• Blue : Messier

   Suara kaca pecah terdengar menggema ke seluruh ruangan diikuti dengan bunyi tamparan yang keras.

   "Kau jangan ikuti aku lagi." Akira membelalakkan matanya kaget saat melihat siapa yang mengucapkan kalimat barusan.

    Seorang gadis dengan rambut putih panjang dan kepangan di kedua sisi kepalanya. Ditambah lagi–! Yang ditampar adalah Snow. Memangnya ada apa yang terjadi gerangan sampai mereka berbuat seperti ini?

.
.

    "Alcyone!" Akira berlari sekuat tenaga menyusul gadis bermata heterokromia yang kini berdiri tepat di jendela koridor–bersiap melompat naik ke atas sapu miliknya.

    "Ah, kenja♪ ada apa gerangan?" Alcyone tersenyum dan menghentikan gerakannya untuk sesaat.

    "Eh, anu ... bertengkar dengan yang lainnya itu tidak baik lho!" Alcyone membelalakkan matanya karena terkejut sebelum akhirnya terkekeh.

     "Ahh, begitu ya ... Baiklah, bagaimana kalau kenja ikut aku sebentar♪"

      "Eh?"

       Dan tepat sebelum Akira sadari, ia sudah duduk di atas pangkuan Alcyone, bersiap meninggalkan mansion tempat para penyihir tinggal.

      "Pegangan yang kuat ya." Alcyone tersenyum sementara Akira meneteskan keringat dinginnya–ngeri akan apa yang terjadi selanjutnya.

.
.

     Perjalanan yang dilalui Akira tidak seekstrim Murr maupun secepat Rutile, malahan dia tidak merasa terbang sama sekali.

     "Ah, jangan-jangan aku pingsan?!" Kengerian memasuki tubuh Akira dan langsung membuat kedua tungkai kakinya bergemetar karena takut.

    "Kenja~ kalau kau tidak masuk aku tidak bisa memberikan sihirku padamu lho, tolong segera kesini." Akira mengangguk patuh dan langsung berlari masuk ke dalam sebuah rumah kecil yang tersusun dari balok kayu.

      "Memoriam vos."

      Sebuah cahaya terang membungkusi badan Akira dan segera setelahnya, hawa dingin yang tadinya perlahan menggigitnya dari ujung kaki, mulai menghilang.

      "Baiklah, kenja tadi bertanya apa aku bertengkar dengan Snow atau tidak kan? Jawabannya tidak kok, aku hanya sedikit marah saja dengan perbuatannya." Alcyone menyungging sebuah senyum menyeramkan di wajahnya.

       "Maka dari itu, karena aku tidak ingin kemarahanku berdampak pada penyihir yang lainnya, aku datang kesini untuk mendinginkan diri. Nah, karena aku selalu saja termenung diam disini sementara menenangkan diri, kupikir akan asyik jika membawa kenja kemari ♪"

     Akira hanya bisa tertawa canggung. Kelihatannya kata sedikit itu tidak bermaksud tentang perasaan yang sesungguhnya.

     "Ah, omong-omong kenja boleh bertanya soal pertanyaan apapun selagi aku bisa menjawabnya." Alcyone membuka pintu rumah kayu di depannya dan menyilahkan Akira untuk memasuki rumahnya.

     "Eh, baiklah kalau begitu..." Alcyone menatap hamparan es di belakangnya kemudian berjalan masuk dan menatap interior rumah kayu yang cukup simpel. Tidka ada hal menarik yang dapat dilihat, hanya sebuah rak buku besar yang berdiri tepat di ujung ruangan yang mampu menarik mata miliknya.

     "Alcyone kenapa tinggal menyendiri?" Akira berucap tepat sesaat setelah debaman tanda pintu menutup berbunyi.

     "Eh, maksudku Snow dan White kan tinggal di kota yang ramai, kupikir Alcyone juga sama ..." Sang surai cokelat menggaruk-garuk kepalanya yang tidak gatal sementara Alcyone menghembuskan nafasnya.

     "Ada kok kota disini. Ada di balik hutan salju yang berada sekitar 1 kilo dari sini. Aku hanya tidak merasa kalau tinggal di kota adalah sesuatu yang tepat. Yah, bukan berarti aku membencinya sih." Akira hanya ber-ooh singkat sebelum bilah bibirnya kembali mengutarakan sebuah pertanyaan,

     "Kalau begitu, anu, kenapa Alcyone memiliki nama belakang? Seingatku kata Figaro, kalian lahir di era tanpa nama belakang."

