06 | Bad News
12 tahun yang lalu.
Desa Rainfox, West Blue.
Suara decitan katel di dapur menggema ke seisi rumah. Seorang wanita tua berusia setengah abad itu mematikan kompor dan menuang air panas ke dalam gelas untuk menyeduh teh. Wanita itu menoleh ke arah anak perempuan berusia hampir 8 tahun itu yang sedang menyantap makan siangnya seraya menatap kalender.
Kalender itu telah dia tandai setiap harinya selama 5 bulan terakhir. Di bulan berikutnya adalah akhir dari apa yang dia tunggu.
"Bajak laut itu tidak akan datang!"
Nyonya Elijah menatap sinis kalender tersebut. Merebutnya dan menaruhnya di atas kulkas, sehingga anak itu tidak bisa mengambilnya. Sarah mengerucutkan bibirnya dan menatap neneknya itu dengan tatapan tidak sukanya. "Nenek menyebalkan! Ayah sudah berjanji untuk kembali menjemput ku!"
"Tidak akan ada yang menjemputmu! Lebih baik kau di sini dan bantu aku!"
"Tidak mau!"
Nyonya Elijah mendengkus gusar. Sekarang dia tahu, dari mana sifat pembangkang yang cucunya dapat. Jelas dari darah pria brandal yang telah mencuri anaknya darinya.
"Terserah. Lebih baik kau bantu aku mencari jeruju di lembah. Dan jangan kau berani-beraninya main sampai ke hutan sisi timur!"
Sarah memiringkan kepalanya. "Kenapa?"
Nyonya Elijah duduk di hadapannya dan menyesap tehnya. "Para bangsawan yang hadir 3 bulan lalu mulai menguasai desa. Perlahan wilayah pulau menjadi milik mereka."
"Terus memangnya kenapa. Apa masalahnya denganku?!" Sarah berujar dengan santai.
"Kau dan mulutmu yang nakal!" geram Nyonya Elijah. "Sudah banyak warga desa yang menghilang setelah memasuki kawasan hutan tersebut. Ada desas desus yang mengatakan jika mereka berakhir menjadi budak!"
"Budak?"
"Ya! Anak kecil sepertimu tidak akan mengerti, tapi aku yakin kau pasti tidak akan suka mendengarnya."
Sarah hanya mengangguk-angguk. Dia turun dari kursinya dan menaruh piringnya di wastafel. Setelahnya dia mengambil keranjang yang berada di atas meja.
"Aku pergi dulu!" Sarah berpamitan. Lalu pergi meninggalkan rumah.
Sudah hampir 5 bulan setelah kepergian Shanks. Pria itu meninggalkan Sarah bersama neneknya dan berjanji akan kembali menjemputnya di 6 bulan ke depan. Bagi Sarah, tiada hari tanpa menunggu kedatangan bajak laut Akagami. Dia sangat merindukan ayah dan yang lain. Semoga satu bulan ke depan itu bisa berjalan dengan cepat. Sarah melakukan apa yang neneknya itu minta. Mengambil tanaman jeruju dan memasukkannya ke dalam keranjang. Kemudian dia berniat untuk kembali pulang melewati dermaga. Biasanya, menjelang sore seperti ini dia suka menghampiri paman Claude—si nelayan—yang baru selesai menebar jala di lepas pantai.
Anak itu berjalan di sisi dermaga seraya menenteng keranjang anyaman kayu di tangannya. Senyumnya merekah saat melihat perahu Paman Claude. Gadis itu langsung menghampirinya.
"Paman mau mengambil Kepiting? Aku boleh bantu?" Sarah menaruh keranjangnya dan mendekati perahu.
Selain hobi menunggu ayahnya datang dan membantu neneknya, Sarah senang sekali mencari kepiting bersama nelayan tersebut. Kemampuan berenang dan menyelam Sarah cukup bagus di usianya yang masih 7 tahun. Mungkin karena dia tumbuh di lautan dan sudah bersahabat dengan alam.
