Chapter 18

Amanda

AKU meletakkan kembali wadah obat ke kamar mandi dalam ruangan. Berjinjit, setelah kuletakkan barang itu aku sadar aku tidak cukup tinggi. Tapi, pada saat di mana dia memerlukanku (dalam arti: Griff melingkarkan lengannya di sekitar leherku dia harus menunduk menyeimbangkan diri denganku) aku agak malu. Kenapa tidak. Menjadi cewek mungil bagi sebagian besar orang berpendapat itu menggemaskan. Tapi, tidak berlaku bagiku.

''Apa yang membuatmu bertanya begitu,'' kataku.

Griffin melihatku ke luar, dan berdiri di samping ranjang. ''Tidak ada.''

Udara malam menusuk masuk melalui jendela yang dibiarkan terbuka. Dia melarangku menutupnya. ''Ada badai di utara. Bukankah mengerikan?''

Pria itu keras kepala sekali! Sekali lagi perlu diingat; aku hanya menumpang hidup di sini sampai Mustang-ku benar-benar selesai diperbaiki. Lagi pula, sebenarnya sudah lama sekali ingin meninggalkan rumah kuno ini. Tapi, Charlie Redford terlalu baik padaku.

Cahaya menyala-nyala sangat keras. Orang-orang di luar bergegas masuk ke tempat tinggal mereka. Hewan ternak Griff berisik di kandang. Truk pikap masuk, berhenti di samping rumah peternakan satu tingkat, dan Charlie berlari-lari kecil ke belakang truk, mengangkat wadah telur di bawah deras hujan Desember di Lakewood.

Meninggalkan Griff terlelap di kamar, aku turun menuju dapur. Mesin kopi masih belum diperbaiki. Aku bertanya-tanya kapan mesin itu bisa difungsikan kembali dan bahkan kedua saudara Redford kelihatan tak terlalu memusingkan benda payah itu. Hingga pada akhirnya bergerak ke kulkas, mengambil bahan-bahan sup.

Untungnya Mom meninggalkan resep sup daging sapi padaku. Air mendidih dalam panci di atas api kompor yang menyala sedang––memasukkan potongan wortel kecil, irisan daun bawang, potongan kentang sedadu, dan tentunya irisan bawang merah––menciptakan aroma daging sapi sampai menusuk hidung. Ketika sup matang, sesudah mematikan kompor, aku berangsur-angsur meraih payung. Lari menghampiri, air hujan merembes jatuh dari dedaunan pohon ek dan maple yang mengelilingi rumah peternakan itu. Burung-burung robin berhamburan ke air mancur kemudian menyibakkan sayap mereka. Malam masih berlanjut, dan Charlie kelihatan sibuk mengangkat-membawa masuk wadah telur ke dalam.

Aku tidak melihat apapun di sekitar sini. Halaman itu terlihat agak kotor-dekil. Mungkin karena dia pria lajang––bisa jadi mantan istrinya selalu mendekorasinya dengan berbagai tanaman. Itu juga tampak hampir mirip seperti tempat tinggal Gatsby; tak terawatkan. Kalau aku, aku juga akan melakukan hal sama seperti wanita yang pernah beruntung menjadi pendamping hidup Griff meskipun pada akhirnya koboi kaku nan aneh kesepian. Mungkin bakal kutempatkan bak-bak bunga di depan jendela, menanam pohon ek keberuntungan, dan mengecat ulang pagar kayu sedang bercat cokelat di sekelilingnya.

Namun, setidaknya dia peduli pada kuda-kuda ketahanannya.

Kami menyingkirkan jerami-jerami ke tumpukannya di sudut ruangan. Tersandung, seluruh wajah dan rambutku dipenuhi jerami. Aku mengerang seraya menarik diri, dan cowok itu mengejekku. ''Nah, sekarang kau perlu bersikap sedikit bertanggung jawab.''

Tawanya terhenti, ''Begitukah?'' dilanjutnya tawa, lagi dan lagi.

Di luar hujan teramat deras. Air menggenangi lubang-lubang jalan tanah menimbulkan ciprat saat truk pengangkut tanah atau truk pengangkut batu bara melintas. Charlie menjelaskan daerah ini hampir sering dilewati truk karena berdekatan dengan lahan tambang emas atau semacamnya. Kebanyakan pekerja berkulit hitam.