     "Seingatku kenja sudah menanyakannya saat 'interview' dulu tapi baiklah, mumpung ada disini sekalian." Alcyone berjalan menuju rak buku besar dan mengambil salah satu buku tipis yang ujungnya mulai menguning karena dimakan oleh usia.

      "Aku mengambil nama 'Messier' dari salah satu karakter di buku ini. Yah, walau kuakui aku juga sudah membunuh banyak orang juga, tapi aku tidak mengambil nama seperti yang dilakukan Figaro."

      Tangan pucatnya mulai membalik halaman buku tersebut dengan hati-hati. Dalam diam, Akira membaca judul cerita yang terlampir di pinggir halaman yang Alcyone buka,

     'Putri duri dan Ksatria dari badai Salju'

      "Namanya juga sekaligus kenang-kenangan bagiku tentang saudari-saudari milikku. Ah, rasanya aku jadi kangen mereka." Akira dapat melihat sebuah senyum sendu yang perlahan terukir di wajah manis Alcyone.

       "Hei, kenja, apa kamu mau mendengarkan ceritanya?" Akira menganggukkan kepalanya dengan cepat. Mungkin dengan mendengarkan cerita ini, ia akan bisa menjadi lebih dekat lagi dengan penyihir di mahousha.

.
.

Putri Duri dan Ksatria dari badai salju
Oleh Maia

Suatu hari, di sebuah kerajaan yang selalu disinari oleh gemerlap cahaya biru dan diselimuti hitamnya malam, datang seorang wanita tua dengan sebuah tongkat ajaib di tangannya.

Wanita itu bernama Messier, dia adalah penyihir bintang yang mana selalu mengabulkan seluruh permintaan dari para manusia yang memohon kepadanya.

Seorang Ratu yang berdiri di atas takhta kerajaan es yang mendengar kesaktian sang penyihir langsung mengundangnya masuk ke dalam kastilnya guna menguji kesaktiannya.

"Wahai penyihir, aku ingin kau menghapuskan malam nan gelap ini dengan langit biru cerah dimana awan dapat berdansa tanpa perlu takut dilahap oleh tinta pekat malam."

Sang Ratu berucap kepada sang penyihir dengan suara yang sangat lantang.

"Wahai yang mulia! Tentu saja aku bisa mengabulkan permohonan itu!" Ucap Pleiades dengan senyuman di wajahnya

"Tapi sayangnya aku harus mengambil bayaran akan permintaan yang mulia."

"Tidak masalah! Harga berapapun akan kubayar!"

Dan tanpa aba-aba lagi Messier menggumamkan mantra miliknya,

Gunung-gunung salju bergetar dan semilir angin yang diikuti badai salju berputar-putar di langit seolah-olah sedang diaduk oleh sebuah sendok raksasa–membuat motif indah yang menyelimuti kerajaan saat langit perlahan mulai berubah menjadi biru cerah.

Seluruh kerajaan bersuka cita akan datangnya langit cerah itu.

Namun, keesokan harinya, bagai ditelan oleh badai salju yang perlahan mereda, sang penyihir dan putri dari tersebut kerajaan menghilang tanpa meninggalkan jejak sedikitpun.

.
.

     "Sudah selesai?" Akira berkedip tidak percaya.

     "Belum sih, itu hanya babak awalnya. Ini hanya buku pertamanya kok. Ceritanya memang sedikit panjang jadi Maia memutuskan untuk memisahkannya satu-satu sesuai dengan alurnya." Alcyone mengembalikan buku yang dibacakannya tadi ke rak.

     "Apa kenja mau meminjam lanjutannya? Kalau mau, nanti setelah sampai di mansion aku bacakan juga." Mata Akira langsung berbinar senang sebelum akhirnya mengangguk dengan semangat sebelum kemudian menyadari suatu hal.

    "Eh? Alcyone sudah mau balik ke mansion?" Suara kekehan terdengar dari sang gadis berkulit pucat diikuti dengan sebuah senyuman manis yang tersungging di bibirnya.

    "Tenti saja, berkat kenja aku merasa emosiku sudah cukup stabil. Terima kasih banyak, kenja!" Akira hanya bisa tersenyum tipis sebelum kemudian menaiki sapu dengan tuntunan Alcyone.




    'Para penyihir muda pasti menyukai cerita yang dibawakan oleh Alcyone! Aku yakin itu!'

.
.
.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top