09. Fire's Light

DISCLAIMER TADATOSHI FUJIMAKI

(Karakter lelaki hanya milik Tadatoshi Fujimaki. Untuk OC, kembali kepada pemilik nama masing-masing. Dan alur cerita, sepenuhnya milik saya.)

Warning : Ini hanyalah sebuah fanfiction gaje, kemungkinan (semuanya) OOC, typo bertebaran, bahasa planet, dan merupakan sebuah 'permainan". Dan, arigatou gozaimasu untuk para sukarelawan yang bersedia menjadi OC di fanfict ini.

.

.

.

Surya beranjak dari peraduan. Meninggalkan tahta demi menemui sang Rembulan. Tamu yang tak diundang, namun harus tetap dilayani sebagai kewajiban. Itu terdengar sebagai tuan rumah yang baik, bukan?

Bilah cahaya berpendar samar. Pada surya terlihat seperti jilatan api yang sangar. Sedangkan pada rembulan ia lembut mengakar. Sama, namun tetap saja berbeda makna dalam luar.

Sekarang, bagaimana jika cahaya itu perlahan membias dalam api yang menidurinya?

.

.

SMA Seirin. 13:00

Gadis berambut hitam kemerahan menatap singkat pada surai merah gelap sepinggang yang duduk di belakangnya. Bercakap sebentar mengonfirmasi kegiatan yang akan mereka lakukan di luar ruangan sebentar lagi. Terlihat, hanya ada beberapa yang masih menetap di kelas. Sisanya sudah menuju laboratorium sesuai arahan ketua kelas.

"Naimiya-san, bagaimana ini? Yang lain mengabarkan jika identitas kita sudah diketahui target," bisik Kuruka sepelan mungkin.

"Memangnya mengapa? Bukankah itu bagus?" Tanya balik itu membuat Kuruka terpengarah. Mengapa Naimiya terlihat seperti tak peduli dengan tugas mereka kali ini?

"Maksudnya?"

Naimiya memutar bola matanya. Jengah melihat Kuruka yang tak sampai pada akar kalimatnya itu.

"Identitas kita diketahui target. Itu sama saja dengan mereka sudah mengetahui kemampuan kita yang sebenarnya. Jadi, -kemungkinan- mereka secara cepat atau lambat akan meningkatkan kemampuannya. Dengan begitu, kita akan menemukan lawan yang sepadan."

Naimiya mengatur napas. Berbicara banyak bukan kebiasaannya. Dan kali ini ia harus lakukan karena juniornya yang satu ini kurang tanggap.

Kuruka mengangguk. Membenarkan alasan logis yang disampaikan sedikit sadis itu. Mengingat Naimiya termasuk kategori orang yang enggan mengeluarkan kata, membuat Kuruka segera mencari objek lain untuk dicerna pikirannya.

Dan objek itu tak lain adalah langit biru yang sedang dinaungi oleh cahaya karibnya.

"Kuroko-kun, mau ke laboratorium bersama?" tawarnya ramah. Kuroko dan Kagami sempat berpandangan beberapa detik. Sebelum akhirnya muka tembok itu mengangguk dan segera mengikuti Kuruka yang sudah ada beberapa langkah di depannya.

Tersisa Naimiya dan Kagami. Suasana suram yang dipancarkan gadis introvert itu membuat Kagami kikuk. Bingung bagaimana hendak mengusir aura di sekitar mereka.

"Laboratorium?"

Sepatah kata itu membuat Naimiya menoleh. Menatap netra merah gelap Kagami, sebelum akhirnya menggangguk dengan dirinya yang mengambil langkah lebar terlebih dahulu.

Aku masih belum percaya jika gadis itu adalah mata-mata dengan aku sebagai targetnya. Kagami segera menggelengkan kepala sebelum akhirnya ikut meninggalkan jejak kakinya di kelas.

*****

"Naimiya-san, Kagami-kun, kalian terlambat satu menit."

