↗ White
"Salju? Ah, tidak ... aku bisa melihatnya lewat Kotosaka."
Penyampaiannya itu, terkadang membuat Shion kesal.
"Uuugh---bukan, bukan begitu! Maksudku seperti, umm ... melihatnya dengan mata kepala sendiri?" Susah payah gadis itu mencoba memutar otak menjelaskan kepadanya, hanya disambut oleh kepala yang miring sejenak lantas sampaikan tatapan tidak paham.
'Oh, ayolah, Nagare. Kau pria yang pintar, bukan?'
"Ahahaha...," tawa Iwafune Tenkei di dekatnya---entah sejak kapan sosok itu ada di dekat Shiraki Shion---berbunyi seolah mengejeknya. Gadis itu sempat terbawa ke ambang batas, tapi memilih untuk meredam amarah. Ini kekecewaannya sendiri. Ya, begitulah.
"Menyerah sajalah, Shion. Nagare juga tidak mungkin akan memilih mengekspos dirinya terlalu sering di luar." Tepukan pada bahu sang gadis oleh Iwafune hanya semakin membuatnya merengut---lesu oleh jawaban itu.
"Benar. Persiapan kita hampir selesai. Jadi sebaiknya pada situasi ini aku tidak nekat mengambil resiko keluar," adalah klaim dari sosok yang tengah menjadi bahan pembicaraan. Kala ia ucapkan hal itu dengan gamblang, menoleh ke arah Iwafune Tenkei dengan ekspresi polos seperti biasanya.
"Begitu ... ya...."
"Kau kecewa?"
Oh, jikalau memang benar sekalipun, mana mungkin gadis itu akan terang-terangan mengatakannya, benar? Shiraki Shion lebih memilih untuk memahami situasi---toh ini demi Nagare juga. Jadilah kepala itu menggeleng pelan, seolah segan untuk bibir bersuara. Helaian putih bergelombang menari temani geraknya.
"Nagare, Shion-chan baru saja mengajakmu berkencan. Tentu saja dia kecewa."
"Bukan! Bukan begitu, Yukari-san!"
Pipi yang menggembung sementara baris alis menekuk tidak senang. Ekspresi yang begitu kentara akan sisi kekanakannya. Shion melepas napas panjang dengan lirihnya. Mengamuk pun akan percuma---oh, bukan berarti ia akan melakukannya jika tindakan itu membawa arti tersendiri. Mereka toh selalu bersikap seperti ini kepadanya. Gadis itu membalik punggung dalam sedetik kemudian; langkah menapak keluar dari zona nyaman kotak yang lindungi mereka---langsung disambut oleh gurau tak sensitif dari sesama rekan. "Mau kemana, Shion?"
"Keluar," kepala sedikit berbalik untuk menatap Iwafune dengan ekspresi datar, "melihat salju."
Tidak ada lagi yang menghentikan perpindahan langkah kaki mungil itu kemudian. Hanya jejak yang diiringi tatapan tiga pasang pria di bagian dalam ruang, hampa mengisi. Sejenak kemudian Mishakuji Yukari, salah satu dari ketiganya, kembali pada aktifitasnya sendiri; menyisir rambutnya beberapa kali di hadapan cermin kecil.
"Ya ampun...," Iwafune sempatnya menoleh kepada reaksi Yukari yang tak peduli. Kemudian, alihkan pandang pada Hisui Nagare di sebelahnya. "Kalian semua kadang kekanakan sekali."
"Hei, Iwa-san...," pada pembicaraan yang seolah hampir sampai pada titik terakhirnya itu, keheningan terpecah oleh panggilan dari pemuda di atas kursi rodanya. Nagare, masih menatap pada arah dimana punggung sosok gadis Shiraki menghilang, memilih untuk melanjutkan kalimatnya daripada sekadar menunggu balasan berupa gumaman dari lawan bicara. "Kira-kira ... kenapa Shion mengajakku berkencan?"
"Haah?!"
Sepertinya, masih dipenuhi oleh ketidakpahaman.
.
.
COLORUARY | White
Pada warna putih yang membentang di sekitarnya, gadis itu gerakkan alas kaki tanpa ragu untuk sekadar rekatkan jejak. Ia tidak menyukainya.
