Alih profesi

Sewaktu masih bekerja di Hong Kong, Hana dan sahabat-sahabatnya pernah mendatangi peramal. Sang Biksu berpesan kalau ingin sukses harus lepas dari bayang-bayang keluarga.

Salah satu Bibinya yang punya beberapa toko roti meminta Hana untuk membantunya. Tapi Hana ingin punya usaha sendiri. Mandiri.

Dan di sinilah ia sekarang. Di mulai lima bulan yang lalu, bermodal tekad dan sisa tabungannya Hana menyewa peternakan milik Pak Dharma.

Hana tak harus memulainya dari awal, karena tempatnya sudah tersedia, tinggal membersihkan dan memperbaiki beberapa bagian yang rusak karena lama tak terpakai.

Peternakan jauh dari pemukiman penduduk, tapi transportasi masih mudah di jangkau. Sumber mata air juga melimpah. Ada empat bangunan yang di gunakan. Dua bangunan di gunakan untuk ternak ayam potong atau ayam broiler, yang masing-masing menampung 2500 ekor ayam. Satu bangunan untuk ayam petelor. Dan bangunan terakhir di gunakan sebagai kamar mandi, dapur, dan kamar para pekerja.

Sebenarnya Hana sangat buta, tapi semua tak akan pernah tau kalau tak di coba. Dia mempekerjakan beberapa orang yang dulu pernah bekerja pada Pak Dharma, karena jelas mereka jauh lebih berpengalaman. Tapi dia juga tak mau hanya tinggal diam, tiap hari dia belajar.

Beternak ayam potong bisa ada dua cara. Yaitu melalui usaha mandiri dan kemitraan. Hana memilih usaha mandiri. Artinya semua ia usahakan sendiri, mulai dari kandang, penyediaan bibit, makanan, obat-obatan, perawatan, panen, sampai pemasaran. Hana mendapatkan keuntungan penuh sesuai dengan harga pasar. Tapi kelemahannya kalau dia rugi atau gagal panen sepenuhnya juga di tanggung sendiri.

Sambil berjalan Hana belajar banyak pada Pak Dharma. Berternak ayam gampang-gampang susah menurutnya. Mulai dari cara menempatkan anak ayam yang benar, memberi pakan yang tepat, dan vaksinasi.

Hana mendapatkan semua koneksi dari Pak Dharma. Dari mulai mendapatkan anak ayam sampai masa panen hingga pemasaran. Biasanya para pembeli yang akan datang langsung ke peternakan. Ada satu pelanggan yang selalu membuat Hana panas dingin tiap ia datang, Tanjung. Jagung Kuning mengambil telus langsung dari peternakan Hana.

Dulu Pak Dharma berternak ayam potong. Tapi usahanya terhenti karena wabah flu burung pada ayam dan unggas. Peternakan terbengkalai. Anak-anak Pak Dharma lebih memilih mengadu nasib ke kota. Ketika Hana datang dan mengutarakan keinginannya, kakek itu senang bukan main dan mendukung Hana sepenuhnya.

*****

Lelah. Hana menyenderkan punggungnya pada tiang bambu setelah dia dan Bagas selesai mencuci ratusan galon air.
''Gas. Tolong panggil yang lain. Kita makan dulu, udah siang.'' Hana berdiri, berjalan menuju dapur, sementara Bagas memanggil teman-temannya.

Ada lima orang pekerja termasuk Bagas. Mereka semua tetangga Hana. Karena peternakan letaknya lumayan jauh dari perkampungan, maka tiap malam mereka gantian jaga malam.

Mereka sedang menikmati makan siang. Biasanya Hana atau Ibunya yang memasak. Menu hari itu tumis kangkung, ikan tongkol goreng, dan sambal. Sederhana, tapi nikmat.

''Anu. Mba Hana, tadi Bapak ketemu mas Tanjung di jalan. Katanya mau ambil telor lagi seperti biasa nanti sore,'' Pak Yono berkata sambil mengupas pete, kesukaannya. Perasaan Hana menghangat, terasa ada getaran halus. ''Menurut Bapak, kalian cocok. Sama-sama pekerja keras.'' lanjutnya. Dalam hati pak Yono berharap semoga mereka berjodoh.

''Pak Yono apaan. Yang paling cocok sama mba Hana itu cuma Bagas.'' pemuda itu tak terima, ia melemparkan sandal ke arah pak Yono.

''Kamu itu masih bau kencur Gas.'' pak Yono memungut sandal Bagas dan melemparkannya ke atap.

Hana tersenyum bahagia. Lelahnya hilang kalau berada di antara mereka. Bagas baru 18 tahun, terpaut 10 tahun dengan Hana. Bagas hanya lulusan SMP, ia tak bisa melanjutkan ke jenjang yang lebih tinggi karena keterbatasan biaya. Mengingatkan Hana pada kehidupannya dulu.
-------------------------------------------------------------------

1:25 pm
Gempas.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top