Gesekan antar engsel pintu terhenti ketika kalimat itu lekas terurai dari Sensei. Kedua yang dimaksud menatap bingung. Kemudian menyadari jika itu benar ketika mata Naimiya mengitari seisi ruangan. Alat dan bahan percobaan sudah tertata rapi di setiap pasang teman kelasnya. Termasuk pada Kuroko dan Kuruka yang ada di deretan terdepan.

"Kali ini saya maafkan. Masuk dan segera ambil posisi yang tersisa. Dan berhubung ini tugas kelompok, maka ada baiknya kalian berdua bekerja sama dengan baik. Mengerti?" ujar Sensei itu ketika melihat Naimiya yang menganggukkan kepala. Sementara Kagami menggaruk tengkuk dengan wajah khasnya.

Keduanya menuju meja terpojok; satu-satunya tempat yang tersisa saat ini. Di hadapan mereka sudah ada ada pisau bedah, papan, stopwatch, pipet tetes, cawan petri, beserta saudara-saudaranya. Dan itu semua membuat binar yang sempat terpercik di mata Naimiya padam seketika.

"Kontraksi otot, huh? Aku lebih menyukai yang menggunakan manusia hidup," gumam Naimiya ketika menyadari praktikum apa yang akan mereka kerjakan. Sebongkah daging tungkai katak sawah tak mendapatkan perhatian dari dirinya.

Di sampingnya, Kagami meneguk ludah. Menyesali telinganya yang peka pada waktu yang salah. Gumamam lembut gadis itu membuat adrenalinnya meningkat. Walau bagaimana pun, praktikum menggunakan manusia hidup hanya ada di film bagi Kagami. Terlebih jika eksekutornya adalah gadis jangkung yang terlihat muram. Itu hanyalah fiktif belaka baginya.

"Kalian bisa melihat prosedur praktikum pada buku panduan kalian masing-masing. Sekarang, setelah mengindetifikasi alat dan bahan, kalian bisa memulai praktikumnya. Jangan lupa. Utamakan keselamatan juga tanggung jawab di dalam kerja kelompok." Teguran Sensei dengan kacamata bulat kecil yang menghiasi wajahnya itu diiyakan oleh isi ruangan.

Semua mulai bekerja. Ada yang masih mengamati alat dan bahan, ada yang sudah mulai membongkar buku, ada pula yang sudah mulai bergerak lincah. Naimiya termasuk kelompok yang terakhir.

Dengan semangat, ia mulai membuat larutan Ringer. Mengambil kalsium klorida, kalium klorida, natrium klorida, juga air suling sesuai takarannya –yang di mata Kagami itu seperti mengambil asal saking cepatnya–. Lalu mulai mencampur satu demi satu dalam sebuah gelas kimia berukuran sedang.

"Aku akan memaafkan ketidaktahuanmu terhadap planaria jika seandainya kau dengan senang hati melepas otot femur katak itu dari tendonnya dengan segera. Atau otot itu akan segera mati permanen dan larutan yang kubuat menjadi tak berguna seperti otakmu," desis Naimiya pada Kagami di sampingnya.

Tangan yang hendak memasukkan natrium klorida sebagai bahan terakhir dari larutan itu terhenti. Naimiya mengembuskan napas gusar begitu menyadari ternyata Kagami tidak melakukan apa yang ia pinta; atau lebih tepatnya perintah.

"Untuk apa aku melakukan sesuatu dari seseorang yang akan berlaku buruk padaku di detik selanjutnya?" ujar Kagami dingin begitu iris cokelat Naimiya memandangnya begitu rendah. Seolah protes tadi tak patut diucapkan lelaki itu.

"Jika begitu, lebih baik kau minggir dan memperhatikan saja dari jarak aman. Karena aku tidak segan-segan menyetrummu jika kau ada di dekatku, namun hanya mematung seperti tungkai katak yang siap aku patahkan!" Setipis senyum miring pun dengan rela gadis itu sampirkan. Tak menanggapi apa yang Kagami ucapkan sebelumnya.