"Tidak. Kau lebih baik pulang dan menjaga nenekmu!" Tidak biasanya, Paman Claude malah menolak.
"Kenapa?"
Paman Claude menghela napas. "Kedatangan para bangsawan membuat seisi pulau porak-poranda. Sebagian wilayah desa telah dirampas karena warga yang tidak bisa membayar pajak."
"Apakah itu buruk?"
"Ya. Itu buruk. Kau bisa saja tidak memiliki rumah dan berakhir menjadi budak."
"Budak?" lagi-lagi dia mendengar kata itu.
"Berhentilah bertanya dan cepat pulang! Pulau ini sekarang sudah tidak am—"
DOR!
Baik Sarah maupun Paman Claude terkejut kala mendengar suara pelatuk yang berasal dari sisi lain dermaga. Mereka berdua kompak menoleh saat melihat 3 orang berpakaian mewah turun dari kapal besar dengan beberapa orang berpakaian lusuh yang terdapat borgol di tangan dan kepalanya. Orang-orang lusuh itu membawa barang bawaan yang terlihat berat dengan langkah tertatih-tatih.
"Mereka ... Siapa?" tanya Sarah.
Wajah Paman Claude terlihat pucat pasi. "Mereka salah satu anggota bangsawan. Kita harus cepat-cepat pergi!"
DOR!
Suara tembakan terdengar lagi. Sarah lagi-lagi tersentak. Dia menatap lebih tajam apa sebenarnya yang sedang terjadi dari kejauhan. Yang dia lihat adalah salah satu orang berpakaian lusuh itu tidak sengaja menjatuhkan barang bawaan dan menghalangi jalan salah satu anggota bangsawan. Karena kakinya yang terluka, membuat orang lusuh itu tidak sanggup untuk berdiri lagi. Alhasil tanpa ada alasan, kaki dan dan tangannya tiba-tiba ditembak oleh si bangsawan.
Suara teriakan kesakitan tak lama terdengar. Sarah meringis. Merasa sangat terkejut dengan apa yang telah dia lihat barusan. Akhirnya, tanpa berpikir panjang dia menuruti perintah Paman Claude. Menenteng kembali keranjang berisi jeruju dan berlari menuju rumah nenek.
Pikirannya sekarang adalah pulang dan berlindung di rumah nenek.
DOR!
DOR!
DOR!
Suara peluru membuatnya terbelalak di tengah larinya. Kakinya dia pacu untuk terus berlari, ada beberapa helai tanaman jeruju yang terjatuh. Tapi dia masa bodo, sebab suara tembakan itu terdengar dari arah desa tempat rumah neneknya berada. Saat dia berhasil tiba di kawasan desa, banyak orang yang berhamburan keluar dari rumah masing-masing. Tubuh Sarah yang kecil ikut terdorong, terinjak-injak hingga membuat keranjangnya tumpah dan menghamburkan semua isinya.
Kepulan asap besar pun muncul. Saat itu juga detak jantung Sarah terasa terpacu begitu cepat. Dengan tatapan pias, dia berdiri berlari menuju asal asap tersebut yang berasal dari kobaran api yang melahap sebuah rumah yang tidak asing baginya.
"NENEK!" Sarah berteriak. Suaranya menyatu dengan teriakan histeris orang-orang serta tembakan yang begitu memekakkan telinga.
"Sarah! Jangan mendekat! Kau harus pergi!" Salah seorang wanita menahan tubuhnya dan menarik dirinya untuk ikut melarikan diri bersama yang lain.
"Tidak! Lepaskan aku! NENEK!" raung Sarah, minta dilepaskan.
Di saat anak itu sibuk meracau, suara tembakan tiba-tiba kembali terdengar. Dan saat itu juga Sarah melihat tubuh seorang wanita tua yang tergeletak di tanah dengan banyak darah berceceran di sekitarnya.
Deg!
Sarah terdiam. Seketika dunianya berhenti. Neneknya tewas oleh orang yang tidak dia kenal. Dalam sekejap suasana begitu panas karena api yang semakin menjalar, melahap rumah penduduk yang sebagian besar terbuat dari kayu.