Ia tidak sepenuhnya membencinya ... tapi keinginan untuk menodai warna putih murni di bawah kakinya, begitu kuat.
"Harusnya kita lebih sering melakukan ini."
Hisui Nagare x Shiraki Shion (OC)
K series fanfiction by Cordisylum
.
.
Pohon bersalju, jalanan yang sepi, rumput mati yang tertimbun oleh benda putih ... semuanya tampak menyeramkan.
Itu ketika kita berbicara dari sudut pandang seorang Shiraki Shion.
Kala sepatu lars miliknya menjangkau pada langkah lebih jauh, ia hanya ditemani oleh hawa menusuk yang dibawa angin. Sama sekali tidak sejuk---tidak pernah.
"Dingin...."
"Tentu saja, kau bahkan tidak memakai pakaian tambahan."
Kelopak mata melebar, kemudian sepasang kristalnya terarahkan pada arah suara. Apa yang menyambutnya adalah mungilnya Kotosaka yang terbang sampai akhirnya hinggap di bahunya.
Shion dapat mendengar kepakan sayap hijau itu menampar udara---ia tidak sedang bermimpi; suara yang baru saja menyapa pendengarannya berasal dari Nagare di seberang sana. Entah ... mungkin menikmati hangatnya markas yang Shion tinggalkan sembari mengawasinya.
Menyadari hal itu, sebersit rasa senang menghampirinya. Tapi, gadis itu tidak membiarkan ujung bibir yang sempat berkedut naik untuk bertahan lebih lama. Berkacak pinggang selayaknya melakoni akting dimana ia sedang dilanda kemarahan---karena pada dasarnya memang seperti itu; ia sedang pura-pura kesal. "Ah, tiba-tiba aku merasa bodoh berjalan sendirian saja."
"Jangan begitu. Kotosaka dan aku ada di sini denganmu."
'Tentu saja. Begitu jelas,' adalah batin yang ingin ia suarakan. Meski pada dasarnya tertimbun oleh sadarnya diri akan suatu hal; Shion entah mengapa ... memikirkan kalimat Nagare lebih dalam. Dan senyuman terulas berkatnya.
Mungkin, menimbulkan sejejak rasa penasaran.
"Ada apa, Shion?"
"Tidak." Menggeleng, senyuman yang ia berikan tampak lebih nyata untuk terpampang. Lars wanita kembali melangkah pada jalanan sepi---pelan-pelan, seolah ia benar-benar menikmati waktunya mendapati salju menari di sekitarnya untuk terjatuh. "Kau tahu, Nagare? Aku benci musim dingin."
"Eh? Meski sebelumnya kau bilang salju begitu cantik?"
"Ia begitu cantik, hanya saja aku membenci dinginnya...," sejenak ungkapkan pikirannya yang tengah sibuk dengan hal lain, namun jeda pada kalimatnya segera diisi kata yang tertuang kembali, "dingin. Seperti bagaimana tatapan orang-orang keluarga Shiraki kepadaku."
Tiada respons yang mana membuat sang gadis memutuskan untuk mengintip. Hanya disambut tatapan lurus sang nuri hanya kepadanya, dan ia berpikir untuk melanjutkan perjalanan ceritanya sebentar saja. "Pernah sekali aku memutuskan untuk kabur dari rumah ... namun sampai di depan gerbang kusadari musim dingin begitu mengusik---aku tidak akan bisa pergi kemanapun."
Shion mendongak, satukan telapak tangan yang membuka---menampung serpihan salju kemudian. Hangat tersalur dari permukaan kulitnya bertemu dengan rasa salju yang leleh dalam sepersekian detiknya. "Pada masa itu, aku menyadari diriku yang begitu lemah dan tidak memiliki tempat tujuan."
"Tapi kau telah terbang bebas sekarang."
"Hmm ... tidak juga." Ia menoleh pada sosok mungil di sebelahnya. "Pada saat ini, hutan sepertinya tempat berlabuh yang hangat dan menarik bagiku."
...atau katakan saja itu JUNGLE.
"Benar juga."
