epilog
Malam Natal.
Malam natal adalah, saat berkumpul dengan keluarga. Biasanya, saling bercerita dan bertukar kado. Tetapi, sebelumnya, umat Kristiani melakukan ibadah di Gereja. Mengikuti serentetan misa malam natal.
Dan di sinilah keluarga Tomy berada; di dalam bangku panjang altar Gereja Katedral. Mereka berdiri menghadap depan dengan lilin di tangan serta menyanyikan lagu pujian.
Natal tahun ini adalah natal terbaik sepanjang hidup Tania. Pasalnya, ia merayakan hari kelahiran Yesus bersama keluarga kandungnya juga teman dekatnya, Nawang. Iya. Remaja yang kini resmi menjabat sebagai pemilik hati Tania itu ada di sini untuk membuktikan ucapannya. Ucapan yang berbunyi; akan terus berada di samping Tania.
“Selamat Natal Oma, Mas Tomy, dan mana Mbak Septa?” ucap Nawang memeluk satu persatu orang yang dia sayang itu.
Ibadah malam Natal telah usai. Mereka sudah kembali ke rumah Tomy. Saat ini mereka sudah berkumpul di ruang keluarga. Bersiap melakukan ritual tukar dan buka satu kado.
“Selamat Natal juga, Edo,” jawab Tomy mendekap tubuh remaja yang sudah dianggapnya sebagai putra kandungnya. Memang Nawang putranya, sih. Kerena nanti Nawang akan menjadi suami Tania. Ah, ini mulai ngaco. Lupakan pemikiran abstrak Tomy dan mari kembali ke adegan selanjutnya. “Mbak Septa masih di atas ambil sesuatu katanya,” lanjut Tomy melepas pelukan Nawang.
Setelah memeluk tubuh Juni dan Tomy, Nawang beralih memeluk tubuh sang pujaan hati. Gabriella Natania. Gadis itu terlihat cantik dengan dress putih selutut dan rambut dijepit rapi. “Merry Christmas, Natania,” bisiknya lalu mencium pipi Tania.
“Selamat Natal juga, Iverdo,” jawabnya melepas pelukan.
Nawang dan Tania kembali berhadapan. “Aku punya hadiah buat kamu,” ucap Nawang mengambil satu kotak kado ke hadapan Tania.
“Boleh dibuka?” tanya Tania.
“Sini Tan, Ayah bantu bukain,” ucap Tomy menyambar kado pemberian Nawang. Kurang ajar sekali pria satu ini, ck!
“Kalau kadonya jelek Mas Tomy balikin ya, Do,” ucap Tomy duduk di sebelah Juni yang sedang menikmati kue kering khas Natal.
“Jangan menilai pemberian seseorang dari harganya, Mas. Tapi lihatlah dari keikhlasan dan kesungguhannya dalam memberi,” timpal Nawang. “Percuma juga ngasih barang mahal-mahal, tapi si pemberi nggak ikhlas,” lanjutnya bangga diri.
“Ayah balikin kado Tania!” ucap si gadis berusaha mengambil kado yang ada di tangan sang ayah.
Tomy menggelengkan kepala. “Tania diem! Eleh sok bijak banget kamu, Do.”
“Ayah, balikin!” teriak Tania semakin jadi.
Tomy tak mengubris ucapan putrinya. Dan bukannya mengembalikan kado milik Tania, pria malah semakin membuat putrinya berteriak kencang. Tomy menggoda Tania dengan berpura-pura merobek kertas pembungkus kado. Lantas membuat si gadis berteriak histeris. “AYAH JANGAN, IH! ITU KADO PUNYA TANIA. YANG BERHAK BUKA YA TANIA DONG! BALIKIN!”
“Ayah nggak mau bikin kamu capek karena buka kado. Jadi ayah bukain, ya. Sabar.”
“Oma, bantuin Tania,” ucap Tania meminta tolong pada Juni.
“Tomy jangan gangguin Tania. Balikin kado dia dan buka kado kamu sendiri!” ucap wanita yang dimintai tolong oleh Tania.
Telak. Kalau Juni sudah bicara tak bisa lagi Tomy menyela.
Mau tidak mau Tomy menyerahkan kado pada si pemiliknya. “Tomy nggak ada yang ngasih kado, Ma,” adu Tomy atas ucapan Juni.
