one
“Sekolah kita kedatangan lima murid baru. Dua cowok dan satu cewek pindahan, sisanya anak beasiswa," ucap Nidya buka suara.
Gadis itu mendaratkan badan di kursi panjang berlawanan dengan dua gadis lain yang duduk di hadapannya.
Entah berapa menit berselang setelah bel istrirahat pertama berbunyi, anak kelas XI IPS 4 langsung ngacir ke kantin. Hebat sekali mereka, padahal Miss Jinni belum meninggalkan kelas, tapi mereka sudah keluar kelas untuk mengunjungi tempat tujuan masing-masing. Memang anak jaman sekarang sopan santunnya nol besar.
“Lo tahu dari mana? Perasaan dari tadi nggak keluar kelas sama sekali,” sahut gadis bernama Desya sembari mengigit-gigit sedotan.
Masih dengan mulut penuh bakso, Nidya menjawab. “Dari Raja,” sebelum melanjutkan obrolan, gadis itu lebih dulu menelan makanannya. Jarinya dengan lihai mengutak-atik gawai. Nidya ingin memberitahu kedua temannya sesuatu. Dan dalam hitungan detik ia menyodorkan gadget ke hadapan dua temannya. “See and read!” lanjutnya menyerahkan benda canggih itu ke tangan Desya.
“Ya ampun, Nid, ini Raja nembak lo, lagi?!” tanya Desya ketika usai membaca percakapan Raja yang mengungkapkan isi hatinya digawai Nidya. Sebenarnya, ini bukan yang pertama kali. Tetapi, untuk yang ke ... Entahlah! Raja sudah berkali-kali menyatakan cinta pada si gadis berlesung pipi. Namun, gadis itu selalu menolak dengan alasan tak jelas.
Nidya menjawabnya dengan anggukan kepala.
“Dan lo tolak—ah, gantungin lagi?” tanya Desya menatap temannya tak percaya.
Lagi-lagi Nidya mengangguk. Tak merasa bersalah apalagi berdosa. Hal itu membuat dua temannya gemas sendiri.
“Gue nggak ngerti lagi deh, Tan sama temen lo satu ini,” komentar Desya menggelengkan kepala.
Gadis berbandana kuning yang tadi hanya diam kini menyuarakan pendapatnya. “Lo aja nggak ngerti, apa lagi gue. Emang jalan pikiran temen lo yang satu ini absurd banget! Nggak ngerti pake kuadrat deh gue.”
Kalau begini, Nidya hanya bisa memanyunkan bibir ke depan. Mulutnya mulai komat-kamit. “Salah banget jadi gue. Bukannya kalian berdua yang bilang kalau cowok se-perfect Raja bisa jadi playboy ya?” tanya Nidya.
“Lo bilang, kalau cowok modelan Raja ini enggak ada gregetnya,” tambah Nidya, dia menatap Desya lalu di detik selanjutnya, menatap si gadis berbandana. “Dan, elo. Lo bilang terlalu mainstream kalau jadian sama ketua OSIS, cowok dingin, or most wanted. Terus? Gue harus gimana ngadepin lo berdua? Ini yang lebih enggak gue ngerti, bisa-bisanya punya temen modelan lo berdua, hadeh.”
Selanjutnya, dua teman Nidya nyengir kuda. Apa yang dikatakannya benar, mereka sepakat untuk tidak menjalin hubungan spesial dengan jajaran cowok populer sekolah. Tidak ada ketua osis, cowok dingin, ketua ekskul ternama, atau apa pun yang menyangkut most wanted SMAGLO.
Bukannya apa-apa, tapi mereka malas saja dengan hal yang mainstream. Sekali-kali ingin menjalin hubungan dengan cowok biasa, nerd, atau om-om sekalian biar anti-mainstream.
Intinya, sebisa mungkin mereka menghindari berdekatan dengan most wanted sekolah. Bukan karena apa-apa, tiga gadis itu tidak suka ketenaran.
Selama ini sudah cukup nama mereka terkenal karena posisi penting yang disandang. Mereka tidak ingin semakin membuat gempar warga sekolah dengan menjalin hubungan sama jajaran cowok populer. Dan karena sikap mereka yang seperti itulah membuat banyak siswa terpacu adrenalinnya untuk mendekati. Semakin terkenallah nama ketiga gadis itu dengan julukan ciwi-ciwi susah didekati.
“Tapi guys, kalau kita nggak menjalin hubungan sama cowok popular, juga nggak mungkin deh,” ucap Desya ada benarnya.
“Ya terus gue harus nerima Raja gitu?”
Desya mengedikkan bahu, tapi selanjutnya menganggukan kepala. Labil memang. “Begonya kita adalah nggak kepikiran kalau di SMAGLO enggak ada yang namanya anak nerd. Ya, kalaupun ada mereka nggak akan berani ngedeketin kita lah!”
Poin utama!
Mengapa mereka baru sadar akan hal ini?
“Tapi, gue tetep nggak mau jadian sama Raja. Gue mau lihat dulu seberapa gregetnya—”
Mereka terdiam, tampak saling melempar pandangan.
