Comeback°4

Matahari dibalik cakrawala belum menampakkan biasnya. Tetapi Prily dan Ali juga all crew yang akan mengambil gambar sudah bersiap mengambil posisi. Dua jam sebelum waktunya sunrise mereka tiba dilokasi strategis untuk menyaksikan fenomena alam yang indah jika terlihat dari pantai sanur tersebut.

Bebatuan yang mereka pijak saat ini terlihat sedikit basah. Sesekali Prily mengusap lengannya merasa kedinginan meski sudah menggunakan switter.

"Auwhhh...!"

"Eitsss!"

Ali yang berada dibelakang Prilly, repleks menahan bahunya karna Prily  hampir saja terpeleset. Prily tak memperhatikan jalan didepannya karna ia menoleh ketempat dimana semburat mentari akan nampak disana menjelang sunrise.

'Haduh, bego gue!'

Prily merutuk dalam hati karna jantungnya mau runtuh akibat kaget karna hampir terpeleset dan kaget karna ada yang dengan sigap menahan tubuhnya.

"Fine?"

"It's oke, i'm fine, thanks!"

Prily meluruskan tubuhnya yang sempat terengkuh tangan Ali. Tak sengaja. Sudah pasti. Sementara Yuli asistennya menoleh kaget karna sedari tadi ia berjalan didepan mereka tak menyangka bosnya terpeleset lalu membantu Prily dengan menggandengnya. Sementara Yori yang berada di belakang mereka,  yang sedari tadi tangannya memegang ponsel mengabadikan momen hampir subuh dengan pencahayaan dari lampu set yang masih seadanya disekitar lokasi tak sengaja juga terjepret adegan itu.

Duduk di gajebo satu-satunya yang ada disana Prily memegang lembaran  skenario.

"Siap take ya, kalian sudah latihankan?!"

Tak berapa lama Om Fang sang sutradara mendekat memerintahkan agar sama bersiap.

Ali dan Prily mengangguk dan berdiri dari duduk mereka yang tadi sedang membaca lagi skenario yang sudah sempat dibaca semalam. Mengangguk bukan karna sudah latihan tapi sudah tahu apa yang harus dilakukan. Meskipun tanpa latihan.

"Siapppp.....!"

Semua crew sudah berdiri diposisi masing-masing. Sementara Fang mengatur posisinya sendiri dibelakang kameramen. Ali dan Prilly berdiri menghadap kearah matahari yang terlihat membiaskan sedikit semburatnya. Kamera berada dibelakang mereka. Dan akan memutar hingga kedepan dengan beberapa kali take.

"Ya siappppppp......coba take yaaa!"

Fang mengangkat tangannya dan adegan mendekati sunrise segera dilakukan karna sunrise takkan kembali kecuali menunggu besok pagi.

Yuli dan Yori menjauhi lokasi adegan yang akan diambil gambarnya setelah membenahi artis mereka masing-masing.

Duduk dibibir gajebo dengan kaki yang menjuntai, Ali dan Prily sama memandang ke arah matahari yang belum nampak tetapi sedikit semburat sudah terlihat disana.

"Camera rolling....!!" Sutradara berteriak memberi komando pada kameramen agar bersiap untuk mengambil gambar.

"Take one, action!!" Fang melanjutkan komandonya membuat Ali dan Prily mencoba menyelami skenario yang mereka baca sebelumnya tanpa latihan itu dengan berakting atau bersandiwara.

"Semburat cahaya menjelang sunrise di Pantai Sanur ini yang banyak dicari orang...." Ali berkata dan menoleh pada Prily dan Prily menoleh padanya tanpa senyum tetapi matanya menatap lekat.

"Berburu sunrise di Pantai gampang kan, harus bangun pagiii!" Prily berdiri dan melangkah diatas bebatuan. Ali ikut berdiri mengiringinya dan merangkul bahu Prily yang menoleh lagi padanya.

"Kamu itu seperti sunrise buat aku..." Ali berkata dengan nada datar dan Prily menolehnya dengan pandangan sama tanpa rasa.

"Sunrise?"

"Cutt!!"

Ali dan Prilly menoleh pada Fang yang menghentikan adegan lalu berbalik.