Lelaki itu mendengus kesal. Lalu segera melaksanakan apa yang Naimiya pinta padanya tadi. Dengan sedikit membongkar buku panduan, ia kemudian mulai membelah daging katak itu. Mencoba membuang ujungnya dengan sebuah pisau bedah yang tajam.

Namun, seperti yang diperkirakan Naimiya. Daging katak itu mulai mengalot. Membuat Kagami sedikit tidak sabar karena susahnya ia memisahkan ujung benda itu. Ia menaruh pisau bedah. Mengangkat daging katak, lalu dengan sedikit tenaga, menarik ujungnya menjauh dari yang lain.

Dan... berhasil!

Akhirnya daging katak itu terpisah dari tendonnya. Namun di saat yang sama, Kagami dapat melihat bahwa ia terlalu mengeluarkan tenaga. Tangannya tak sengaja menyenggol Naimiya yang kebetulan sedang mengaduk larutan. Alhasil, gadis itu segera oleng.

Beruntung Naimiya mampu mengendalikan diri. Namun gravitasi ternyata bekerja lebih cepat pada gelas kimia berisi larutan yang terlepas dari genggaman. Membuat lantai dengan penuh semangat menyambut benda yang meluncur bebas itu. Menciptakan nada berfrekuensi tinggi dalam sekejap mata.

Seluruh mata memandang kepada pasangan itu. Terutama Sensei yang setengah hati memaksa diri menatap kepingan kaca berlumuran cairan yang terserak di lantai, lalu beralih pada Naimiya dan Kagami.

"Kalian?! Apa yang telah kalian lakukan?" bentaknya dengan amarah tertahan.

"Seperti yang anda lihat. Tadi Kagami-kun mencoba tekhnik baru untuk memisahkan daging katak itu. Dan saking semangatnya, gelas kimia yang saya pegang pun terjatuh hingga pecah seperti ini." Naimiya mengarahkan pandangannya ke arah lantai yang tergenang.

Di sisi lain, Kuruka tersenyum miris melihat wajah temannya yang terlihat tanpa dosa itu menerangkan kejadian secara singkat. Sementara Kuroko hanya memasang tampang datar melihat wajah bodoh Kagami yang dimarahi oleh Sensei.

"Padahal kalian sudah saya peringatkan untuk berhati-hati dalam praktikum ini!"

"Maaf Sensei. Anda hanya menyebutkan untuk mengutamakan keselamatan dan tanggung jawab kelompok. Dan saya rasa, pecahnya gelas kimia ini tidak termasuk ke dalam sana," timpal Naimiya.

Kuruka mati-matian menahan tawa kala Sensei yang men-deathglare Naimiya terlihat frustrasi atas jawaban anak didiknya yang terdengar polos namun benar itu. Dan ia segera berhenti ketika mendengar bisik-bisik kecil karena kenekatan partnernya itu.

"Jika begitu, maka saya rasa juga, membersihkan laboratorium berikut barang yang terpakai tidak termasuk hukuman bukan?" Tatapan Sensei terarah pada Kagami yang langsung gugup karenanya.

"Ta-tapi ..."

"Saya tidak mau mendengar sanggahan apapun! Begitu pelajaran saya selesai, semua boleh pulang. Kecuali Naimiya-san dan Kagami-kun. Karena kalian berdua harus membersihkan seluruh alat yang terpakai pada praktikum kali ini. Jangan lupa! Bersihkan juga laboratorium ini sampai mengkilat!"

Hukuman telah diputuskan. Sensei pun segera berbalik. Tak memedulikan Naimiya yang memasang wajah malas-tak peduli miliknya. Serta Kagami yang menarik rambut. Pusing memikirkan hukuman yang akan ia terima dari pelatih karena telat untuk datang latihan hari ini.

