20 | The Blonde Guy
"Hah!"
Sarah terkejut. Dia terbangun seakan-akan tersedak akibat tenggorokannya terasa tercekik. Jantungnya terus berdegup kencang, napasnya tidak teratur. Dia terbangun dari tidurnya yang bermimpi bertemu dengan sang ibu. Biar dia ulangi, Sarah bertemu dengan Giselle, meski itu hanya mimpi, entah kenapa dampaknya begitu drastis baginya. Sarah hendak menyentuh dadanya, namun terhalang oleh rantai yang memborgol tangannya. Gadis itu meringis. Dia jadi teringat masa lalunya di pulau Guri.
"Kau sudah terbangun rupanya."
Sarah tersentak. Kepalanya langsung ke samping, mendapati seorang laki-laki berambut pirang mengenakan pakaian formal, dengan kedua tangannya yang diborgol.
"Kau dari tadi mengigau. Kau pasti rindu ayah dan ibumu ya?" tanyanya.
Sarah membuang muka. Mungkin yang dikatakan pria itu benar. Dia barusan bermimpi bertemu ibunya, dan bercerita mengenai masalahnya dengan ayahnya. Kalimat terakhir yang dia ingat dari ibunya adalah;
'Pulanglah, Sarah. Ayahmu menunggumu.'
Sarah memejamkan matanya. Pasti ada sesuatu yang tidak beres di kepalanya. Sampai-sampai memimpikan ibunya yang mengatakan hal mustahil seperti itu. Dia tidak akan kembali! Yang akan dia lakukan adalah keluar dari tempat ini! Sarah mengangkat tangannya. Berat borgol tersebut agak berbeda dari borgol yang pernah dia kenakan. Warnanya pun lebih gelap. Pasti ini terbuat dari batu laut.
"Itu borgol yang terbuat dari batu laut. Butuh teknik Haki super tinggi untuk menghancurkannya."
Sarah menoleh kembali ke arahnya. "Kau bisa menghancurkannya?" tanyanya.
Pria itu menggeleng. "Aku pemakan buah iblis."
Sarah mendengkus. Siapapun tahu, pemakan buah iblis sangat lemah terhadap apapun yang berbau lautan, termasuk batu laut. Sarah tidak yakin bisa menghancurkan borgol ini, mengingat kemampuan Hakinya semakin menumpul. Kekalahannya waktu itu sangat telak, musuh yang dia hadapi sekarang lebih unggul dibandingkan dirinya.
"Hey, ngomong-ngomong siapa namamu?" tanya pria itu lagi.
Gadis itu berdecak, menatap sinis pria itu. Sebab mengacaukan kegiatan dirinya yang sedang berpikir.
Pria itu terkekeh. "Namaku Sabo. Aku tadi dengar kau ditangkap karena kau adalah anak dari kaisar laut, Red Hair Pirate. Aku merasa sedikit familiar dengan namanya."
Baiklah. Sekarang identitasnya sudah tidak ada harga dirinya lagi. Sarah merasa lebih baik jika orang-orang hanya tahu Sarah si rubah pencuri ketimbang Sarah The Daughter of Yonko.
"Kalau tidak salah, adikku sering bercerita tentang sosok ayahmu. Dia pernah menyelamatkan adikku! Wah, suatu kehormatan bagiku bisa bertemu dengan putri dari orang yang telah menyelamatkan adikku!"
Sarah pusing, ya ampun. Bisakah dia diam sebentar saja?
"Hey, Pirang! Kau terlalu berisik!" ucapnya kesal. Sarah mengaktifkan Haki senjata, memusatkan kekuatannya untuk bisa mematahkan borgol tersebut.
"Yang kau gunakan itu masih Haki senjata dasar. Cobalah untuk meningkatkannya lagi."
Sarah menggeram. Menatap tajam pria itu. "Aku tahu! Aku sudah pernah diajari oleh Ayahku!"
Sabo maupun Sarah terdiam. Sarah lebih tidak percaya apa yang baru saja dia katakan. Ayah? Dia memanggil pria itu ayah?!
"Aku ulangi! Aku pernah diajari oleh seseorang!" tekan Sarah.
Sabo yang entah bagaimana, langsung paham apa masalah gadis itu. Pria itu hanya mengangguk kecil. "Oke, aku paham. Tidak semua anak bahagia hidup dengan orang tuanya."
Sarah menyandarkan punggungnya. Menatap ke jeruji besi di depannya. Apakah Sarah tidak bahagia saat tinggal bersama bajak laut Akagami? Sarah selalu diberi makan makanan yang enak, dia memiliki banyak mainan, dia dibebaskan melakukan apa saja di kapal. Dia belajar membaca, belajar bernyanyi, belajar memasak, bahkan dia belajar melukis dan menjadikan kayu-kayu di kapal sebagai pengganti kanvasnya. Terakhir yang dia rasakan begitu menderita saat dia ditinggal dan tidak ikut berlayar bersama mereka. Jawabannya, cukup jelas. Selama Sarah hidup bersama mereka, Sarah bahagia. Lalu kenapa dia membencinya?