"Feelnya nggak dapet banget lho, tumben?!" Suara Fang setengah berteriak disubuh pagi yang harusnya sepi tapi terdengar sedikit ramai akibat kegiatan mereka.

Belum banyak orang lain selain mereka yang berada disana, tetapi satu persatu mulai berdatangan.

"Bukan nggak dapet, tapi kurang ada rasa, Ali kayak ngebatesin banget, natapnya kurang tajam, Prily juga membalasnya agak kurang, coba nanti lebih rapat lagi karna dibagian akhir diadegan ini di close up, cuma siluet, tinggal natapnya yang lebih dalam ya!"

Ali dan Prily berpandangan. Bukan tak dapat chemistry tapi sedikit canggung akibat tadi malam sebelum tidur ada insiden sedikit.

Prily keluar dari kamar karna susah tidur. Lalu menceburkan diri kekolam renang. Tanpa diduga ada salah satu tamu yang menginap disana, seorang pria bule yang sama memiliki niat berendam ditengah malam itu. Melihat Prily sendirian tentu saja pria itu mencoba membangun komunikasi dengannya. Prily dengan terbuka menyambut jalinan komunikasi pria bernama Marcel itu. Tawanya yang renyah mengisi sekitar kolam yang hanya ada mereka. Saat Prilly duduk ditepi kolam dengan kaki menjuntai, Marcelpun ikut naik dari dalam air dan ikut duduk disamping Prily dengan kaki yang sama menjuntai dan tercelup ke air.

"What do you think?"

Marcel bertanya apa yang sedang Prily pikirkan dan Prily menggeleng.

"Badmood?"

Marcel bertanya lagi. Prily hanya menoleh dan tersenyum.

"Perpect smile, I like it!"

Prily melemparkan pandangannya kesekitar kolam sambil tertawa kecil.

"Prily?"

Prily menoleh dan melihat senyum manis bertengger diwajah bule itu.

Prangg!!!!

Suara benda berbahan kaca yang terdengar jatuh atau dilemparkan membuat tangan Marcel menggantung diudara ketika ingin menyentuh kepala Prily.
Mereka menoleh ke asal suara.

'Apa itu?' Batin Prily bertanya saat mengetahui suara pecahan itu berasal dari kamar Ali. Prily berdiri dengan wajah heran. Dari dalam terdengar teriakan tapi tak jelas apa yang diteriakan.

"Pir, udahan!"

Tara membalut punggung Prily dengan handuk yang lebar, lalu menarik tubuh Prily masuk kedalam kamar mereka.

"Ntar besok nggak bisa bangun pagi, Fang bisa ngamuk!"

Prily diam saja diseret. Meninggalkan Marcel tanpa pamit.

"Lo kenapa sih Pir?"

"Kenapa apa?" Prily balik bertanya.

"Mencak-mencak karna Ali kelamaan berendam, sendirinya tengah malam buta berendam, ngelayanin bule lagi!"

"Apa salahnya ngelayanin bule sih? Guekan single, gue jomblo, bebas-bebas aja!" Prily terdengar emosi.

"Ck, lo gimana sih, gue gak paham jalan pikiran lo, lo sedang shooting film lho, Pril!" Tara mencoba mengingatkan.

"Gue heran banget deh, pada nyalahin gue, padahal noh, dia disamperin baju kurang bahan boleh boleh aja!"

"Ohh, jadi lo cemburu karna Sita nyamperin Ali?"

Sita. Seorang penyanyi asal Denpasar. Yang pernah terlibat satu projek dengan Ali disalah satu panggung acara sebuah stasiun tv. 

Setelah Ali naik dari kolam renang semalam dan sebelum Prily berendam dikolam renang, Prily dan Tara keluar dari kamar menuju cafe yang terdapat dikawasan hotel tempat mereka menginap itu. Menikmati suasana sekitar Cafe. Tak lama, Ali memasuki Cafe bersama Yori dan seseorang. Sita. Penyanyi asal Bali yang berpenampilan sangat minim bahan.