"Sarah kau harus pergi! Nenekmu tidak bisa diselamatkan!
Tes
Tes
Air mata Sarah menetes. Bola mata segelap darah itu berkilat akibat pancaran api yang besar di hadapannya. Sepersekian detik berikutnya, dia berteriak. Melepaskan aura Haki penakluk sejauh 50 meter tanpa dia sadari.
Teriakannya begitu keras, ada sarat kesedihan dan kemarahan di dalamnya atas kematian neneknya. Membuat orang-orang di sekitarnya jatuh pingsan dan kobaran apinya pun menyurut.
'Para bangsawan sampah!'
Setelah merasa suaranya habis, Sarah terduduk. Dia merangkak menuju posisi neneknya tergeletak, menyampingkan rasa perih saat lutut dan telapak tangannya tergores oleh bebatuan.
"Nenek ..."
Sarah meraih tangan wanita itu. Menepuk-nepuk pipinya dan terus memanggilnya.
"Nenek! Bangun nenek! Kita harus pergi dari sini!"
"..."
"Nenek—hiks!" Sarah merobek ujung roknya dan menahan pendarahan di sekitar dada wanita itu. "Nenek bertahanlah!"
Sarah semakin menangis saat dia tersadar jika tidak ada hembusan napas yang tersisa dari neneknya. Isakan tangisnya semakin pilu. Anak itu pun memeluk wanita itu hingga tiba-tiba seorang datang dan memukul keras punggung Sarah dengan sebilah kayu.
Sarah tersentak. Rasa nyeri langsung merambat dari punggungnya, perlahan dia menoleh, mendapati seseorang bertubuh tinggi mengenakan pakaian serba hitam dan topeng putih di kepalanya. Merasa pukulannya belum berhasil, dia kembali memukul anak itu tepat di kepala hingga akhirnya dia jatuh pingsan.
* * *
Desa Rainfox dalam kurun waktu satu tahun telah berubah menjadi pemukiman yang begitu berbeda. Pemukimannya telah hancur, hutan-hutan di sisi timur pun telah berubah menjadi kota kecil yang modern. Penduduk baru di sana cukup tentram. Baik pedagang di pasar, pemilik toko-toko yang berderet di sisi jalan, serta keluarga bangsawan yang membangun sebuah kastil megah sebagai Iconic pulau Guri. Desa Rainfox telah hilang ditelan oleh api yang memporak-porandakan seisi-isinya, begitupun dengan orang-orangnya.
"Jalanlah yang benar, Budak!"
Tubuh Sarah yang kurus kerontang terhuyung saat tuannya menendang punggungnya agar berjalan lebih cepat. Sarah mendengkus, menoleh dengan tatapan tajam sarat kebencian kepada majikannya itu.
Ini sudah hampir setahun dia habiskan hidupnya sebagai budak. Apa saja dia kerjakan, membawa barang bawaan yang berkali-kali lipat lebih berat dibandingkan tubuhnya, membersihkan kaki majikannya, atau bahkan lebih keji menjadi alat mainan untuk memuaskan kegilaan para bangsawan keturunan—yang orang-orang menyebutnya sebagai keturunan Naga Langit. Sarah kembali mendengkus, melanjutkan langkahnya. Anak itu sudah tidak peduli dengan tangan dan kakinya yang mati rasa akibat luka cambuk yang belum mengering sejak kemarin.
Saat melewati deretan toko, dia tak sengaja menoleh ke arah jendela. Melihat pantulan dirinya yang begitu berbeda dengan dirinya setahun lalu. Wajahnya terlihat tirus, kulitnya sangat kusam, giginya beberapa copot karena sering terkena tamparan. Rambut yang selalu dia banggakan dibabat habis hingga tidak berbentuk, bahkan Sarah yakin rambutnya sangat rontok jika dipegang.
Sarah kembali melanjutkan langkahnya menuju kastil. Tanpa menyadari jika di balik jendela dia bercermin terdapat tiga orang pasukan khusus Chiper Pol yang membicarakan dirinya.