"Kita baru bertemu, tapi mulutmu sudah cerewet!" ujar Sarah.
Sabo tertawa. "Aku hanya ingin mencairkan suasana," balasnya. Pria itu ikut menatap jeruji besi. "Kau tidak perlu khawatir, pasukan revolusi akan segera datang."
"Apa?"
"Ah, seharusnya aku tidak mengatakannya. Tapi, tidak apa-apa. Aku percaya padamu."
Sarah mendengkus. Menatap kembali borgol tersebut. Mari dia berpikir. Di antara 3 jenis Haki (senjata, penakluk, dan pengamat). Di antara ketiga itu, Sarah lebih menonjol di Haki penakluk. Meskipun jika dibandingkan oleh milik Shanks, kemampuan Sarah kalah telak. Tapi kali ini, yang dia perlukan adalah haki senjata, untuk memperkuat fisiknya dan menggandakan efek serangan yang lebih fatal.
"Atur napasmu, dan biarkan jantungmu berdegup perlahan. Perlahan hingga menjadi kecepatan yang konstan."
"Itu sulit, Ayah!"
"Coba saja dulu! Atau jatah makananmu Ayah habiskan!"
"Tch!"
"Lakukan yang kukatakan! Biarkan darahmu mengalir lebih cepat, dan pusatkan pikiranmu untuk membuat sebuah tameng di tubuhmu. Haki senjatamu akan aktif, semakin kau melakukannya dengan baik bersamaan dengan degup jantung—"
"Ayah terlalu banyak berbicara! Aku tidak mengerti, tahu!"
"Ya ampun! Pokoknya konsentrasi dan atur saja degup jantungmu!"
Sarah mendengkus. Tiba-tiba teringat dengan kegiatan latihannya bersama ayahnya saat dia berusia 12 tahun. Usia yang memang masih muda, tapi saat itu adalah masa-masa yang sangat berkesan baginya. Dia merasa memiliki semuanya. Keluarga, teman, dan momen-momen indah saat mengarungi lautan. Saat itu dia berada di momen yang membuatnya merasa lahir penuh kebahagiaan. Dia bahkan pernah mendeklarasikan kalau orang yang dia cintai di urutan pertama adalah ayahnya, kemudian disusul oleh Benn dan terakhir oleh Monster. Soalnya dia hewan.
Sarah menghela napas. Tidak ada salahnya untuk mencoba. Gadis itu mengatur napasnya, merasakan degup jantungnya yang perlahan terdengar bersamaan dengan konsentrasinya yang semakin menajam. Haki senjatanya aktif, menyelimuti kedua tangannya, lalu muncul sebuah energi berwarna merah yang juga ikut menyelimuti tangannya. Kejadiannya sangat cepat, teknik yang dia lakukan itu berhasil. Borgol dari batu laut itu perlahan retak, dan lama-lama hancur berkeping-keping.
Sabo yang melihatnya terkejut tidak percaya. "Hey, kau berhasil!" katanya.
Sarah tersenyum puas. Gadis itu menghampiri pria itu dan meraih borgol di tangannya dan melakukan kembali teknik tersebut. Selang semenit, akhirnya borgol itu berhasil dihancurkan.
"Terima kasih banyak, Nona Merah."
Sarah memutar bola matanya. "Sarah. Namaku Sarah."
"Haha, nama kita sama-sama dari huruf S!" katanya. Tapi tidak Sarah respon.
Gadis itu menghampiri jeruji sel. Mengambil ancang-ancang untuk membengkokkan besi-besi panjang tersebut. Namun, pria itu lebih dulu melakukan aksinya. Membengkokkan besi tebal tersebut dengan Haki senjata di tangannya semudah membengkokkan kawat.
"Kau ingin segera pergi atau ada temanmu juga yang diculik oleh mereka?" tanya Sabo.
"Siapa mereka yang kau maksud?" Sarah mengerutkan keningnya.
"The Squirrel Pirate. Mereka telah membajak pulau Channia sejak 2 tahun yang lalu."
Sarah hanya meng-oh saja. Dia tidak ada urusan dengan hal tersebut, lebih baik dia mencari jalan keluar dan pergi dari sini secepatnya. "Aku harus pergi dari sini."
"Ikutlah denganku, kapal pasukan revolusi akan segera datang, mereka bisa sekalian mengantarmu pulang setelah urusan disini selesai."
"Kau mau ke mana?" Sarah malah bertanya.
