twelve

“Bener nggak yang dibilang Nidya soal ulang tahun temen kamu?” tanya Tomy mengikuti langkah Tania dari belakang.
Seharian ini, Tomy baru bertemu dengan Tania, karena anak itu belum bangun. Siangnya ia dan Nawang pergi ke tempat pemancingan. Baru pulang sore saat jarum jam mengarah diangka empat. Belum juga bertemu, Tania tidak di rumah, pergi mencari kado. Dan, baru bertemu saat jam menunjukan pukul delapan malam.

Tania menghentikan langkahnya tepat di hadapan kulkas besar. Sebelum menjawab pertanyaan Ayah, ia lebih dulu membuka pintu kulkas lalu mengambil satu minuman kaleng. Tania masih belum bersuara karena sedang meneguk minuman soda.
Tomy menunggui anak gadisnya.
“Beneran nanti ke Senja?” tanyanya menyebutkan nama club yang menjadi tempat dirayakan ulangtahun Amora.

Tania menganggukan kepala mantap.
“Iya. Kenapa emangnya?”

Tomy menggelengkan kepala. Tanganya mulai meraih pucuk kepala Tania. “Kamu udah besar ya,” ucapnya sembari mengacak rambut sang putri.

“Ayah apaan, sih? Kalau rambut aku rontok gimana? Mau tanggung jawab emangnya?” protes Tania merapikan rambut panjangnya.

Tomy tak memedulikan protes sang putri. Bukannya berhenti ia malah semakin menjadi-jadi. Sekarang, Tomy malah membawa tubuh Tania dalam gendongannya. “Berat,” Ucap Tomy dalam hati.

Ternyata benar putrinya sudah besar.

“Ayah turunin aku!” ronta Tania.

“Jangan berontak nanti jatuh!” peringat Tomy.

Alhasil, Tania hanya bisa diam pasrah. Ia berserah pada Tomy. Terserah mau dibawa ke mana tubuhnya. Tak terpikir dalam benak Tania sebelumnya kalau tubuhnya akan diturunkan sofa. Tidak masalah dengan sofanya, tapi ini tepat di hadapan Nawang. Ya, Tuhan!

“Do, kamu harus tahu nggak? Kalau calon pacar kamu ini berat banget badannya,” ucap Tomy menurunkan sang putri.

Baik Nawang maupun Tania merespon Tomy dengan mulut menganga. Apa katanya? Calon pacar? Mereka tidak salah dengar kan?

“Calon pacar apaan? Dih, sorry. Nawang bukan kriteria cowok Tania, tahu!”

Refleks, Nawang memengangi dadanya.

“Apa yang kurang dari Edo? Dia baik, ganteng, perhatian. Mmm... Apalagi, Do? Bantuin Mas Tomy sebutin kelebihan kamu,” ucap Tomy menatap ke arah Nawang.

Ini semua terlalu mendadak. Nawang tidak bisa menimpali ucapan Tomy. Ya, kalaupun siap, Nawang tidak akan bersuara. Lagi pula, orang belum tentu sependapat dengannya. Dosa tahu mengumbar kelebihan diri sendiri. Lagi pula cowok berkaos putih bergambar Bob Marley itu tidak berhak menilai dirinya sendiri.

Annoying, pengadu, dan penguntit,” tambah Tania memutar kedua bola mata.

Tuh, kan!

Nawang hanya bisa mengelus dada sementara Tomy menggeleng-geleng. Tania ini benar-benar mirip sekali dengan Septa saat remaja; suka ngejudge orang seenak udelnya. Padahal, mereka belum saling mengenal, tapi sudah berani menilai yang tidak-tidak.

“Tan ....” panggil Tomy.

“Iya ayah maaf, Tania kelepasan.”

Setelah jawaban itu terlontar, mereka semua terdiam. Nawang memikirkan cara untuk kabur, Tania asyik dengan minuman soda, sementara, Tomy menatap keduanya. Kedua remaja ini benar-benar membosankan sekali.
Tomy mengembuskan napas kasar. Ia memikirkan topik obrolan yang pantas dibahas. “Tan nanti kamu ke Senja sama siapa?” Akhirnya setelah berpikir cukup lama Tomy bisa kembali memulai percakapan.