''Griff tak beritahu itu,'' aku mengambil dingklik dan duduk di dekat jerami.

Dia melompat, lalu duduk di tumpukan jerami. Satu tangan melingkar di kakinya yang terangkat sebelah. ''Sekali lagi, dia menjadi antisosial setelah Anitta pergi,'' katanya, menatapku.

Kulihat dia mendesah berat melalui mulut, berpaling. ''Tetap saja aku masih tak mengerti; dia tak seharusnya membenciku. Boleh tidak menyukaiku, tapi benci ... sangat aneh.'' Laki-laki di depanku mulai menengok ketika aku melanjutkan, ''Aku bahkan tidak melakukan kesalahan apapun––atau membuatnya marah. Kalaupun sengaja melepas hewan ternaknya dia boleh marah. Tolong, katakan padanya alasan apa yang membuatnya sangat membenciku.''

Matanya menatapku dalam, seakan dia menaruh kepercayaannya padaku. ''Karena kau dari kota.''

''Itu bahkan bukan alasan yang spesifik,'' dengusku. ''Aku butuh alasan sesungguhnya. Cuma karena dilahirkan dari kota dia jadi sangat benci? Bagaimana kalau suatu saat Griff menemukan pasangan sejatinya dari kota––Clemson, Brooklyn, Laurens, Santa Clara, atau lainnya.'' Aku menentang perkataan Charlie. Griffin benar-benar kaku, juga idiot. Ini tak masuk akal. Sama sekali tidak. Beberapa kuda meringkik, segera beringsut dari tumpukan jerami, memberi mereka makan.

Aku berdiri di belakang pemuda itu. Gerakan luwes mengelus perut kuda, lalu naik menggelitik dagunya hingga meringkik geli. Ekornya menyibak, dia menyukai lelaki itu, secara harfiah. ''Char, bisa?''

Tahu dia melihatku meskipun melirik saja. Kesibukannya merawat kuda seperti mengingatkanku ketika magang di suatu desa pedalaman di Ternate. Di mana warga terjangkit wabah diare, malaria, dan penyakit mengerikan lainnya. Kami ditugaskan selama seminggu di sana. Desanya sungguh sangat menakjubkan. Aku menyukai kebajikan mereka.

Masih membelai lembut Horsie, Charlie berkata, ''Ya. Semoga jawaban Griff bisa masuk akal.''

***

Saat melaju pergi dari toko Amelia, aku merasa waswas daripada yang kurasakannya selama empat tahun terakhir. Wayne Woods meminta masyarakat Lakewood berkumpul di tengah kota, mengatakan kontes ketahanan resmi dimajukan. Semuanya bersorak sementara diriku terasa kaku di belakang mereka, memikirkan ucapannya serta paling mengejutkan lagi adalah kontes rodeo diadakan tiga hari lagi. Itu bukan waktu yang lama. Griff berhak tahu tentang ini, juga Charlie. Semestinya, orang-orang di belakang kontes rodeo mengatakannya kemarin atau beberapa hari lalu bukan mendadak seperti sekarang ini.

Langit biru cerah. Tapi, tak secerah suasana hariku. Cahaya matahari membuat Pegunungan Rocky di sebelah selatan kelihatan tinggi, kokoh, dan indah. Ladang bunga membentang luas di sepanjang pinggir jalan menuju Colorado Springs benar-benar indah. Angin juga membuat pepohonan bergoyang-goyang. Selagi semuanya menakjubkan, kecemasan masih menghantuiku.

Bagaimana tidak.

Woods bicara seperti menantang Griff bahwa dirinya jauh lebih keren dan hebat. Membuktikan dirinya lebih pantas dihormati di Colorado. Ketika aku menghentikan truk pikap Redford di depan salon, Frances ke luar melambaikan tangan kepada orang di dalam aku spontan menarik dan membawanya masuk kembali.

Kuceritakan garis besar kelicikan Wayne Woods, Frances tampak kaget yang membuatnya tidak sengaja menjatuhkan peralatan salon. Untungnya, tempat ini belum didatangi siapapun.

''Panitia bilang kontes ketahanan akan berlangsung dua minggu ke depan,'' Frances menata kembali peralatan ke meja.