*****

"Kau tenang saja Kagami-kun. Aku akan memberitahu kantoku bahwa kau akan telat –atau malah tidak datang latihan– karena dihukum Sensei," ujar Kuroko ketika akan meninggalkan laboratorium. Ekor matanya melirik bahwa Kuruka dan Naimiya juga masih ada di tempat yang sama.

"Bisa kau ganti alasan itu, Kuroko? Bila alasannya itu, kemungkinan kantoku akan menanyaiku macam-macam ketika latihan nanti," keluh Kagami. Diamatinya setiap meja yang masih menyisakan perlengkapan praktikum.

Ternyata Sensei tidak main-main saat memberikan hukumannya. Begitu semua kelompok menyerahkan laporan pengamatan, di saat itu juga ia langsung memerintahkan semuanya untuk kembali ke kelas. Meninggalkan Kagami dan Naimiya yang akan menjalani hukuman mereka.

"Tapi itu alasan paling masuk akal saat ini. Lagipula kau tahu bahwa aku tidak bisa berbohong pada kantoku," timpal Kuroko kembali dengan wajah datarnya. Iris langitnya diam-diam memperhatikan Kuruka yang masih mengobrol dengan Naimiya.

Di satu sisi...

"Kau sudah baca pesannya?" tanya Kuruka. Naimiya mengendikkan bahu. Kemudian segera menatap jam tangan yang melingkar manis di pergelangan.

Mr. Storm. 14:00.

Aku tahu kalian sudah mengetahui tentang hal itu. Tapi bersabarlah. Begitu tanggal 31 Maret kalian masuki, langsung pulang ke Osaka. Dengan atau tanpa data kesimpulan. Aku mempercayakannya pada kalian, Straight.

"Sudahlah. Balas saja nanti. Karena sepertinya ada yang tengah menunggu kita," lirih Naimiya begitu kelereng cokelatnya menatap sepasang sahabat karib yang tak jauh dari mereka.

Kuruka tanggap dengan segera. Setelah menyemangati Naimiya, ia segera bergegas keluar dari laboratorium bersama Kuroko. Meninggalkan partnernya berdua dengan sang target.

Iris keduanya bertemu sekejap. Namun Naimiya lebih memilih untuk segera mengangkut alat-alat praktikum menuju wastafel. Lalu mulai membersihkannya setelah mengambil larutan alkohol di rak atas.

Kagami mengikuti. Ia segera membersihkan meja-meja di dekatnya. Kemudian menaruh semua itu di pinggir wastafel. Tanpa menghiraukan bersih tidaknya, ia berjalan menuju Naimiya.

"Jika kau ingin mengendap-ngendap, ada baiknya kau mulai mengatur napas dan detak jantungmu yang tak kalah ribut dari air keran di depanku ini," ucap Naimiya tanpa melihat kepada Kagami. Tangannya dengan sigap menutup keran yang mengalir. Kemudian berbalik dan menatap lurus pada targetnya.

Seperti insting hewan.

"Ada apa? Apakah kau terkejut melihatku seperti ini setelah mengetahui kebenarannya? Dan ayolah. Kurasa kau tidak terlalu bodoh dengan menganggap bahwa hanya kau dan beberapa temanmu yang memiliki insting hewan. Bukankah begitu, Kagami-kun?" Naimiya bersedekap. Menunggu seperti apa jawabannya Kagami.

Kagami menyeringai. Gadis ini seolah sudah membuka sifat aslinya di depannya. Selama ini mereka semua menganggap kedua gadis pindahan itu adalah orang yang pendiam. Dan Kagami yakin jika teman-temannya akan terkejut begitu mengetahui identitas asli dari Kuruka juga Naimiya. Namun sayangnya, bibi dari sang Emperor meminta mereka untuk menjaga rahasia ini rapat-rapat.

"Jadi, aku tidak perlu menahan diri, huh? So, one on one," desis Kagami yang langsung mengambil langkah lebar menuju Naimiya. Aura harimau menguar sedikit dari Kagami yang terlihat tidak suka diremehkan.