“Sama Nidya. Tadinya mau sama temen aku yang satunya juga, tapi dia nggak bisa. Ya, udah deh, nanti berdua sama Ninid doang.” jawab Tania membalas tatapan Tomy.

“Do, kamu nggak dapet undangan?” tatapan Tomy beralih menatap Nawang..

Nawang menggelengkan kepala.

“Enggak diundang atau cuma satu kelas aja?” tanya Tomy lagi.

“Satu angkatan dapet semua. Itu pun ditambah seratus undangan buat murid beda angkatan. Kalau lo nggak kebagian, itu artinya Mora tahu mana orang yang pantes—”

Belum sempat melanjutkan ucapannya, Tomy lebih dulu berdeham. Ia tahu kalau ucapan Tania berpotensi menyakiti hati Nawang. Jadi lebih baik mencegah daripada mengobati kan?

“Mas minta tolong ke kamu nanti awasin Tania sama Nidya ya.”

“Enggak bisa gitu, Yah! Nawang nggak punya undangan.  Mana bisa masuk?” kata Tania.

Tomy menaikan satu alis. “Yakin? Ayah bisa beliin tiket masuk buat Edo.”

Skakmat!

“Mana bisa! Tempatnya udah disewa full sama Mora. Nggak bisa lah orang lain masuk sembarangan,” ucap Tania tak mau kalah.

“Hm ... Gitu ya?” tanya Tomy sembari mengelus dagunya.

Tania menganggukan kepala mantap. Bertepatan dengan itu suara nyaring Nidya mulai menggema.

“Tania!”

Aduh, Nidya! Kenapa gadis itu selalu datang di saat yang tidak tepat? Setelah ini Tania ramal kalau temannya akan merusak suasana.

Tania berharap semoga Nidya tidak jadi masuk ke dalam rumah. Ia berdoa semoga temannya itu lupa memakai sesuatu supaya tidak muncul ke hadapan Tomy. Apapun. Tania mohon supaya Nidya tidak membongkar kebohongannya. Tetapi, itu semua hanya angan belaka karena gadis bernama Nidya Caroline itu sudah muncul di hadapan mereka bertiga.

“Hai semua!” sapanya ceria.

Tidak ada dandanan mencolok yang Nidya tampilkan. Memang  dresscode yang Amora berikan melarang untuk tamu undangan berpenampilan lebih. Jadi Nidya hanya mengenakan jumpsuit biru dongker di atas lutut serta jacket levis oversize yang hanya ditentengnya.

“Malam, Om Abang Sugar. Aku datang kembali dengan tujuan menjemput Natania tercinta.”

“Memangnya udah mau berangkat, ya?” tanya Tomy.

Nidya menganggukan kepala. “Sekarang jam setengah sembilan. Kita on the way ke sana mungkin sampai jam setengah sepuluhan. Bang Sugar pasti tahu gimana Jakarta kalau malam minggu.”

Seharusnya Tomy paham akan hal itu.
“Ya, udah Edo sama Tania ganti baju dulu sana,” titah Tomy.

“Ngapain Nawang ganti baju?” tanya Tania.

“Ayah suruh Edo jagain kalian berdua, lah. Ya, kali kalian pergi cuma berdua doang!”

“Di sana banyak orang. Lagian, Nawang nggak punya undangan. Aturannya yang enggak punya undangan nggak boleh masuk.” Tania lagi-lagi berkelit.

“Syasa nggak dateng kan, Tan? Undangan dia juga masih ada sama lo. Jadi dari pada mubazir mending kasih ke Nawang aja.”

Sesuai ramalan. Semua berakhir dengan kata sial.
                                      ...

Senja Jakarta.

Salah satu club ternama di kalangan anak muda. Terletak disalah satu mall yang ada di Jakarta. Malam ini untuk pertama kali, Nawang, Nidya, dan Tania menginjakan kaki ke dalamnya.
Di pintu masuk beberapa pelayan meminta ketiga remaja itu menunjukan undangan. Lalu, mereka bertiga masuk ke dalam lift untuk sampai di lantai utama. Tak menunggu lama mereka pun sampai.