Sebenarnya Prily tak peduli penampilan orang lain, terserah dia misalnya kalau mau pakai bikini sekalipun, apalagi mereka sedang di Bali, bikini adalah kostum yang sudah biasa terlihat disana. Bukan juga Prily merasa tak senang dengan kehadirannya, ia bisa saja berpikir, kedatangan Sita karna mungkin kebetulan si Sita sedang balik kampung makanya menyempatkan waktu menemui Ali. Lagi juga mau mereka ada apa-apa bukan urusannya lagi. Dia sudah nggak ada apa-apa dengan Ali.

Yang membuat ia agak kesal hanya karna teringat bagaimana dulu Ali selalu menginginkannya tampil tak terlalu terbuka. Buka bahu boleh asal jangan terlalu kebawah. Buka paha tinggi-tinggi, no way. Maximal diatas lutut sedikit saja.

Oke saja bagi Prily karna ia merasa itu baik baginya. Itu dulu saat mereka masih sama-sama.  Yang bikin Prily agak sebal,  kenapa Ali  sekarang suka berteman sama yang pakai baju kekurangan bahan begitu? Menyuruhnya tertutup tapi dia sendiri suka yang terbuka. Kan kesal.
Makanya saat itu Prily memilih kembali ke kamar tak berapa lama setelah mereka masuk dan duduk disudut tanpa menyadari kehadirannya karna lampu remang-remang.

Saat Prily kembali rupanya Ali melihat bayangannya. Tak lama Ali ikut kembali ke kamar dan pamit pada Sita karna harus istirahat disebabkan jadwal shooting subuh yang harus ia jalani.

Saat dia kembali ke kamar ia mendengar cipakan air dari kolam renang yang ada dibelakang kamarnya. Ia mengintip dari balik gorden. Prily sedang berenang dan ia tak sendirian. Bersama seorang pria. Tawanya pecah di kesunyian. Ali melihat mereka seperti berlomba siapa paling cepat sampai di tepi kolam. Terlihat Prilly naik terlebih dahulu ketepi kolam diiringi bule itu. Ali tak mendengar apa yang mereka bicarakan. Terlihat yang banyak bicara si bule, Prily hanya tersenyum saja. Terlihat juga bule itu sepertinya terpesona. Tangannya mulai terangkat dan gelas ditangan Ali terjatuh dan pecah.

"Shitttttttttt......!" Ali berteriak emosi. Tak tahu yang mana yang paling membuatnya emosi tingkat dewa. Apakah karna sebelum cangkir menyentuh lantai dan pecah terlebih dulu mengenai kaki dan ia menendangnya karna kaget dan sakit? Ataukah karna ia melihat Prilly memakai pakaian minim dan dipandang bebas pria lain?

Kak Tara, suruh Prily naik, udah malem, kenapa tadi ngelarang gue, malah sekarang dia yang lama lama berendam?

Tara membaca pesan yang dikirimkan Ali padanya, hingga ia cepat-cepat meraih handuk dan mengajak Prily masuk.

"Enak aja, bukan gitu, dia mau disamperin siapa aja gue gak peduli, asal jangan ngerecokin gue kalau gue lagi dideketin yang lain!" Prily menumpahkan kekesalannya menjawab tuduhan Tara tadi padanya.

"Kirain masih ada rasa-rasa cemburuuu," Tara menyeletuk tak tahan.

"Cemburu? Cemburu apa?
Siapa yang cemburu? Cuma kesal, melarang terbuka tapi suka sama yang terbuka, apaan kayak gitu?"

"Mungkin dia sadar bagaimana perasaannya saat lihat cewek lain terbuka, jadi dia nggak mau cowok lain ngeliat lo jadi napsu!"

"Jadi dia kalau lihat cewek lain napsu gitu maksudnya?"

"Nggak tau juga, rata-rata kan cowok lihat cewek terbuka kayak gitu sih pikirannya negatif, anggap aja dia mau jaga lho supaya jangan mengundang cowok berpikiran nggak bener!"

"Sama juga bohong kalau dia nyuruh gue ketutup sementara dia suka temenan sama yang kebuka!"

"Ah, gue bingung sama kalian berdua, egonya tinggi banget, susah banget nyari jalan tengah, bilangnya udah gak ada apa apa tapi masih juga peduli satu sama lain, apaan tuh?"

