperti ini. Jadi, kita sama-sama pihak yang menjadi korban. Kuyakin seseorang menyuruh kalian melakukan hal yang sama kepada kami kan?"
Kuruka balas menantang tatapan dingin itu dengan api pada matanya. Entah mengapa ia merasa tersulut hanya karena pertanyaan itu.
"Memangnya kenapa? Anggap saja ini adalah permainan mengintai. Di mana kedua kelompok sama-sama ambisius untuk mendapatkan sesuatu atas nama ego," ujar Kuroko.
"Apa maksudmu?"
"Apa kalian –setidaknya kau– tidak mencurigai jika apa yang Kugori perintahkan kepada kalian itu terkesan egois?"
Kini, amarah Kuruka benar-benar di ambang batas. Ia benar-benar merasa dipermainkan oleh pernyataan Kuroko tentang pamannya. Namun di satu sisi ia juga tidak bisa menampik. Ada rasa kurang percaya akan misi kali ini.
"Darimana kau mengetahui nama itu?" Iris merah gelap itu menyipit. Mencoba mengikuti alur yang Kuroko buat demi keingintahuannya terpuaskan.
"Tentu saja dari orang yang meminta kami untuk melakukan semua ini," jawab Kuroko dengan nada terendahnya.
Kuruka memupuskan jarak. Lalu dengan berani menarik kerah seragam Kuroko. Tak ada perlawanan dari lelaki itu.
"Katakan. Siapa namanya?" desis Kuruka tepat di depan wajah seputih porselen milik Kuroko. Dan lelaki itu hanya menatapnya dalam.
"Jawab pertanyaannku, Temee!"
Sekali hentak, Kuroko terdorong oleh kekuatan Kuruka yang sekarang setara dengannya itu. Sepertinya rasa cemas sekaligus peasaran membuat adrenalin gadis itu membludak.
"Ternyata sifat aslimu seperti ini. Jujur kuakui. Sifat dan sikap yang selama ini kau tunjukkan kepada kami semua benar-benar topeng yang sangat bagus. Darimana kau mempelajari drama macam ini?" tanya Kuroko.
Gadis dengan nama kecil Akari itu menggeram. Benar-benar dibuat kesal atas sikap Kuroko yang seenaknya mengubah topik pembicaraan. Ini tak sesuai dengan data yang ia punya.
"Aku tak perlu menjawab pertanyaan konyolmu itu bukan? Sekarang, kau harus menjawab pertanyaanku!" bentak Kuruka tak sabar.
"Namae wa Seizoushii-sama. Dia adalah orang yang meminta kami untuk memantau kalian." Akhirnya, Kuroko membuka mulutnya. Walau itu sebenarnya adalah dusta.
Seizoushii? Mengapa rasanya nama ini pernah kudengar sebelumnya? Tapi di mana? Batin Kuruka setelah mengambil pose berpikir. Di saat sibuk merangkai sebab musabab, kedip jam pada pergelangan menyadarkannya.
"Jam yang bagus. Kau membelinya di mana?
Kuruka mendengus mendengar pertanyaan absurd itu, yang di telinganya malah terdengar seperti sebuah sindiran keras. Membuatnya batal mengecek apa yang datang.
"Sankyu atas pujianmu itu. Tapi tetap saja, aku tidak akan menerimanya," ujar Kuruka. Ia menoleh ke arah luar. Mendapati jika ternyata hujan sudah menyusut menjadi gerimis.
"Sepertinya kita terlalu banyak mengobrol saat ini, Kuroko-kun. Dan yaah ... maaf saja. Aku tidak bisa meladenimu lebih lama lagi. Permisi."
Dengan kalimat itu, Kuruka mengambil langkah lebar. Segera menerjang sisa hujan tanpa peduli apapun. Termasuk tatapan Kuroko yang misterius akannya.
*****
Di jalan...
Kuruka berhenti sebentar di bawah sebuah pohon. Mengambil napas sebelum akhirnya menenangkan diri. Lantas, ia pun segera mengecek jamnya.
Mr. Storm. !4:05
Entah mengapa aku sedikit kecewa melihat beberapa kesimpulan atas kinerja kalian. Tidak seperti yang kuharapkan. Karenanya, aku perintahkan kalian untuk tidak lengah terhadap target. Ingat! kalian akan mendapatkan hukuman jika seandainya kata FAILED terpampang pada simpulan laporan kalian!
Kuruka menggerutu. Memaki pengirim pesan yang menurutnya terlalu memaksakan kehendak. Membuatnya kembali teringat akan pertanyaan Kuroko sebelumnya.
Tak ada tanggapan atas pesan itu. Sepertinya yang lain enggan membalas sesuatu yang sudah pasti akan menambah beban kerja mereka. Sehingga, ia pun memutuskan untuk segera kembali ke apartemen di siang hari itu.
.
.
.
Terkadang, tidak semua hal memiliki alasan di sebaliknya. Memutuskan untuk menjadikannya misteri yang nyata. Mengundang perhatian semua untuk menuntaskannya.
Sama seperti yang mereka alami saat ini. Kebingungan atas hal membuat mereka mulai mempertanyakannya pada masing-masing diri.
Apa arti dari semua pertemuan ini?
.
.
.
.
Yokatta ne... >///<
Akhirnya bisa up juga. Well, up terakhir di tahun 2017. :)
Maaf jika chapter ini terlalu absurd untuk dinikmati. Hontou sumimasen. Terutama kepada OC :"
Hope you like it!
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top