Bahu terangkat. ''Memang,'' aku memandang berkeliling, jatuh ke luar ke perkumpulan koboi di luar bar khusus para berkulit hitam.

Frances mengikuti pandanganku, berbisik, ''Kau ingin ke sana?''

''Tidak,'' kataku. ''Eugene pernah ke sana sekali dan mereka mengiranya penjahat super rasis.''

''Maksudnya?''

''Yah, mereka tidak suka––atau benci secara harfiah––pada orang berkulit putih karena dianggap tukang rasis. Maksudku, mereka sangat keberatan kalau ada pria atau wanita berkulit putih mampir ke sana meskipun tersesat.''

''Bosku berkata demikian,'' Frances menyengir. ''Tentunya benar apalagi saat sudah bergabung sesama berkulit hitam segalanya terasa seru. Biarpun begitu, aku suka logat mereka. Unik dan keren.''

''Benar.''

Frances mengajakku kembali ke truk. ''Jadi, apa tindakan selanjutnya?''

Aku membuka pintu dan masuk. Membiarkan dia mengemudi. ''Akan kuberitahu Griff.'' Meskipun agak yakin Griff bakal sangat tidak setuju apabila aku ikut kontes ketahanan juga. Setidaknya saat di putaran dia bisa beristirahat dan aku menggantikannya di putaran berikutnya. Keras kepala tetap keras kepala. Si pria kaku pasti susah diajak bekerja sama.

Frances menarik lenganku, ''Lihat, apa yang terjadi,'' beritahunya, tak memandangku.

Kudekati Griffin Redford sedang melatih kuda-kudanya di kedok persegi. ''Aku harus ikut kontes ketahanan,'' aku berhadap-hadapan dengannya. Aku tahu kedengarannya gila, bagaimana pun aku juga ingin memenangkannya dan setelah itu kuanggap sebagai balas budi.

Aku tidak peduli dia membenciku. Bukan pula waktu untuk balas dendam. Tapi. Sumpah Demi Tuhan, aku yakin bisa menaklukkan kontes ketahanan bersama-sama agar Woods tahu Griff bukanlah pria yang dia kira. Memang menjadi penakluk seperti mereka cukup rumit––seperti kehidupan koboi menyedihkan di depan mata.

Griffin merendahkan Stetson hitam menutupi mata dan alis selagi mencatat kecepatan kuda-kudanya di arena. Bayangan hitam dirinya di bawah tapak sepatu bot koboinya. ''Tidak.''

''Kenapa tidak?''

''Tidak.''

Dia benar-benar cari mati. ''Aku serius.''

''Sama.''

''Sejak kapan?''

''Sedetik lalu.''

''Sungguh?''

''Tidak.''

Ada desakan tajam dalam dadaku. Kulihat Frances berlari mendekat, di sampingku, ''Maaf, Pak Redford. Amanda sungguh-sungguh ingin membantumu.'' Kutendang dan kuinjak kaki gadis itu. Mendelik sambil meringis, sementara Griff masih bergantung pada lembaran kertas di papan serta stopwatch melingkari pergelangan tangannya. ''Aku Frances,'' sungguh? Pria terhormat yang sesungguhnya tidak. Dia sudah melanggar adat budaya Timur jika dilahirkan dari sana. Mom pernah berkata itu dapat menyinggung perasaan orang Timur. Lalu, Frances menjauhkan lengan dari udara. ''Kami ingin memberitahumu kontes ketahanan akan berlangsung tiga hari lagi.''

''Ya,'' katanya tak berpaling. ''Aku tahu.''

''Bagus kalau begitu,'' kataku. ''Artinya, ada peluang untukku.''

Oke. Ini tidak baik. ''Tidak ada peluang untukmu.''

''Kenapa begitu,'' desakku, dengan gerakan tangan yang gatal aku menarik kemeja flanel merahnya sehingga membuat topi Stetson jatuh dari kepalanya. Aku tak pernah seterkejut begini melihat betapa panjangnya rambut Griffin yang agak bergelombang dan mengembang yang jatuh sebahu. ''Aku sangat tidak peduli kau membenciku, tapi aku datang untuk membantumu memenangkannya dan juga menyelamatkan peternakanmu. Perlu diingat––atau dicatat, kalau perlu––aku bukan seperti wanita yang-pernah-ada-dalam-kehidupanmu. Titik.''

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top