"Siapa juga yang peduli?"

"Ya kalau nggak peduli ngapain sebal, ngapain sengaja terbuka, ngapain sengaja buka diri sama orang lain dengan sengaja, ngapain dinginin otak dengan berendam tengah malam trus yang onoh langsung kirim pesan sama gue nyuruh lo naik!"

'Nyuruh naik?'

'Sengaja mecahin gelas juga?'

Prily menggeleng.

'Bodo!'

"Eh, bule itu gantengkan?" Prily mengalihkan pembicaraan agar tak ada perasaan cenat cenut seketika dalam dadanya mendengar Ali peduli.

"Bule mah jarang kagak ganteng, tapi lo jangan juga mudah digombalin!"

"Nggak lah, siapa yang mudah digombalin? Gue mah udah kebal sama gombalan receh!"

Prily mengibaskan tangannya.

"Ali Prily?"

Fang mengagetkan Ali dan Prily yang sedang teringat kejadian semalam yang mengacaukan pikiran mereka. Sudah nggak ada apa-apa, tapi selalu saja harus peduli padahal tidak harus.
"Jadi, kurang dalem gitu Om?" Ali bertanya tanpa melepas rangkulannya dibahu Prily. Prily melirik sekilas tangan Ali yang menjuntai santai dibahunya sambil mendengar arahan dari Fang.

"Coba kalian rembukan dulu sebentar sebelum mataharinya benar-benar terbit, lima menit!" Fang meninggalkan Ali dan Prilly lalu duduk dikursi rotan disebelah kameramen.

Sesaat mereka terdiam. Saling melirik lalu menghempas napas bersamaan.

"Keasikan sama bule jadinya kurang fokus sama aku?"

"Siapa yang keasikan?" Prily menggoyang bahunya agar Ali melepaskan rangkulannya tapi Ali tetap pada posisinya.

"Kata Om Fang, kita rembukan, bukan melepas rangkulan!"

"Ishhh..." Prily membuang mukanya kearah lain.

"Kenapa sih, katanya profesional, tapi nggak bisa biasa aja?" Ali meraih wajah Prily dan mengalihkan pandangan Prily padanya.

"Karna lo juga nggak bisa biasa!" balas Prily mendelik.

"Aku udah bilang, udah bertanya juga sama kamu, kenapa kita nggak bisa berhubungan baik layaknya sahabat? Kamu menolak balik, aku cuma berharap kamu bisa bersikap baik, aku tau aku bukan lagiii..."

"Bisa stop nggak jangan ngomongin yang lalu-lalu?"

Suara mereka lirih terdengar ditelinga masing-masing meski bahasa tubuh kelihatan berbeda bagi yang melihatnya dari jarak yang tak dekat.

"Ya udah kita sekarang ngomongin skenario, nanti kamu tatap aku seperti pada saat kamu bilang kamu mencintai aku, dan berharap kita bisa menjadi tua bersama-sama seperti saat aku pasangin cincin ini kekamu!" Ali berkata sambil meraih tangan Prily dan menyentuh cincin dijari tengahnya dengan ibu jari.
Melihat cincin itu, tentu saja teringat kenangan dan komitmen mereka sebelum dibumi hanguskan sebuah peristiwa yang mengakibatkan mereka sama-sama mengeluarkan ucapan tak pantas dan menyakitkan masing-masing.

Prily memejamkan matanya sesaat, pikirannya sama dengan pria didepannya itu, mengingat asal muasalnya cincin dijarinya. Kenapa ia tak melepasnya? Karna memang tak ingin melepas saja. Kenapa? Tak ada alasan yang bisa ia ungkapkan.

"Siappppp......."

Teriakan Fang memecah kesibukan crew.

"Oke, siap action?" Ali melepas rangkulan menghadap Prily dan menyentuh bahu gadis itu dengan kedua tangannya.