Tubuh tinggi kurus itu segera mengelak dengan anggun ke samping. Sekaligus mengelak dari tumpukan barang yang belum sempat ia masukkan. Tak sengaja matanya melirik ke arah pekerjaan Kagami. Kemudian tersenyum mengejek.

"Well, menunda pekerjaan? Tak kusangka Ace Seirin begitu senang dihukum."

Naimiya langsung melompat ke atas meja keramik begitu melihat gerakan Kagami yang menyapu bagian kakinya. Iris merah gelap itu memancarkan kekesalan.

"Kau terlalu banyak omong untuk seorang mata-mata, Naimiya."

"Maksudmu perempuan yang hobi menjadikan manusia sebagai bahan eksperimen? Ah, sankyu jika begitu."

Naimiya tersenyum kecil melihat ekspresi Kagami. "Just kidding, man," ucapnya kecil.

Mata Kagami melebar begitu dengan mudahnya tubuh tinggi Naimiya bersalto dengan menjadikan pundak tegapnya menjadi tumpuan. Ia membeku sesaat sampai mendengar suara yang sarat akan ejekan dari belakang tubuhnya.

"Apakah tadi aku mengatakan bercanda atas hobiku?"

Kebingungan melanda Kagami. Segera ia berbalik dan seketika tak berkutik begitu Naimiya mengancungkan pisau bedah. Tepat di bawah dagunya.

"Nee... Kagami-kun ..."

Kagami tak bereaksi. Matanya menatap awas pada pergerakan Naimiya di depannya.

"Apakah menurutmu ini akan terasa sakit?"

Sensasi dingin menggerayangi bagian kulit Kagami yang bersentuhan dengan punggung logam itu. Ia memilih diam karena tidak mustahil bahwa gadis itu akan membalikkan pisau tersebut ke bagian matanya.

Hening menguasai. Sampai akhirnya Kagami membuka suara. "Jangan merasa menang dulu, Naimiya. Kau tidak tahu bahwa kami pun memiliki kejutan yang sama dengan yang kalian berikan saat ini," ucapnya serius.

Naimiya menaikkan satu alis. Kemudian tersenyum kecil. "Oh ya? Seperti apa contohnya?" ejeknya.

Tangan besar itu dengan sigap menggenggam pergelangan Naimiya yang sontak merubah arah bagian itu. Menghindari gesekan antara pisau dengan kulit Kagami karena lelaki itu sekarang sudah terlalu dekat dengannya.

Hanya berjarak setengah lengan dengan Naimiya yang tertahan antara Kagami dan meja barang.

"Menurutmu?" bisik sang Cahaya dengan seduktif. Matanya menelisik setiap guratan pada wajah di depannya. Kemudian menyayangkan mengapa tatapan sayu itu terkesan membunuh.

"Seperti ini?" gumam Naimiya yang langsung memukul tengkuk Kagami dengan keras. Refleks karena merasakan jarak antara mereka yang semakin hilang terbawa angin.

Seketika Kagami limbung. Membuat Naimiya tak melewatkan kesempatan untuk melarikan diri. Namun sayangnya, begitu ia sudah berada di belakang Kagami, sebuah tarikan cepat ia rasakan.

Brugh.

Suara berdebam terdengar begitu keras. Naimiya yang sempat menutup mata akhirnya menyadari jika ia berada di atas tubuh Kagami yang sudah pingsan di lantai. Namun posisi mereka yang sedikit saling memeluk membuat Naimiya gusar dan segera bangun.

Ia menoleh sekejap pada Kagami. Sebelum akhirnya memutuskan untuk meninggalkan lelaki yang sempat ia rasakan detak jantungnya itu. Detak jantung yang abnormal untuk orang pingsan.