Untuk sejenak ... hanya sejenak, Shion berpikir telah mendengar dengusan tawa samar dimana Nagare tengah berbicara. Itu membuatnya sedikit terkesiap. Menatap sosok itu---bukan, burung yang hinggap di bahunya itu ... dengan agak heran. Tapi kalimat berikutnya dari Nagare menghalanginya untuk memikirkan itu lebih lanjut.
"Mulai sekarang, kau tidak akan pernah sendirian."
.
.
...ada memori hangat yang akan selalu mengingatkannya.
"Hei, Shion ... kau dengar, tidak?"
"Eh?" Pada suara yang tiba-tiba terasa jelas sampai pada lamunannya, ia terkesiap. Sedikit berjengkit, untuk kemudian temukan iris menerka, mencari perhatian untuk dirinya di seberang sana. Gojo Sukuna mengeluh dalam sebuah tarikan napas.
"Kau tidak dengar, kan! Dasar ... padahal dari tadi aku terus mengoceh...," kerucut bibirnya menggambarkan kekesalan. Shion tersenyum maklum. Berusaha meminta maaf, tapi sepertinya harapannya hanya berupa tanggapan si bocah membuang muka. "Memangnya apa yang kau pikirkan sampai mengabaikanku, hah?"
"Oh, itu...," menggaruk pipi yang tak gatal dengan telunjuknya, seketika iris bergerak menatap searah timbunan salju pada pemandangan jalan di bawahnya. "Sosok hijau yang hangat?"
Ia tidak tahu darimana keberaniannya terkumpul ketika mengutarakan deskripsi semacam itu, tapi wajah yang disapu rona merah membuatnya alihkan rupa seketika. Sukuna di sampingnya, serta-merta menghentikan kekesalan meluap di dada---seolah spontan, kala ia dapat paham siapa di balik maksud kalimat tersampaikan.
"Ah ... dia, ya."
Jika ada yang dapat Shion tangkap salah atas respons lawan bicaranya, maka itu adalah bagaimana nada lemah disertai tatapan meredup menyambutnya. Senyum sedih, terlukis pada wajah cantik itu sementara tangan putuskan untuk menggenggam milik sosok lainnya---sekadar menyalurkan rasa hangat?
"Sukuna-chan, lain kali ayo kita jalan-jalan di tengah salju?"
"Haah?" Pada kali ini, cengiran lebar diberikannya mulai berbalas ketidakpahaman pada wajah bocah Gojo di hadapannya. Kemudian, tatapan menyelidik, seolah Shion terbukti sebagai sosok bersalah yang membuatnya merasa tidak tahan untuk dipandang. "Apa kau bodoh? Untuk apa aku melakukan itu? Dan lepaskan tanganku."
Tapi ia memilih melepaskan tangan itu sendiri dan berlalu.
"Eeeh~? Kenapa? Padahal itu mengasyikkan!" Merengek seolah ia adalah sosok termuda diantara ketiga manusia di ruangan itu---ah, langkah kakinya membuntuti Sukuna yang mana mengantarnya pada ruangan persegi bertatami. Disambut senyuman Yukari kepada keduanya, tapi Shion memilih untuk mengganggu figur yang lebih muda darinya---menimbun amarah Sukuna lebih lagi.
"Sudah, diam. Kau ini kekanakan sekali."
"Ayo jalan-jalan bersama! Oh, Yukari-san juga boleh ikut, kok!"
"Hm? Apa hubungannya denganku?"
"Aaargh, berhenti mengacak rambutku, Shion!"
Tertawa kecil, mengabaikan rentetan kalimat berisi sungutan dan kekesalan dari Sukuna. Menikmati setiap detik berlalu dengan segenap rasa syukur yang sempat tiada disadarinya itu.
Tidak apa ... meski kini kesempatan untuk bertemu dia lagi benar-benar telah sirna, tapi Shiraki Shion tidak akan pernah sendirian sekarang.
Bukankah putih salju yang ikut tercetak dalam ingatan itu adalah buktinya?
.
.
COLORUARY | White
Tanggal publikasi: 7 Februari 2021
Terakhir disunting: 7 Februari 2021
» See next chapter?
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top