Ali merasa ia harus mencoba membuat jalan agar hubungan mereka lebih baik saat menyelesaikan produksi film ini. Ali sedari tadi sangat menyadari, meski ia sudah mencoba aku-kamu, Prily justru bergeming dengan lo-guenya. Ia tahu Prily sangat membencinya. Ia sudah jelaskan tapi Prily tak mau percaya. Ia putuskan secara emosi, Prily justru menerimanya segera saat itu. Setelahnya menyesal kenapa terlalu  terbawa emosi akibat sebuah screenshoot percakapan dengan kalimat tak pantas yang ditujukan padanya bahkan membawa-bawa nama keluarga. Sebelum-sebelumnya, mereka sudah sering berantem, Prily minta putus tapi akhirnya nyambung lagi karna persoalannya  kecil-kecil. Tapi justru sekarang saat Ali yang memutuskan break lalu ingin kembali, Prily menolaknya. Kakaknya,  mamanya, orangtua Prily, orang terdekat mereka yang diminta Ali membujuk tak ada yang mampu membuat Prily kembali. Bahkan terakhir ketika curhat pada sahabatnya, Amin, juga seorang aktor yang mengenal Prily, bukan balikan yang ia dapat tapi Amin malah sepertinya mengambil kesempatan dalam kesempitan. Bukan pendekatan untuk mendekatkan Ali Prily kembali, tetapi justru pendekatan yang membuat hubungan mereka retak karna Amin justru terbawa perasaan mendengar curhat versi Prily.
Uhgg. Kalau mengingat itu Ali selalu menggenggam tangannya marah.

Tetapi disaat seperti ini, ia harus mau mengalah agar mereka dapat lebih tenang menjalani shooting sampai selesai. Ia merasa bertanggung jawab untuk tak  mengganggu jalannya  pembuatan film yang melibatkan mereka tersebut. Film yang ditunggu-tunggu penggemar mereka sekian lama karna mereka sudah lama tak dipertemukan dalam sebuah projek.

"Gimana?" Ali menatap Priy dengan wajah cinta damai.

"Ya, action!" Prily mengangguk pasti.

Akhirnya Ali menarik tangan Prily untuk menempati posisi mereka dalam menyelesaikan take pertama disubuh dini hari tersebut. Apalagi jika pada sunrise kali ini pengambilan gambar tidak memuaskan, mereka harus mengulangnya kembali dan harus menunggu pagi lagi. Saat ini saja karna tidak ingin ketinggalan sunrise yang indah di Pantai Sanur, mereka harus bangun pagi-pagi sekali  dan hanya memejamkan mata paling dua jam.

"Cameraaa Rolling, Take one, Action!" Teriakan Fang membuat mereka siap action.

"Kamu tau? Semburat cahaya menjelang sunrise di Pantai Sanur ini yang banyak dicari orang...." Ali berkata dan menoleh pada Prily dan Prily menoleh padanya kali ini dengan senyuman manis dan Ali menyentuh pipinya lalu merangkul pundaknya.

"Berburu sunrise di Pantai gampang kan, harus bangun pagiii!" Prily menyusup direngkuhan Ali dan menatap pria itu dari bawah dimana terlihat dagu dan hidung yang sempurna siluetnya lalu matanya yang lentik menatapnya dari atas.

"Itu mataharinya mulai terlihat, sayang!"

Prily melepaskan rengkuhan Ali, berdiri dan menarik tangannya lalu  melangkah diatas bebatuan. Ali balas mengeratkan selipan jari mereka ketika berdiri mengiringinya dan merangkul bahu Prily yang menoleh lagi padanya masih tersenyum.

"Kamu itu seperti sunrise buat aku..."

"Sunrise?"

"Sunrise itu ditunggu karna keindahannya, ibaratnya kalau ke Bali tanpa lihat sunrise ada yang kurang, seperti mencintai tanpa ada kamuu...!"

"Apaan sih nggak jelas banget, receh tau nggak rayuannyaaaa....?!"

"Bukan receh..."

"Trus apa?"

"Remah rengginang!"

Prily mencubit perut Ali yang sekarang ada didepannya. Ali tertawa kecil merapatkan tubuh mereka. Lalu mereka menoleh kearah semburat mentari yang mulai memencar dibalik awan.

"Cantikkk!"

"Secantik kamu, sunsrise!"

"Sunset juga indah, sama seperti kamu...."