Nidya dan Tania melangkahkan kaki lebih dulu daripada Nawang. Dengan santai cowok  itu mengikuti dua gadis dari belakang, senyum di wajahnya melebar. Sudah lama ia tak menginjakan kaki ke klub malam. Padahal dulu saat di Malang hampir setiap hati ia mendatangi tempat untuk berkumpul itu. Sayangnya, Azu tak bisa bergabung karena tak punya undangan.

Nawang terlalu asik memperhatikan detail klub malam sampai tak sadar kalau Nidya dan Tania menghilang dari pandangan. Namun, ia tak ambil pusing. Tidak mungkin dua gadis itu menghilang dari sini kan. Tidak mungkin pulang karena kunci mobil Nidya ada padanya.

Ah, terserah!

Daripada Nawang memikirkan Nidya dan Tania mendingan ia pergi ke bar minuman. Iya. Malam ini biarkan Nawang mendapatkan kebebasan. Biarkan ia melampiaskan semua perasaannya dengan meneguk minuman alkohol serta bergoyang di dance floor nanti. Biarkan semua terjadi sebelum nanti Nawang kembali berhadapan dengan fakta dan berbagai macam masalah yang sudah menunggunya di depan sana.
Ya. Biarkanlah~

                                         ...

Berbeda tempat dengan Nawang, Nidya dan Tania langsung menuju ke tempat Amora berada. Sebenarnya Nidya enggan bertemu dengan mantan pemimpinnya itu. Tapi mau bagaimana lagi, ia sudah berjanji akan menemani ke mana pun Tania melangkah khusus malam ini. Menyesal Nidya sudah mengucapkan janji seperti itu.

“My Babe!” sapa Amora menyambut kedatangan dua temannya.

Tania dan Nidya tersenyum bersamaan. Lalu mereka bergantian memeluk Amora sembari mengucapkan selamat bertambah usia.

“Thanks, ya, udah mau datang.” Mora melepas pelukan Tania. Matanya mulai mencari-cari keberadaan satu gadis lagi. “Syasa mana?”

“Syasa ada acara sama keluarganya,” jawab Tania jujur. Iya, ternyata gadis itu sedang menghabiskan liburan di Lembang bersama keluarga besarnya.

“Oh,” ada nada dan raut kecewa dalam wajah Amora, tapi tak berlangsung lama karena ia mengajak Nidya dan Tania bergabung dengan anggota Elegan Pink yang lain. “Ke depan, yuk. Gabung sama anak-anak,” ajaknya menarik tangan kedua temannya.

Kalau sudah begini Nidya dan Tania tidak bisa menolak. Amora benar-benar membawa keduanya bergabung dengan delapan anggota Elegan Pink yang lain. Detik pertama setelah mereka sampai adalah keadaan canggung. Tapi, karena dasarnya anak Elegan Pink pada ramah semua akhirnya suasana cepat mencair. Dara dan Gita mengajak dua mantan anggota ngobrol bersama.

Bisa dibilang ini adalah reuni bagi anggota Elegan Pink lama. Semua berkumpul, eh minus si ember Desya sih. Mereka kembali nostalgia saat bersama dulu. Semua anggota Elegan Pink terlihat merindukan Nidya dan Tania. Mereka terlalu larut dalam kerinduan sampai tak sadar telah mengabaikan tiga anggota baru.

“Siap-siap didepak dari geng, kita bertiga,” ucap Anita menatap miris kebersamaan para anggota Elegan Pink.

“Seriusan? Aduh bisa turun pamor deh gue,” respon Yura.

Anita menganggukan kepala. “Bukan turun lagi. Anjlok, lah nama kita. Mana bakal dikeluarin dengan cara nggak hormat lagi. Duh, gimana kalau kita ngundurin diri aja," katanya menambahi.

“Iya deh daripada nasib kita kayak si Desya mending keluar secara terhormat.”

“Enggak guys,” ucap gadis lain bergaun panjang. “Kita nggak akan dikeluarin dan nggak akan keluar,” lanjutnya menatap kedua temannya.