*****

"Eh, Naimiya-san? Sudah selesai?" sapa Kuruka di depan gerbang. Naimiya mengangguk. Sedikit tak menyangka jika ternyata ia ditunggu.

"Bagaimana? Apakah kau sudah membalas pesan-pesan itu?" tanyanya.

Kuruka menggangguk. Kemudian berkata, "Kau bisa cek sendiri."

Tanpa bertanya, Naimiya segera melihat pergelangannya. Untung bukan bagian kiri yang digenggam oleh Kagami tadi. Jika tidak, mungkin ia tak akan bisa melihat pesan-pesan itu lagi.

Night. 14:02

Kau terlihat sangat ambisius dengan hal ini, Mr. Storm.

Day. 14:02

Well, aku setuju dengan Night. Ada apa dengan misi kali ini? Ini terlihat begitu mudah.

Rain. 14:03

Data target secara lengkap sudah ada pada kita semua. Dan aku tidak percaya jika kami ditugaskan hanya untuk merekam aktifitas mereka semata.

Spring. 14:04

Sepertinya keanehan terletak ada target. Apakah mereka sangat istimewa begitu mengingat kami yang diturunkan langsung ke lapangan?

Auntumn. 14:05.

Aku tidak melihat hal aneh pada mereka. Kecuali surai berwarna-warni layaknya pelangi. Juga kemampuan individu dalam basket yang tidak wajar untuk seumuran anak SMA.

Snow. 14:06

Jika mereka hanya orang biasa, kau bisa menurunkan tim yang lainnya, kan?

Summer.14:06

I am still waiting for the answers.

Winter. 14:07

Sungguh. Aku menanyakan hal yang sama dengan mereka.

Wind. 14:15

Misi kali ini benar-benar terasa janggal bila dibandingkan dengan misi sebelumnya.

Fire. 14:27

Aku akan merasa bodoh jika ternyata ini hanyalah sebuah permainan, Mr. Storm.

Mr. Storm. 14:30

Well, kalian seharusnya bisa menemukan benang merah dari semua kejadian juga pesan-pesan ini, Straight.

Naimiya dan Kuruka mengeryit heran mendapati jawaban yang masuk ke jam tangan mereka masing-masing. Mereka terdiam beberapa saat, mencoba memecahkan maksud yang Aruka sampaikan pada mereka.

Kuruka akan membuka suara ketika akhirnya Naimiya mengajaknya pulang. Bukankah bahaya jika mereka terlalu lama berada di sekolah untuk hari ini?

*****

Suara pintu bergesekan sedikit terdengar. Kemudian jejak kaki pun tertinggal di bawah sinar matahari yang menyenja.

"Apakah dia terlalu bersinar hingga membuat cahaya seperti ini?" lirih sosok itu. Surai biru langitnya bergoyang sebentar. Sebelum akhirnya wajah datar itu menelisik wajah yang terpejam di bawahnya.

"Ayo bangun Kagami-kun. Waktu beraktingmu sudah habis. Kau benar-benar tidak datang latihan karena tertidur di sini."

Kagami membuka mata dengan malas. Mengulat sebentar, lalu terduduk dengan tatapan yang terarah ke atas. Ke arah netra langit siang itu.

"Kau akan merasakannya ketika eksekutormu bergerak, Kuroko!" ketus Kagami. Ia tak menolak ketika Kuroko membantunya bangun.

"Aku tahu," jawab Kuroko pendek. Senyum setipis benang samar ia sembunyikan dengan baik di antara muka datarnya.

.

.

.

Surya menyeringai ketika merasakan Purnama yang mendekat. Perlahan, namun dengan langkah yang tepat. Hingga waktu itu datang, ia cukup mengamati dari jarak yang terbilang dekat.

Purnama pun demikian. Senyum ia sampirkan pada wajah yang menyamarkan kewaspadaan. Berlagak anggun hingga langkahnya menemui tujuan. Karena sampai saatnya tiba, ia tinggal membuang seluruh topeng yang ia kenakan.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top