"Rumor mengatakan dia anak bajak laut Akagami," ucap salah satu dari mereka.
Orang satunya lagi ikut menimpali, "Itu hanya rumor. Mustahil Akagami Shanks memiliki seorang anak. Meskipun rambutnya berwarna merah, bukan berarti dia anaknya."
"Menyampingkan rumor itu, dia pernah menumbangkan puluhan orang saat tragedi setahun yang lalu."
"Haki?"
"Ya."
Ketiga orang itu terdiam. Hingga tak lama salah satu dari mereka berdeham, "Anak itu patut diwaspadai. Lebih baik segera dimusnahkan sebelum menjadi masalah kedepannya."
"Haruskah kita melapor ke pusat?" tanya salah satunya.
Orang itu menggeleng. "Dia hanya anak kecil entah berantah yang tidak memiliki keluarga. Tidak perlu memberitahukan orang-orang pusat."
* * *
"BOS!! ADA BERITA BARU!!"
Roo datang dengan sebuah daging besar berukuran serta koran pengeluaran terbaru di tangannya. Pria itu menghampiri Shanks yang tengah tertidur dengan posisi duduk di geladak kapal. Benn datang lebih dulu dan meraih koran tersebut. Shanks pasti tidak peduli, dia lebih mementingkan kualitas tidur siangnya ketimbang membaca berita yang bisa dia baca nanti malam. Belum lagi kondisi fisiknya yang belum pulih sepenuhnya akibat kecelakaan yang berhasil menghilangkan tangannya.
Benn membaca headline di halaman utama, dan dia tersekat saat mengetahui isinya dan memperhatikan lekat-lekat gambar yang dilampirkan di sana. "Shanks! Ini berita buruk!" Benn menghampiri Shanks, tapi Roo yang masih penasaran dan belum sempat membacanya buru-buru merebut koran tersebut.
"Peradaban baru di Pulau Guri. Desa Rainfox lenyap, digantikan oleh kawasan tentram bagi Tenryuubito*," gumam Roo. Pria bertubuh besar itu melihat gambar di sana. (*Kaum Naga Langit).
Sedetik, dua detik dan berikutnya dia terbelalak. Daging yang dia pegang jatuh ke lantai.
"Bos! Sarah dalam bahaya!"
Roo ikut berlari menghampiri Shanks, menyusul Benn yang sudah membangunkan sang kapten.
"Ada apa? Kenapa bawa-bawa Sarah? Dia aman tinggal bersama neneknya!" gumam Shanks, mengusap wajahnya kasar.
Roo menggeleng. "Lihat ini, Bos!"
Shanks berdecak kesal. Melihat serta judul tersebut dan dilanjutkan dengan meneliti gambar yang tertera di halaman depan. "Sarah?"
"Anak berambut pendek ini jelas-jelas Sarah!"
"Sarah tidak mungkin sekurus itu. Itu pasti orang lain! Memangnya kau yakin anak ini berambut merah?! Tidak mungkin ini Sarah!" elak Shanks.
"Bodoh! Lihat baik-baik! Apa selama setahun lebih ini kau telah lupa wajah anakmu?!" Benn menggertak kesal.
Shanks kembali meneliti. Wajah itu memang benar mirip Sarah. Tapi itu tidak mungkin! Sarah tidak mungkin menjadi budak kaum Naga Langit tersebut!
"Tidak mungkin ... Tidak mungkin dia menjadi seorang budak!!" Shanks bangkit dari kursinya. Mencengkram koran tersebut dan menatap lautan.
"Sial!" Shanks mengepalkan tangannya. Pikirannya mendadak berkecamuk. Ini terdengar sangat tiba-tiba.
"Bos." Roo menyentuh pundaknya.
"Kita ke West Blue sekarang." Shanks memberikan perintah dengan nada datar.
".."
"SNAKE, PUTAR HALUAN! KITA HARUS MENJEMPUT SARAH!"
* * *
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top