"Kenapa disamain sama aku?"

"Nunggu kamu peka itu lamaaa,  kayak dari saat sunrise nunggu waktunya sunset, tapi begitu muncul jingganya indahhhh!"

Ali menatap mata didepannya tanpa kedip. Berkedip karna repleks aturannya mata harus berkedip. Kedipannya membuat bulu lentiknya menyentuh kantung mata dan Prily menyentuh lengkungan bulu mata itu dengan jari telunjuk yang dilengkungkan. Ali membalasnya dengan melengkungkan jari, tetapi bukan menyentuh bulu matanya. Ali  menyisir pangkal hidungnya dengan ibu jari berakhir diujung hidung runcing itu, lalu lengkungan jari telunjuknya mengusap bibir tipisnya.

"You are my sunrise!"

"You come to my sunset!"

Tubuh mereka semakin merapat. Wajah mereka kehilangan jarak. Bahkan saat saling bicara bibir mereka bersentuhan. Bukan karna berciuman, hanya karna jarak yang terhapus hingga tersentuh. Dada mereka sama-sama ngilu sengilu hembus angin yang menyapa tubuh mereka. Sementara bias matahari semakin memecahkan semburat kuning kemerahan yang menerpa siluet wajah mereka didalam layar.

"Tahan sebentar Li, Pril, kamera akan mengambil posisi kalian seperti itu disegala sisi biar nanti bisa dipilih angel mana yang paling bagus!"

Ali dan Prily saling bertatapan dengan napas tertahan. Takut hembusan napas mereka beradu dan makin  menimbulkan rasa yang dulu pernah mereka rasakan.

"Oke, tetap tahan!"

Fang masih menahan posisi mereka entah akan berapa lama lagi. Sepertinya itu membuat mereka merasa tak cukup saat sunset semalam tenggelam kedalam masa lalu. Bahkan merasakan lagi kekenyalan itu. Seperti akting, tapi sebenarnya menyerupai sungguh-sungguh. Hingga saat napas mereka sudah terhembus beradu lalu menyapu bibir mereka masing-masing ...

"CUTTTT!"

Teriakan menghentikan akting dan tepukan tangan menggema disekitar mereka yang masih pada posisi semula. Saling merapat dengan tangan yang sama melingkar dipinggang masing-masing.

"So sweetttttttttt!"

"Sekali take, one two three terlewatiiiii!"

"Yeayyyyy!"

Riuh suara crew bersahutan membuat mereka melepas lingkaran posesif. Prily menunduk salah tingkah dan Ali mengalihkan pandangan menyembunyikan wajahnya yang sedikit merah.

"Nah gitu dong, back to the back, yes!!"

"Om Fang iniii....." Prily berteriak sambil menutup sebagian wajahnya karna malu digoda Fang.

"Maksud Om kembali dapet chemistry seperti yang lalu, Om dari awal yakin kalian nggak akan kesulitan, buktinya improvisasinya banyakkan tadi?"

Improvisasi? Ya, sebetulnya terlalu banyak improvisasi yang membuat Prily dan Ali jatuh tenggelam sendiri didalamnya. Fang sendiri membiarkan saja adegan tersebut berjalan seperti yang mereka lakukan sepanjang tak merubah maksud dari cerita. Karna kalau teks book atau kalimatnya harus persis dengan skenario itu biasanya dialognya kelihatan sambil mikir seperti take yang gagal sebelumnya.

"Masih ada take lagi ya setelah ini, kita break dulu!"

Fang berlalu. Prily dan Ali menghembuskan napas mereka bersamaan. Lalu repleks saling menoleh karna ketaksengajaan itu.

"Ihiyyy....lihat dong skenario, yang mana ya dialog dan bahasa tubuh  improvisasiii?" Tara berteriak menghampiri mereka dengan mengedip-ngedipkan mata genit.

"Kak Taraaaaaa!!"

°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°
Banjarmasin, 10 Oktober 2017

Kalau membaca harus lengkap dg narasinya ya.
Part ini akan agak susah dipahami bila ketinggalan satu kata apalagi satu kalimat.
Soalnya alur mundurnya double.
Paham? Terima Kasih ya...

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top