“Mama beliin buat kamu. Itu yang dibungkus warna hijau milik kamu. Buka sana daripada gangguin cucu kesayangan Mama,” ucap Juni berhasil membuat Tomy bungkam.
Memang kalau sudah menyangkut Tania, wanita paruh baya itu akan sensitif.
“Selamat Natal semuanya,” suara itu berhasil mencairkan suasana. Septa—wanita itu mulai berjalan mendekat. Ia mencium dan memeluk satu persatu manusia yang berkumpul di depan pohon Natal.
“Selamat Natal, Ma.” jawab Tania memeluk erat tubuh Septa.
Pemandangan indah ketika melihat sepasang anak-ibu itu akur. Semenjak kepulangan Tania dari Malang beberapa waktu lalu hubungan mereka mulai menghangat. Walau, awalnya canggung jika bertemu dalam satu ruangan. Terasa berat ketika mereka terlibat dalam satu percakapan. Tapi, semua masa itu semua berhasil dilalui. Septa dan Tania lolos menghadapi ujian yang Tuhan berikan. Dan lihatlah hasilnya sekarang .... Benar-benar di luar dugaan.
“Aku juga mau kamu peluk, Dee,” rengekan Tomy berhasil membuat Septa dan Tania melepas pelukan.
Septa sempat berdecak sebelum akhirnya duduk di sebelah sang suami.
Wanita itu mulai memeluk tubuh Tomy. “Selamat Natal, Tom,” katanya.
“Selamat Natal juga, Dee,” jawabnya. Puas berpelukan Tomy melepas dan berganti menatap sang istri. “Mana kado buat aku? Kamu jangan mau kalah sama Edo yang ngasih kado ke Tania, dong!” ucapnya.
Ih, Tomy kenapa jadi kampungan seperti ini sih?
Tak mau ambil pusing dengan ucapan Tomy, Septa meminta Nawang dan Tania mendekat. Mereka pun duduk melingkar dan saling berhadapan. Ini saat yang ditunggu-tunggu: ritual buka kado. Sebelumnya para manusia itu mulai bertukar hadiah. Saling memberi satu sama lain sebelum akhirnya memilih satu kado untuk dibuka malam ini. Dan acara buka kado pun dimulai.
Mulanya, Juni memilih membuka kado dari Tania. Wanita yang sudah membuka cabang rumah bersalinnya di Bali itu, mendapat sebuah jam dari sang cucu.
Giliran kedua adalah Septa. Cewek itu memilih kado pemberian Juni dan ia mendapat sebuah baju yang diincarnya di salah satu toko langganan.
Ketiga adalah Nawang. Remaja itu memilih kado dari Tomy untuk dibuka dan mendapatkan satu kaset game incaran.
Dan yang paling mendebarkan adalah saat Tomy dan Tania membuka kado. Sepasang anak ayah itu memilih membuka kado dari pasangan masing-masing.
“Ayah buka dulu deh kadonya.” ucap Tania pada Tomy.
“Kamu dulu deh, Tan,” balas Tomy.
Karena tak mau berdebat lebih lama dengan sang ayah, Tania pun menuruti perintahnya. Gadis itu memilih kado pemberian dari Nawang untuk dibuka. Dan satu kalung dengan bandul cincin adalah kado yang Nawang berikan untuk Tania. Manis sekali.
“Itu kalung sama cincin dari emas asli apa palsu, Do? Tania suka iritasi kalau pake barang imitasi,” komentar Tomy membuat Tania yang tadinya tersipu langsung cemberut. “Ayah mulutnya, ih!” katanya pada Tomy.
“Tenang, Mas. Itu kalung sama cincin asli emas dua puluh empat karat. Aman. Jangan takut menghitam dan bisa digadaikan kalau enggak punya uang,” jawab Nawang pongah.
Ya beginilah kalau Tomy dan Nawang sudah disatukan dalam satu ruangan.
“Sini, Tan mama pakein kalungnya,” kata Septa, semuanya terdiam. Tania menyerahkan kalung pemberian Nawang ke tangan mama.
“Cincinya biarin jadi bandul, Mbak. Jangan dipake ya, Tan, nanti tunggu aku lamar kamu baru deh boleh disematkan di jari manis kamu."
“Hajar, Do! Sikat!” teriak Tomy menyemangati.