"Mengamankan para penduduk pulau dan membebaskan para tahanan. Kau bisa tunggu di dermaga, di sana terdapat rumah-rumah kosong para nelayan. Kau bisa bersembunyi di dalamnya."
Sabo tersenyum sebelum pergi berlawanan arah dengannya. Sarah terdiam menatap punggung tersebut. Perasaannya tidak enak jika dia hanya diam saja bersembunyi. Alhasil dia berlari menyusul pria itu.
"Loh? Sarah?"
"Aku tidak tahu jalan menuju dermaga. Izinkan aku membantumu!"
* * *
Sarah tidak tahu seperti apa kinerja pasukan revolusi. Yang dia tahu mereka itu bergerak secara diam-diam dan amat rahasia. Namun terkadang akan bertindak terang-terangan saat melawan peperangan para pembuat onar di sejumlah wilayah. Ini pertama kalinya Sarah bertemu dengan salah satu dari mereka. Mereka cukup misterius, membuat Sarah bertanya-tanya apakah semua orang-orang di pasukan revolusi memiliki gaya penampilan seperti Sabo?
Mereka mendatangi sebuah ruangan di dalam bawah tanah yang lembab dan basah. Sarah tidak banyak bicara, pikirannya hanya sibuk menebak-nebak seperti apa kondisi para tahanan di bawah sana.
Bere bere bere bere bere!
Sarah menatap Sabo yang tengah mengeluarkan sebuah denden mushi dari saku celananya. Menerima panggilan tersebut.
"Sabo! Dasar kau ini!! Selalu saja membuat yang lain khawatir!! Apa kau baik-baik saja?!" Terdengar suara wanita dari denden mushi tersebut. Sepertinya rekan Sabo.
"Ah, maaf maaf. Aku baik-baik saja, kok!"
Sabo bercakap panjang lebar mengenai kondisi yang sekarang tengah dia hadapi. Sembari terus berjalan menuruni tangga. Di bawah sana terdapat banyak blok sel penjara yang terisi oleh orang bertubuh kurus kerontang, menatap mereka dengan tatapan kosong. Sarah bergidik ngeri. Membiarkan Sabo berjalan lebih dulu di depan.
Sambungan denden mushi itu berakhir. Pria itu menaruhnya kembali, dan menghampiri salah satu sel tahanan. Sarah tidak mau mendekat, sebab bau busuk begitu menyengat, saat menyadari beberapa orang asal sel tahanan ada yang sudah mati membusuk. Gadis itu refleks menutupi hidungnya dengan dilapisi ujung lengan jaketnya. Matanya sampai berair begitu melihat bangkai manusia tersebut.
"To—long." Salah satu dari mereka merintih meminta tolong.
Sabo tidak mengatakan apa-apa, dia justru mengeluarkan sebuah kamera dan menjepret beberapa gambar, sebelumnya akhirnya membobol jeruji besi. Sarah yang tidak mau dirinya ini hanya menonton saja, alhasil membantu membobol jeruji sel lainnya. Orang-orang yang masih selamat segera mengikuti Sabo naik ke lantai atas. Sarah berada di paling belakang. Pria itu tadi sempat menjelaskan jika pasukan revolusi telah datang. Mereka tengah mengevakuasi para penduduk pulau ke kaki gunung, sebelum terjadinya pertempuran dengan bajak laut Squirrel.
15 menit berlalu, dengan langkah yang tertatih-tatih, para tahanan berhasil keluar dari bangunan penjara tersebut dan tengah menempuh perjalanan menuju kaki gunung. Kecepatan Sarah agak melambat saat dia harus menggendong seorang wanita yang kakinya penuh luka. Sarah tidak tega membiarkannya berjalan, sedangkan mereka harus bergerak dengan cepat. Sabo masih memimpin di depan saat selang beberapa menit, beberapa anggota bajak laut datang menghadang mereka. Bajak laut tersebut membawa senjata laser dan pedang yang begitu besar. Sarah sedikit terkejut melihat kedatangan mereka. Dia langsung menutup wajahnya di balik punggung para tahanan.
"Lanjutkan perjalanan kalian! Aku akan menyusul kalian nanti!"
Para tahanan itu melanjutkan perjalanan. Sarah menyusup di tengah-tengah para tahanan, hingga berhasil lolos tanpa dikenali oleh anggota bajak laut tersebut. Suara pertempuran dan kobaran api langsung terdengar di belakang. Sarah sedikit merasa dirinya ini pecundang, sebab bersembunyi. Namun dia tidak punya pilihan. Dia bukan tandingan para bajak laut tersebut, mengingat dia sudah lama tidak bersinggungan dengan dunia kriminal. Insting bertarungnya tumpul, dan nyali akan pertempuran benar-benar sudah hilang.
