Kicau Tetangga

Sebenarnya Hana paling malas kalau harus membantu tetangganya yang sedang punya hajatan. Akan banyak pertanyaan buatnya.

''Mba Hana, kenapa nggak di depan aja temenin terima tamu.'' Kartika, mempelai perempuan mendekati Hana. Dan dia lebih suka di dapur, entah itu mencuci piring atau memotong cabai. Yang pasti tak harus ribet berias di banding jadi penerima tamu.

''Kapan nyusul Han.'' pertanyaan di mulai.

''Nunggu apa lagi. Rumah punya, usaha lancar.'' ujar bu Naryo sambil menggoreng kerupuk udang.

''Jangan terlalu banyak milih.''

Masuk telinga kanan, keluar telinga kiri. Hana menunduk, serius dengan bawang merah yang sedang di potongnya.

''Potong begitu banyak nggak nangis, ahli ya.'' Hana mendongak, mendapati mata teduh Bu Sarah. Mata yang sama seperti milik Tanjung sedang memperhatikannya. Hana tersenyum, mungkin air matanya sudah kering.

*****
Flashback
Sebulan sekali para ibu-ibu mengadakan arisan. Tempatnya bergilir, tergantung siapa yang dapat arisan di bulan sebelumnya. Dan itu di rumah Hana.

Rumah kecil yang sederhana. Hanya ada ruang tamu, satu kamar tidur, dan dapur merangkap ruang makan. Tak ada toilet, mereka harus pergi ke sungai untuk mandi dan mencuci.

Sore itu cerah. Di rumah Hana sudah ramai.

''Hana memang pintar memilih.''

''Siapa yang bisa menolak Annas, kalau saya belum menikah pasti mau.''

''Ya tapi jangan memanfaatkan Annas. Matre itu namanya.''

''Saya tau Hana bagaimana Bu Sofi, dia bukan cewek matre.''

''Saya denger Bu Rike nggak setuju, keluarga mereka apa-apa selalu melihat bibit, bebet, bobot.''

Mereka membicarakan Hana seperti dia tak ada di situ. Bu Rasika menggenggam tangan anaknya erat. Ia juga bisa merasakan kesakitan Hana. Hana bergetar, sekuat tenaga menahan tangis, malu, dan amarah.

Orang sebenarnya tidak bahagia dengan kehidupan mereka, jika mereka sibuk membicarakan kehidupan orang lain. Mereka selalu bersabar dan berusaha. Bahwa kehidupan mereka tidak selamanya berada di bawah. Mencoba dan gagal, tapi jangan pernah gagal untuk terus mencoba.

*****

Hana sedang duduk menikmati kopinya ketika terdengar suara ketukkan. Ia melirik jam di dinding, sudah pukul 20:30. Hana perlahan membuka pintu dan terkejut mendapati Annas berdiri di depan rumahnya. Sudah hampir tiga bulan dia tak pernah muncul.

''Halo ....'' sapa Annas tersenyum, kemudian menyodorkan sebatang coklat.

''Ngapain ke sini?''

Annas mengangkat bahunya. ''Kangen,'' jawabnya tertawa. Hana melotot jengkel.

''Kamu tau. Seharusnya kamu jangan ke sini lagi. Nanti bisa-bisa aku nggak laku-laku,'' ucap Hana. Ia hendak menutup pintunya.

Annas segera menahannya menggunakan kakinya dan menerobos masuk. ''Biar aja. Aku nggak peduli.''

Hana makin jengkel. ''Tapi aku peduli! Aku nggak mau mereka berpikir yang macam-macam lagi.''

Annas menghela napas dan memandang Hana. ''Aul. Baiklah kita berteman,'' ucapnya pasrah.

Hana meminum kopinya dan mengangguk. ''Kalau kita berteman, pulanglah. Ini sudah malam.''

''Oke. Aku pulang.'' ucapnya perlahan, nyaris berbisik. Hana reflek menghindar, Annas nyaris mengelus rambutnya sebelum melangkah pergi.

-------------------------------------------------------------------
9:30 pm
Gempas.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top