Sea Gandari.

Gadis itu sedari tadi diam mendengarkan celoteh kedua temannya. Ketakutan pasti ada dalam diri Sea. Tapi, sebisa mungkin disembunyikan. Jujur ia tidak mau dikeluarkan dari geng super hits itu. Karena Elegan Pink nama Sea melejit dalam hitungan menit sejak resmi diangkat sebagai anggota. Kalau dikeluarkan atau keluar pasti namanya padam.

Hell ya, Sea ini tipe gadis pencari sensasi dan penjunjung tinggi kepopularitasan. Apapun akan ia lakukan demi bisa mensejajarkan namanya diantara siswa-siswi hits lain.

“Gimana caranya? Emang bisa?” tanya Anita ragu.

Dengan yakin Sea menganggukan kepala. “Bisa. Ayo, ikut gue,” ucapnya berjalan mendekat ke arah Elegan Pink berkumpul.

Geng hits itu masih saja bercanda sampai tak sadar jika ada Sea dan kawan kawan. Tawa mereka semakin menggema seakan tak menghiraukan kehadiran gadis lain. Masih terus begitu sampai Sea memberanikan diri buka suara.

“Hai, semua!” sapanya.

Sontak membuat ketujuh gadis yang tadi asyik berbincang mengalihkan pandangan menatap si penyapa. “Eh iya kalian bertiga ke sini deh,” ucap Amora melambaikan tangan.

Tanpa berpikir lebih lama Anita, Sea, dan Yura mendekat. Sebelum melanjutkan obrolan Amora lebih dulu mengenalkan ketiga anggota baru Elegan Pink kepada Nidya dan Tania. Mereka berlima bergantian bersalaman sampai Sea dan Tania kembali bertatap muka.

“Ini dia ....” Batin Sea menyungingkan senyum penuh makna.

“Ketemu lagi kita Ran-eh, Tan,” bisik Sea mencium kedua pipi Tania.
“Mo, gimana kalau kita rayain pertemuan kalian dengan bermain game?” usul Sea menatap Nidya dan Tania.

“Game? Game apa?” tanya Amora kelihatan antusias.

Truth or dare?” tawar Sea. “Ya buat seru-seruan aja, sih,” lanjutnya fokus menatap Tania.

“Tan kita balik aja. Ini pasti udah direncanain sama mereka. Kita akan dipermalukan,” bisik Nidya di telinga kanan Tania.

Tania hanya diam. Amora yang terlihat antusias menganggukan kepala setuju. “Boleh.” Si empunya acara menatap kedua teman lamanya. “Gimana Nid, Tan, lo berdua mau kan?”

“Tan, ayo balik.”

“Pasti mau dong! Ya kan, Nid?” ucap Dara menyikut Nidya.

“Kenapa wajah lo jadi pucet gitu. Takut?” tanya Sea pada Tania.

Tania menjawabnya dengan gelengan kepala.

“Ya, udah, mau nggak lo main?” tanya Sea kedua kalinya.

“Tan cari aman kita pulang.”

Sea suka menakut-nakuti Tania seperti ini. Melihat ekspresi 'ketakutan' Tania membuat Sea semakin gencar menggoda. Gadis itu semakin maju ke hadapan Tania. “Kayaknya dia takut deh, Mo,” ucap Sea membelakangi Tania berganti menatap Amora.

“Ini cewek yang katanya paling perfect se-Elegan Pink? Perfect dari mananya? Main ToD aja nggak berani,” cibir Sea meremehkan.

“Tan, balik aja yuk. Sumpah perasaan gue nggak en—”

“Pengecut. Tempat lo bukan di sini.” Sea berkata kasar tepat di hadapan Tania.

Cukup sudah Tania tak bisa berdiam diri lebih lama lagi. “Ok kita main!” putusnya membuat Sea tersenyum menang.

"Damn girl!" umpat Nidya saat melihat Tania berjalan mengikuti langkah Sea.
Malam ini akan menjadi saksi terbongkarnya satu persatu rahasia yang selama ini terjamin keamanannya.

Oh God please save Tania.

Tbc.

#sasaji

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top