Desya menunggu temannya berceloteh, paling enggak menanggapi perkataannya. Namun, sayangnya diantara kedua temannya tidak ada yang berniat menimpali ucapannya. Kemudian, mata tiga sahabat itu beralih ketika sekumpulan siswa yang bisa dibilang hits, masuk ke area kantin.
Tiga gadis itu tahu betul siapa-siapa saja yang masuk ke dalam geng hits. Karena apa? Dahulu, mereka bertiga juga sempat masuk dalam geng itu sebelum akhirnya memilih keluar.
Rasanya aneh saat bergabung dengan geng hits pencari sensasi itu.
Elegan Pink, namanya. Geng ter-hits seantero SMA Globarium atau bahkan se-Jakarta. Seharusnya anggotanya delapan, tiga gadis lain memilih keluar, jadi, anggota tetap mereka berlima sekarang.
Namun, akhir-akhir ini sempat terdengar desas-desus yang mengatakan bahwa Shalom— si wakil ketua— berencana open member untuk kembali mengenapi anggota geng. Dan sepertinya sudah dapat. Karena sekarang anggota geng Elegan Pink sudah genap delapan orang.
“Udah dapet anggota baru noh mantan geng lo berdua,” ucap Desya tak acuh, tapi matanya terus melirik ke arah Elegan pink.
“Bukan urusan gue," jawab gadis bermata coklat terang tak mau tau.
Nidya menganggukan kepala tanda setuju atas ucapan temannya.
“Kayaknya dari kita bertiga yang belum move on itu lo, deh, Sya. Ya, emang sih yang dikeluarin itu lebih menyakitkan dari pada yang keluar sendiri, ya gak, Tan?"
Memang, di antara mereka bertiga yang keluar secara tidak hormat adalah Desya. Gadis itu dikeluarkan dengan alasan yang tidak masuk akal. Padahal kalau dipikir-pikir ia sama sekali tak melakukan sebuah kesalahan. Tapi, tidak mengapa dengan begitu, dia bisa tahu mana teman asli dan mana teman yang hanya memanfaatkan kehadirannya saja.
Kampret, lah geng terkutuk itu!
“Siap-siap biang masalah mau lewat,” peringat Nidya.
Tidak lama, geng Elegan Pink, melintasi meja yang tiga sekawan itu duduki. Amora yang menjabat sebagai ketua sempat menghentikan langkah tepat di depan meja Nidya dan kawan-kawan. Senyumnya yang terlihat tulus dia sunggingkan untuk ketiga mantan anak buahnya. Tapi, senyuman itu hanya berlangsung selama beberapa detik saja. Lalu, berganti menjadi senyum mengejek. Terlalu drama!
Amora beranjak pergi. Satu persatu anggota Elegan Pink beradu tatap dengan tiga gadis mantan anggota. Sampai pada saatnya, si mata coklat terang beradu tatap dengan sepasang mata hitam bulat. Kalau tidak salah ini bukan pertama kali mereka beradu tatap. Sepertinya dua orang itu pernah saling bertemu.
“Mereka bertiga mantan anggota Elegan Pink,” jelas Dara pada salah satu anggota baru sekaligus murid baru di sekolah ini. Dari jarak dekat mereka menatap tiga sahabat itu. Sea sambil menyedot jusnya.
Ah, iya, Sea. Sea Gandari, gadis bermata bulat, salah satu anak pindahan dari SMA sebelah. Amora merekrut Sea dengan banyak pertimbangan, salah satunya, karena sudah terkenal di sekolah sebelumnya. Si rambut panjang pun langsung mengiakan tawaran ketua geng hits tersebut.
“Kalau—yang rambut pendek itu namanya Nidya, tapi sering dipanggil Ninid. Dia wakil ketua paskib. Milih keluar dari Elegan karena ngikutin best friend till Jannah-nya.” Awal Dara mulai duduk di sebelah Sea.
“Terus, yang kedua, itu, namanya Desya. Anak Pengusaha kelapa sawit di Sumatra sana. Mm …. Dia kita keluarin karena potensi jadi mata-mata geng. Fyi, Syasa paling deket sama mereka berdua,” ucap Dara berjeda. Detik selanjutnya ekor mata kedua gadis itu mulai melirik ke arah si gadis berbandana. Ini dia yang ditunggu-tunggu Sea. “Nah yang di sebelah Syasa itu biang masalahnya. Dia jadi alasan Ninid milih undur diri. Dia cantik, tajir, dan sempurna lah pokoknya. Fyi, namanya Tania.” lanjut Dara menceritakan cewek yang bernama Tania-Tania ini.
“Tunggu dulu. Yang itu seriusan namanya Tania?” tanya Sea merasa ada yang janggal.
Dara menganggukan kepala atas pertanyaan Sea. “Iya, Gabriella Natania. Si cewek ter-segalanya di geng kita—dulunya.”
Sea mengerutkan dahi. Gabriella Natania? Alah! Persetan dengan nama baru itu. Yang terpenting sekarang adalah Sea sudah menemukan Ran—Tania.
“Rania, see yaa~”
#sasaji
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top