“Kamu rusuh banget deh, Tom. Heran,” cibir Septa mulai memakaikan kalung di leher Tania. Tak perlu menunggu lama kalung pemberian Nawang pun sudah melingkar apik di leher mulus itu.
“Nah, semua sudah buka kadonya. Sekarang giliran kamu buka kado dari Septania, Tom,” ucap Juni bersuara.
“Iya, Mas! Sekarang giliran buka kado dari Mbak Septa,” ucap Nawang menambahi.
“Ini beneran kado buat rame-rame?” tanya Tomy tak ikhlas.
Memang sengaja Septa memberikan satu kado di kotak kecil untuk semua orang. Entah apa isinya yang pasti Tomy tak rela jika isi kotak kado kecil itu harus dibagi dengan tiga manusia lain.
“Kamu kenapa jadiin satu kado aku sama anak-anak sih, Dee? Emang uang belanja yang aku kasih kurang ya sampai-sampai kamu jadiin satu kadonya?” protes Tomy menatap Septa.
“Natal ngajarin kita untuk berbagi. Orang lain aja nggak pelit berbagi kebahagiaan, masa kamu sama anak dan mama sendiri nggak mau berbagi?” jawab Septa telak.
Tomy hanya bisa memutar kedua bola mata atas jawaban sang istri. Ia juga menghembuskan napas berat. “Ini kado sekecil ini isinya apa? Ya kali harus dibagi sama Edo, Tania, dan Mama,” komennya membolak-balikan kotak kado.
“Mas, enggak usah banyak omong, ih. Cepetan buka!” titah Nawang kurang ajar.
“Iya-iya sabar,” jawab Tomy mulai merobek bungkus kado.
Seketika ruangan berubah jadi tegang. Tomy membuka kado dengan tangan bergetar. Nawang menunggu dengan jantung berdebar. Tania memeluk pinggang Septa sembari menatapnya—bertanya melalui tatapan mata, tapi sayang tidak dijawab oleh Septa. Dan Juni yang sudah tahu isi dari kado itu tersenyum saja.
Ini aneh. Sebelumnya Tomy tidak pernah deg-degan sehebat ini ini. Ia mulai menerka-nerka isi dari kotak kecil ini apa ya?
“Buka, Mas, buka!” seru Nawang geregetan.
Tomy sempat memejamkan mata sebelum akhirnya benar-benar membuka kotak kadonya. Dan semua orang—minus Juni dan Septa— dibuat terperangah dengan isinya. Nawang menggelengkan tak menyangka. Tania semakin memeluk erat tubuh Septa.
Tomy berkaca-kaca.
Satu air mata Tomy menetes ketika tangannya meraih 'hadiah' dari Septa. Cowok itu semakin menangis ketika matanya berhasil menatap jelas benda pipih pemberian Septa.
“Kamu hamil?” kalimat itu terlontar dari mulut Tomy.
Septa menjawabnya dengan anggukan kepala. Detik selanjutnya cowok itu membawa tubuh istrinya dalam pelukan. “Kamu beneran hamil?” tanyanya tak percaya.
“Kamu kira tiga bulan aku mual-mual karena masuk angin biasa?” Septa balik bertanya.
Apa yang dikatakan cewek itu benar. Tidak mungkin setiap hari Septa muntah karena masuk angin. Ternyata perempuan itu sedang hamil. Ya Tuhan...
“Puji Tuhan Yesus .... Terima kasih Tuhan. Terima kasih,” ucap Tomy tak henti mencium pucuk kepala sang istri.
“Mama selamat, ya,” ucap Tania ikut memeluk Septa.
Karena tak ingin menyia-nyiakan keadaan Nawang juga ikut memeluk. Namun, ia memeluk tubuh Tania. “Selamat ya, Mbak Septa. Aku ikut bahagia.”
“Ini adalah kado untuk keluarga kalian. Mama ikut senang. Semoga Tuhan selalu melimpahkan kebahagiaan untuk kalian.” Juni pun bergabung dalam pelukan itu.
End.
.
.
.
.
An: thanks yak sohibul sudah meluangkan waktu membaca cerita ini.
Btw gua ada extrapartnya, tapi....
Ntar. Kalau mood gua up yak. Nggak janji tapi.
Ehe.
Seqian. Sekali lagi terimakasih sudah membaca cerita ini.
Sampai jumpa di cerita2 ogah lainnya.
See yaa.
#sasaji
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top