Sarah takut mati. Dia belum berani untuk bertemu ibunya secara langsung di akhirat sana.
Suara berdentum terdengar, membuat Sarah dan para tahanan terkejut atas apa yang mereka lihat di depan. Seorang datang, tubuhnya terlihat aneh, sebab menyatu dengan tanah kering di yang memang mengelilingi pulau Channia. Perasaan Sarah sudah tidak enak. Pasti orang aneh itu pemakan buah iblis tipe logia. Hanya ada dua alasan dia menghadang kami. Pertama, tidak terima para tahanan lolos. Kedua, pasti dia mengejar dirinya, yang merupakan anak dari kapten bajak laut Akagami.
"Bersembunyi di antara para tahanan, Nona?"
Kan? Ternyata dia mengincar dirinya.
Sarah meneguk ludahnya dengan susah payah. Perlahan dia menurunkan wanita di punggungnya. Lalu kemudian tanpa dia kira, tanah kering di kakinya bergetar, tiba-tiba menjadi gembur dan memisahkan para tahanan yang menyembunyikan dirinya. Sarah berdecak. Sekarang dia benar-benar dalam bahaya.
"Semuanya, pergilah!!" Sarah berteriak, para tahanan itu memekik dan berlari menyelamatkan diri meninggalkan dirinya sendirian bersama pria yang dia tebak adalah kapten dari bajak laut penguasa di pulau ini.
"The Squirrel? What A nice name." Sarah bergumam. Dia membersihkan debu tanah yang mengotori celana training dan jaketnya. Kekuatan yang dimiliki pria tinggi berambut coklat itu sungguh merepotkan.
"Tampaknya ayahmu tidak akan datang, menyedihkan sekali. Padahal aku ingin sekali melihat reaksi Akagami saat melihat anaknya perlahan mati di tanganku."
Sarah berdecak. "Seharusnya kau turunkan sedikit ekspektasimu. Menculikku tidak akan ada gunanya. Pria itu tidak akan datang!"
Pria itu tertawa. Dia mengeluarkan sesuatu dari balik jaketnya. Sarah langsung waspada, ngeri jika dia mengeluarkan sesuatu seperti bom atau granat hingga bisa menghabiskan dalam sekali serang. Tapi, pria itu justru mengeluarkan sebuah kalung berliontin bentuk oval yang ditengahnya terdapat sebuah batu ruby. Sarah yang melihatnya tentu terkejut. Itu kalungnya. Seharusnya benda itu hilang bersama kapal bajak laut Kid yang hancur oleh serangan Shanks.
"Itu ..." Sarah mengepalkan tangannya.
Pria itu membuka liontinnya, memperlihatkan sebuah foto ayah dan anak yang sangat dekat.
"Putri kesayangan sang Ayah pergi meninggalkan kapal. Perkelahian dan masalah keluarga membuat sang anak perempuan melarikan diri. Meninggalkan sang kaisar laut yang bahkan tidak pernah mencari anaknya. Sungguh kejadian yang tragis."
Sarah terdiam, menatap kalung tersebut. Hatinya tiba-tiba terasa goyah. Pendiriannya untuk membenci dirinya dan ayahnya perlahan terasa pudar. Tergantikan oleh ingatannya akan perkataan ibunya dan juga perkataan Sabo.
'Tidak semua anak bahagia hidup dengan orang tuanya.'
Tapi yang Sarah rasakan dulu saat bersama Shank justru malah sebaliknya. Sarah senang, dan dia menyukai tinggal bersama mengarungi lautan di atas Red Force. Dia bahagia saat itu.
'Dengarkan kata ayahmu, Sarah'
Sarah bahkan tidak membiarkan Shanks untuk menjelaskan barang semenit.
Apakah selama ini dia salah? Atau hanya perasaanya saja?
"Ada apa? Apakah kau mulai merindukan ayahmu?"
Sarah menghela napas lelah. Akhir-akhir ini cobaannya begitu banyak. Cukup lama Sarah menghela napas. Mengatur sejenak emosi dan pikirannya yang tiba-tiba sedikit kacau. Hingga kemudian dia menatap pria itu tajam. Kini, lawannya bukan orang yang memiliki fisik kuat dan menggunakan variasi senjata yang keren. Tapi kemampuan buah iblis tipe logia yang serangan apapun tidak bisa mengenai dirinya.
Haki senjata di tangannya aktif. Hembusan angin datang bersamaan dengan haki penakluknya yang sengaja dia lepaskan untuk memasifkan serangan yang akan dia lancarkan. Kemampuan buah iblisnya memang tipe logia, tapi selama menyerangnya dengan Haki, maka tidak ada kemampuannya yang akan berguna sama sekali padanya.
"Just shut up and fight, damn slut!"
* * *
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top